• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA 58 LAMPIRAN

A. Papan Komposit

Komposit dapat didefinisikan sebagai dua atau lebih elemen yang dipersatukan dengan suatu matriks (Berglund dan Rowell dalam Rowell 2005). Pengembangan produk komposit dimaksudkan untuk mencapai salah satu atau beberapa tujuan, yaitu: 1) mengurangi biaya bahan baku dengan menggabungkan bahan baku murah dan mahal; 2) mengembangkan produk dari pemanfaatan bahan daur ulang dan produknya sendiri dapat didaur ulang; 3) menghasilkan produk dengan sifat spesifik yaitu bersifat superior dibandingkan dengan bahan penyusunnya masing-masing (seperti meningkatkan nisbah kekuatan terhadap berat) (Youngquist 1995).

Istilah komposit lignoselulosik menggambarkan dua keadaan. Pertama ketika bahan berlignoselulosa berperan sebagai bahan utama dalam komposit, dan keadaan kedua adalah ketika bahan berlignoselulosa berperan sebagai agregat pengisi atau penguat dalam suatu matriks. Apapun skenario yang digunakan, tujuan dari pengembangan komposit lignoselulosik adalah untuk menghasilkan suatu produk dengan sifat yang merupakan gabungan sifat terbaik dari setiap komponen penyusunnya. Bahan baku komposit lignoselulosik berbasis pertanian dibedakan berdasarkan sumbernya, yaitu yang bersumber dari limbah pertanian, dan tanaman yang menghasilkan serat (English et al.dalam Rowell et al. 1997).

Papan komposit merupakan istilah umum untuk panel yang dibuat dari partikel atau bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan perekat melalui proses pengempaan pada tekanan dan temperatur tertentu (Pease, 1994). Salah satu jenis papan komposit yang banyak digunakan adalah papan partikel, papan blok, kayu lapis, LVL dan yang lainnya.

Berkaitan dengan pemanfaatan bahan lignosellulosa sebagai bahan baku papan komposit, nilai pH bahan untuk produk komposit sangat penting untuk dipertimbangkan. Blomquist et al. (1981) menyatakan bahwa kemampuan perekat untuk mengalami curing sangat bergantung pada kondisi permukaan bahan. Oleh karena ikatan silang sebagian besar perekat thermosetting tergantung pada pH, maka perekat tersebut akan sensitif terhadap pH susbtrat. Lebih lanjut

dikemukakan oleh Maloney (1993) bahwa beberapa jenis kayu memiliki kisaran nilai pH yang sesuai untuk pematangan perekat, akan tetapi terdapat juga jenis tertentu yang memiliki kisaran pH yang terlalu luas sehingga setting kondisi yang sesuai untuk pematangan perekat sulit dilakukan, khususnya pada skala pabrik. Bahkan beberapa jenis kayu juga ada yang memiliki nilai pH yang tidak sesuai untuk pematangan perekat sehingga memerlukan penambahan bahan aditif.

Menurut Maloney (1993) terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi sifat akhir papan yaitu: jenis kayu, jenis bahan baku, jenis partikel, jenis perekat, jumlah dan distribusi perekat, penggunaan aditif, kadar air dan distribusi lapik, pelapisan berdasarkan ukuran partikel, pelapisan berdasarkan kerapatan, serta orientasi partikel.

Papan komposit seringkali dikombinasikan dengan lambaran finir pada bagian permukaannya untuk memperbaiki sifat mekanis. Menurut Bowyer dan Haygreen et al. (2003), penggunaan lapisan finir pada bagian permukaan papan partikel memperbaiki sifat panel dan kebanyakan parameter sifat fisis dan mekanisnya mirip dengan kayu lapis. Kombinasi papan partikel yang dilapisi dengan finir ini disebut comply. Com-ply terbuat dari finir dan partikel atau flake. Panel tersusun dari 3 lapis dimana finir berfungsi sebagai lapisan muka dan belakang, sementara partikel sebagai lapisan tengah (Maloney 1993).

Dengan pertimbangan bahwa pada masa yang akan datang bahan baku untuk pembuatan finir akan semakin terbatas, maka sebagai lapisan muka dan belakang papan partikel digunakan finir dari bilah bambu. Hasil penelitian Sudijono dan Subyakto (2002) menunjukkan bahwa papan komposit dengan kerapatan rata-rata 0,6 g/cm3 memiliki nilai MOR 246,2 kgf/cm2 pada papan komposit berlapis bilah bambu setebal 2 mm dibandingkan MOR sebesar 83,9 kgf/cm2 pada papan tanpa lapisan.

Pemikiran untuk membuat com-ply dengan kualitas yang lebih baik juga dilakukan oleh Hayashi et al. (2003) dengan menggunakan gabungan dari papan partikel gelombang sebagai core dengan papan serat berkerapatan sedang (medium density fiber board) sebagai pelapis. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa keteguhan patah papan komposit yang dihasilkan setara dengan papan partikel kualitas tipe 18. Penelitian lain dengan menggunakan limbah kayu kelompok Dipterocarpaceae dan limbah karton gelombang sebagai

bahan pelapisnya dapat menghasilkan keteguhan patah 234 kgf/cm2 (Massijaya, 2005). Pada tahun yang sama Subiyanto et al. (2005) melakukan penelitian pembuatan sandwich panel dari limbah tandan kosong kelapa sawit dengan pelapis kayu lapis yang menghasilkan papan dengan keteguhan patah 237 kgf/cm2. Suhasman et al. (2006) mengemukakan bahwa papan komposit atau

com-ply yang dibuat dari limbah kayu sengon dan karton daur ulang memiliki keteguhan patah 246 kgf/cm2. Penelitian lainnya juga telah dilaporkan oleh Erniwati et al. (2007) yang meneliti karakteristik papan komposit atau com-ply

yang dibuat dari inti papan partikel kayu karet dan bahan pelapis berupa anyaman bambu. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan anyaman bambu dengan arah saling tegak lurus terhadap arah panjang papan menghasilkan sifat- sifat mekanis yang lebih baik. Penelitian terbaru telah dilaporkan oleh Massijaya

et al. (2008) yang menggunakan bahan pelapis dari pandan, enceng gondok dan bambu tali, menyimpulkan bahwa penggunaan anyaman bambu tali, pandan dan enceng gondok berpotensi untuk digunakan sebagai substitusi bahan pelapis finir.

Beberapa penelitian yang dilakukan tentang pengembangan papan blok diantaranya Desyanti, Bakar., Sofyan. dan Hadi. (2000) meneliti tentang pemanfaatan kayu sawit sebagai inti papan blok, dengan perlakuan ketebalan inti dan kondisi perekatan strip inti dengan menggunakan perekat Urea Formaldehida memberikan hasil sifat fisis (kadar air, kerapatan, stabilitas dimensi), sifat mekanis (MOE, MOR dan keteguhan pegangan skrup) dan keteguhan rekat (geser tarik dan delaminasi) kesemuanya dapat memenuhi standar ASTM, SNI dan JIS kecuali untuk parameter delaminasi. Pemanfaatan kayu sawit sebagai inti papan blok sampai dengan 80% masih dapat memenuhi standar tersebut di atas.

Xiang G dan Guo (1997), meneliti tentang sifat papan blok yang intinya dibuat dari 10 jenis kayu dari Cina Selatan. Sifat papan yang dihasilkan dapat memenuhi standar GB 5850-86, namun memperlihatkan reaksi yang berbeda dari masing-masing. Hasilnya juga mengidentifikasikan bahwa kerapatan, kekerasan dan susut dari inti mempengaruhi sifat dari papan blok.

Sulastiningsih, Sutigno dan Iskandar (1995), meneliti tentang pembuatan papan blok 5 lapis dari kayu sengon dengan ketebalan inti 1 cm dan 1,5 cm dengan variasi lebar strip inti ( 0,7 cm, 2,5 cm dan 7,6 cm): Lebar strip ternyata

mempengaruhi pengembangan tebal dan pengembangan panjang dari papan blok. Tebal strip mempengaruhi pengembangan panjang dan pengembangan lebar. Dari semua perlakuan hanya papan blok dengan tebal strip 1 cm dan lebar strip 0,7 cm yang memenuhi standar Jerman.

Penggunaan produk panel komposit diantaranya adalah untuk alas pada peti kemas (container) atau yang lebih dikenal dengan container flooring. Container flooring dibuat dari finir-finir kayu keras, yang disusun menjadi kayu lapis yang tebal (tebal = 28 mm) dan mempunyai daya tahan yang lama dalam pemakaiannya

(www.awpanels.com.au/plywood/container-flooring.htm). Container flooring

yang digunakan dalam kegiatan ekspor harus memenuhi kriteria International Sanitary Phyto Material (ISPM)#15 jika bahan yang digunakan merupakan kayu solid. Akan tetapi sertifikasi ISPM tersebut tidak berlaku jika komoditas ekspor tersebut merupakan produk kayu olahan yang menggunakan perekat seperti kayu lapis, papan partikel, serta finir.

Dokumen terkait