• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA 58 LAMPIRAN

D. Determinasi Pola Penyusunan dan Ketebalan Strip Log Core Optimum Papan Komposit

D.2. Sifat Mekanis Papan Komposit

Seperti halnya pengujian sifat fisis papan komposit kedua, pengujia sifat mekanis papan komposit kedua dilkaukan untuk mengetahui ada atau tidaknya

pengaruh faktor ketebalan dan pola penyusunan strip log core terhadap nilai kekerasan, MOR, MOE dan keteguhan tekan papan komposit.

D.2.1. Kekerasan (Hardness)

Hasil uji analisis sidik ragam (ANOVA) (Lampiran 2) menunjukkan bahwa kekerasan papan komposit pada berbagai pola penyusunan dan ketebalan strip log core tidak dipengaruhi oleh faktor ketebalan dan pola penyusunan strip log core

terlihat dengan nilai kekerasan yang tidak berbeda nyata, yaitu papan komposit dengan ketebalan strip log core 1,2 cm, 1,8 cm, dan 2,4 cm pada ke dua pola penyusunan strip (A dan B) berturut-turut memiliki rata-rata nilai kekerasan sebagai berikut 457,7 kgf/cm2, 460,7 kgf/cm2, dan 457,2 kgf/cm2. Hal tersebut sesuai dengan hasil yang diperoleh pada tahap pertama, bahwa nilai kekerasan yang berbeda pada papan komposit disebabkan karena faktor konstruksi strip (bulat dan kotak) seperti yang telah dijelaskan pada hasil uji kekerasan papan komposit tahap pertama.

Keterangan: A = pola penyusunan strip log core tipe A; B = pola penyusunan strip log core tipe B; 1,2;1,8;2,4 = variasi ketebalan strip log core (cm); Andong dan Finir = pelapis pada papan komposit (bambu andong sebagai pelapis utama dan finir kayu karet sebagai pembanding)

Pada Gambar 22 terlihat papan komposit dengan pelapis bambu andong memiliki kekerasan (459 kgf/cm2) yang tidak berbeda nyata dengan papan komposit yang dilapisi finir kayu karet (457 kgf/cm2). Hal ini dikarenakan oleh sifat kekerasan kayu karet (576 kgf/cm2) yang relatif tidak berbeda dengan kekerasan bambu andong (566 kgf/cm2). Nilai kekerasan papan komposit yang lebih rendah dari kekerasan bahan baku penyusunnya dikarenakan pada saat pengujian, bola baja menekan bagian terlemah (pith) dari log core yang digunakan sebagai lapisan inti.

D.2.2. Keteguhan Patah/Modulus of Rupture (MOR)

Papan komposit dengan ketebalan strip log core 1,2 cm dan 1,8 cm pada kedua pola penyusunan strip memiliki MOR sejajar (> 220 kgf/cm2) dan tegak lurus serat (> 180 kgf/cm2) yang memenuhi standar JAS No. 1516 2003, tetapi semua papan tidak memenuhi MOR sejajar (> 850 kgf/cm2) dan tegak lurus serat (350 kgf/cm2) standar Cina GB/T 19536 2004 tentang plywood for container flooring seperti yang terlihat pada Gambar 23.

Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 2) menunjukkan adanya perbedaan nyata antara rata-rata MOR sejajar papan komposit yang dilapisi bambu andong pada ketebalan strip 1,8 cm (278 kgf/cm2) dengan 2,4 cm (107 kgf/cm2), akan tetapi tidak berbeda nyata dengan rata-rata MOR sejajar papan komposit pada ketebalan 1,2 cm (252 kgf/cm2). Hal yang sama terjadi pada MOR tegak lurus serat. Perbedaan ini terjadi karena ketebalan strip log core terkait dengan jumlah pelapis yang digunakan pada papan komposit. Papan komposit dengan ketebalan stri log core 2,4 cm memiliki jumlah pelapis lebih sedikit (2 pelapis) dibandingkan dengan papan komposit pada ketebalan strip 1,8 cm (4 pelapis) dan 1,2 cm (6 pelapis) untuk mencapai ketebalan total papan komposit 3 cm, oleh karena itu proporsi kayu juvenil (2,4 cm) dalam satu papan lebih banyak dibandingkan dengan bahan pelapis (bambu andong (0,6 cm)) yang memiliki MOR (552 kgf/cm2) lebih kuat dibandingkan MOR (461 kgf/cm2) log core yang merupakan bagian kayu juvenil.

Keterangan: A = pola penyusunan strip log core tipe A; B = pola penyusunan strip log core tipe B; 1,2;1,8;2,4 = variasi ketebalan strip log core (cm); Andong dan Finir = pelapis pada papan komposit (bambu andong sebagai pelapis utama dan finir kayu karet sebagai pembanding)

Gambar 23. Histogram MOR Sejajar dan Tegak Lurus Serat Papan Komposit

Pada ketebalan strip yang sama, pola penyusunan strip B memiliki nilai MOR sejajar maupun tegak lurus yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pola penyusunan strip A. MOR yang lebih tinggi pada papan komposit dengan pola penyusunan strip B disebabkan adanya potongan log core yang memiliki

yang disusun selang-seling dengan strip kotak (seperti yang terlihat pada Gambar 6 dalam Bab 3) sehingga sambungan atau bidang rekat antar penyusun lapisan inti papan lebih sedikit dibandingkan dengan pola penyusunan strip A yang hanya tersusun dari strip kotak, sehingga kemungkinan rusaknya papan komposit dengan pola penyusunan strip A lebih cepat dibandingkan dengan pola penyusunan strip B yang akan mengurangi kekuatan menahan beban maksimum.

Papan komposit dengan pelapis bambu andong memiliki rata-rata nilai MOR sejajar dan tegak lurus relatif lebih tinggi dibandingkan dengan papan komposit yang dilapisi finir kayu karet. Hal ini terkait dengan sifat keterbasahan oleh perekat polyurethane bambu andong yang lebih baik dibandingkan dengan kayu karet sehingga memiliki kekuatan rekat yang lebih baik yang berakibat deformasi kerusakan papan lebih lama diandingkan papan yang dilapisi finir kayu karet.

D.2.3. Keteguhan Lentur/Modulus of Elasticity (MOE)

Seperti halnya pada rata-rata MOR papan komposit, MOE sejajar (> 55x103 kgf/cm2) dan tegak lurus serat (> 35 x103 kgf/cm2) papan komposit dengan ketebalan strip 1,2 cm dan 1,8 cm memenuhi standar JAS No. 1516 2003. Sedangkan berdasarkan standar Cina GB/T 19536 2004 tentang plywood for container flooring, papan komposit tersebut hanya memenuhi batas minimum MOE tegak lurus serat (> 35 x103 kgf/cm2) yang dipersyaratkan oleh standar Cina seperti yang disajikan pada Gambar 24.

Pada Gambar 24 terlihat rata-rata nilai MOE sejajar (50,55 x103 kgf/cm2) dan tegak lurus serat (27,99 x103 kgf/cm2) papan komposit dengan pelapis bambu andong lebih tinggi dibandingkan dengan papan komposit yang dilapisi finir kayu karet (27,33 x103 kgf/cm2 dan 17,97 x103 kgf/cm2). Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan keteguhan lentur papan komposit pertama, rendahnya MOE papan komposit yang dilapisi finir kayu karet karena rendahnya ikatan rekat antar bidang rekat pada papan komposit tersebut, sehingga deformasi penyusun papan komposit lebih cepat dibandingkan dengan papan komposit yang dilapisi bambu andong. Hal ini mengakibatkan kekakuan papan komposit yang dilapisi finir lebih rendah dibandingkan dengan papan komposit yang dilapisi bambu andong.

Keterangan: A = pola penyusunan strip log core tipe A; B = pola penyusunan strip log core tipe B; 1,2;1,8;2,4 = variasi ketebalan strip log core (cm); Andong dan Finir = pelapis pada papan komposit (bambu andong sebagai pelapis utama dan finir kayu karet sebagai pembanding)

Gambar 24. Histogram MOE Sejajar dan Tegak Lurus Serat Papan Komposit

Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 2), terdapat perbedaan yang nyata antara nilai rata-rata MOE sejajar maupun tegak lurus serat papan komposit pada ketebalan strip 1,8 cm (61,33 x103 kgf/cm2) dengan papan komposit pada

ketebalan strip 2,4 cm (30,90 x103 kgf/cm2), serta tidak berbeda nyata dengan papan komposit pada ketebalan strip 1,2 cm (59,40 x103 kgf/cm2). Hal ini menunjukkan adanya pengaruh dari ketebalan strip log core yang digunakan terkait dengan jumlah pelapis yang digunakan pada ketebalan strip yang berbeda serta proporsi kayu juvenil dalam satu papan. Semakin banyak proporsi kayu juvenil yang digunakan sebagai bahan baku papan komposit maka akan menurunkan nilai MOE dari papan komposit tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kretschmann tahun 1993.

Pada papan komposit dalam satu ketebalan strip log core, pola penyusunan strip log core tipe A memiliki rata-rata MOE yang lebih rendah dari rata-rata MOE papan komposit dengan pola penyusunan strip tipe B seperti yang terlihat pada Gambar 23. Penggunaan potongan log core yang memiliki dimenasi panjang (50 cm) lebih panjang dari dimensi panjang strip kotak (2,5 cm) yang disusun selang-seling dengan strip kotak (seperti yang terlihat pada Gambar 6 dalam Bab 3) pada pola penyusunan strip tipe B yang memiliki jumlah sambungan atau bidang rekat yang lebih sedikit dibandingkan dengan pola penyusunan strip tipe A yang tersusun oleh strip-strip kotak. Hal ini mengakibatkan deformasi papan komposit lebih lama pada papan komposit dengan pola penyusunan strip tipe B yang mengakibatkan tingginya kekakuan papan komposit tersebut.

D.2.4. Keteguhan Tekan Searah Panjang Papan

Papan komposit dengan pola penyusunan strip tipe B pada ketebalan strip 1,2 cm dan 1,8 cm memiliki nilai keteguhan tekan sejajar serat (> 110 kgf/cm2) dan tegak lurus serat (> 120 kgf/cm2)yang memenuhi standar JAS No.1516 2003, sedangkan papan komposit dengan pola penyusunan strip tipe A hanya ketebalan strip 1,2 cm yang memenuhi standar.

Keterangan: A = pola penyusunan strip log core tipe A; B = pola penyusunan strip log core tipe B; 1,2;1,8;2,4 = variasi ketebalan strip log core (cm); Andong dan Finir = pelapis pada papan komposit (bambu andong sebagai pelapis utama dan finir kayu karet sebagai pembanding)

Gambar 25. Histogram Keteguhan Tekan Sejajar dan Tegak Lurus Serat Searah Panjang Papan Komposit

Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 2), terdapat nilai keteguhan tekan sejajar serat papan komposit yang berbeda pada masing-masing ketebalan strip

log core yang digunakan, yaitu papan komposit dengan ketebalan strip 1,2 cm (168,50 kgf/cm2) lebih tinggi daripada papan komposit dengan ketebalan strip 1,8 cm (130,68 kgf/cm2) dan 2,4 cm (83,55 kgf/cm2), begitu juga pada nilai keteguhan tekan tegak lurus serat. Perbedaan nilai keteguhan tekan tersebut disebabkan oleh

proporsi strip log core yang merupakan bagian dari kayu juvenil lebih banyak pada papan komposit dengan ketebalan strip 2,4 cm dibandingkan dengan papan

komposit dengan ketebalan strip 1,8 cm dan 1,2 cm. Keteguhan tekan log core (253 kgf/cm2) lebih kecil dibandingkan dengan keteguhan tekan bambu andong

(760 kgf/cm2) seperti yang disajikan pada Tabel 2, sehingga papan komposit dengan proporsi log core yang lebih banyak akan memiliki nilai keteguhan tekan lebih kecil.

Pada semua ketebalan strip log core yang digunakan, papan komposit dengan pola penyusunan strip tipe B memiliki nilai keteguhan tekan yang relatif lebih tinggi daripada papan komposit dengan pola penyusunan strip tipe A. Hal ini terjadi karena penggunaan potongan log core yang memiliki dimenasi panjang (50 cm) lebih panjang dari dimensi panjang strip kotak (2,5 cm) yang disusun selang-seling dengan strip kotak (seperti yang terlihat pada Gambar 6 dalam Bab 3) pada pola penyusunan strip tipe B sehingga meningkatkan gaya reaksi papan komposit ketika diberikan beban tekan pada saat pengujian. Sedangkan pada papan komposit dengan pola penyusunan strip tipe A, gaya reaksi yang diberikan papan komposit tersebut lebih kecil daripada papan komposit dengan pola penyusunan strip tipe B karena ada reduksi gaya reaksi akibat banyak bidang rekat pada pola penyusunan strip tipe A. Perbedaan tersebut terbukti dengan kerusakan contoh uji pada papan komposit dengan pola penyusunan strip tipe A lebih berat kerusakannya dibandingkan pada papan komposit dengan pola penyusunan strip tipe B seperti yang terlihat pada Gambar 26.

1,2 1,8 2,4 1,2 1,8 2,4 A B

Keterangan: A = kerusakan contoh uji papan komposit dengan pola penyusunan strip tipe A; B = kerusakan contoh uji papan komposit dengan pola penyusunan strip tipe B.

Gambar 26. Kerusakan Contoh Uji Keteguhan Tekan Searah Panjang Papan Komposit

Pada Gambar 26 tersebut terlihat kerusakan yang terjadi pada papan komposit dengan pola penyusunan strip tipe A tidak hanya rusak pada pelapisnya, tetapi rusak pada susunan strip log core, sedangkan pada papan dengan pola penyusunan strip tipe B kerusakan lebih banyak terjadi pada bagian pelapisnya.

Berdasarkan hasil perengkingan diperoleh papan komposit dengan pola penyusunan strip log core B dan ketebalan strip log core 1,8 cm memiliki kualitas yang lebih baik, ditunjukkan dengan skor yang lebih kecil (Lampiran 1) dibandingkan papan komposit lainnya.

D.2.5. Keteguhan Tekan Searah Tebal Papan

Papan komposit pada semua ketebalan dan pola penyusunan strip log core

memiliki nilai keteguhan tekan searah tebal yang relatif sama. Histogram nilai keteguhan tekan searah tebal papan disajikan pada Gambar 27.

Keterangan: A = pola penyusunan strip log core tipe A; B = pola penyusunan strip log core

tipe B; 1,2;1,8;2,4 = variasi ketebalan strip log core (cm); Andong dan Finir = pelapis pada papan komposit (bambu andong sebagai pelapis utama dan finir kayu karet sebagai

pembanding)

Gambar 27. Histogram Keteguhan Tekan Searah Tebal Papan Komposit

Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan tidak ada pengaruh yang nyata dari tebal maupun pola susun strip. Hal ini terjadi karena perbedaan tebal yang tidak terlalu signifikan, terkait dengan arah pengujian yang searah longitudinal log core pada semua papan. Akibat hal tersebut, faktor banyaknya pelapis yang digunakan tidak terlalu berperan, karena arah

pengujiannya tegak lurus dengan garis rekat antar pelapis dan strip log core, sehingga kerusakan pengujian lebih banyak terjadi pada bagian strip log core dibandingkan pada bagian garis rekat antar lapisan, seperti yang terjadi pada pengujian keteguhan tekan searah panjang papan komposit. Lustrasi kerusakan contoh uji keteguhan tekan searah tebal papan disajikan pada Gambar 28.

Gambar 28. Kerusakan Contoh Uji Keteguhan Tekan Searah Tebal Papan Komposit

1. Papan komposit dengan konstruksi strip log core kotak memiliki nilai delaminasi, kekerasan, keteguhan tekan searah panjang, MOR, dan MOE lebih baik daripada papan komposit dengan strip log core bulat.

2. Pelapis bambu andong pada papan komposit memiliki nilai delaminasi, kekerasan, MOR, MOE, dan keteguhan tekan yang lebih baik daripada papan komposit dengan pelapis lainnya, serta memenuhi standar JAS No. 1516 2003, JAS for structural plywood, kecuali nilai MOE tegak lurus serat. Sebaliknya, MOR (sejajar dan tegak lurus serat) dan MOE (sejajar serat) papan komposit tersebut tidak memenuhi standar Cina GB/T 19536 2004 plywood for container flooring.

3. Papan komposit pada semua pola penyusunan dan ketebalan strip log core

memiliki kadar air dan delaminasi relatif sama serta memenuhi standar JAS No. 1516 2003, JAS for structural plywood dan standar Cina GB/T 19536 2004 plywood for container flooring, kecuali kadar air papan komposit tidak memenuhi standar Cina.

4. Papan komposit dengan pola penyusunan strip tipe B (susunan strip yang tersusun dari strip kotak berdimensi 2,5 cm x 2,5 cm x 2,5 cm dikombinasikan dengan balok berdimensi 2,5 cm x 2,5 cm x 50 cm dari

log core kayu karet) memiliki MOR, MOE, dan keteguhan tekan searah panjang lebih baik dibandingkan dengan papan komposit lainnya, serta memenuhi standar JAS No. 1516 2003, JAS for structural plywood, akan tetapi tidak memenuhi standar Cina GB/T 19536 2004 plywood for container flooring.

5. Papan komposit dengan ketebalan strip 1,8 cm memiliki sifat mekanis yang lebih baik dibandingkan papan komposit lainnya, kecuali nilai keteguhan tekan searah panjang papan, papan komposit tersebut memiliki keteguhan tekan searah panjang lebih rendah daripada papan dengan ketebalan strip 1,2 cm dan memenuhi standar JAS No. 1516 2003, JAS for

structural plywood. Akan tetapi, papan tersebut tidak memenuhi standar Cina GB/T 19536 2004 plywood for container flooring.

6. Berdasarkan perbandingan dengan standar Cina GB/T 19536 2004

plywood for container flooring, papan komposit yang dihasilkan tidak cocok digunakan untuk alas peti kemas (container flooring), akan tetapi berdasarkan standar JAS No. 1516 2003, JAS for structural plywood

papan komposit tersebut dapat digunakan untuk penggunaan struktural seperti panel pintu, penyekat dinding, dan penggunaan struktural lainnya.

B. Saran

1. Masih diperlukan penelitian untuk meningkatkan rendemen dan bentuk yang presisi dalam pembuatan strip log core yang digunakan sebagai bahan baku papan komposit.

2. Masih diperlukan penelitian mengenai analisis finansial dalam pembuatan papan komposit agar dapat direalisasikan pada skala industri.

[Anonim]. 2008. Plywood for Container Flooring.

(www.awpanels.com.au/plywood/container-flooring.htm). [12 Desember 2008]

ASTM International. 2000. Standard Test Methods for Evaluating Properties of Wood Materials. Annual Book of Standards, ASTM D143-94. American Society for Testing and Materials International, West Conshohocken, Pennsylvania.

ASTM International. 1978. Standard Test Methods for Flexural Properties of Plastics and Insulating Materials. Annual Book of Standards, ASTM D 790- 71-1978. American Society for Testing and Materials International, West Conshohocken, Pennsylvania.

Berglund L, Rowell RM. 2005. Wood Composites. Di dalam: Rowell RM, editor.

Handbook of Wood Chemistry and Wood Composites. Florida: CRC Pr. hlm 279-301.

Blomquist RF, AW Christiansen, RH Gillespe, GE Myers, 1981. Adhesive Bonding of Wood and Other Structural Materials. Volume III. Clark C. Heritage Memorial Series on Wood, Madison, Wisconsin.

Boerhendhy I dan DS Agustina. 2006. Potensi Pemanfaatan Kayu Karet Untuk Mendukung Peremajaan Perkebunan Karet Rakyat. Jurnal Litbang Pertanian, 25(2).

Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood Science; An Introduction. Ed ke-4. edition. Iowa: Iowa State Press.

Darwis, A, R Hartono, SS Hidayat. 2005. Presentase Kayu Teras dan Kayu Gubal serta Penentuan Kayu Juvenil dan Dewasa pada Lima Kelas Umur Jati (Tectona grandis L.f). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia.

Desyanti, ES Bakar, K Sofyan dan YS Hadi (2000), Pemanfaatan Kayu Sawit Sebagai Inti papan Blok, Proceeding MAPEKI III. Universitas Winaya Mukti Bandung.

Diver S, 2001. Bamboo : A MultipurposeAgroforestry Crop. Appropriate Technology Tranfer for Rural Areas (ATTRA). www.attra.ncat.org. [diakses 1 Agustus 2008].

Dransfield, S. 1980. Bamboo Taxonomy in the Indo-Malesian Region. In: Lessard, G. and A. Chouinard (Editors): Bamboo Research in Asia. Proceedings of a Workshop held in Singapore, 28-30 May 1980. Pp. 121 – 130.

Dransfield, S., and EA Widjaja (Editors). 1995. Plant Resources of South East Asia (PROSEA) No. 7: Bamboos. Backhuys Publisher Leiden.

English B, Chow P, Bajwa DS. 1997. Processing into Composites. Di dalam: Rowell RM, Young RA, Rowell JK, editor. Paper and Composites from Agro-Based Resources. Florida: CRC Pr.

Erniwati, YS Hadi, MY Massijaya, N Nugroho, 2007. Karakteristik Papan Komposit Berlapis Anyaman Bambu. Prosiding Seminar Masyarakat peneliti kayu Indonesia (MAPEKI X), Pontianak, 9 – 11 Agustus.

Frihart CR. 2005. Wood Adhesion and Adhesives. Di dalam: Rowell RM, editor.

Handbook of Wood Chemistry and Wood Composites. Florida: CRC Pr. Hadjib N dan S Karnasudirdja, 1986. Sifat Fisik dan Mekanis Bambu Andong

(Gigantochloa verticillata Mur.), Bitung (Dendrocalamus asper Back) dan ater (Gigantochloa ater Kurz). Laporan Intern Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. Bogor.

Hartono, R., V. Fatmawati, S. Rulliati, A. Sarbini. 2003. Anatomi Kayu Ki Acret (Spatoldea campanulata Beauv). Seminar Nasional VI, Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia. Bukit Tinggi.

Hayashi K, Ohmi M, Tominaga H, and Fukuda K, 2003. Effect of Board Density on Bending Properties and Dimensional Stabilities of MDF-reinforced Corrugated Particleboard. Japan : J. Wood Sci. 49 (5). Pp 398 –404.

Haygreen JG., Bowyer JL. 1996. Forest Products and Wood Science, An Introduction, Ames Iowa USA : Iowa State University Press.

Haygreen JG., Bowyer JL. 2003. Forest Products and Wood Science, An Introduction, Ames Iowa USA : Iowa State University Press.

ISO. 2004. Bamboo: Determination of Physical and Mechanical Properties – Part 1:Requirements. ISO 22157-1:2004(E).

[JSA] Japanese Standard Association. 2003. Japanese Agricultural Standar: Plywood JAS SE-1. Jepang: Japanese Standard Association.

Kikata Y et al. 2002. Tropical Timber Database.Nagoya University-Aichi Institute Technology- Kochi University- Gadjah Mada University. Jepang. Kretschmann E.D, et al. 1993. Effect of Various Proportions of Juvenile Wood on

Laminated Veneer Lumber. Forest Product Laboratory. United States Department of Agriculture.

Kretschmann E.D. 2007. The Influence of Juvenile Wood Content on Shear Parallel, Compresion, and Tension Perpendicular to Grain Strength and Mode I Fracture Toughness of Loblolly Pine at Various Ring Orientation. Forest Product Journal. Vol 58, No. 7/8: 89-96.

Krisdianto, Ginuk S, Agus I. 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu. Himpunan Sari Hasil Penelitian Rotan dan Bambu. Pusat Penelitian Hasil Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Bogor.

Latif A, W A W Tarmeze, A Fauzidah, 1990. Anatomical Features and Mechanical Properties of three Malaysian Bamboos. Journal Tropical Forest Science 2 (3) : 227-234.

Latif A, A Ashaari, K Jamaludin, J M Zin, 1993. Effects of Anatomical Characteristics on the Physical and Mechanical Properties of Bambusa Bluemeana. Journal Tropical Forest Science 6 (2) : 159-170.

Lee A W C, B Xuesong, N P Perry, 1994. Selected physical and Mechancial Properties of Giant Timber Bamboo Grown in South Carolina. Forest Prodct Journal. 44 (9) : 40 – 46.

Li K, 2002. Use of Marine Adhesive Protein as a Model to Develop Formaldehyde-Free Wood Adhesives, in Proceeding the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites Symposium,. Oregon State University. Oregon USA. Li X B, 2004. Physical, Chemical, and Mechanical Properties of Bamboo and its Utilization Potential for Fiberboard Manufacturing. Master Thesis, Louisiana State University Loisiana.

Li X B, T F Shupe, C Y Hse, 2007. Specific Graffity and Bending Properties of Bamboo (Phyllostachys pubescens) Grown in Central Louisiana. In Chubunsky, M (Ed). The Fourth Regional Coordination Council of Wood Science (RCCWS) International Symposium. Wood Structure, Properties, and Quality. St. Petersburg Forest Technical Academy. St. Petersburg. Pp 269-271.

Londono X, G Camayo, N M Riano, Y Lopez. 2002. Characterization of the anatomy of Guadua anguastifolia (Poaceae : Bambusoideae).

Maoyi, F. and AV Bay. 2004. Bamboo. In: Riches of the forest: Food, spices, crafts and resins of Asia. Eds Citlalli Lopez and Patricia Shanley. Center for International Forestry Research. Bogor, Indonesia. Pp. 45-50.

Massijaya M Y, Y S Hadi, dan Raditya D A, 2005. Determination of the Optimum Adhesive Distribution on Composite Board Production Made of Wood Waste and Corrugated Carton

Massijaya MY, C Ardian, YS Hadi, 2008. Performance of Composite Board Using New Type of Ligno-Cellulosic Face/Back. Seminar Masyarakat peneliti kayu Indonesia (MAPEKI XI), Palangkaraya, 8 – 10 Agustus.

Muin M, Suhasman, N P Oka, B Putranto, Baharuddin, S Millang, 2006. Pengembangan Potensi dan Pemanfaatan Bambu sebagai Bahan Baku Konstruksi dan Industri di Sulawesi Selatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah. Makassar. 73p.

Maloney TM. 1993. Modern Particleboard & Dry Process Fiberboard Manufacturing. Ed Rev. California : Miller Freeman.

Marra A. 1992. Technology of Wood Bonding: Principle in Practice. New York : Van Nostrand Reinhold.

Mattjik, AA. dan I Made Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid 1, IPB Press, Bogor.

National Committee of Standardization for supervision. 2004. National Standard of the People’s Republic of China: GB/T 19536-2004, Plywood for Container Flooring.

Noermalicha. 2005. Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu, sebuah Fenomena Desain Berbasis Teknologi. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Perbambuan di Indonesia, 17 Januari 2005. Pusat Studi Ilmu Teknik, UGM. Hal. I-93 – I-104.

Pandit, IKN. 2000. Metoda Identifikasi Kayu Juvenil. Seminar Nasional III, Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia. Jatinangor, Sumedang.

Panshin, AJ. and de Zeeuw. 1980. Text Book of Wood Technology. Fourth Edition. Mc. Graw-Hill Book Company. New York.

Pease DA. 1994. Panels : Products, Applications and Production Trends. USA : Miller Freeman.

Perry, TD. 1948. Modern Plywood. Pitman Publishing Corporation. New York, London.

Petrie EM. 2004. Reactive Polyurethane Adhesives for Bonding Wood.

www.Specialchem4adhesives.com/resource/article/.

Pizzi A. 1983. Wood Adhesives, Chemistry and Technology. New York : Marcel Dekker.

Pizzi A. 1994. Advenced Wood Adhesives Technology. New York: Marcel

Dokumen terkait