BAB III METODE PENELITIAN
B. Paparan Dimensi Penelitian
Pada bagian ini di paparan data dan pembahasan tentang
ungkapan yang ada dalam ritual budaya Rambu Solo’. Data yang
diperoleh melalui hasil pengamatan, catatan pustaka, dan wawancara dari
beberapa informan.
Upacara kematian atau yang lazim dikenal di Tana Toraja upacara
pemakaman Rambu Solo'pada prinsipnya samabagi semua daerah-daerah
adat. Persamaan itu dari tahap-tahap penyelenggaraannya, adanya
klasifikasi yang berbeda bagi tiap lapisan masyarakat, adanya pembagian
daging yang sama dan adanya berbagai macam ungkapan, simbol yang mewakili
makna-makna yang dipahami bersama. Persamaan itu disebabkan oleh
adanya mitos dan ajaran dari satu sumber, yaitu ajaran Aluk Todolo.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka upacara pemakaman dapat dibagi
atas:
a. Tingkatan Pemakaman untuk Anak-Anak 1) Dipasilamun Toninna
Yaitu dikuburkan bersama-sama dengan ari-arinya. Jenazah yang
dikuburkan dengan cara ini ialah anak yang sudah meninggal ketika lahir
(TangSibawa Penaa) atau tidak lama setelah lahir dan ini dikategorikan
bukan mayat(Tomate) belum dianggap manusia, tetapi masih dianggap
darah (walling) sehinga belum ada ritusnya, dan akan dikembalikan ke
2) Dipassilliran /Dipatama Kayu Tuo
Mayat dikubur ke dalam lubang kayu hidup. Jenazah yang
dikuburkandengan cara ini adalah anak yang meninggal dunia sebelum
giginya tumbuh. Anak yang demikian dianggap belum ada kesalahan yang
dibuat, masih suci di hadapan Tuhan dan dikembalikan pada alam
asalnya ke dalam pohon yang besar supaya bertumbuh bersama dengan
kayu itu dan kayu itu tidak boleh di tebang.Pohon tempat pekuburan anak
kecil ini disebut passilliran. Kedua cara penguburan ini untuk semua
golongan baik bangsawan maupun orang tingkat rendahan dengan
catatan anak bangsawan dapat juga diupacarakan menurut tingkatan
pemakaman orang dewasa.
b. Tingkat Pemakaman untuk Orang Dewasa 1) Dibawa Bongi.
Setelah meninggal malamnya langsung dikubur, dengan hanya
dipukulkan tempat makan babi.
2) Diampak Tarukki
Ialah tingkatan upacara pemakaman yang hanya mengurbankan satu
ekor babi, kemudian jenazahnya dikubur pada malam hari.
3) Dipoperrewa’
Ialah upacara pemakaman yang menumpangkan jenazah
keluarganya ke upacara pemakaman orang lain karena keluarga
jenazah tersebut tidak mampu.
4) Dipala’darai
Paling lambat empat hari sesudah meninggal sudah harus dikubur.
dipala’darai dengan dua ekor kerbau (ma’takia’ patomali) pada waktu
upacara pemakaman. Upacara ini dilakukan oleh golongan yang
berasal dari lapisan orang kebanyakan atau tana karurung.
5) Sapu Randanan
Tingkatan ini sudah termasuk tingkatan pemakaman untuk bangsawan
dengan mengorbankan kerbau minimal dua belas ekor dan beberapa
ekor babi.
6) Randanan Sundun/Sarrin Bone-Bone
Inilah Tingkat yang tertinggi dan hanya berlaku untuk keturunan
bangsawan(Tana’ Bulaan). Semua jenis rapasan (tingkat 5, 6) seperti
tersebut di atas, tata upacaranya dibagi dalam dua rangkaian yaitu
rangkaian yang dilakukan di rumah Tongkonan disebut aluk pia dan
dilanjutkan di tempat yang khusus dipilih atau ditata untuk itu disebut
Rante atau Padang.
1. Ungkapan Bahasa pada Ritual Rambu Solo’
Upacara pemakaman tersebut dihadapkan dengan masalah yang
cukup jelimet, dengan adanya lapisan stratafikasi dan kepribadian yang
manunggal dan selanjutnya baru akan diperhitungkan kemampuan
pelaksanaan penyelenggaraan dan pengadaan kurban bagi kepentingan
pemakaman ini. Berikut adalah tahap-tahap upacara dan ungkapan yang
digunakan pada upacara ritual kematian Rambu Solo’ yang dilaksanakan
a) Ma’ Karamman
Mayat dibaringkan selama beberapa hari sampai cukup waktunya
pelayat datang. Dengan posisi kepala menghadap ke timur dan kaki ke
barat,dibaringkan dengan posisi seperti orang yang masih hidup. Dalam
prosesi ini dikurbankan beberapa ekor babi.
b) Ma’ Peparrin/Ma’ Pepatti
Setelah tidak ada lagi yang akan melayat, maka mayat dimasukkan
dalampeti untuk disimpan selama beberapa lama sampai tiba waktunya
kesiapan keluarga untuk melaksanakan upacara pemakamannya.Posisi
tidurnya tetap yaitu kepala menghadap ke timur dan kaki ke barat,
dibaringkan dengan posisi orang masih hidup yang digelar To Mamma’
(orang tidur) atau To Makula’ (orang sakit). Dalam acara ini beberapa ekor
babi dikorbankan.
c) Manggaro
lalah membangunkan orang mati, orang Toraja percaya bahwa
seseorang yang sudah meninggal, tetapi belum diupacarakan pemakamannya,
maka arwahnya masih tetap tinggal di dekat tubuh jasadnya.
Yang meninggal diperlakukan sebagai orang tidur, bahkan digelar To
Makula’ (To = tau = orang; makula = sakit panas ringan). Itulah sebabnya
orang yang meninggal tersebut dibangunkan dari tidurnya dengan membunyikan
lesung, gong, dan gendang.
Kemudian posisi tidur jenazah diubah yaitu kepala ke selatan dan kaki ke
diupacarakan. Dimulailah memotong ayam, babi ketika matahari sedang turun
(sore hari)dan dibuatlah tiang dari pohon buangin (simbuang) tempat
menambatkan kerbau yang akan dipotong. Semua kegiatan dilaksanakan di
bagian barat dari rumah Tongkonan atau dirampe matampu'.
d) Ma' Tammu Tedong/Maparokko Alang
Acara parade kerbau yang akan dikorbankan dalam kegiatan upacara
pemakaman si mati dan dilanjutkan dengan adu kerbau (ma’ pasilaga tedong)
yang telah disediakan. Sore hari, Jenazah dipindahkan dari rumah Tongkonan
ke lumbung (alang) diiringi dengan menabuh gong.
e) Ma' Doya
Keluarga dan warga desa menunggui orang mati (jenazah) semalam
suntuk sambil melaksanakan tanda berduka dengan ma'badong sebagai ritus
ma' doya. Ungkapannya adalah: Sang sae anmo rapunna Tae'mo tang ma’ dio ren Inde'ko anta umbating Anta tannun rio-rio
Umbating tengki’ siada’ Rintin sipakilalaki
Tae'ki lindona leko' Rampo maindun
Makarorrongmo tetondok Maka tulen-tulen tepang leon
Malena na tampe te ambe’/indo’ * Naboko to padadian
Artinya:
Semua sanak keluarga telah datang
Tidak ada lagi yang tidak hadir
Marilah kita menyampaikan rasa sedih
Mengungkapkan tanda duka
Susah saling menasihati
Menangis saling peringati
Kita Ini bukan orang lain
Datang berduka bersama-sama
Negeri ini kelihatan sunyi
Semuanya telah berduka
Karena kepergian bapak/ibu
Pergi meninggalkan anak-anaknya
Tanda *) diucapkan indo' bila yang meninggal wanita, danambe' bila pria.
f) Ma’ Palao
Acara menaikkan mayat ke lakkean. Mayat yang disemayamkan di
lumbung/alang, kemudian diarak satu kali mengelilingi lumbung lalu dinaikkan
g) Ma’ totongkon (Menerima Tamu)
Acara di mana rombongan belasungkawa (pelayat) diterima secara
resmi.Mereka membawa kerbau dan babi, serta makanan. Bagi mereka
disediakan konsumsi dan pemondokan yang disebut lantang.
Ungkapan yang digunakan pada acara menerima tamu adalah:
Inde' lako to marintin Totibussan tama tondok
Tasita'tanpa mairi'.siparupa sola nasang Angki pokadapa bating, angki sa'bu'pa mario Mariona tosangrapu, batingna to sangka'taran lolo Nakua kami batingki sola dallo marioki
Mario-rio ki Iambi' makarorrong ki ratui
Mario na tampe ambe'/indo' *) makarorrong naboko' Apa bua' dipatumba, tangdika la diapa
Sumpu suka'na mo ambe'/indo*, lampaknamo tomendadianta Natambaimo Puangta, naongli' to tu mampata
Anna la tangsule-sule, anna tang messailemo Malemo sisola Puang, naempa-empa pelakbak Ra'pa-ra'pa to na bengki", passakke natadoangki' Anta masakke mairi' marudindin solanasang
Tanda *) diucapkan indo' bila yang meninggal manita, dan ambe' bila pria.
Artinya:
Yang berarak-arakan masuk halaman
Kiranya kita saling meneduhkan satu sama lain
Akan kami sampaikan rasa duka cita kami
Duka cita dari rumpun keluarga
Duka cita kami ini adalah duka cita yang tak terkatakan
Yang disertai sunyi sepi karena ditinggalkan Ibu/Bapak
Tetapi apa boleh buat, kita tak dapat berbuat apa-apa
Ajal dari Ibu/Bapak sudah sampai
Tuhan sudah panggil, sang pencipta sudah berkehendak
Dan tidak akan kembali selama-selamanya
Bahkan tidak menoleh sekali pun
la sudah pergi bersama Tuhan, dan dielu-elukan penebus
la memberikan berkat, dan percikan selamat dan
Kita semua sehat walafiat.
Inilah puncak acara dari seluruh rangkaian acara atau ritus yang
dilaksanakan. Dan malam hari semua keluarga masih tetap tinggal di
lantang (pondok) masing-masing menjaga jenazah.
h) Mantunu tedong
Kerbau-kerbau yang telah disiapkan oleh anak cucu, sebagai ungkapan
rasa hormat, ungkapan cinta kasih, dan penghargaan kepada orang tua
i) Meawa (penguburan)
Seekor kerbau dipotong dan dibagi-bagikan ke seluruh yang hadir,
sebelum berangkat mengarak jenazah ke liang batu (kuburan keluarga) yang
hadir mengungkapkan perpisahan terakhir.
Ungkapannya adalah: Tipambuso-busomo nene' Tigeang-geangmo Ambe'/Indo' Umpeagi kake'deran Untayan kalumingkan Sende-sende todolona Napa’ parampoi sau’ Napa’ baenan-baenanni Masakkeko kumasakke Marudinding sola nasang Artinya :
Terguncang-guncanglah sang nenek
Teroleng-olenglah sang Bapak/Ibu
Menanti keberangkatannya
Menunggu saat perjalanan
Bergembira leluhurnya
Menerima pembawaannya
Menyimpan kekayaannya
Sama-sama kita sejahtera
j) Untoe Sero (penutupan/pengiburan)
Adalah ucapan syukur kepada Tuhan atas segala pemeliharannya
selama kegiatan upacara berlangsung dan penghiburan kepada keluarga yang
ditinggalkan.
Ungkapannya adalah:
Nasundun to alukna Naupu' bisaranna Terimba passoyananna La lao langanmo langi’ Dadi deatamo dao Kombong to palullungan Artinya:
Ketika upacaranya berakhir
Acaranya telah selesai
la melenggang pergi
la akan naik ke langit
Di sana bersama pelindung
Di sana ia menjadi dewa
2. Kajian Semiotik Mengungkap Makna yang Terdapat dalam Ungkapan Bahasa Ritual Rambu Solo’
Kajian semiotik ungkapan Rambu Solo’ mencakup dua bagian
besar yaitu, analisis terhadap teks dan artinya. Kedua hal tersebut
berhubungan dengan aspek linguistik. Analisis tekstual meliputi struktur
dan isinya. Sedangkan, analisis arti teks berhubungan dengan aspek
semantik. Analisis struktur teks pada umumnya dapat dibagi dalam tiga
bagian berdasarkan isi dan fungsinya. Bagian itu antara lain pembukaan,
isi, dan penutup. Sedangkan, analisis terhadap isi teks adalah merupakan
bagian dari struktur teks yang akan memaparkan tema atau ide yang
terkandung dalam sebuah teks ungkapan Rambu Solo’. Dari analisis isi
teks inilah akan terungkap situasi maupun kondisi dari kebudayaan
masyarakat pemilik ungkapan tradisional tersebut.
Analisis terhadap arti teks ungkapan Rambu Solo’, mengarah
kepada aspek semantik. Kemudian hal lain yang perlu diperhatikan adalah
dari segi tekstualnya penulis menerjemahkan ungkapan Rambu Solo’
secara bebas dari bahasa asli ke dalam bahasa Indonesia. Tentu saja
terjemahan bebas ini mempunyai kelemahan-kelemahan karena banyak
kata maupun idiom dalam bahasa asli sukar diterjemahkan secara
langsung ke dalam bahasa Indonesia. Namun, penulis berusaha mencari
padanan kata yang sesuai dengan arti sebenarnya. Selanjutnya akan
dianalisis penggunaan maupun fungsi ungkapan Rambu Solo’. Begitu juga
a. Makna tentang Penyembahan dan Pemujaan
Seluruh upacara adalah penyembahan.Manusia menyatakan hormat,
kasih, dan pemujaannya terhadap arwah para leluhur. Arwah diberi sirih,
makanan dan bekal yaitu seluruh pengorbanan kegiatan dan keramaian
pada upacara Rambu Solo’ yang dilaksanakannya. Demikian pula
penghormatan kepada leluhur khususnya pada leluhur yang telah beralih
menjadi ilah.
Ungkapannya adalah:
Nasundun to alukna Naupu' bisaranna Terimba passoyananna La lao langanmo langi’ Dadi deatamo dao Kombong to palullungan Artinya:
Ketika upacaranya berakhir
Acaranya telah selesai
la melenggang pergi
la akan naik ke langit
Di sana bersama pelindung
Di sana ia menjadi dewa
Kepada manusia terutama yang mengambil bagian dalam upacara
Rambu Solo’ diberi penghormatan, cinta, dan pujian dalam berbagai cara.
Antara lain dinyatakan melalui ungkapan, yaitu:
Inde’ lako to marintin Toti bussan tama tondok
Tasita' tanpa mairi', siparupa sola nasang Angki pokadapa bating, angki sa'bu'pa mario Mariona tosangrapu, batingna to sangka'taran lolo Artinya:
Kepada semua orang yang berduka
Yang berarak-arakan masuk halaman
Kiranya kita saling meneduhkan satu sama lain
Akan kami sampaikan rasa duka cita kami
Duka cita dari rumpun keluarga
Melalui penyambutan dan penempatan tamu dilaksanakan oleh
keluarga sebaik-baiknya. Khususnya penyambutan tamu harus langsung
oleh keluarga, tidak diwakilkan kepada pihak ketiga.
b. Makna tentang Kesejahteraan
Dunia diperbaharui supaya kita dan para leluhur pun sejahtera di sana.
Ungkapannya adalah:
Sende-sende todolona Napa' parampoi sau' Napa' baenan-baenanni
Masakkeko kumasakke Marudinding sola nasang Artinya:
Bergembira leluhurnya
Menerima pembawaannya
Menyimpan kekayaannya
Selamatlah engkau dan aku pun selamat
Sama-sama kita sejahtera
Upacara Rambu Solo' akan melapangkan jalan bagi almarhum
dalam perjalanan peralihannya dari dunia ini ke dunia asalnya dan supaya ia
bersama leluhur yang sudah duluan di sana beroleh sejahtera dengan segala
bawaannya yang dikorbankan pada upacara Rambu Solo'. Juga supaya
keluarganya, keturunannya, masyarakatnya di sini beroleh sejahtera. Segala
bentuk pengorbanan pada upacara Rambu Solo' tidak akan disia-siakan
oleh para leluhur tetapi akan merupakan saluran berkat yang akan
mendatangkan kesejahteraan lahir batin.
c. Makna tentang Kekeluargaan
Dalam upacara Rambu Solo' hubungan kekeluargaan diperbaharui
dan dipulihkan.Nyata bahwa hubungan kekeluargaan tidak putus.
Kekeluargaan yang dimaksud di sini adalah kekeluargaan yang berdasarkan
keturunan (geneologis), regional, dan rekan-rekan (siala siulu') serta
Ungkapannya adalah:
Sang sae anmo rapunna Tae'mo tang dio ren
Inde'ko anta umbating
Anta tannun rio-rio Artinya:
Semua sanak keluarga telah datang
Tidak ada lagi yang tidak hadir
Marilah kita menyampaikan rasa sedih
Mengungkapkan tanda duka
Kekeluargaan Toraja adalah kekeluargaan yang terbuka seperti
rumah keong makin lama makin membesar. Kekeluargaan itu bahkan pada
akhirnya tidak ada batas sebab semua manusia secara geneologis adalah
satu keturunan.
d. Makna tentang Persekutuan
Persekutuan berarti kegotongroyongan, ia adalah kesatuan berpikir
(musyawarah), kesatuan tindak, kesatuan berbakti, kesatuan emosional, dan
kesatuan kerja. Persekutuan berperan dalam memikirkan, mengorganisasikan,
dan mengendalikan serta mengambil bagian bersama menurut kemampuan
dan keterampilan masing-masing anggota sehingga upacara Rambu Solo’
yang terbesar pun dapat terselenggara tanpa suatu bentukan organisasi
Ungkapannya adalah;
Umbangun tongkonan Umpate'dek lando longa Unnosok salle a'riri Inang tumengka suru’ Tumayang rna'balinono Artinya:
Membangun tongkonan
Mendirikan rumah adat
Menancapkan tiang besar
Tempat melaknakan ritus
Pagelaran pesta besar
e. Makna tentang Tanggung Jawab
Ketika upacara Rambu Solo' dilaksanakan manusia bertanggung
jawab untuk merealisasikan, mewujudkan fungsinya dan fungsi alam
sekitarnya.
Ungkapannya adalah:
Anna kasalle dadinna
Naria tangkean suru' Ma'doke-doke rangka'na Kalimbuang ma'pagu-pa'gu' Lobo'mi tallu bulinna
Bala tedong ma'rapuan Kayu menta'bimi ringgi Kawa membua eanan Linggi’ ma'kasea-sea. Artinya:
Lalu ia menjadi besar
Terpelihara oleh ritus
Jarinya bagatkan tombak
Menggetarkan bingkai tanah
Suburlah setiga bulir
Naiklah timbunan padi berjajar-jajar
Ternak kerbau berbiak-biak
Pohon berbunga ringgit
Kopi berbuah harta
Korban persembahan bergelimpangan
Manusia dan alam sekitarnya mempunyai tempat dan fungsinya.
Fungsi itu ditetapkan sejak turun-temurun, sejak penciptaan pertama, nenek
moyang dari masing-masing aspek alam telah dengan sukarela memillh
tempat dan fungsinya sendiri.
f. Makna tentang Harga Diri
Imbangan atau padanan nilai kekeluargaan dan persekutuan
(kegotongroyongan) ialah harga diri.
Ma'limbu-limbu ma'rapu Ma'misa rende lolo Umbangun tongkonan Umpate'dek lando longa Unnosok salle a'riri Inang tumengka suru' Tumayang ma'balinono Artinya:
Berkumpullah semua keluarga
Bersatu saudara-saudara
Membangun tongkonan
Mendirikan rumah adat
Menancapkan tiang besar
Tempat melaksanakan ritus
Pagelaran pesta besar
Sering dikatakan orang bahwa dalam masyarakat kekeluargaan
individu menjadi kabur dan harga diri kurang berkembang. Namun bagi
masyarakat Toraja kedua hal itu diakui, yaitu kekeluargaan dan harga diri
sebagai dua sisi dari satu kesatuan (dwi tunggal). Keduanya saling
mengadakan, adanya musyawarah karena ada individu yang berbeda
pendapat, sebaliknya harga diri baru ada kalau ada dalam masyarakat.
Dalam persekutuan dan kekeluargaanlah manusia menemukan dirinya
hidup di tengah-tengah alam semesta serta di bawah kuasa Tuhan atau
yang dituhankan. Masyarakat yang menghargai seseorang, bukan ia yang
menghargai dirinya. Justru dalam persekutuan kekeluargaan ia menemukan
tempatnya di tengah-tengah masyarakat sebagai sosok pribadi yang tidak
mengambang.
g. Makna tentang Pendidikan
Ungkapan merupakan alat pendidikan dalam lingkungan keluarga
dan masyarakat dari dahulu sampai sekarang, orang tua tidak merasa puas
dan tidak merasa enak tanpa membekali anak-anaknya dengan
petuah-petuah dan petunjuk-petunjuk hidup untuk masa depan mereka yang
dituangkan dalam bentuk ungkapan.
Ungkapannya adalah:
Umbating tengki’ siada’ Rintin sipakilalaki
Tae'ki lindona leko' Rampo maindun Artinya:
Susah saling menasihati
Menangis saling peringati
Kita Ini bukan orang lain
Datang berduka bersama-sama
Pada bait di atas menasehatkan kepada setiap orang dalam
sekalipun kesusahan menimpa diri marilah kita hadapi dan rasakan bersama
dengan saling memberi nasihat dan saling memperingati karena kita ini bukan
orang lain.
h. Makna tentang Nilai Jasa
Jasa seseorang dengan pikiran, tenaga dan kehadirannya pada
upacara Rambu Solo’ sangat dihargai.
Ungkapannya adalah:
Ma'misa-misamo gayang Malimbuanmo sarapang
Indete bamba to ramman
Ka'nan turun todolota Keden tobosi ongi'na Toronto’ palelenna
Tamaindun sola nasang
Marintin sangga mairi'
Artinya:
Telah berkumpul para bangsawan
Telah berhimpun para cendekiawan
Di pelataran orang berduka
Sedari para leluhur
Jika ada yang busuk tampuknya
Yang putus tali pengikatnya.
Menyatakan belasungkawa
Orang mengatakan hutang benda (kerbau, babi) dapat dibayar, tetapi
perbuatan baik, kehadirannya (kao' koranna) sukar dibayar. Sebagai
penghargaan atas jasa-jasa tersebut, kerbau dan babi disembelih supaya
rakyat berolah makan (nakande to buda). Selain itu, ada pula ritus
pembagian daging mentah yang disesuaikan dengan kualitas dan kuantitas
seseorang dalam masyarakat dengan mengikuti pola-pola yang sudah
ditetapkan.
i. Makna tentang Harta Kekayaan Berfungsi Sosial
Manusia pada dasarnya adalah satu keluarga. Pemilikan harta benda
berdasarkan pemilikan keluarga, pemilikan tongkonan. Oleh karena itu,
manusia pada dasarnya adalah satu keluarga, maka pada dasarnya pula
harta kekayaan itu adalah milik bersama. Dengan demikian, bergotong royong
bukan berarti bekerja sia-sia untuk orang lain. Hasilnya akan dinikmati
bersama. Harta kekayaan orang kaya dimanfaatkan oleh tetangganya, oleh
orang lain.
Ungkapannya adalah:
To ditimba bubunna disio' menggulilingna To dilelleng kayunna dile'tok utan malunanna To dikumba' pa'lakna disese se'pon umanna To mepakande redek mebarra karoenni Artinya:
Yang kayunya ditebang, sayur suburnya dipetik
Yang kebunnya diolah, sawahnya digarap
Yang senantiasa memberi makan, memberi beras setiap sore.
Orang kaya harus menjamu tamu secara besar-besaran melalui
upacara Rambu Solo' yang di dalamnya seluruh keluarga bersama-sama
dapat menjamu dan dijamu.
3. Perbedaan Ungkapan berdasarkan Tingkat Strata Sosial pada Upacara Rambu Solo’
Orang Balusu mengenal empat tingkatan sosial dalam
masyarakatnya. baik itu bentuk aktivitas pemeliharaan adat,
upacara-upacara keagamaan, sikap maupun tutur bahasa masing–masing
mempunyai disiplin sendiri.
Dalam sistem ritus kedukaan tidak semua orang melaksanakan
upacara yang sama. Upacara kematian yang dilaksanakan
bertingkat-tingkat dan bertingkat-tingkatan ini tergantung pada berbagai faktor, antara lain
status sosial seseorang. Perlu diketahui bahwa secara umum berlaku
sistem tingkatan masyarakat ke dalam empat golongan berdasarkan strata
atau tingkatan sosial yang terdiri atas :
1. Tana’Bulaan (To Parengnge’) adalah lapisan bangsawan tinggi
sebagai pewaris yang dapat menerima sukaran aluk, yakni
dipercayakan mengatur aturan hidup dan memimpin agama. Dalam
masyarakat Balusu biasa menyebutkan golongan ini dengan istilah
dihargai karena dia yang terbesar dan berharga. Semua istilah ini
tidak lasim dipergunakan dalam bahasa sehari–hari akan tetapi
biasanya dipergunakan dalam acara Rambu Solo’ atau pertemuan
formal lainnya. Oleh karena itu, bahasa untuk golongan bangsawan
(To Parengnge’) berlainan di tiap tempat di Toraja, di bagian utara To
Parengnge’ disebut PUANG seperti Puang Balusu. Ada juga
bahagian daerah yang menyebut golongan bangsawan ini dengan
PONG, seperti Pong Tiku di Pangala’.
2. Tana’ Bassi (To Makaka) adalah lapisan bangsawan menengah
sebagai pewaris yang dapat menerima maluangan ba’teng yang
ditugasi mengatur kepemimpinan dan melakukan kecerdasan.
Golongan ini digelar dengan istilah Pohon Beringin (Barana’
Kalando) yang artinya akan menjadi benteng perlindungan bagi
daerah dan masyarakat pada umumnya.
3. Tana’ Karurung (To Buda) Adalah lapisan rakyat kebanyakan yang
merdeka, tidak diperintah langsung, sebagai pewaris yang dapat
menerima pande, yakni tukang–tukang dan orang–orang terampil,
yang mempunyai arti untuk memelihara dan melaksanakan.
4. Tana’ Koa-koa (kaunang) adalah lapisan hamba sahaya sebagai
pewaris yang dapat menerima tanggung jawab sebagai pengabdi.
Mereka adalah tulang punggung dari golongan yang lebih tinggi, di
mana mereka adalah penggarap tanah bangsawan, kaum tani dan