• Tidak ada hasil yang ditemukan

Paradigma Career Security Oleh Ubaydillah, AN

Jakarta, 5 Juni 2003

Dari penggunaan yang lazim istilah paradigma sering diartikan sebagai pola / model tertentu yang kita anut. Paradigma berpikir tertentu akan mempengaruhi sikap, tindakan dan kebiasaann tertentu. Paradigma dengan kata lain sering tidak disadari menjadi 'hukum' dan kita semua adalah anak dari hukum itu. Oleh sebab itu logislah kalau dikatakan, salah satu syarat untuk maju adalah mengganti (baca: menyempurnakan) paradigma lama dengan paradigma baru yang lebih unggul.

Dalam hal pekerjaan / karir, sedikitnya ada dua paradigma yang berkembang yaitujob security

dan career security. Job security merujuk pada keamanan atas pekerjaan yang dimiliki atau diberikan oleh pihak perusahaan (external), sementaracareer securitymerujuk pada keamanan atas bidang karir atau pekerjaan yang dipilih oleh diri sendiri (internal). Dalam paradigma job

security maka kesalahan terbesar adalah munculnya keyakinan bahwa kita bekerja untuk orang lain. Tentu saja pandangan seperti ini sudah kadaluwarsa sebab pijakan perkembangan karir haruslah diciptakan dari diri individu. Pekerjaan memang bisa saja milik perusahaan tetapi karir adalah milik anda". Pola berpikir yang mengedepankan job security seringkali justru menjadi "pembunuh" bagi sumberdaya terbesar yang anda miliki. Adakah yang salah dari paradigma job security itu sampai dijuluki sebagai "pembunuh" sumberdaya individu? Kalau dikatakan salah, haruskah semua orang meninggalkan kantor untuk mendirikan perusahaan sendiri, menjadi business owner, self-employment atau investor seperti yang digambarkan dalam 'paradigm shift' ala Robert Kiyosaki dalam "Cash flow Quadrant" ? Jawabannya tentu tidak mutlak harus demikian.

Posisi dan Misi

Perbedaan artijob securitydancareer securityakan membentuk pemahaman irrational yang mandul kalau diartikan secara posisi tetapi akan 'klop' kalau diartikan secara misi. Artinya, untuk memahami career security maka anda harus melepaskan diri dari apa pun posisi anda (karyawan, professional, pemilik usaha) dan hanya berpegang pada misi bahwa diri andalah yang menjadi sumber segalanya bagi kelangsungan karir anda. Dengan kata lain,career security

adalah ajaran mentalitas berupaThe enterprising mental attitude- mentalitas pengusaha. Lagi - lagi kita terjebak dalam arti posisi dengan kalimat pengusaha karena istilah ini sudah

dikramatkan sedemikian rupa selama bertahun-tahun sehingga membuat kebanyakan orang takut untuk menyebut dirinya pengusaha, padahal suka atau tidak suka, semua orang adalah pengusaha, pejuang gagasannya. Inilah inti dari paradigmacareer security.Agar tidak terlalu banyak menghadapi jebakan idiom, maka perubahan paradigma darijob securitykecareer securityharus diatur dengan tata letak (realisasi misi) yang tidak saling berlawanan. Hal itu mengingat bahwa setiap paradigma mengandung nilai plus-minus. Tugas kita adalah mengambil plus dari paradigma lama untuk dijadikan lebih plus dengan paradigma baru. Paradigmajob securityyang telah menyelimuti kultur kita mewariskan kepercayaan bahwa modal untuk membeli keamanan atas pekerjaan adalah loyalitas dan kerja keras. Pada batas yang terlalu jauh, mentalitas demikian akan 'membutakan' penglihatan terhadap adanya'gold mine'di dalam diri yang menunggu sentuhan'gold mind'.Hal lain yang perlu diingat lagi adalah bahwa paradigma merupakan materi ajaran mentalitas yang dimaksudkan untuk mengubah konstruksi pola pikir dan tidak perlu mengubah bentuk tatanan fisik kalau memang secara riil belum mampu dan tidak diperlukan. Paradigmacareer securitymengajarkan perubahanmindset(pola pikir) dari bekerja dengan cemeti perintah menuju ke bekerja atas keinginan untuk

memperbaiki diri atau dorongan berprestasi di tempat kerja. Cemeti perintah akan

menciptakan karakter'asking for'dalam arti'low bargain'yang membuat banyak orang melihat tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan sebagai beban hidup. Sementaracareer securityakan menciptakan karakter mental sebagai 'giver'. Tangan"giving"bagaimana pun akan lebih mulia di banding tangan"asking". Hal terakhir yang harus diingat juga adalah bahwa perubahan paradigma sebenarnya merupakan jembatan peradaban dari level rendah ke level yang lebih tinggi. Kalau orang sudah berpegang pada paradigma lebih positif maka

kemungkinan besar dapat dikatakan bahwa ia punya potensi lebih besar untuk menciptakan perilaku yang lebih positif dalam merespon keadaan. Sebab keadaan yang sebenarnya terjadi, meskipun kita menganut paradigmajob security, tetapi toh kita bisa mudah kehilangan pekerjaan karena keputusan orang lain, kebijakan lembaga, atau bahkan perubahan negara lain. Kalau dikaji untung-ruginya,career securitylebih mendorong pada upaya menciptakan persiapan di dalam untuk menghadapi perubahan keadaan di luar sementara job security tidak mendorong demikian atau lebih cenderung pasrah. Artinya perubahan paradigma darijob securitykecareer securitymelambangkan tangga peradaban yang lebih atas / lebih untung. Dengan sedikit pertimbangan di atas, rasanya tidak ada ruginya atau bahkan tidak mengandung resiko ancaman keamanan apapun kalau kita sudah bisa menyambut baik ajakan untuk

mengganti paradigma kerja darijob securitykecareer security. Alasan rational dan faktual yang dapat kita jadikan pijakan untuk mengganti paradigma itu adalah kenyataan bahwa pekerjaan tidak lagi menyisakan ruang'comfort zone'atau paling tidak ukurannya makin sempit . Penyempitan itu bisa disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari persaingan, peristiwa

eksternal, dan perubahan kebijakan. Persaingan yang oleh para ahli diistilahkan sudah

mencapai tingkathypermenuntut kualitas pengecualian. Kualitas rata-rata sudah semakin jauh dari perhitungan. Kalau ada perusahaan membutuhkan - misalnya saja - tenagaaccounting

dengan kualifikasi S1, tentu semua orang mengatakan mudah. Tetapi kalau ditambah kualifikasinya harus bisa bahasa Inggris, sudah berkurang yang berani mengatakan mudah. Apalagi kalau ditambah dengan pengusaanjob skillyang memang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan riil di lapangan, misalnya saja harus menguasai program MYOB, peraturan perpajakan, Brevet A / B, maka dipastikan tidak semua orang mengatakan mudah. Lebih-lebih kalau ditambah embel-embel harus berpenampilan 'menarik'.

Ketrampilan

Paradigmacareer security bertumpu pada kekuatan ketrampilan, yaitu mengeluarkan semua sumberdaya internal, keunggulan, dan bakat di tempat kerja agar bisa lebih mendatangkan manfaat dan prestasi bagi diri kita dan bagi orang lain. Ketrampilan diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan tepat dan mahir(Skill is the ability to do something expertly). Arah pengembangan ketrampilan bisa mengacu pada formula yang sudah lazim dengan sedikit penyempurnaan. Di antara formula yang dapat disebutkan di sini adalah:

1. Ketrampilan dan Sikap

Ketrampilan kerja(job skill)dipahami sebagai kemampuan untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Kalau dielaborasi keterkaitannnya dengan aneka ragam'human capital'makajob skilllebih banyak diperankan oleh IQ(Intellectual Quotient). Mental skillmengacu pada pengertianleadership skillyaitu kemampuan menyelesaikan urusan benda hidup atau sering disebutsoftware skillseperti misalnya menangani persoalan hubungan dengan manusia.Mental skilllebih banyak diperankan oleh EQ(Emotional Quotient).

Dengan paradigma kerja baru maka fokus pengembangan tidak lagi perlu diarahkan pada wilayah dikhotomistik tetapi merebut keduanya dengan menempuh cara belajar melewati garis pembatas definitif itu. Tidak lagi menggunakan jarum jam tetapi sudah saatnya menggunakan kompas. Tidak lagi menganut paradigma mesin tetapi manusia yang benar-benar manusia dengan segala kemampuan untuk memilih yang lebih baik dan tidak lagi berbicara mana yang lebih penting antarajob skilldanmental skill.

2. Pikiran dan Tindakan

Rasanya sudah tidak asing kalau kita sering membuat definisi tentang kemampuan orang di mana ada orang yang cuma bisa mengerjakan tetapi tidak bisa membuat konsep. Paradigma lama itu tak terasa menjebak kita ke dalam pembatas kemampuan yang menyempitkan. Lebih- lebih kalau sudah disikapi secara perang. Si A hanya fasih dengan konsepnya, 'omong-doang' dan sebaliknya si B hanya bisa bekerja tetapi tidak bisa berpikir kritis..

Paradima kerja baru membutuhkan pengalihan focus untuk memperluas batas definitif kemampuan yang tidak lagi hanya bisa mengerjakan atau hanya berpikir melainkan mengasah keduanya. "Jika Morita menciptakan kerajaan Sony tanpa menggunakan jasa konsultan atau Sam Walton yang tak bergelar MBA sukses membangun Wal Mart, maka jawabnya: mereka bukan sekedarpeople of actiontetapi sekaliguspeople of thought- pemikir yang kritis.

3. Belajar

Keahlian ini bertumpu pada keahlian unutk "belajar bagaimana belajar yang sesungguhnya", bukan sekedar 'kesediaan diajar'. Sama sekali bukan sebuah sikap untuk menafikan makna 'kesediaan diajar' yang telah membuat kita menjadi tahu akan tetapi ketika sudah berbicara kunci utama pengembangan manusia (individu / organisasi) maka kunci itu adalah menjadi

'learner'.Dengan menjadilearner, gap yang diciptakan oleh pemahaman dikhotomistik dari sekian acuan pengembangan skill dapat dijembatani. Bahkan sebetulnya fakta alamiyah telah lebih dulu menjelaskan bahwa semua'gained quality'tidak bisa dilepaskan dari unsurlearning

di dalamnya termasuk bagaimana cara berjalan kaki bagi bayi.

Supaya bisa menjadi learner lagi seperti bayi, maka syarat yang harus dipenuhi adalah kesediaan menjadi 'beginner' yang selalu dapat melihat materi/objek dengan lensa baru

(creative) dan tanda tanya (curiosity). "You can learn new things at any time in your life if you're willing to be a beginner. If you actually learn to like being a beginner, the whole world

opens up to you." Kata Barbara Sher.Ada kalanya 'block mental' terjadi bukan karena kita tidak tahu tetapi justru karena kita sudah tahu.(jp)

_____________________________

Pede atau Egois?

Garis besar

Dokumen terkait