Oleh Jacinta F. Rini, MSi.
Team e-psikologi.comJakarta, 1 Maret 2002
Perkembangan ekonomi yang cepat, perampingan perusahaan, PHK, merger dan bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai akibat dari krisis yang berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi ribuan bahkan jutaan tenaga kerja. Mereka harus rela dipindahkan kebagian yang sangat tidak mereka kuasai dan tidak tahu berapa lama lagi mereka akan dapat bertahan atau dipekerjakan. Selain itu mereka harus menghadapi boss baru, pengawasan yang ketat, tunjangan kesejahteraan berkurang dari sebelumnya, dan harus bekerja lebih lama dan lebih giat demi mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para pekerja di setiap level mengalami tekanan dan ketidakpastian. Situasi inilah yang seringkali memicu terjadinya stress kerja.
Hasil Penelitian
Menurut penelitian Baker dkk (1987), stress yang dialami oleh seseorang akan merubah cara kerja sistem kekebalan tubuh. Para peneliti ini juga menyimpulkan bahwa stress akan menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit dengan cara menurunkan jumlah
fighting desease cells. Akibatnya, orang tersebut cenderung sering dan mudah terserang penyakit yang cenderung lama masa penyembuhannya karena tubuh tidak banyak memproduksi sel-sel kekebalan tubuh, ataupun sel-sel antibodi banyak yang kalah.
Dua orang peneliti yaitu Plaut dan Friedman (1981) berhasil menemukan hubungan antara stress dengan kesehatan. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa stress sangat berpotensi mempertinggi peluang seseorang untuk terinfeksi penyakit, terkena alergi serta menurunkan sistem autoimmune-nya. Selain itu ditemukan pula bukti penurunan respon antibodi tubuh di saat mood seseorang sedang negatif, dan akan meningkat naik pada saat
moodseseorang sedang positif.
Peneliti yang lain yaitu Dantzer dan Kelley (1989) berpendapat tentang stress dihubungkan dengan daya tahan tubuh. Katanya, pengaruh stress terhadap daya tahan tubuh ditentukan pula oleh jenis, lamanya, dan frekuensi stress yang dialami seseorang. Peneliti lain juga mengungkapkan, jika stress yang dialami seseorang itu sudah berjalan sangat lama, akan membuat letih health promoting response dan akhirnya melemahkan penyediaan hormon adrenalin dan daya tahan tubuh.
Banyak sudah penelitian yang menemukan adanya kaitan sebab-akibat antara stress dengan penyakit, seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi, maag, alergi, dan beberapa penyakit lainnya. Oleh karenanya, perlu kesadaran penuh setiap orang untuk mempertahankan tidak hanya kesehatan dan keseimbangan fisik saja, tetapi juga psikisnya.
Apakah Stress Kerja?
Secara umum orang berpendapat bahwa jika seseorang dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu tersebut, maka dikatakan bahwa individu itu mengalami stress kerja. Namun apakah sebenarnya yang dikategorikan sebagai stress kerja? Menurut Phillip
L. Rice, Penulis buku Stress and Health, seseorang dapat dikategorikan mengalami stress kerja jika :
Urusan stress yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stress kerja
Mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu
Oleh karenanya diperlukan kerja sama antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stress tersebut.
Gejala
Menurut Terry Beehr dan John Newman (1978) gejala stress kerja dapat di bagi dalam 3 (tiga) aspek, yaitu gejala psikologis, gejala psikis dan perilaku.
Gejala Psikologis Gejala Fisik Gejala Perilaku
Kecemasan, ketegangan
Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah
Menunda ataupun menghindari pekerjaan/tugas Bingung, marah, sensitif Meningkatnya sekresi adrenalin dan noradrenalin
Penurunan prestasi dan produktivitas Memendam perasaan Gangguan gastrointestinal, misalnya gangguan lambung Meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk
Komunikasi tidak
efektif Mudah terluka Perilaku sabotase Mengurung diri Mudah lelah secara
fisik Meningkatnya frekuensi absensi
Depresi Kematian
Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan atau kekurangan) Merasa terasing dan mengasingkan diri Gangguan kardiovaskuler
Kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan
Kebosanan Gangguan pernafasan
Meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi, seperti ngebut, berjudi
Ketidakpuasan kerja
Lebih sering berkeringat
Meningkatnya agresivitas, dan kriminalitas
Lelah mental Gangguan pada kulit
Penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman
Menurunnya fungsi intelektual
Kepala pusing,
Kehilangan daya konsentrasi Kanker Kehilangan spontanitas dan kreativitas Ketegangan otot Kehilangan semangat hidup
Probem tidur (sulit tidur, terlalu banyak tidur)
Menurunnya harga diri dan rasa percaya diri
Dampak Terhadap Perusahaan
Sebuah organisasi atau perusahaan dapat dianalogikan sebagai tubuh manusia. Jika salah satu dari anggota tubuh itu terganggu, maka akan menghambat keseluruhan gerak, menyebabkan seluruh tubuh merasa sakit dan menyebabkan individunya tidak dapat berfungsi secara normal. Demikian pula jika banyak di antara karyawan di dalam organisasi mengalami stress kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu. Jika stress yang dialami oleh organisasi atau perusahaan tidak kunjung selesai, maka sangat berpotensi mengundang penyakit yang lebih serius. Bukan hanya individu yang bisa mengalami penyakit, organisasi pun dapat memiliki apa yang dinamakanPenyakit Organisasi.
Randall Schuller (1980), mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti ini, stress yang dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, serta tendensi mengalami kecelakaan.
Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja dapat berupa:
Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja
Mengganggu kenormalan aktivitas kerja
Menurunkan tingkat produktivitas
Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. Banyak karyawan yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, atau pekerjaan tidak selesai pada waktunya entah karena kelambanan atau pun karena banyaknya kesalahan yang berulang.
Dampak Terhadap Individu
Dampak stress kerja bagi individu adalah munculnya masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan, psikologis dan interaksi interpersonal
Kesehatan
Tubuh manusia pada dasarnya dilengkapi dengan sistem kekebalan untuk mencegah serangan penyakit. Istilah "kebal" ini dikemukakan oleh dua orang peneliti yaitu Memmler dan Wood untuk menggambarkan kekuatan yang ada pada tubuh manusia dalam mencegah dan mengatasi pengaruh penyakit tertentu, dengan cara memproduksi antibodi.
Sistem kekebalan tubuh manusia ini bekerja sama secara integral dengan sistem fisiologis lain, dan kesemuanya berfungsi untuk menjaga keseimbangan tubuh, baik fisik maupun psikis yang cara kerjanya di atur oleh otak. Seluruh sistem tersebut sangat mungkin dipengaruhi oleh faktor psikososial seperti stress dan immunocompetence.
Istilah immunocompetence ini biasanya digunakan di bidang kedokteran untuk menjelaskan derajat keaktifan dan keefektifan dari sistem kekebalan tubuh.
Jadi, tidak heran jika orang yang mudah stress, mudah pula terserang penyakit. Cobalah Anda mulai memperhatikan diri Anda sendiri, dan tanyakan apakah Anda termasuk di antara orang yang sedang mengalami stress kerja? Dan apakah penyakit yang sering Anda alami merupakan akibat atau pengaruh stress kerja yang berkepanjangan ?
Psikologis
Stress berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang terus- menerus. Menurut istilah psikologi, stress berkepanjangan ini disebut stress kronis. Stress kronis sifatnya menggerogoti dan menghancurkan tubuh, pikiran dan seluruh kehidupan penderitanya secara perlahan-lahan. Stress kronis umumnya terjadi di seputar masalah kemiskinan, kekacauan keluarga, terjebak dalam perkawinan yang tidak bahagia, atau masalah ketidakpuasan kerja. Akibatnya, orang akan terus-menerus merasa tertekan dan kehilangan harapan.
Menurut Miller (1997), seorang peneliti asal Amerika, akar dari stress kronis ini adalah dari pengalaman traumatis di masa lalu yang terinternalisasi, tersimpan terus dalam alam bawah sadar. Hal ini jadi berbahaya karena orang jadi terbiasa "membawa" stress ini kemana saja, dimana saja dan dalam situasi apapun juga; stress kronis ini dianggap sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka sehingga tidak ada upaya untuk mencari jalan keluarnya lagi. Singkatnya, orang yang menderita stress kronis ini sudah hopeless
and helpless. Tidak heran jika para penderita stress kronis akhirnya mengambil keputusan untuk bunuh diri, atau meninggal karena serangan jantung, stroke, kanker, atau tekanan darah tinggi. Jadi, amatilah diri Anda, apakah Anda termasuk orang yang suka membiarkan masalah tanpa dicari jalan keluar yang positif ? Berhati-hatilah akan konsekuensi yang bakal Anda hadapi !
Interaksi Interpersonal
Orang yang sedang stress akan lebih sensitif dibandingkan orang yang tidak dalam kondisi stress. Oleh karena itulah, sering terjadi salah persepsi dalam membaca dan mengartikan suatu keadaan, pendapat atau penilaian, kritik, nasihat, bahkan perilaku orang lain. Obyek yang sama bisa diartikan dan dinilai secara berbeda oleh orang yang sedang stress.
Selain itu, orang stress cenderung mengkaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Pada tingkat stress yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri. Akibatnya, ia lebih banyak menarik diri dari lingkungan, tidak lagi mengikuti kegiatan yang biasa dilakukan, jarang berkumpul dengan sesamanya, lebih suka menyendiri, mudah tersinggung, mudah marah, mudah emosi. Tidak heran kalau akibat dari sikapnya ini mereka dijauhkan oleh rekan-rekannya. Respon negatif dari lingkungan ini malah semakin menambah stress yang diderita karena persepsi yang selama ini ia bayangkan ternyata benar, yaitu bahwa ia kurang berharga di mata orang lain, kurang berguna, kurang disukai, kurang beruntung, dan kurang-kurang yang lainnya.
Sebuah penelitian terhadap sekelompok karyawan yang bekerja di suatu organisasi menunjukkan, bahwa stress kerja menyebabkan terjadinya ketegangan dan konflik antara pihak karyawan dengan pihak manajemen. Tingginya sensitivitas emosi berpotensi menyulut pertikaian dan menghambat kerja sama antara individu satu dengan yang lain.
Sumber Stress
Untuk memahami sumber stress kerja, kita harus melihat stress kerja ini sebagai interaksi dari beberapa faktor, yaitu stress di pekerjaan itu sendiri sebagai faktor eksternal, dan faktor internal seperti karakter dan persepsi dari karyawan itu sendiri. Dengan kata lain, stress kerja tidak semata-mata disebabkan masalah internal, sebab reaksi terhadap stimulus akan sangat tergantung pada reaksi subyektif individu masing-masing. Beberapa sumber stress yang menurut
Cary Cooper (1983) dianggap sebagai sumber stress kerja adalah stress karena kondisi pekerjaan, masalah peran, hubungan interpersonal, kesempatan pengembangan karir, dan struktur organisasi.
Kondisi Pekerjaan
Lingkungan Kerja. Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah jatuh sakit, mudah stress, sulit berkonsentrasi dan menurunnya produktivitas kerja. Bayangkan saja, jika ruangan kerja tidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan kerja terlalu padat, lingkungan kerja kurang bersih, berisik, tentu besar pengaruhnya pada kenyamanan kerja karyawan.
Overload. Sebenarnya overload ini dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualitatif. Dikatakan overload secara kuantitatif jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi kapasitas karyawan tersebut. Akibatnya karyawan tersebut mudah lelah dan berada dalam "tegangan tinggi". Overload secara kualitatif bila pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit, sehingga menyita kemampuan teknis dan kognitif karyawan.
Deprivational stress. George Everly dan Daniel Girdano (1980), dua orang ahli dari Amerika memperkenalkan istilah deprivational stress untuk menjelaskan kondisi pekerjaan yang tidak lagi menantang, atau tidak lagi menarik bagi karyawan. Biasanya keluhan yang muncul adalah kebosanan, ketidakpuasan, atau pekerjaan tersebut kurang mengandung unsur sosial (kurangnya komunikasi sosial).
Pekerjaan Berisiko Tinggi. Ada jenis pekerjaan yang beresiko tinggi, atau berbahaya bagi keselamatan, seperti pekerjaan di pertambangan minyak lepas pantai, tentara, pemadam kebakaran, pekerja tambang, bahkan pekerja cleaning service yang biasa menggunakan gondola untuk membersihkan gedung-gedung bertingkat. Pekerjaan- pekerjaan ini sangat berpotensi menimbulkan stress kerja karena mereka setiap saat dihadapkan pada kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Konflik Peran
Ada sebuah penelitian menarik tentang stress kerja menemukan bahwa sebagian besar karyawan yang bekerja di perusahaan yang sangat besar, atau yang kurang memiliki struktur yang jelas, mengalami stress karena konflik peran. Mereka stress karena ketidakjelasan peran dalam bekerja dan tidak tahu apa yang diharapkan oleh manajemen (Rice, 1992). Kenyataan seperti ini mungkin banyak dialami pekerja di Indonesia, dimana perusahaan atau organisasi tidak punya garis-garis haluan yang jelas, aturan main, visi dan misi yang seringkali tidak dikomunikasikan pada seluruh karyawannya. Akibatnya, sering muncul rasa ketidakpuasan kerja, ketegangan, menurunnya prestasi hingga akhirnya timbul keinginan untuk meninggalkan pekerjaan. Para wanita yang bekerja dikabarkan sebagai pihak yang mengalami stress lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Masalahnya, wanita bekerja ini menghadapi konflik peran sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah tangga. Terutama dalam alam kebudayaan Indonesia, wanita sangat dituntut perannya sebagai ibu rumah tangga yang baik dan benar sehingga banyak wanita karir yang merasa bersalah ketika harus bekerja. Perasaan bersalah ditambah dengan tuntutan dari dua sisi, yaitu pekerjaan dan ekonomi rumah tangga, sangat berpotensi menyebabkan wanita bekerja mengalami stress.
Pengembangan Karir
Setiap orang pasti punya harapan-harapan ketika mulai bekerja di suatu perusahaan atau organisasi. Bayangan akan kesuksesan karir, menjadi fokus perhatian dan penantian dari hari ke hari. Namun pada kenyataannya, impian dan cita-cita mereka untuk mencapai prestasi dan karir yang baik seringkali tidak terlaksana. Alasannya bisa bermacam-macam seperti ketidakjelasan sistem pengembangan karir dan penilaian prestasi kerja, budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan, atau karena sudah
“mentok” alias tidak ada kesempatan lagi untuk naik jabatan. Struktur Organisasi
Gambaran perusahaan Asia dewasa ini masih diwarnai oleh kurangnya struktur organisasi yang jelas. Salah satu sebabnya karena perusahaan di Asia termasuk Indonesia, masih banyak yang berbentukfamily business. Kebanyakan (family) business dan bisnis-bisnis lain di Indonesia yang masih sangat konvensional dan penuh dengan budaya nepotisme, minim akan kejelasan struktur yang menjelaskan jabatan, peran, wewenang dan tanggung jawab. Tidak hanya itu, aturan main yang terlalu kaku atau malah tidak jelas, iklim politik perusahaan yang tidak sehat serta minimnya keterlibatan atasan membuat karyawan jadi stress karena merasa seperti anak ayam kehilangan induk - segala sesuatu menjadi tidak jelas.
Mengatasi Stress Kerja
Stress kerja sekecil apapun juga harus ditangani dengan segera. Seorang ahli terkenal di bidang kesehatan jiwa, Jere Yates (1979,) mengemukakan ada delapan (8) aturan main yang harus diikuti dalam mengatasi stress yaitu:
Pertahankan kesehatan tubuh Anda sebaik mungkin, usahakan berbagai cara agar anda tidak jatuh sakit
Terimalah diri Anda apa adanya, segala kekurangan dan kelebihan, kegagalan maupun keberhasilan sebagai bagian dari kehidupan Anda
Tetaplah memelihara hubungan persahabatan yang indah dengan seseorang yang Anda anggap paling bisa diajak curhat
Lakukan tindakan positif dan konstruktif dalam mengatasi sumber stress Anda di dalam pekerjaan, misalnya segera mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam pekerjaan
Tetaplah memelihara hubungan sosial dengan orang-orang di luar lingkungan pekerjaan Anda, misalnya dengan tetangga atau kerabat dekat
Berusahalah mempertahankan aktivitas yang kreatif di luar pekerjaan, misalnya berolahraga atau berekreasi
Melibatkan diri dalam pekerjaan-pekerjaan yang berguna, misalnya kegiatan sosial dan keagamaan
Gunakanlah metode analisa yang cukup ilmiah dan rasional dalam melihat atau menganalisa masalah stress kerja Anda.(jp)
_____________________________
Teamwork
Oleh:Johanes Papu
Team e-psikologi
Dalam dunia usaha, penggunaan teamwork seringkali merupakan solusi terbaik untuk mencapai suatu kesuksesan. Teamwork yang solid akan memudahkan manajemen dalam mendelegasikan tugas-tugas organisasi. Namun demikian untuk membentuk sebuah team yang solid dibutuhkan komitment tinggi dari manajemen. Hal terpenting adalah bahwa teamwork harus dilihat sebagai suatu sumber daya yang harus dikembangkan dan dibina sama seperti sumber daya lain yang ada dalam perusahaan. Proses pembentukan, pemeliharaan dan pembinaan teamwork harus dilakukan atas dasar kesadaran penuh dari team tersebut sehingga segala sesuatu berjalan secara normal sebagai suatu aktivitas sebuah teamwork, meskipun pada kondisi tertentu manajemen dapat melakukan intervensi.
Definisi Teamwork?
Secara umum teamwork dapat didefinisikan sebagai kumpulan individu yang bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan. Kumpulan individu-individu tersebut memiliki aturan dan mekanisme kerja yang jelas serta saling tergantung antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu
merupakan sebuah teamwork. Terlebih lagi jika kelompok tersebut dikelola secara otoriter, timbul faksi-faksi di dalamnya, dan minimnya interaksi antar anggota kelompok.
Ketika seseorang bekerja didalam kelompok (team), akan ada dua isu yang muncul. Pertama
adalah adanya tugas-tugas(task) dan masalah-masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan. Hal ini seringkali merupakan topik utama yang menjadi perhatian team. Kedua
adalah proses yang terjadi di dalam teamwork itu sendiri, misalnya bagaimana mekanisme kerja atau aturan main sebuah team sebagai suatu unit kerja dari perusahaan, proses interaksi di dalam team, dan lain-lain. Dengan kata lain proses menunjuk pada semangat kerjasama, koordinasi, prosedur yang harus dilakukan dan disepakati seluruh anggota, dan hal-hal lain yang berguna untuk menjaga keharmonisan hubungan antar individu dalam kelompok itu. Tanpa memperhatikan proses maka sebuah teamwork tidak akan memiliki nilai apa-apa bagi perusahaan dan hanya akan menjadi sumber masalah bagi perusahaan dalam pembentukan sebuah teamwork. Sebaliknya jika proses tersebut ada dalam sekumpulan orang yang bekerjasama, maka performance mereka akan meningkat karena akan mendapat dukungan secara teknis maupun moral.
Mengapa Teamwork Diperlukan?
Teamwork merupakan sarana yang sangat baik dalam menggabungkan berbagai talenta dan dapat memberikan solusi inovatif suatu pendekatan yang mapan. selain itu ketrampilan dan pengetahuan yang beranekaragam yang dimiliki oleh anggota kelompok juga merupakan nilai tambah yang membuat teamwork lebih menguntungkan jika dibandingkan seorang individu yang brilian sekalipun.
Sebuah team dapat dilihat sebagai suatu unit yang mengatur dirinya sendiri. Rentangan ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki anggota dan self monitoring" yang ditunjukkan oleh masing-masing team memungkinkannya untuk diberikan suatu tugas dan tanggungjawab. Bahkan ketika suatu masalah tersebut dapat diputuskan oleh satu orang saja, melibatkan teamwork akan memberikan beberapa keuntungan. Keuntungan tersebut adalah: pertama
keputusan yang dibuat secara bersama-sama akan meningkatkan motivasi team dalam pelaksanaanya.Kedua, keputusan bersama akan lebih mudah dipahami oleh team dibandingkan jika hanya mengandalkan keputusan dari satu orang saja.
Bila dilihat dari perspektif individu, dengan masuknya ia kedalam suatu kelompok (team) maka hal tersebut akan menambah semangat juang/motivasi untuk mencapai suatu prestasi yang mungkin tidak akan pernah dapat dicapai seorang diri oleh individu tersebut. Hal ini dapat terjadi karena team mendorong setiap anggotanya untuk memiliki wewenang dan tanggungjawab sehingga meningkatkan harga diri setiap orang.
Siklus Hidup Sebuah Teamwork
Secara umum perkembangan suatu team dapat dibagi dalam 4 tahap:
Forming, adalah tahapan dimana para anggota setuju untuk bergabung dalam suatu team. Karena kelompok baru dibentuk maka setiap orang membawa nilai-nilai, pendapat dan cara kerja sendiri-sendiri. Konflik sangat jarang terjadi, setiap orang masih sungkan, malu-malu, bahkan seringkali ada anggota yang merasa gugup. Kelompok cenderung belum dapat memilih pemimpin (kecuali team yang sudah dipilih ketua kelompoknya terlebih dahulu).
Storming, adalah tahapan dimana kekacauan mulai timbul di dalam team. Pemimpin yang telah dipilih seringkali dipertanyakan kemampuannya dan anggota kelompok tidak ragu-ragu untuk mengganti pemimpin yang dinilai tidak mampu. Faksi-faksi mulai terbentuk, terjadi pertentangan karena masalah-masalah pribadi, semua ngotot dengan pendapat masing-masing. Komunikasi yang terjadi sangat sedikit karena masing-masing orang tidak mau lagi menjadi pendengar dan sebagian lagi tidak mau berbicara secara terbuka.
Norming,adalah tahapan dimana individu-individu dan sub-group yang ada dalam team mulai merasakan keuntungan bekerja bersama dan berjuang untuk menghindari team tersebut dari kehancuran (bubar). Karena semangat kerjasama sudah mulai timbul, setiap anggota mulai merasa bebas untuk mengungkapkan perasaan dan pendapatnya kepada seluruh anggota team. Selain itu semua orang mulai mau menjadi pendengar
yang baik. Mekanisme kerja dan aturan-aturan main ditetapkan dan ditaati seluruh anggota.
Performing. Tahapan ini merupakan titik kulminasi dimana team sudah berhasil membangun system yang memungkinkannya untuk dapat bekerja secara produktif dan efisien. Pada tahap ini keberhasilan team akan terlihat dari prestasi yang ditunjukkan.
Ketrampilan yang Diperlukan
Ada dua ketrampilan utama yang seharusnya dimiliki oleh anggota sebuah teamwork, yaitu:
Ketrampilan managerial (Managerial Skills), termasuk kemampuan dalam membuat rencana kerja, menentukan tujuan, memantau kinerja, memonitor perkembangan dan memastikan pekerjaan telah dilakukan secara benar, dan lain-lain.
Ketrampilan interpersonal (Interpersonal Skills), termasuk kemampuan berkomunikasi, saling menghargai pendapat orang lain dan kemampuan menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain.
Dengan menjadi anggota suatu organisasi atau perusahaan maka secara tidak langsung Anda