Oleh:Ubaydillah, AN Jakarta, 18 September 2003
MESKIPUN syarat menemukan keunggulan harus menjadi diri sendiri(the real self)TETAPI orang tidak akan menjadi dirinya(the real self)hanya dengan seorang diri melainkan mutlak membutuhkan
keterlibatan orang lain. MESKIPUN keunggulan menjadi syarat mutlak merealisasikan kesuksesan TETAPI kesuksesan itu tidak bisa direalisasikan hanya dengan keunggulan tunggal melainkan
membutuhkan keunggulan orang lain. MESKIPUN manusia punya keinginan umum yang sama TETAPI kesamaan keinginan tersebut tidak bisa diraih tanpa keterlibatan unsur pembeda yang melekat di diri orang lain.
Kenyataan demikian adalah ungkapan alam yang mempertegas bahwa sinergisasi keunggulan merupakan alat merealisasikan keinginan. Dalam praktek, meskipun ajaran sinergisasi telah dielaborasi ke sekian kavling formal dan non-formal dengan pemahaman tertentu tetapi tidak mungkin meninggalkan aspek paling mendasar yaitu antara kita dan orang lain yang menggagas untuk melakukan sesuatu demi tercapainya sesuatu yang kita inginkan. Tak pelak lagi, munculnya fenomena sebagian MESKIPUN dan sebagian TETAPI di atas, membuat tata letak hubungan kita dengan orang lain rawan paradok dan penyimpangan. Hubungan kita dengan orang mestinya menjadi sumberdaya (resource) solusi tetapi lebih sering justru menjadi sumberdaya problem. Salah satu hal yang kita lupakan ketika hubungan dengan orang lain terjadi adalah sinergisasi keunggulan.
Esensi
Sebelum Covey memperkenalkan istilah kebiasaan sinergisasi sebagai cara mewujudkan pola kebiasaan hidup efektif (tercapainya tujuan secara optimal dengan cara yang lebih mudah) sebenarnya Hukum Alam telah mengajarkannya kepada kita melalui peristiwa perkawinan. Satu orang lelaki dan perempuan dengan sinergisasi keunggulan jenis kelamin bisa melahirkan anak lebih dari dua dan bisa menciptakan kreasi hidup baru berupa rumah tangga. Secara ilmiyah, sinergisasi mengandung esensi yang tidak bisa ditinggalkan, antara lain:
1.
Transmigrasimindset
Sinergisasi harus diawali dari kemauan merubah model mental, paradigma hidup, dan sistem berpikir dimana kita adalah pemilik tujuan bahkan pemilik kehidupan atau nasib kita (baca artikel: Reformasi Busana Mindset) Dengan menjadi pemilik, maka tanggung jawab menentukan keputusan dan pilihan berada sepenuhnya di tangan kita. Tanggung jawab ownership inilah yang akan melahirkan kesadaran transmigrasi mindsetdari sama-sama kerja ke kerja sama. Dari contoh yang disebutkan diatas, meskipun perkawinan merupakan peristiwa alamiah, tetapi tidak akan terjadi begitu saja tanpa diawali perubahan mindset. Begitu perubahanmindsetdiputuskan maka (kemudian) berubahlah status seseorang. Transmigrasi mindsetdalam kaitan dengan sinergisasi keunggulan adalah meletakkan orang lain sebagaimiraclebagi diri kita. Einstein bilang: "You can choose everything miracle and nothing miracle". Dengan mengawinkan miracle maka sinergisasi tidak akan membikin anda lebih melarat melainkan lebih makmur luar-dalam kecuali ada penyimpangan terhadap prinsip dasar hukum sinergi.
2.
Semangat saling membangun kepercayaan
Sinergisasi keunggulan dengan orang lain tidak bisa meninggalkan tuntutan kepercayaan dimana orang harus lebih dulu percaya atas kemampuan dirinya dalam merealisasikan tujuan dan percaya atas kebenaran dari prinsip yang diyakini serta memiliki kualitas yang layak untuk dipercaya. Praktek mengajarkan, kegagalan melangkah untuk menciptakan deal sinergisasi dengan orang lain dari mulai urusan bisnis sampai ke pacaran disebabkan oleh kualitas kepercayaan yang rendah. Logika ilmiahnya, kalau kita tidak percaya kepada diri kita, tentu tidak logis kalau kita menginginkan orang lain percaya. Covey berpendapat, kelayakan dipercaya menuntut kredibilitas keahlian profesi dan kredibilitas nilai. Kredibilitas profesi tidak
bisa direalisasikan sebelum orang memilikiself-confidencebahwa dirinya punyasufficient asset
(aset memadai) yang bisa diaktualisasi menjadi sumber solusi hidup. Sementara kredibilitas nilai tidak bisa diraih sebelum orang meyakini kebenaran dari keyakinannya yang terekspresikan ke dalam karakter hidup. Semua orang dipastikan punya keyakinan tetapi hanya sedikit yang benar-benar meyakini kebenaran keyakinanya sehingga mudah mengeluarkan percikan keragu-raguan yang mendorong orang untuk memasuki ideologi "telor-ayam" ketika hendak membuat sinergisasi.
3.
Perkawinan keunggulan yang berbeda
Sinergisasi bukan menyamakan atas dasar persamaan melainkan matchingyang secara harfiah diartikan dengan well-combined with atau to put in competition yang oleh hukum alam diartikan dengan perkawinan lawan jenis untuk membentuk pasangan. Kenyataan mengajarkan bahwa orang yang telah sukses merealisasikan gagasan, rata-rata telah dididik oleh hukum alam yang membuatnya menjadi ahli mengawinkan keunggulan dirinya dengan orang lain yang lebih banyak dan lebih beragam. Teori networkingmembenarkan bahwa semakin banyak / beragam orang yang kita kenal dan mengenal kita semakin besar kemungkinan terjadinya transaksi peluang. Sinergisasi yang kita jalankan atas kecenderungan persamaan aspek keunggulan atau kelemahan biasanya baru berupa energi potential yang masih perlu direalisasikan menjadi power.
4.
Realisasi kekuatan baru yang bernilai lebih
Kualitas sebuah sinergisasi (strength) tetaplah ditentukan oleh kreativitas, bukan oleh kuantitas orang yang kita kenal dan bidang yang kita sinergisasikan. Oleh karena itu, kalau menyimak lanjutan dari teori networkingdi atas, maka akan kita temukan:"It is not who you know or who even knows you; it’ s who knows that you know what you know". Jadi, buah sinergisasi tidak ditentukan oleh kuantitas aktivitas melainkan kualitas kreativitas yang intinya adalah menciptakan hidup kita menjadi lebih hidup.
Hambatan
Banyak hambatan yang membuat kebiasaan sinergisasi keunggulan macet atau bubar. Aset keunggulan orang lain seringkali tidak berarti apapun bagi diri kita. Di antara hambatan tersebut adalah:
1.
Menolak mengakui kesalahan
Menolak adalah ekspresi egoisme kebenaran sendiri yang berarti bertentangan dengan esensi sinergisasi di mana kesalahan bukanlah keunggulan melainkan kelemahan yang baru bisa dihapus ketika pengakuan dan kesadaran dapat diciptakan di dalam diri. Pengakuan kesalahan di depan orang tidaklah sepenting pengakuan yang kita akui.
2.
Menolak mengendalikan iri hati
Ajaran moral menandaskan, iri hati adalah percikan gerakan internal yang harus dijauhi (baca: dosa). Iri hati terhadap keunggulan orang lain adalah letupan emosi negatif dan ketika letupan tersebut divalidasikan dalam bentuk apapun maka membuat kita dikontrol oleh emosi negatif yang mengantarkan pada pola kebiasaan hidup membandingkan(comparison-game).
3.
Menolak mempercayai orang lain
Kita melihat apa yang tidak dimiliki oleh orang lain dengan membandingkan apa yang kita
miliki. Andrew Carnegie bilang, “ Tak seorang pun yang akan menjadi pemimpin hebat (bagi dirinya dan orang lain) bila segalanya dikerjakan sendiri dan hanya untuk menginginkan pujian. Pada tingkat yang paling tebal, penyakit ini akan membentuk anggapan untuk menyaingi posisi Tuhan bahwa si A tidak bisa hidup tanpa kita. Padahal orang lain tetap akan bisa hidup tanpa kita selama orang itu bisa bersinergi dengan orang lain juga.
4.
Semangat oposisi
Pada dasarnya semua orang akan berterima kasih atas masukan korektif yang kita berikan demi kebaikannnya tetapi yang ditolak oleh orang lain adalah semangat dan cara. Seringkali oposisi baik konstruktif atau destruktif tidak dinilai dari substansinya tetapi semangat dan cara. Ketika
yang kita tahu dari orang lain adalah keburukan yang perlu kita kritik dengan semangan oposisi, maka pepatah menyarankan agar kita hidup seorang diri.
5.
Mentalitas mengeruk
Sinergisasi dalam bentuk apapun harus dibangun di atas landasan mentalitas untuk menciptakan kreasi (to create) yang lebih unggul. Dengan mentalitas ini kita menghormati keunggulan orang lain yang akan menjadi syarat bagi orang lain untuk menghormati kita. Mentalitas mengeruk (to take) adalah realisasi keinginan untuk memanfaatkan orang yang berarti membuat tata letak hubungan antara subjek dan objek.
Apa yang harus anda lakukan?
Merujuk pada sekelumit penjabaran esensi sinergisasi di atas dan hambatan yang sering menggagalkan realisasi esensi tersebut, maka jelaslah bahwa sinergisasi keunggulan tidak bisa direalisasikan dengan mengandalkan kecenderungan alamiah atau kemampuan potensial melainkan butuh pengasahan keahlian khusus. Tiga keahlian berikut apabila diasah akan membantu anda menciptakan sinergisasi secara efektif: 1.
Ketrampilan Intrapersonal
Keahlian ini merupakan kemampuan seseorang untuk menemukan perbedaan atau keunggulan yang melekat di dalam dirinya atauhow to make deal with the self inside. Ajaran teologi menunjuk tigasoftware pokok yang menjadi alat manusia mengenal dirinya yaitu: pikiran, perasaan, dan keyakinan dimana eksplorasi ilmiah secara bertahap menemukannya dengan istilahIQ (Intellectual Quotient), EQ (Emotional Quotient), dan SQ (spiritual Quotient). Ketiga software ini kalau dicerdaskan akan melahirkan keahlian intrapersonal di mana orang mengenal lebih akurat tentang dirinya atau menjadi pemilik bagi dirinya. Sebaliknya kalau tidak dicerdaskan akan menjadi liar dan menguasai kita sehingga membuat kita menjadi korban (reaktif). Contoh sepele adalah egoisme kebenaran sendiri. Sepintas, orang lainlah yang menjadi korban tetapi pada hakekatnya orang lain hanya "kecipratan sedikit' tetapi yang paling banyak terkena getahnya adalah kita. Getah itu berupa siksaan pedih di mana kita akan dihukum oleh ketidaktahuan tentang keunggulan yang kita miliki sehingga membuat jarak yang kian jauh antara kita dan realisasi tujuan yang benar-benar kita inginkan.
Praktek sinergisasi dengan orang lain pada satu sisi dapat dijadikan ajang pendidikan lanjutan untuk mencerdaskan kemampuan pikiran, perasaan dan hati. Dengan sinergisasi, pikiran kita bisa terbuka dan terdorong untuk maju; perasaan kita menjadi semakin peka terhadap berbagai rangsangan dari luar; dan keyakinan kita bisa bertambah tebal. Mungkin inilah yang bisa diklopkan dengan perkataan Galelio, bahwa esensi pendidikan adalah upaya mengantarkan manusia kepada pengetahuan lebih akurat tentang dirinya. 2.
Ketrampilan Interpersonal
Kenyataan sering menunjukkan bahwa orang yang tidak merasa bahagia dengan dirinya gampang terusik dengan perbedaan yang melekat pada orang lain alias tidak bahagia dengan orang lain. Demikian juga pikiran dan keyakinan kita. Tidak salah kalau dikatakan, apabila anda terbiasa denganjudgmentatas orang lain maka yang sebenarnya anda judgeadalah diri anda. Namun demikian, sinergisasi dengan orang lain tidak cukup dengan bermodal perasaan, pikiran dan keyakinan sebab ketiganya tidak mudah dikenali oleh orang lain. Atau membutuhkan media yang memungkinkan terjadi proses interaksi.
Perangkat software yang bisa mendukung terciptanya keahlian Interpersonal (how to deal with others effectively)secara umum dapat dilakukan dengan mencerdaskan sikap(attitude)di mana kita menafsirkan dan ditafsirkan, pembicaraan dan tindakan. Di lain pihak, sinergisasi dapat pula dijadikan ajang mencerdaskan ketiganya melalui pemahaman sekian label feedback dari orang lain ketika kita menampilkan sikap tertentu, mengutarakan sesuatu, dan melakukan sesuatu. Konflik adalah salah satu contoh pendidikan diri yang paling riil. Meskipun tidak ada yang menyukainya tetapi konflik kita butuhkan untuk mematangkan perasaan, pikiran dan keyakinan dengan syarat disikapi, dikomunikasikan dan dijalani dengan pemahaman konstruktif.
3.
Ketrampilan praktek
Ketrampilan praktek (Practical Skill) adalah kemampuan seseorang untuk menjalankan (mentransformasikan) gagasan menjadi tindakan meskipun terkadang tidak terungkapkan (Charles Handy: 1990). Dengan memiliki keahlian ini, sinergisasi tidak terhambat oleh proses terjadinya perdebatan hal-hal sepele yang dapat menggugurkan tujuan atau munculnya penyakit ‘the desease of me’(kalau tidak saya). Merujuk pada esensi sinergisasi di atas, maka keahlian praktek termasuk keahlian kunci yang dibutuhkan.
Ketrampilan praktek bisa diperoleh dengan cara terjun langsung di lapangan atau membiasakan diri dengan menciptakan sinergisasi keunggulan dengan orang lain atau belajar kepada pengalaman kegagalan masa lalu dengan mengaktifkan daya kreatif yang memungkinkan terciptanya transformasi dan alternatif baru. Harus diakui, umumnya keahlian praktek tidak bisa diajarkan tetapi bisa dipelajari melalui praktek. Contoh: meskipun dibutuhkan sekolah montir tetapi keahlian praktek bagaimana menjalankan kendaraan secara smarttidak bisa didapatkan hanya dengan teori.
Sinergisasi dalam bentuk apapun harus dibangun di atas landasan mentalitas untuk menciptakan kreasi (to create) yang lebih unggul. Dengan mentalitas ini kita menghormati keunggulan orang lain yang akan menjadi syarat bagi orang lain untuk menghormati kita. Mentalitas mengeruk (to take) adalah realisasi keinginan untuk memanfaatkan orang yang berarti membuat tata letak hubungan antara subjek dan objek.
Akhir kata, kesuksesan sinergisasi lebih banyak menuntut perbaikan ke dalam agar bisa menghasilkan pendekatan yang baik atau pendekatan yang dibutuhkan oleh kepentingan sinergisasi. Bukan menuntut perbaikan orang lain agar mengubah pendekatannya kepada kita. Semoga bisa dipraktekkan.(jp)
_____________________________