LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
2.1.4 Paradigma Pedagogi Reflektif
2.1.4.1Hakikat Paradigma Pedagogi Reflektif
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata paradigma berarti kerangka berpikir/model dari teori ilmu pengetahuan. Dalam hal ini paradigma yang dimaksud adalah suatu pendekatan atau model dalam pembelajaran. Pedagogi adalah suatu cara pendidik untuk mendampingi para peserta didik dalam pertumbuhan dan perkembangannya yang meliputi pandangan hidup dan visi mengenai idealnya pribadi peserta didik menurut Subagya (2010). Menurut Subagya (2008) paradigma pedagogi reflektif adalah pola pikir dalam menumbuhkembangkan kepribadian peserta didik menjadi pribadi kristiani yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Menurut Prihatin., Atmadi., Dewi., Taum., Galang., Sudiarjo.,…Purwantini, (2012) paradigma pedagogi reflektif adalah metodologi atau cara mendampingi pembelajar untuk tumbuh dan berkembang didasarkan pada pandangan hidup dan visi tentang pribadi manusia ideal.
Jadi, kesimpulannya paradigma pedagogi reflektif adalah model atau metodelogi yang menumbuhkembangkan siswa berdasarkan pandangan hidup dan visi pribadi manusia ideal yaitu yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
2.1.4.2Tujuan Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif
Tujuan pembelajaran paradigma pedagogi reflektif adalah menyatukan pengetahuan dan sikap peserta didik yang telah direfleksikan agar mampu melihat
hubungan antara pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari dan terdorong melakukan suatu tindakan yang bermanfaat. Dengan tindakan, siswa diharapkan untuk mampu menjadi manusia bagi sesama, melayani dan peduli terhadap orang lain (men and women-for and with-other) menurut Subagya (2010).
Pembelajaran tidak akan berjalan dengan lancar jika tidak ada hubungan yang baik antar guru dan siswa oleh sebab itu hubungan yang baik dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran paradigma pedagogi reflektif tidak hanya ditujukan pada siswa, pembelajaran paradigma pedagogi reflektifpun ditujukan pada guru, agar guru membimbing siswa dan mendampingi perkembangan siswa dengan sungguh-sungguh yang mana pendidik dapat mengaitkan pengetahuan dan nilai moral agar siswa kelak sungguh menjadi manusia yang utuh menurut Subagya (2010).
Menurut Harsanto (2009) Karakter yang diharapkan dapat tumbuh dalam pribadi siswa dari pembelajaran paradigma pedagogi reflektif adalah pribadi yang memiliki karakter 3C, competence, consience, compassion. Tidak hanya memiliki pengetahuan yang tinggi namun bisa menyeimbangkan dan menyatukan pengetahuan dengan sikap serta perbuatan dalam kehidupan sehari-hari. Competence merupakan kemampuan menguasai pembelajaran secara utuh atau kemampuan kognitif. Contoh dari kemampuan kognitif adalah kemampuan siswa dalam berpikir dan dalam menjawab pertanyaan. Consience merupakan kemampuan afeksi yang melihat ketajaman hati nurani, contohnya adalah kesadaran siswa dalam mengikuti aturan yang berlaku yang telah disepakati bersama-sama di kelas. Compassion merupakan tindakan bela rasa, peduli pada
Konteks
Refleksi :
Memperdalam pemahaman, mencari makna kemanusiaan, kemasyarakatan, menyadari motivasi, dorongan keinginan
Aksi: Memutuskan untuk, bersikap, berniat, berbuat, perbuatan konkret Pengalaman: mempelajari sendiri, latihan kegiatyan sendiri lewat ceramah, tanggapan afektif, terhadap yang dilakukan, latihan dari yang dipelajari
Evaluasi: Evaluasi ranah intelektual,evaluasi perubahan pola pikir, sikap, perilaku siswa.
sesama yang ditunjukan setelah memahami makna dari pembelajaran tertentu. Compassion terlihat dari sikap peserta didik, contohnya adalah setelah belajar materi disiplin siswa dapat datang tepat waktu di sekolah yaitu jam 6.45 atau 15 menit sebelum bel berbunyi, karena mengetahui jika terlambat dapat mengganggu teman yang sedang fokus belajar.
2.1.4.3Dinamika Paradigma Pedagogi Reflektif
Paradigma pedagogi reflektif memiliki 5 tahap yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi, evaluasi. Dinamika paradigma pedagogi reflektif adalah sebagai berikut:
2.1.4.3.1Konteks
Menurut Subagya (2008) konteks merupakan kesiapan siswa untuk belajar. Salah satu contoh konteks dalam pembelajaran kedisiplinan siswa adalah suatu landasan pembelajaran adalah nilai kemanusiaan bukan aturan, perintah atau sanksi-sanksi. Sebagai guru haruslah membimbing siswa agar memiliki nilai kedisiplinan, persaudaraan, tanggung jawab, dan nilai lingkungan hidup, serta sedapat mungkin guru memberikan contoh penghayatan nilai tersebut. Selain membimbing guru juga harus memperhatikan keluarga, kelompok baya, keadaan sosial, lembaga pendidikan, ekonomi, dan budaya karena hal tersebut termasuk konteks nyata pada proses belajar siswa.
2.1.4.3.2Pengalaman
Pengembangan pembelajaran yang baik adalah pengembangan pembelajaran yang mengaitkan pengembangan kognitif afektif dan psikomotorik. Saat siswa menerima pengetahuan, siswa juga dapat menemukan nilai yang harus diperjuangkan dalam pembelajaran. Pengembangan pengetahuan dan nilai dapat dilakukan dengan pengalaman langsung dan tidak langsung menurut Subagya (2010). Contoh pengalaman langsung adalah kegiatan diskusi atau kerja kelompok, sehingga terjadi interaksi dan komunikasi yang intensif, ramah sopan, penuh tenggang rasa dan akrab di kelas. Tidak mungkin pengalaman langsung selalu dapat dilakukan, untuk menggantinya maka dapat dihadirkan dengan pengalaman tidak langsung yaitu dengan membaca atau mempelajari suatu kejadian, kemudian pendidik memberikan sugesti pada peserta didik agar
menggunakan imajinasi mereka misalnya untuk bermain peran sehingga dapat membuat siswa memahami kondisi suatu kejadian.
2.1.4.3.3Refleksi
Refleksi adalah kegiatan yang memunculkan makna dalam pengalaman. Menurut Subagya (2010) Refleksi merupakan tahap dimana siswa bisa menangkap arti dan nilai hirarki serta menemukan hubungan dari keduanya. Salah satu cara yang dapat membantu siswa mencari pemaknaan dari pembelajaran adalah dengan mengajukan pertanyaan divergen, yaitu pertanyaan 2 arah dimana dari pertanyaan tersebut pendidik bisa mengajak anak untuk merefleksikan apa yang sudah mereka pelajari dan nilai apa yang harus mereka perjuangkan.
2.1.4.3.4Aksi
Aksi adalah pertumbuhan batin yang ditunjukkan siswa atas kemauan dan keinginan diri sendiri dari pengalaman yang telah direfleksikan. Subagya (2008) mengatakan membangun niat siswa berprilaku sesuai hasil refleksinya dapat dilakukan dengan memfasilitasi dengan pertanyaan aksi.
2.1.4.3.5Evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan akhir yang penting dalam pembelajaran. Pada kegiatan evaluasi akan diketahui sejauh mana tujuan pembelajaran tercapai dan sejauhmana perkembangan siswa menurut Subagya (2010).
2.1.4.4Kelebihan Paradigma Pedagogi Reflektif
Pada pelaksanaan pembelajaran, pembelajaran paradigma pedagogi reflektif memiliki kelebihan tersendiri, adapun kelebihannya Menurut Subagya (2008) adalah:
2.1.4.4.1Pembelajaran paradigma pedagogi reflektif dapat diterapkan pada semua kurikulum.
Pembelajaran paradigm pedagogi reflektif bisa diterapkan pada semua kurikulum: Kurukulum 1994, KBK, KTSP, bahkan pada kegiatan non akademik, seperti kegiatan olahraga, retret, ekstrakurikuler. Paradigma ini tidak memaksakan untuk menambahkan mata pelajaran, jam pelajaran tambahan, ataupun peralatan khusus. Hal utama yang diperlukan adalah pendekatan baru pada cara mengajar mata pelajaran yang ada. Dimana penerapannya melaui dinamika konteks, pengalaman, refleksi, aksi, evaluasi.
2.1.4.4.2Pembelajaran paradigma pedagogi reflektif murah meriah.
Dalam praktik, pembelajaran pedagogi reflektif dintegrasikan dengan mata pelajaran yang diajarkan, oleh sebab itu tidak tidak diperlukan sarana dan prasarana khusus, kecuali yang dibutuhkan mata pelajaran. Misalnya untuk menumbuhkan nilai saling menghargai, yang diperlukan adalah pengalaman saling menghargai melalui belajar kelompok yang direfleksikan dan ditindak lanjuti dengan aksi. Penerapan dinamika konteks, pengalaman, refleksi, aksi, evaluasi dalam belajar kelompok dapat diterapkan dalam semua mata pelajaran tanpa menambah sarana dan prasarana.
2.1.4.4.3Pembelajaran paradigma pedagogi reflektif memberikan hasil yang cepat Menumbuhkembangkan seorang siswa menjadi pribadi dewasa dan manusiawi dibutuhkan waktu yang lama. Melalui PPR tanda mereka berkembang pada arah yang diharapkan terlihat cepat. Terbukti pada sekolah-sekolah yang menggunakan PPR, jika semua guru sepakat menggunakan PPR dalam waktu satu
tahun terlihat jelas keakraban antar siswa saling menghargai dan membantu. Pengelolaan kelas menjadi sedikit mudah, kenakalan dan kebiasaan berkelahi berkurang dengan demikian mereka menjadi pejuang nilai kemanusiaan.