• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL PENELITIAN

6.3 Parameter Oseanografi dan Curah Hujan

Parameter oseanografi yang diteliti adalah suhu permukaan laut, klorofil dan tinggi paras laut dengan pertambahan data curah hujan. Salinitas tidak diteliti pada penelitian ini karena untuk data salinitas perairan selama 15 tahun terakhir (1997-2011) NASA tidak memilikinya. Satelit yang digunakan NASA untuk salinitas masih terbilang baru dan untuk data salinitas tidak bisa digunakan untuk penelitian karena masih ada perbaikan setiap waktunya untuk data tersebut.

Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh suhu permukaan laut tahun 1997 mengalami kondisi maksimum sebesar 29oC dan kondisi minimum sebesar 27oC, sedangkan tahun 2011 kondisi maksimum menjadi 30oC dan minimum sebesar 28oC. Klorofil-a pada tahun 1997 jumlah konsentrasinya mengalami kondisi minimum pada kisaran 0,17 mg/m3 dan kondisi maksimum berada pada kisaran 0,43mg/m3, sedangkan tahun 2011 kondisi minimum dan maksimum klorofil-a mengalami peningkatan yaitu menjadi 0,30 mg/m3 dan 0,47 mg/m3. Selain itu, peningkatan pun terjadi pada tinggi paras laut. Tahun 1997 tinggi paras laut mengalami kondisi maksimum sebesar 16 mm dan kondisi minimum sebesar -0,12 mm, sedangkan tahun 2011 kondisi maksimum dan minimum tinggi paras laut mengalami peningkatan yaitu menjadi 45 mm dan 24 mm. Selain itu, rata-rata curah hujan mengalami peningkatan pada tahun 2009 sebesar 191 mm dari tahun 1997 yang hanya 138 mm.

Peningkatan yang terjadi pada klorofil-a mengindikasikan bahwa tingkat kesuburan perairan Indonesia cenderung meningkat sehingga akan mengakibatkan ikan- ikan pelagis kecil akan berkumpul disekitar perairan subur tersebut, dan secara tidak langsung maka akan menarik ikan-ikan pelagis besar seperti Yellowfin Tuna untuk berkumpul pada perairan yang sama. Selain itu, perubahan yang terjadi pada suhu akan mengakibatkan perubahan sumberdaya Yellowfin Tuna, karena Yellowfin Tuna akan

42

berada di suatu perairan yang memiliki suhu sesuai dengan habitatnya. Menurut Laevastu dan Hela (1970) habitat Yellowfin Tuna berada pada kisaran 18-31oC.

Peningkatan parameter oseanografi yang terlihat lebih berpengaruh pada

Yellowfin Tuna adalah tinggi paras laut, karena peningkatan tinggi paras laut akan berdampak pada kedalaman lapisan homogen perairan yang menjadi lapisan renang

Yellowfin Tuna. Semakin dalamnya lapisan homogen maka semakin panjang alat tangkap atau pancing yang digunakan oleh nelayan. Alat tangkap atau pancing yang tidak disesuaikan dengan kedalaman lapisan homogen akan menyebabkan baby tuna atau tuna yang belum matang gonad tertangkap oleh nelayan. Penangkapan tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi sumberdaya dari Yellowfin Tuna tersebut.

Perubahan yang terjadi pada suhu permukaan laut akan berhubungan dengan curah hujan, karena ketika suhu permukaan laut berada pada kondisi hangat (anomali positif) maka akan menyebabkan berkurangnya curah hujan, dan sebaliknya ketika suhu permukaan laut pada kondisi dingin (anomali negatif) maka akan mengakibatkan meningkatnya curah hujan (NOAA 2000). Kondisi ini berpengaruh kepada hasil tangkapan Yellowfin Tuna karena Yellowfin akan berada di lingkungan perairan yang memiliki suhu sesuai dengan habitatnya.

6.4 Hubungan Parameter Oseanografi dan Curah Hujan dengan Hasil Tangkapan

Yellowfin Tuna

Penyebaran Yellowfin Tuna dipengaruhi oleh parameter oseanografi. Jumlah

Yellowfin di perairan dan upaya penangkapan akan berdampak kepada jumlah hasil tangkapan yang didaratkan. Sehingga peningkatan yang terjadi pada beberapa parameter oseanografi dan curah hujan akan berdampak kepada sumberdaya Yellowfin di perairan.

Parameter oseanografi (suhu permukaan laut, klorofil-a dan tinggi paras laut) dan curah hujan dengan produksi hasil tangkapan dilakukan tahapan uji statistik yaitu uji normalitas, uji kolinearitas, koefisien keragaman dan analisis regresi linier berganda. Berdasarkan uji normalitas, hasil yang didapatkan seluruh variabel memiliki sebaran normal kecuali SPL (suhu permukaan laut). Hal tersebut terjadi karena SPL memiliki data yang relatif sama pada beberapa tahun yaitu tahun 2000-2009 sebesar 33oC, sedangkan untuk variabel klorofil-a, TPL dan curah hujan cenderung memiliki data yang

43 variatif selama 15 tahun. Uji kolinearitas terhadap parameter oseanografi dan curah hujan menunjukkan bahwa variabel tersebut tidak memiliki linier atau korelasi yang tinggi karena masing-masing variabel memiliki nilai VIF lebih kecil dari 10.

Berdasarkan hasil koefisien keragaman, menunjukkan bahwa variabel yang memiliki tingkat keragaman tertinggi adalah TPL dengan nilai 59,19%, sedangkan tingkat keragaman terendah adalah SPL dengan nilai 6,10%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabilitas tertinggi terdapat pada variabel TPL sedangkan variabilitas terendah terdapat pada variabel SPL. Rendahnya koefisien keragaman dari SPL dapat disebabkan karena SPL memiliki variasi data yang sedikit, hal tersebut diperkuat dengan hasil uji normalitas yang dilakukan yaitu SPL memiliki sebaran yang tidak normal.

Hubungan parameter oseanografi dan curah hujan dengan hasil tangkapan diketahui dengan menggunakan analisis statistik regresi linier berganda. Hasil yang didapatkan yaitu parameter oseanografi dan curah hujan berpengaruh signifikan terhadap hasil tangkapan karena memiliki p-value < 0,05 yaitu 0,012. Sehingga ketika terjadi perubahan pada parameter oseanografi dan curah hujan maka akan mempengaruhi jumlah produksi hasil tangkapan. Model regresi yang didapatkan adalah:

Y = 2.470.429 – 112.793 X1 + 937.609 X2 + 36.936 X3+ 236 X4

Dimana,

Y : Produksi Hasil tangkapan X1 : Suhu permukaan laut

X2 : Klorofil-a

X3 : Tinggi paras laut

X4 : Curah hujan

Nilai R2=69,6%, artinya besarnya tingkat hasil tangkapan 69,6% dipengaruhi oleh parameter oseanografi dan curah hujan dan sisanya 30,4% dipengaruhi oleh faktor lain atau error. Nilai R2 yang didapatkan < 80 %, hal ini disebabkan karena variabel X yang digunakan dan jumlah sampel yang didapat sedikit sehingga mempengaruhi dari nilai R2

44

7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Panjang Yellowfin Tuna yang banyak tertangkap berada pada selang ukuran panjang 102-110 cm sebesar 80 ekor, sedangkan berat Yellowfin Tuna yang banyak tertangkap berada pada selang antara 0-24 kg sebesar 235 ekor. Sehingga berdasarkan data

length at maturity, ikan yang layak tangkap sebanyak 184 ekor dengan persentase 62,16% dan menurut data weigth at maturity, ikan layak tangkap sebanyak 61 ekor dengan persentase 20,61%. Daerah penangkapan Yellowfin Tuna mulai tidak potensial untuk dilakukan penangkapan karena ikan layak tangkap yang didaratkan di PPN Palabuhanratu berada pada persentase yang lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak layak tangkap. Walaupun data panjang menunjukkan ikan layak tangkap lebih besar dibandingkan ikan tidak layak tangkap, tetapi memiliki selisih yang kecil. 2. Parameter oseanografi (Klorofil-a, suhu permukaan laut dan tinggi paras laut) dan

curah hujan mengalami peningkatan dan fluktuasi selama 15 tahun (1997-2011). Berdasarkan koefisien keragaman tinggi paras laut merupakan data yang memiliki variabilitas tertinggi yaitu 59,19%; sedangkan suhu permukaan laut memiliki variabilitas terendah yaitu 6,10%.

3. Parameter oseanografi dan curah hujan signifikan terhadap produksi hasil tangkapan. Model regresi yang didapatkan adalah: Y = 2.470.429 – 112.793X1 + 937.609 X2 +

36.936X3+ 236 X4 dengan nilai R2 sebesar 69,6%.

7.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini yaitu diharapkan hasil penelitian ini menjadi rujukan bagi PPN Palabuhanratu dan pemerintah daerah agar meregulasi pelaku perikanan tangkap berkaitan dengan waktu dan tempat penangkapan. Selain itu, perlu dilakukan pembaruan alat tangkap yang digunakan oleh nelayan sehingga dapat memperkecil ikan tidak layak tangkap yang tertangkap.

45

Dokumen terkait