4.2 Kondisi Kualitas Perairan Waduk Saguling .1 Parameter Fisika Perairan .1 Parameter Fisika Perairan
4.2.2 Parameter Kimia Perairan
4.2.2.1 Oksigen Terlarut dan Oksigen Saturasi
Hasil olah data berupa rataan dan standar deviasi (Tabel 7) memperlihatkan bahwa kisaran nilai DO di Waduk Saguling dalam keadaan yang tidak mendukung pertumbuhan organisme perairan secara baik. Hasil standar deviasi menunjukkan oksigen terlarut mengalami defisit yaitu dibawah 3 mg/l. Secara umum, pada stasiun 1, 2 , dan 3 kadar oksigen terlarut dapat mencapai lebih dari 4 mg/l akan tetapi pada stasiun 4 di waktu tertentu dapat mencapai dibawah 1 mg/l. Kondisi ini jelas membahayakan bagi organisme perairan. Pada awalnya petani karamba di stasiun 3 yang relatif dekat dengan stasiun 4 membudidaya ikan mas, akan tetapi saat ini ikan mas tidak dapat dibudidayakan sehingga pada stasiun 3 para petani tambak lebih memilih membudidaya ikan patin yang
0 20 40 60 0 m 1 m 2 m 3 m 4 m 5 m TSS (mg/l)
relatif tahan dengan kondisi oksigen terlarut dibawah 5 mg/l, hal ini disebabkan ikan patin mempunyai alat pernapasan yang disebut aborescen organ yang merupakan membran yang berlipat-lipat penuh dengan kapiler darah sehingga organ ini memungkinkan ikan patin untuk menyimpan darah yang penuh oksigen lebih banyak dari ikan pada umumnya sehingga ikan patin dapat lebih tahan pada kondisi perairan yang mengalami defisit oksigen. Dengan memperhatikan kisaran suhu dan kisaran oksigen terlarut maka direkomendasikan untuk melakukan budidaya ikan patin dibandingkan dengan ikan mas.
Tabel 7. Kisaran nilai DO (mg/l) berdasarkan rataan dan standar deviasi (χ± sd)
stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4
0 m 3,13 ± 0,64 3,47 ± 0,81 3,2 ± 0,8 3,2 ± 2,35 1 m 3,22 ± 0,51 2,74 ± 0,59 3,8 ± 0,87 2,58 ± 2,69 2 m 2,61 ± 0,55 2,75 ± 1,94 3,24 ± 1,20 2,06 ± 2,13 3 m 3,28 ± 0,70 2,68 ± 1,65 2,07 ± 0,65 1,94 ± 2,04 4 m 2,92 ± 0,50 2,76 ± 1,71 1,77 ± 1,35 1,40 ± 1,2 5 m 3,11 ± 1,40 2,60 ± 1,20 1,7 ± 2 1,55 ± 2 Ket: Data dasar pada lampiran 1
Analisis statistik untuk kedalaman memperlihatkan bahwa hampir disemua kedalaman 0 meter dan 1 meter memiliki karakteristik nilai yang sama, berbeda dengan pada kedalaman 2, 3, 4, dan 5 yang nilainya lebih kecil dibandingkan kedalalaman 0 dan 1 meter. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penurunan kadar oksigen terlarut secara signifikan ketika berada dibawah kedalaman 1 meter. Analisis statistik untuk stasiun menunjukkan bahwa ada 3 kelompok karakteristik stasiun yang berbeda, kelompok pertama yaitu stasiun 1 yaitu Dam Saguling, kelompok kedua yaitu stasiun 2 dan 3 yang terletak di lokasi padat KJA, kelompok ketiga adalah stasiun 4 yang merupakan inlet Waduk Saguling (hasil analisis statistik dapat dilihat pada lampiran 6).
Grafik pada Gambar 11 memperlihatkan bahwa setiap stasiun pada permukaan dan kedalaman 1 meter nilai DO diatas 3 mg/l (kecuali stasiun 2 dan 4 kedalaman 1 meter dibawah 3 mg/l) dan terus menurun mengikuti menurunnya kedalaman. Pada grafik terlihat stasiun 4 memiliki nilai DO terendah bahkan pada kedalaman 4 meter dan 5 meter nilai DO dibawah 2 mg/l.
Gambar 11. Grafik fluktuasi DO rata-rata pada kedalaman berbeda
Nilai kadar oksigen terlarut berkisar antara 1,8 – 4,6 mg/l di stasiun 1, di stasiun 2 berkisar antara 1, 2 – 5 mg/l, di stasiun 3 berkisar antara 0,6 – 4,4 mg/l, dan di stasiun 4 berkisar antara 0,2 – 5,8 mg/l (Lampiran 1). Kadar oksigen terlarut pada lokasi penelitian memperlihatkan nilai yang mendekati ambang batas bagi kehidupan ikan (3 mg/l), khususnya pada stasiun 4 yang memiliki kadar oksigen terlarut yang sangat rendah di berbagai kedalaman. Hal ini disebabkan adanya masukan pencemar dan masukan bahan organik dari tanah erosi sehingga menyebabkan terjadinya proses dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik yang membutuhkan oksigen pada prosesnya.
Hasil olah data berupa rataan dan standar deviasi (Tabel 8 dan Gambar 12) memperlihatkan bahwa DO saturasi di Waduk Saguling berada pada kisaran 17,48 % – 48,1 %. Kecendrungan DO saturasi pada setiap stasiun memperlihatkan kecendrungan yang hampir sama yaitu kosentrasi DO saturasi pada permukaan (0 meter) dan kedalaman 1 meter memiliki nilai konsentrasi yang besar dan terus menurun mengikuti kedalaman (gambar 12). Secara umum, DO saturasi pada perairan berada pada kondisi tak jenuh karena nilai DO lebih kecil dari nilai DO secara teoritis. Kondisi tak jenuh ini mengindikasikan bahwa pada perairan terjadi proses difusi oksigen dari udara ke perairan.
Tabel 8. kisaran konsentrasi DO saturasi (%) berdasarkan rataan dan standar deviasi (χ±
sd) 0 1 2 3 4 0 m 1 m 2 m 3 m 4 m 5 m DO (mg/l)
stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4 0 m 40,52 ± 8,70 44,41 ± 10,74 41,04 ± 9,94 40,77 ± 30,23 1 m 41,84 ± 8,09 34,77 ± 8,56 48,10 ± 10,20 32,40 ± 33,85 2 m 33,47 ± 5,92 35,14 ± 25,86 40,95 ± 14,61 25,88 ± 26,84 3 m 42,22 ± 9,75 34,28 ± 22,13 26,16 ± 8,18 24,37 ± 25,70 4 m 36,89 ± 6,38 34,74 ± 22,25 31,32 ± 18,61 17,48 ± 15,08 5 m 38,80 ± 17,71 32,41 ± 15,20 21,13 ± 24,63 19,10 ± 24,68 Ket: Data dasar pada lampiran 1
Gambar 12. Grafik Fluktuasi DO saturasi rata-rata pada kedalaman berbeda
4.2.2.2 Total Nitrogen
Hasil olah data berupa rataan dan standar deviasi (Tabel 9) memperlihatkan bahwa kisaran nilai total nitrogen di Waduk Saguling telah mencapai > 0,5 mg/l di setiap stasiun, besarnya nilai total nitrogen ini mengindikasikan bahwa perairan Waduk Saguling dalam kondisi mesotrofik sampai eutrofik. karena menurut Suthers dan Rissik (2009), perairan yang memiliki nilai total nitrogen lebih dari 1 mg/l telah mencapai eutrofik dan memacu pertumbuhan fitoplankton. Tingginya nilai total nitrogen di stasiun 2 dan 3 dikarenakan padatnya intensitas karamba jaring apung. Kisaran maksimum tertinggi adalah pada stasiun 4 yaitu mencapai 1,45 mg/l, dengan nilai sebesar ini mengindikasikan bahwa perairan Waduk Saguling telah menerima beban pencemar bahan organik baik yang berasal dari dalam waduk itu sendiri maupun yang berasal dari luar waduk. Menurut Bronmark dan Hansson (2005), nilai total nitrogen diatas 1,5 mg/l
0 20 40 60 0 m 1 m 2 m 3 m 4 m 5 m DO Saturasi (%)
mengindikasikan perairan tersebut tercemar akibat aktivitas manusia dan buangan feses hewan seperti hewan budidaya.
Tabel 9. kisaran nilai total Nitrogen (mg/l) berdasarkan rataan dan standar deviasi (χ± sd)
stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4
0 m 0,39 ± 0,03 0,54 ± 0,15 0,42 ± 0,03 0,90 ± 0,28 1 m 0,50 ± 0,23 043 ± 0,11 0,57 ± 0,22 0,90 ± 0,30 2 m 0,42 ± 0,15 0,49 ± 0,20 0,52 ± 0,15 1,12 ± 0,33 3 m 0,78 ± 0,09 0,71 ± 0,03 0,52 ± 0,02 1,11 ± 0,25 4 m 0,56 ± 0,20 0,82 ± 0,13 0,35 ± 0,05 1,09 ± 0,31 5 m 0,42 ± 0,14 0,52 ± 0,14 0,52 ± 0,09 0,73 ± 0,04
Hasil analisis stastistik RAK menunjukkan bahwa perbedaan kedalaman perairan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsentrasi total nitrogen. Sedangkan perbedaan stasiun memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsentrasi total nitrogen. Berdasarkan hasil uji Duncan, perbedaan stasiun ada 2 kelompok yaitu kelompok pertama adalah stasiun 4 dimana nilai total nitrogen lebih tinggi dibandingkan stasiun yang lain, dan kelompok kedua yang memiliki kesamaan karakteristik nilai yaitu stasiun 1, 2, dan 3 (hasil analisis statisitik dapat dilhat pada lampiran 7)
Nilai total nitrogen pada bulan Juli 2009 berkisar antara 0,28 – 1,17 mg/l dengan nilai tertinggi berada pada stasiun 4. Nilai total nitrogen pada bulan Agustus 2009 berkisar antara 0,3 – 1,45 mg/l (lihat Lampiran 1) dengan nilai rata-rata total nitrogen tertinggi berada pada stasiun 4. Nilai total nitrogen pada kedua bulan tersebut memperlihatkan hasil nilai total nitrogen tertinggi berada pada stasiun 4, hal tersebut dikarenakan stasiun 4 adalah lokasi inlet dimana pada lokasi ini mendapat banyak masukan dari aliran Sungai Citarum yang membawa limbah pabrik disekitar wilayah tersebut, limpasan tanah permukaan, dan limbah domestik. Masukan tersebut diperlihatkan dari warna air yang berubah menjadi hitam dan nilai kekeruhan yang tinggi pada stasiun 4. Total nitrogen dapat dijadikan sebagai indikator perairan yang terkena masukan polutan organik, limbah industri, dan run-off, sehingga dapat dijadikan indikator polusi organik (UNESCO, 1996).
Grafik (Gambar 13) memperlihatkan bahwa nilai total nitrogen pada stasiun 4 pada semua kedalaman lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun lainya yang dapat mencapai lebih besar dari 1 mg/l. Sebagian besar nilai rata-rata total nitrogen lebih besar dari 0,5 mg/l (kecuali pada permukaan, kedalaman 2 meter dan 5 meter stasiun 1 dan
kedalaman 4 meter stasiun 3) menunjukkan bahwa kesuburan perairan waduk Saguling telah mencapai eutrofik.
4.2.2.3 Total fosfor
Hasil olah data berupa rataan dan standar deviasi (Tabel 10) memperlihatkan bahwa kisaran nilai total fosfor tertinggi ada pada stasiun 4 yang terletak di inlet waduk Saguling, tingginya total fosfor pada stasiun 4 disebabkan karena adanya masukan pencemar baik dari KJA maupun dari eksternal waduk seperti aliran Sungai Citarum, dan hasil buangan industri di sekitar Sungai Citarum. Kisaran total fosfor menunjukkan bahwa kondisi Waduk Saguling telah mencapai kondisi eutrofik bahkan telah mencapai hypereutrofik pada stasiun 4.
Hasil analisis stastistik menunjukkan bahwa perbedaan kedalaman perairan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsentrasi total fosfat. Perbedaan stasiun memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsentrasi total fosfat. Berdasarkan hasil uji Duncan, perbedaan stasiun ada 2 kelompok yaitu kelompok pertama adalah stasiun 4 dengan nilai total fosfat lebih tinggi dibandingkan stasiun yang lain, dan kelompok kedua yang memiliki kesamaan karakteristik nilai yaitu stasiun 1, 2, dan 3 (hasil analisis statisitik dapat dilhat pada Lampiran 8)
0 0.5 1 1.5 0 m 1 m 2 m 3 m 4 m 5 m Total Nitrogen (mg/l)
Tabel 10. Kisaran nilai total fosfat (mg/l) berdasarkan rataan dan standar deviasi (χ± sd)
stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4
0 m 0,03 ± 0,04 0,04 ± 0,03 0,04 ± 0,04 0,14 ± 0,09 1 m 0,04 ± 0,03 0,05 ± 0,03 0,06 ± 0,07 0,14 ± 0,07 2 m 0,05 ± 0,02 0,03 ± 0,02 0,06 ± 0,04 0,11 ± 0,10 3 m 0,05 ± 0,08 0,04 ± 0,03 0,04 ± 0,03 0,15 ± 0,07 4 m 0,05 ± 0,06 0,04 ± 0,08 0,13 ± 0,08 0,17 ± 0,06 5 m 0,03 ± 0,02 0,08 ± 0,05 0,07 ± 0,05 0,17 ± 0,07 Ket: Data dasar pada lampiran 1
Grafik (Gambar 14) memperlihatkan bahwa nilai total fosfat pada stasiun 4 pada semua kedalaman lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun lainya yang dapat mencapai lebih besar dari 0,1 mg/l. Stasiun 1, 2, dan 3 memiliki kisaran nilai total fosfat yang tidak jauh berbeda.
Gambar 14. Grafik Fluktuasi Total Fosfat rata-rata pada kedalaman berbeda
Nilai total fosfor pada bulan Juli 2009 berkisar antara 0,003 – 0,224 mg/l dengan nilai tertinggi berada pada stasiun 3. Nilai total fosfor pada bulan Agustus 2009 berkisar
antara 0,005 – 0,263 mg/l dengan nilai total fosfor tertinggi berada pada stasiun 4. Nilai
total nitrogen pada kedua bulan tersebut memperlihatkan hasil yang nilai tertinggi pada stasiun 3 dan 4, hal tersebut dikarenakan pada stasiun 4 merupakan inlet Waduk Saguling dan stasiun 3 relatif dekat dengan stasiun 4 mendapat masukan dari aliran Sungai Citarum yang membawa limbah pabrik disekitar wilayah tersebut, limpasan tanah
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0 m 1 m 2 m 3 m 4 m 5 m Total Fosfat (mg/l)
daratan, dan limbah domestik. Masukan limbah tersebut diperlihatkan dari warna air yang berubah menjadi hitam dan nilai kekeruhan yang tinggi. Hal ini juga disebabkan karena
realisasi debit air masuk sangat rendah yaitu 23,14 m3/detik dan juga rendahnya realisasi
debit air keluar yaitu sebesar 53,25 m3
/detik sehingga menyebabkan tingginya total fosfat di stasiun 4 yang merupakan inlet waduk tidak mempengaruhi stasiun-stasiun lainnya. Total fosfor selain dapat dijadikan sebagai indikator tingkat trofik perairan juga dapat memberikan gambaran besarnya bahan organik yang berada di perairan tersebut, karena menurut Bronmark dan Hansson (2005), fosfor didalam perarairan sebagian besar (lebih dari 80%) berbentuk fosfor organik. Dengan menganalisis total fosfor akan dapat memberikan gambaran besarnya fosfor dalam bentuk organik di perairan.
4.2.2.4 Chemical Oxygen Demand (COD)
Hasil olah data berupa rataan dan standar deviasi (Tabel 11) memperlihatkan bahwa kisaran nilai COD pada setiap stasiun dan pada setiap kedalaman menunjukkan nilai yang melebihi 20 mg/l, bahkan beberapa kedalaman menunjukkan nilai yang melebihi 200 mg/l. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingginya pemakaian oksigen di perairan Waduk Saguling dalam proses oksidasi bahan organik, hal ini sejalan dengan hasil pengukuran oksigen terlarut yang sangat rendah (Tabel 7). Kisaran maksimum
tertinggi ada pada stasiun 4 yaitu sebesar 207.4 ± 23.93 dapat diartikan bahwa pada
stasiun 4 mendapat masukan beban pencemara organik terbesar dibandingkan dengan stasiun yang lain, hal ini disebabkan karena adanya masukan buangan industri dan aktivitas manusia lainnya yang berada di sekitar aliran Sungai Citarum.
Tabel 11. Kisaran nilai COD (mg/l) berdasarkan rataan dan standar deviasi (χ± sd)
stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4
0 m 156,02 ± 118,39 127,73 ± 31,71 141,67 ± 54,11 207,4 ± 23,93 1 m 167,08 ± 26,83 156,42 ± 79,77 122,21 ± 50,07 127,34 ± 32,93 2 m 161,74 ± 45 131,66 ± 58,22 151,32 ± 116,15 167,08 ± 26,85 3 m 128,15 ± 48,02 121,81 ± 57,79 77,57 ± 24,90 182,62 ± 54,45 4 m 196,56 ± 87,96 123,03 ± 28,98 76,97 ± 58,71 182,63 ± 54,46 5 m 161,94 ± 42,99 102,15 ± 80,65 83,48 ± 50,50 187,34 ± 36,89 Ket: Data dasar pada lampiran 1
Hasil analisis stastistik menunjukkan bahwa perbedaan kedalaman perairan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsentrasi COD. Perbedaan stasiun memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsentrasi COD. Hasil uji Duncan memperlihatkan bahwa terdapat 3 kelompok stasiun yang mempunyai karakteristik nilai
COD yang sama. Kelompok pertama adalah stasiun 2 dan 3 yang terletak pada lokasi padat KJA, kelompok kedua yaitu stasiun 1 yang terletak pada dam Waduk Saguling, kelompok ketiga yaitu stasiun 4 yang terletak pada inlet Waduk Saguling (hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 9).
Grafik nilai rata-rata COD pada Gambar 15 memperlihatkan bahwa nilai COD tertinggi pada kedalaman 0 meter di stasiun 4 dan terendah pada kedalaman 3 meter di stasiun 3. Grafik (Gambar 15) menunjukkan bahwa sebagian besar nilai COD antara ke 4 stasiun pengamatan tidak jauh berbeda.
Gambar 15. Grafik Fluktuasi COD rata-rata pada kedalaman berbeda
Nilai COD pada bulan Juli 2009 adalah 47,27 – 298 mg/l dengan nilai tertinggi berada pada stasiun 1. Nilai COD pada bulan Agustus 2009 adalah 18,37 – 217,93 mg/l dengan nilai COD tertinggi berada pada stasiun 4 (Lampiran 1). Nilai rata-rata COD pada kedua bulan tersebut memperlihatkan bahwa perairan Waduk Saguling telah mendapat masukan bahan organik, bahkan dalam status tercemar, karena perairan yang tercemar biasanya memiliki nilai COD lebih dari 200 mg/l dan pada perairan yang menerima masukan limbah industri biasanya memiliki nilai COD 60.000 mg/l (UNESCO, 1996).
0 100 200 300 0 m 1 m 2 m 3 m 4 m 5 m COD (mg/l)
4.2.3 Parameter biologi Perairan