• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Masyarakat Dalam Menjaga Kelestarian Hutan 4.1. Pengetahuan Masyarakat Bukit Lawang Tentang Kelestarian Hutan

4.5. Pariwisata dan Kelestarian Lingkungan

Bukit Lawang merupakan salah satu daerah pariwisata yang terkenal dengan TNGL. Masyarakat sekitar yang mengelola pariwisata, bukan hanya memanfaatkan jasa hutan sebagai pelengkap aktivitas pariwisata Bukit Lawang. Namun masyarakat mencoba mengetengahkan pariwisata yang bersifat cinta lingkungan. Dengan adanya pariwisata ini, pengelola mencoba mengajak para wisatawan yang berkunjung juga ikut menjaga kelestarian lingkungan khususnya hutan.

Salah satu pengetahuan masyarakat, tentang penggunaan bambu sebagai bahan dasar pengganti kayu. Pondok-pondok yang tersedia untuk menampung wisatawan dibangun sedemikian rupa dengan bahan dasar bambu. Bukan itu saja, penggunaan bambu juga sebagai peralatan minum dan makan. Hal ini coba di aplikasikan oleh salah satunya penginapan Ecolodge, yang mencoba mengetengahkan bahan dasar bambu dalam aktivitas wisata. Keberadaan Ecolodge Bukit Lawang tidak hanya untuk kepentingan pelestarian lingkungan alam semata, tapi juga untuk berkontribusi terhadap peningkatan kehidupan ekonomi masyarakat lokal. Karena itu mereka juga mengadakan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan lingkungan para pemandu wisatawan, yang semuanya berasal dari pemuda-pemuda lokal.

Memperluas wawasan tentang lingkungan hidup, mutlak dibutuhkan seorang pemandu wisata. Soalnya wisatawan yang menginap di Ecolodge Bukit Lawang umumnya merupakan wisatawan-wisatawan khusus yang memiliki perhatian terhadap kekayaan flora dan fauna di Bukit Lawang. Istimewanya tentang komunitas orangutan. Seorang pemandu juga harus mengerti etika

pergaulan dan memahami adat istiadat masyarakat. Karena 99 persen karyawan yang bekerja di Ecolodge Bukit Lawang semuanya merupakan putra daerah Bukit Lawang.

Aktivitas pariwisata dan juga upaya pelestarian lingkungan, sama-sama berjalan dan memberikan kontribusi bagi kelestarian lingkungan. Para pengelola pariwisata mencoba menerapkan mencintai lingkungan kepada segenap wisatawan yang datang berkunjung. Tidak jarang pengelola langsung turun sendiri dalam menjaga kelestarian lingkungan. Seperti pengamatan penulis, salah seorang pemilik dari satu penginapan di Bukit Lawang, membersihkan pinggiran sungai dari sampah-sampah yang berserakan. Walaupun bukan sepanjang aliran sungai yang dibersihkannya. Namun keadaan ini memberi pelajaran bahwa kebersihan juga merupakan upaya melestarikan lingkungan.

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Hutan merupakan karunia dari Tuhan yang sangat bermanfaat bagi kesejahteraan dan kelangsungan hidup manusia. Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida, habitat hewan, dan merupakan salah satu aspek dari bumi yang paling penting. Salah satu daerah yang memiliki hutan dan juga dijadikan sebagai suaka margasatwa, yaitu TNGL Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok.

Taman Nasional Gunung Leuser merupakan hutan lindung yang tidak boleh terdapat aktivitas didalamnya. Baik itu aktivitas penebangan hutan dan pemanfaatan terhadap hutan yang lainnya. Dalam kehidupan masyarakat yang tinggal disekitar hutan dan TNGL, masyarakat mempunyai aturan-aturan yang di ketahui oleh setiap anggota masyarakatnya. Aturan-aturan tersebut memang tidak berasal dari masyarakat sendiri dalam memandang hutan. Peraturan tersebut berasal dari pemerintah tentang zona-zona mana yang boleh dimanfaatkan dan mana yang tidak boleh disentuh oleh masyarakat. Berikut dengan sanksi-sanksi yang diberikan bila merusak hutan.

Banjir bandang yang terjadi di kawasan Bukit Lawang pada November 2003 lalu, menimbulkan beberapa asumsi masyarakat. Asumsi yang berkembang adalah tentang sebab terjadinya banjir bandang, adalah karena telah rusaknya fungsi hutan sebagai sarana penguat tanah dan penahan air untuk mencegah

terjadinya banjir dan tanah longsor. Karena dibeberapa tempat penemuan korban jiwa, juga ditemukan banyak balok-balok kayu yang siap untuk dipasarkan. Penemuan tersebut semakin menguatkan dugaan bahwa hutan lindung telah rusak oleh aktifitas penebangan liar. Kemudian beberapa LSM juga menyimpulkan beberapa data yang menyebutkan kerusakan hutan di kawasan TNGL. Dari data WALHI menyebutkan 22 persen jumlah hutan TNGL telah rusak.

Pasca banjir bandang di Bukit Lawang, sejumlah Lembaga datang ke daerah yang juga menjadi tempat wisata itu. Tujuannya adalah untuk mengajak masyarakat dan organisasi setempat untuk kembali memulihkan hutan. Dengan semakin banyaknya orang datang ke Bukit Lawang, sehingga menimbulkan tingkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya fungsi hutan bagi masyarakat lokal. Dimana masyarakat juga membangun pariwisata dengan memanfaatkan hutan untuk menarik wisatawan ke Bukit Lawang.

Pemanfaatan yang dilakukan masyarakat terhadap hutan bukan hanya pada bidang pariwisata saja, namun juga pada bidang pertanian. Sebagian masyarakat membuka lahan di hutan sebagai lahan pertanian, seperti karet, sawit, coklat, rambutan hingga pohon kayu seperti mahoni dan lain-lain. Sejumlah pemanfaatan yang diambil masyarakat lokal yang sangat bergantung kepada kelestarian hutan, sebab hutan banyak memberikan keuntungan dalam kehidupan masyarakatnya. Untuk menunjang kelestarian hutan di Bukit Lawang dan juga TNGL, masyarakat lokal, organisasi lokal seperti HPI dan juga pengelola hutan saling bekerja sama untuk menjaga kelestarian hutan.

Peranan masyarakat lokal dan pihak pengelola TNGL, sangat dibutuhkan dalam melestarikan ekosistem hutan. Partisipasi masyarakat tersebut, dituangkan dalam kebersamaan masyarakat dalam melakukan kegiatan yang bersifat melestarikan lingkungan khususnya hutan. Salah satu kegiatan yang diusung oleh HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia) sebagai salah satu organisasi pemuda-pemudi daerah setempat ini adalah kegiatan Green Day.

Dalam kegiatan Green Day, seluruh anggota dan juga melibatkan para wisatawan baik lokal maupun mancanegara untuk menanam 1000-2000 pohon di kawasan hutan TNGL dan hutan disekitar TNGL. Penanaman ini, dlakukan dibeberapa titik kawasan TNGL, hal ini dimaksudkan agar ‘merangsang’ kelestarian hutan. Kegiatan yang dilakukan tersebut dalam upaya partisipasi masyarakat dan organisasi lokal dalam melestarikan hutan.

Selain kegiatan bakti lingkungan tersebut, masyarakat memiliki pengetahuan lokal dalam penggunaan bambu. Masyarakat biasa menggunakan pohon kayu untuk membuat pondok-pondok maupun penginapan dalam hal pariwisata. Saat ini, masyarakat beralih menggunakan bambu untuk mengganti pengguanaan kayu. Hal ini dimaksudkan agar penebangan pohon kayu dari hutan dan ladang masyarakat. Namun peralihan tersebut juga memberikan manfaat yang berarti untuk menjaga kelestarian hutan.

Dari pemaparan diatas sehingga ditarik kesimpulan bahwa masyarakat lokal yang hidup di sekitar hutan, juga berperan dalam menjaga kelestarian hutan dengan cara mereka masing-masing. Beberapa hal yang dilakukan oleh masyarakat sekitar dan organisasi masyarakat setempat adalah dengan mengadakan kegiatan penanaman 1000-2000 pohon di TNGL, serta melakukan

patroli bersama para ranger untuk mencegah terjadinya pembalakan liar di kawasan TNGL. Selain itu penggunaan pohon kayu dapat digantikan dengan menggunakan bambu yang juga memiliki keunggulan yang hampir sama dengan pohon kayu. Melalui pengetahuan lokal yang dimiliki oleh masyarakat untuk menciptakan keselarasan antara pemanfaatan hutan dengan kelestariannya. Masyarakat bersama-sama dengan pengelola dan lembaga lainnya juga turut berpartisipasi dalam melestarikan hutan. Hal ini dilakukan agar kelangsungan hutan dan ekosistem didalamnya tetap dapat memberikan manfaat bagi masyarakat lokal dan begitupun sebaliknya.

5.2. Saran-Saran

Untuk menciptakan masyarakat yang peduli terhadap lingkungan, agak sulit dilakukan. Dengan menimbulkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya lingkungan khususnya hutan bagi kehidupan masyarakat luas, maka masyarakat juga harus berperan dalam melestarikan hutan. Untuk lebih memaksimalkan terciptanya kelestarian hutan, penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Untuk masyarakat yang tinggal disekitar hutan, pemanfaatan terhadap hutan jangan terlalu berlebihan seperti menebang pohon untuk membuka lahan pertanian. Sedini mungkin masyarakat memberikan pemahaman pada anak-anak mereka tentang bagaimana memperlakukan hutan dengan baik agar keseimbangannya tetap terjaga. Sehingga pengetahun lokal yang dimiliki oleh masyarakat tetap berkembang dan turun kepada keturunan mereka.

2. Keselaran dan saling mendukung pada setiap anggota masyarakat dan organisasi lokal yang ada, harus tetap dijaga keutuhannya. Agar menciptakan kehidupan bermasyarakat yang tetap patuh terhadap peraturan pemerintah yang sudah ada tentang pengelolaan hutan serta menjaga kelestarian hutan.

Dokumen terkait