• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI

2.2 Partisipasi Masyarakat

Partisipasi dapat diartikan sebagai bentuk keterlibatan seseorang secara sadar kedalam interaksi sosial tertentu. Menurut Rostika (2003:51) seseorang bisa berpartisipasi bila menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui proses

berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggung jawab bersama.

Agar mampu berpartisipasi seseorang perlu berproses dan proses itu ada dalam dirinya dan dengan orang lain. Kemampuan setiap orang jelas akan berbeda-beda dalam berpartisipasi. Dengan upaya yang sungguh-sungguh dan terencana, partisipasi seseorang dan pada akhirnya muncul partisipasi kelompok akan bisa ditumbuhkan dengan dorongan dari dalam dirinya atau dengan dorongan orang lain yang selalu berinteraksi dengan orang tersebut atau dengan kelompok tersebut.

Latar belakang pemikiran partisipasi adalah program atau kegiatan pembangunan masyarakat yang datang dari atas atau dari luar sering gagal dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal. Proses perencanaan dan pengambil keputusan dalam program pembangunan kerapkali dilakukan dari atas ke bawah. Rencana program pemberdayaan masyarakat biasanya dibuat di tingkat pusat dan dilaksanakan oleh instansi terkait oleh instansi propinsi dan kabupaten, dan biasanya defenisi pemberdayaan sendiri sangat beragam. Masyarakat sering kali diikutkan tanpa diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberikan masukan.

Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan untuk mencapai efisiensi dalam pembangunan, masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk menganalisa kondisi dan merumuskan persoalan serta kebutuhannya. Dalam hal ini, masyarakat ditempatkan pada posisi yang membutuhkan bantuan dari luar. Sebenarnya jika masyarakat dilibatkan secara penuh, mereka juga mempunyai potensi tersendiri,

seperti yang dikemukakan oleh Adimihardja dan Hikmat (2003:23-24) bahwa masyarakat sebenarnya memiliki banyak potensi baik dilihat dari sumberdaya alam maupun dari sumberdaya sosial dan budaya. Masyarakat memiliki kekuatan bila digali dan disalurkan akan menjadi energi besar untuk pengentasan kemiskinan. Cara menggali dan mendayagunakan sumber-sumber yang ada pada masyarakat inilah yang menjadi inti dari pemberdayaan masyarakat. Di dalam pemberdayaan masyarakat yang penting adalah bagaimana menjadikan masyarakat pada posisi pelaku pembangunan yang aktif dan bukan penerima pasif. Konsep gerakan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan, mengutamakan inisiatif dan kreasi masyarakat, dengan startegi pokok memberi kekuatan (power) kepada masyarakat.

Program pemberdayaan sering tidak berhasil dan kurang memberi manfaat kepada masyarakat, karena masyarakat kurang terlibat sehingga mereka merasa kurang bertanggung jawab terhadap program dan keberhasilannya, program tersebut akan menjadi sia-sia.

Gagasan tentang pelibatan peran warga dalam masalah pembangunan, terutama melalui model pemberdayaan bukan topik yang baru. Semenjak tumbuhnya kesadaran bahwa perspektif pertumbuhan ekonomi meninggalkan permasalahan kesenjangan, ketidakadilan dan ketidakmerataan dalam pembagian manfaat. Strategi pembangunan kemudian berubah menjadi participatory development, pembangunan dirancang dari bawah dengan melibatkan warga dan menempatkan mereka sebagai subjek dalam proses pebangunan, Edi Suharto (2005:60) menyatakan ”sebagai tujuan

pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hal yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya”.

Pemberdayaan kemudian menjadi pendekatan bagi pembangunan alternatif yang lebih menitikberatkan pada pendekatan bottom up dengan menempatkan rakyat miskin sebagai prioritas serta memberikan ruang partisipasi yang besar bagi masyarakat. Pembangunan yang berpusat pada rakyat (people center development) dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan serta menakar kebutuhan dari perspektif masyarakat.

Dalam proses pemberdayaan masyarakat penting dalam melibatkan masyarakat lokal. Strategi dasar yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah adalah mengembangkan partisipasi yang lebih luas dari masyarakat. Untuk memberikan semangat kepada masyarakat agar terlibat aktif dalam kegiatan, baik dalam penetapan kebijakan, perumusan kebutuhan, maupun dalam pemecahan masalah mereka sendiri. Merupakan salah satu cara untuk menuju keberdayaan masyarakat. Menurut Cohen dan Uphoff (1980) dalam Prijono dan Pranarka (1996:61) menyatakan partisipasi mendukung masyarakat untuk mulai sadar akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan-jalan keluar yang

dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka. Partisipasi membantu masyarakat miskin untuk melihat realitas ekonomi yang mengelilingi mereka.

Jika masyarakat dari awal sudah dilibatkan dalam suatu program pemberdayaan, maka akan berdampak positif bagi masyarakat dan juga kepada lembaga yang memberikan bantuan. Adanya proses musyawarah dalam menentukan bagaimana proses perencanaan dan pelaksanaan program, dengan demikian masyarakat turut berpartisipasi dan dapat menyuarakan aspirasi mereka. Ini merupakan proses dari pemberdayaan masyarakat.

Kemampuan masyarakat untuk mewujudkan dan mempengaruhi arah serta pelaksanaan suatu program ditentukan dengan mengandalkan power yang dimilikinya sehingga pemberdayaan merupakan jiwa partisipasi yang sifatnya aktif dan kreatif. Partisipasi bersangkutan dengan pembagian kekuatan dalam masyarakat, untuk itu memungkinkan kelompok-kelompok untuk menentukan kebutuhannya dimana kebutuhannya akan dipenuhi dengan pendistribusian sumber daya yang ada.

Adanya kelompok menjadi penting dan perlu dalam mengembangkan partisipasi. Kelompok merupakan suatu yang strategis, sehingga pembentukan kelompok menjadi suatu keharusan dalam upaya mengembangkan partisipasi setiap individu dalam kelompok adalah pelaku, yang berhak menetapkan segala sesuatu berdasarkan pada tata nilai tradisi, kemampuan, tujuan, dan bagaimana mencapai tujuan. Proses untuk menetapkan kesepakatan itu dikenal dengan nama musyawarah. Musyawarah menjadi media strategis dalam mengembangkan partisipasi kelompok,

musyawarah sebagai latihan bagi setiap kelompok untuk berpartisipasi. Bila ada orang luar yang terlibat mereka hanya pendamping saja yang perannya adalah memfasilitasi atau membantu untuk memperlancar proses musyawarah.

Kaitannya dengan pemberdayaan, partisipasi masyarakat sepenuhnya dianggap sebagai penentu keberhasilan pembangunan. Pemberdayaan pada akhirnya mengarah pada tujuan terbentuknya partisipasi yang penuh dari setiap anggota komunitas serta terwujudnya masyarakat yang aktif. Menurut Pranarka (1996:132-134), selama ini keterlibatan masyarakat hanya dilihat dalam konteks sempit, artinya manusia dipandang sebagai tenaga kasar dalam konteks sempit, artinya manusia dipandang sebagai tenaga kasar untuk mengurangi biaya pembangunan sosial. Dengan kondisi ini, peran serta masyarakat terbatas pada implementasi atau pada saat penerapan program saja. Masyarakat tidak berkembang daya kreatifnya dari dalam dirinya dan harus menerima keputusan yang sudah diambil pihak luar. Partisipasi yang ada hanya dalam bentuk pasif. Terkesan partisipasi hanya sekedar formalitas saja tidak dalam arti yang sebenarnya. Tujuan akhir dari pemberdayaan adalah terciptanya masyarakat yang berdaya sehingga masyarakat tersebut dapat menjadi mandiri tidak tergantung pada orang lain.

Dokumen terkait