• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Masyarakat dalam Program Rehabilitasi dan Rekontruksi Rumah Korban Tsunami di Kemukiman Meuraksa Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemberdayaan Masyarakat dalam Program Rehabilitasi dan Rekontruksi Rumah Korban Tsunami di Kemukiman Meuraksa Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

Rehabilitasi dan Rekontruksi Rumah Korban

Tsunami di Kemukiman Meuraksa Kecamatan

Blang Mangat Kota Lhokseumawe

Oleh:

M. Irsyadi

NIM 067024033

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

Settlement. Meuraksa is one of the three settlement in Blang Mangat Subregensy of Lhokseumawe bordering on Malacca Strait involving 8 kampongs (Gampong). As a consequence of the earthquake and the Stunami, there some 221 victims, and even washed 201 units of house away and severely destructed 479 unit and slightly destructed 297 units. In this case, the present study intends to find the rehabilitation and recontruction due to these are very important to know by anyone especially by those who are involved in advodcacy progrm of communty post-disaster in Meuraksa Settlement, and know any network among the community, public figures, Gampong authority, NGOs, and regional government.

To see the rehabilitation and recontruction, this study used theories of community advocacy especilly the concept of social capital suggested by Fukuyama and participation of community as suggested by Cohen and Uphoff. To describe the advocacy associeted with the rehabilitation and recontruction of the destructed houses affected by Tsunami in Meuraksa Settlement, the study used descriptive analysis. To collet the data, the study used and in-depht interview using guidelines of interview and observation. All the 17-informants represented those parties who related to the advocacy program through rehabilitation and recontruction of the destructed houses of Gampong, public figures, the accompanying NGOs, and subregencial staff.

The results of the study showed that in the rehabilitation and recontrustion of the destrusted houses affected by Tsunami in Meuraksa Settlement of Blang Mangat Subregency of Lhokseumawe, those who have lost their houses due to the Tsunami and earthquake had received asssstance of houses. Another benefit included those received temporarily income, such as wage especially when they work as craftymkan incontructing barrack and hoauses for those whose their houses have been destructied by Tsunami. The participation of communuty also increased aspecially the involvement of NGOs either domestic or international. The rehabilitation and recontruction proses using the accompanying approach, either since planning, implementation and contruction also have stimulated the partipacition of the local community and it has been a new experience for community. In short, the rehabilitation and recontruction have incresed the economy of Gampong. The community has income by getting an onccupation particulary as workers of contructing the houses.

(3)

1. NAMA : M. IRSYADI

2. TEMPAT/ TGL LAHIR : SYAMTALIRA A, 12 JANUARI 1968 3. ALAMAT : Jl. PRAMUKA KOMPLEK PEMDA HAGU

TEUNGOH LHOKSEUMAWE 4. NAMA ISTRI : NERI ROSEVA

5. NAMA ANAK : 1. RYAN CHAIRUMAN IRVA 2. ELSY NAYASSIRAH IRVA 3. RACHMAT ALFARAZI IRVA

II. DATA PENDIDIKAN

1. SD NEGERI ARON : TAMAT TAHUN 1982 2. SMP NEGERI ARON : TAMAT TAHUN 1985 3. SMA NEGERI LHOKSUKON : TAMAT TAHUN 1988 4. APDN BANDA ACEH : TAMAT TAHUN 1991

5.

STIA-LAN RI JAKARTA : TAMAT TAHUN 1996

6. MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

(4)

KATA PENGANTAR ... iv

2.1 Pemberdayaan Masyarakat ... 13

2.2 Partisipasi Masyarakat ... 23

2.3 Jaringan Pemberdayaan Masyarakat ... 28

2.4 Kerangka Berpikir ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ………. 37

3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Pemilihan Lokasi Penelitian ... 38

3.3 Teknik Pengumpulan Data dan Informan ... 38

3.4 Teknik Analisa Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………... 42

4.1 Gambaran Umum Kecamatan Blang Mangat ... 42

4.1.1 Kondisi Geografi Kecamatan Blang Mangat ... 43

4.1.2 Keadaan Demografi ... 44

4.1.3 Keadaan Sosial Ekonomi ... 46

4.1.4 Keadaan Sosial Budaya ... 46

4.1.5 Keadaan Umum Pemerintah Kecamatan Blang Mangat ... 49

(5)

Korban Tsunami di Kemukiman Meuraksa ... 74

4.4.2 Rehabilitasi dan Rekontruksi Rumah Sebagai Program Pemberdayaan Masyarakat ... 77

4.5 Partisipasi Masyarakat di Kemukiman Meuraksa ... 80

4.6 Jaringan Kerjasama di Kemukiman Meuraksa ... 89

4.7 Kebijakan Pemerintah untuk Rekontruksi dan Rehabili- tasi Aceh ... 100

4.8 Mendorong Partisipasi Masyarakat dan Keberlanjutan Program Pemberdayaan Masyarakat ... 105

4.9 Model Kebijakan Sosial untuk Pemberdayaan Masyarakat Korban Tsunami ... 108

4.10 Pemberdayaan Ekonomi ... 110

1.10.1 Tahapan Kegiatan Program Pemberdayaan Ekonomi ... 111

1.10.2 Indikator Program Pemberdayaan Ekonomi ... 114

1.10.3 Sumber Anggaran Program Pemberdayaan Ekonomi ... 115

BAB V PENUTUP………. 116

5.1 Kesimpulan ... 116

5.2 Saran-saran ... 119

(6)

1

Data Korban Bencana Gempa dan Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumut……….. Jumlah Pengungsi dan Tempat Pengungsian Korban Gempa Bumi dan Tsunami dalam Kecamatan Blang Mangat………. Jumlah Korban Tsunami yang Menempati Tenda dan Barak di Kecamatan Blang Mangat……….. Data Kondisi Rumah dan Korban Jiwa Akibat Gempa Bumi dan Tsunami di Kecamatan Blang Mangat………... Daftar Informan di Kemukiman Meuraksa……… Luas Wilayah, Jumlah KK dan Jumlah Penduduk Kecamatan Blang Mangat Februari Tahun 2007……….. Jumlah Penduduk yang bekerja menurut Lapangan Usaha di Kecamatan Blang Mangat……….. Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dianut di Kecamatan Blang Mangat………. Jumlah Tempat Ibadah di Kecamatan Blang Mangat……… Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Blang Mangat………….. Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Blang Mangat…………... Daftar Nama-nama Aparat Kecamatan Blang Mangat……….. Jumlah Para Pegawai Kantor Camat Blang Mangat Menurut Jenjang Pendidikan ………... Jumlah Golongan Pegawai Kantor Camat Blang Mangat………….

(7)

17

18

19

20

21

Data Perempuan sebagai Kepala Keluarga Miskin di Kemukiman Meuraksa ………... Data Perempuan sebagai Kepala Keluarga Korban Tsunami dalam Kecamatan Blang Mangat……….. Jumlah Bantuan Rekontruksi & Rehabilitasi bagi Korban dan Imbas Tsunami dalam Kemukiman Meuraksa……….. Jumlah Penerima Beras Program Raskin Kecamatan Blang Mangat bulan Januari tahun 2007………... Indikator Program Pemberdayaan Ekonomi………..

58

59

60

(8)

1

2 3

4

Langkah-langkah Rehabilitasi dan Rekontruksi Aceh dan Nias Pasca Tsunami………... Kerangka Pemikiran Kajian………... Struktur Susunan Organisasi Kecamatan Blang Mangat (Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 13 Tahun 2007)……… Model Kebijakan Penanggulangan Bencana……….

5 36

(9)

1.1. Latar Belakang Masalah

Bencana gelombang tsunami yang diawali gempa bumi berkuatan 8,9 skala ricther (SR) pada pukul 08.15 Wib yang melanda Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Propinsi Sumatera Utara pada 26 Desember 2004 telah membuat porak poranda kota di sepanjang barat daerah pantai Nanggroe Aceh Darussalam dan Propinsi Sumatera Utara.

Kerusakan Aceh akibat bencana gempa bumi dan Tsunami mencakup 1.600 KM daerah pantai yang membentangi dari Aceh Timur hingga Aceh Barat sampai Aceh Singkil. tsunami yang hanya berlangsung dalam hitungan menit suasana Aceh berubah total bagai jarum jam berbalik arah berputar kencang melibas apa yang ada di depannya semua jadi rapuh dalam amukan gelombang tsunami bagaikan negeri dilanda kiamat. Bencana sedahsyat tsunami mengubah orang dalam situasi baru, mereka harus berjuang untuk beradaptasi, kehilangan orang terdekat, harta, pekerjaan dan rencana masa depan yang sudah direncanakan.

(10)

Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias dalam sekejap kehilangan masa depan. Ratusan ribu orang tewas dan hilang dalam bencana gempa dan tsunami tersebut.

Bagi orang-orang yang selamat dari gempa bumi dan tsunami telah berimbas pada kenyataan kehidupan yang memperihatinkan, ratusan ribu masyarakat terpaksa harus mendiami tenda-tenda pengungsi dengan segala kenestapaan dan kekurangan. Mereka suka atau tidak suka harus menghadapi kenyataan sebagai penerima bantuan, padahal sebelumnya mungkin tidak pernah dibayangkan apalagi direncanakan.

(11)

Tabel 1. Data Korban Bencana Gempa dan Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumut

No. Daerah Penduduk Wafat Pengungsi

1 Kota Banda Aceh 269.091 78.417 40.331

2 Kab. Aceh Besar 306.718 58 108.747

3 Kab. Sabang 27.447 18 5.527

4 Kab. Pidie 517.452 4.646 38.697

5 Kab. Bireun 350.964 1.488 17.041

6 Kab. Aceh Utara 395.800 2.217 28.113

7 Kota Lhokseumawe 156.478 394 16.412

8 Kab. Aceh Timur 253.151 224 16.160

14 Kab. Aceh Barat Daya 153.411 835 113.964

15 Kab. Aceh Selatan 167.052 6 5.634

Jumlah 4.104.187 173.741 394.539

Sumber Data: Bakornas PBP-Depkes-Depsos-Media Centre Lembaga Informasi Nasional (LIN) 31 Januari 2005.

(12)

Bappenas dengan memobilisasi berbagai potensi dan tim diberbagai departemen/LPND, Universitas dan juga masyarakat membentuk lembaga Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh dan Nias melalui Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2005.

Lembaga ini bersama Bappenas dan instansi pemerintah pusat lainnya dan pemerintah Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias-Sumut serta lembaga sosial kemasyarakatan, tokoh-tokoh masyarakat, lembaga internasional baik bilateral maupun multilateral menyusun rencana rehabilitasi dan rekontruksi masyarakat aceh pasca bencana yang dikelompokkan dalam bidang tata ruang dan pertanahan, lingkungan hidup dan sumber daya alam, prasarana dan sarana umum, ekonomi dan ketenaga kerjaan, sistim kelembagaan, agama, sosial budaya dan sumber daya manusia, hukum, ketertiban, keamanan dan rekonsiasi, akuntabilitas dan pendanaan.

Koordinasi penyusunan rencana kegiatan untuk penanggulangan bencana di NAD dan Nias-Sumut dengan melibatkan berbagai unsur yang pelaksanaannya dimulai dari tahapan perencanaan sampai kepada pelaksanaan sebagai upaya untuk membangun sinergi dan keterpaduan kegiatan di lapangan.

(13)

Jangka mendesak : 0-6 bulan DARURAT Jangka pendek : 0, 5-2 tahun PEMULIHAN/RECOVERY Jangka menengah : 5 tahun Jangka mendesak : 0-6 bulan Jangka pendek : 0, 5-2 tahun Jangka menengah : 5 tahun

TANGGAP

DARURAT-RELIEF REHABILITAS REKONSTRUKSI

Sasaran :

• Prasarana dan sarana Umum

• Sarana Ekonomi • Perbankan dan

keuangan

• Rawatan traumatis • Pemulihan Hak Atas

Tanah • Tatanan sosial dan

budaya

• Kapasitas institusi • permukiman

Sumber : BRR NAD Nias-Sumut Tahun 2005

Gambar 1. Langkah-langkah Rehabilitasi dan Rekontruksi Aceh dan Nias Pasca Tsunami

(14)

Ini bermakna, seseorang baru dikatakan hidup didunia apabila ia sudah memiliki rumah sebagai tempat tinggal anak-anaknya istri yang soleha sebagai ibu yang menjadi ladang hidup keluarga dan pendidikan anak-anaknya, serta pekerjaan yang tetap sebagai simbol sarana beraktifitas untuk melaksanakan usaha dalam menjalani usahanya.

Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe merupakan salah satu Kecamatan di Kota Lhokseumawe yang terparah terkena gempa bumi dan tsunami yaitu di Kemukiman Meuraksa. Kemukiman Meuraksa adalah salah satu dari tiga kemukiman dalam Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe yang berbatasan dengan Selata Malaka yang meliputi 8 Gampong.

Pada saat terjadi Gempa Bumi dan Tsunami, masyarakat dalam kemukiman tersebut melakukan pengungsian secara besar-besaran untuk mencari perlindungan di tempat yang lebih aman dengan membuka tenda yaitu di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Mutia Lhokseumawe dan di Meunasah dengan jumlah para pengungsi sebagaimana tersebut pada tabel dibawah ini:

Tabel 2. Jumlah Pengungsi dan Tempat Pengungsian Korban Gempa Bumi dan Tsunami Dalam Kecamatan Blang Mangat

Jumlah Pengungsi Tempat Pengungsian

No. Nama Gampong

(15)

Para sebagaian pengungsi sebagaimana tersebut diatas setelah seminggu terjadi tsunami secara berangsur-angsur kembali ke rumah masing-masing kecuali para pengungsi di empat Gampong yang berada di sepanjang bibir pantai yang rumahnya hancur atau hanyut diakibatkan oleh gempa bumi dan tsunami tersebut masih tetap bertahan di tenda-tenda pengungsian. Kemudian pada awal Mei 2005 para pengungsi tersebut kesemuanya dipindahkan untuk menempati tenda dan barak pengungsian yang berlokasi di Lapangan Dolog dan Lapangan Exxon Mobil Gampong Blang Cut yang dibangun oleh Pemerintah Pusat melalui Departemen Pekerjaan Umum masing-masing 144 ruangan barak di Lapangan Exxon Mobil Gampong Blang Cut dan 120 ruangan barak di Lapangan Dolog. Jumlah para pengungsi yang menempati tenda dan barak sementara sebagaimana tersebut dalam tabel dibawah ini.

Tabel 3. Jumlah Korban Tsunami yang Menempati Tenda dan Barak di Kecamatan Blang Mangat

Pengungsi (Jiwa) Barak (KK)

Sumber : Kantor Camat Blang Mangat 2006

(16)

tsunami yang mengakibatkan kerusakan ringan baik rumah maupun harta benda lainnya, sebagaimana tersebut pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. Data Kondisi Rumah dan Korban Jiwa Akibat Gempa Bumi dan Tsunami di Kecamatan Blang Mangat

Kondisi Rumah

Sumber : Kantor Camat Blang Mangat, 2005

Akibat gempa bumi dan tsunami tersebut telah mengakibatkan korban jiwa sebanyak 221 orang, dan menghanyutkan rumah penduduk sebanyak 201 unit rumah dan rusak berat 479 unit serta rusak ringan 297 unit rumah.

Saat itu penaganan masalah pasca tsunami di kemukiman Meuraksa memang tergolong lambat bahkan banyak pihak cenderung menjanjikan sesuatu tetapi realisasi tidak jelas. Masyarakat juga tidak diajak bicara untuk membangun kembali wilayahnya, bahkan tidak memiliki informasi yang jelas tentang apa yang akan dilakukan pemerintah maupun lembaga donor yang pernah masuk ke wilayah mereka dan menjanjikan membangun perumahan maupun usaha ekonomi alternative.

(17)

kara serta orang kaya mendadak menjadi papa dan hidup di tenda-tenda pengungsian sehingga orang harus membangun masa depannya dari awal dan biaya untuk itu tidak terkira besarnya.

Tantangan yang cukup berat adalah melakukan pembangunan komunitas, terutama di pemukiman yang mengalami kerusakan total dan sebahagian besar anggota masyarakatnya meninggal. Masyarakat yang selamat ketika Gampongnya mengalami kerusakan total dan masyarakatnya banyak yang meninggal, akan timbul perasaan seperasaan, sepenanggungan dan saling memerlukan. Mereka akan tetap tinggal di Gampong mereka dan ingin membangun kembali rumahnya, walaupun ada sebagian masyarakatnya yang mengalami trauma berkepanjangan, sehingga akhirnya mereka meninggalkan Gampongnya untuk melupakan pengalaman pahit yang menimpa mereka. Rehabilitasi komunitas, membangun kembali kepercayaan, kekuatan, kapasitas, dan kemampuan guna memulihkan kehidupan, hal ini merupakan tantangan yang besar.

Penanganan bencana di Nanggroe Aceh Darussalam tidak sekedar terjaminnya kebutuhan pangan korban tapi juga harus diikuti dengan pemberdayaan masyarakat, agar mampu bangkit dan dapat melangsungkan kehidupannya bergantung pada bantuan dan mampu berpartisipasi dalam pembangunan pasca bencana. Pembangunan yang tidak melibatkan masyarakat akan membuat mesyarakat tidak merasa memiliki, malah akan menimbulkan pemiskinan dan pembodohan.

(18)

Membangun komunitas akar rumput (grassroot development) ini sesungguhnya merupakan unit yang efektif untuk mengelola segenap sumber daya dan sumberdana bantuan menjadi lebih mengarah pada pengelolaan mandiri.

1.2 Perumusan Masalah

Rehabilitasi dan rekontruksi rumah sebagai program pemberdayaan, dengan merehabilitasi dan rekontruksi rumah korban tsunami akan membantu masyarakat untuk dapat menata kembali kehidupannya. Pemberdayaan masyarakat erat kaitannya dengan pembangunan komunitas itu sendiri. Rehabilitasi rumah merupakan salah satu cara untuk membangun komunitas, rumah mempunyai fungsi penting bagi masyarakat.

Dalam proses rehabilitasi dan rekontruksi rumah korban tsunami penting melibatkan masyarakat setempat, mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan rehabilitasi rumah. Dengan adanya keterlibatan masyarakat dalam proses rehabilitasi dan rekontruksi rumah diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat setempat. Dengan terlibatnya masyarakat dalam rehabilitasi rumah akan memunculkan rasa kebersamaan dan dapat membangun kembali rasa percaya diri masyarakat setelah sebelumnya sempat mengalami trauma karena bencana tsunami.

(19)

Pertanyaan pokok yang menjadi perhatian dalam kajian ini adalah:

1. Bagaimana proses pemberdayaan masyarakat melalui usaha rehabilitasi dan rekontruksi rumah-rumah, mulai dari perencanaan sampai pelaksanaannya. 2. Bagaimana masyarakat ikut terlibat dalam proses rehabilitasi dan rekontruksi

tersebut dan apa manfaatnya bagi masyarakat.

3. Bagaimana jaringan kerjasama antar kelompok masyarakat, tokoh masyarakat, aparat Gampong, LSM dan pemerintah dalam pelaksanaan pemberdayaan melalui rehabilitasi rumah-rumah masyarakat yang rusak.

1.3 Tujuan Kajian

Secara umum tujuan kajian adalah untuk:

1. Memperoleh gambaran mengenai proses pemberdayaan masyarakat melalui program rehabilitasi dan rekontruksi rumah korban tsunami di Kemukiman Meuraksa Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe.

2. Secara khusus tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui manfaat apa yang diperoleh masyarakat dalam proses pemberdayaan melalui rehabilitasi dan rekontruksi rumah masyarakat korban tsunami di Kemukiman Meuraksa Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe.

(20)

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis

Dapat memberikan masukan bagi penulis terutama mengenai pemberdayaan masyarakat korban pasca bencana dan lanjutan kajian tesis adalah bagian dari pengembangan aplikasi teoritis Manajemen Pembangunan Sosial.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Hasil kajian diharapkan dapat menjadi masukan bagi pelaksana program rehabilitasi dan rekontruksi Nanggroe Aceh Darussalam dan bagi berbagai pihak yang terlibat dalam rehabilitasi dan rekontruksi Nanggore Aceh Darussalam.

(21)

2.1. Pemberdayaan Masyarakat

Pembangunan pada hakekatnya bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Meski dimensi pembangunan menunjuk pada setiap gerak dan aktivitas demi perbaikan kualitas hidup manusia secara luas, dalam realitas keseharian maknanya kerapkali menyempit menjadi sekedar upaya perbaikan fisik dan ekonomi suatu masyarakat.

Istilah pemberdayaan muncul sebagai kritik terhadap model pembangunan arus utama yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi dan menyakini pendekatan Trickle Down Effect (menetes ke bawah) sebagai formula pembagian kue

(22)

Definisi diatas menekankan pada proses pembangunan dan fokus utamanya adalah pada peningkatan kapasitas perorangan dan institusional. Definisi ini mencakup asas keadilan, berkelanjutan dan pemerataan. Diakui bahwa masyrakat sendiri yang bisa menentukan apa sebenarnya yang mereka anggap perbaikan dalam kualitas hidup mereka.

Pembangunan sosial merupakan sumber gagasan dari awal konsep pemberdayaan masyarakat, bermaksud membangun keberdayaan yaitu membangun kemampuan manusia dalam mengatasi permasalahan hidupnya. Dalam pembangunan sosial ditekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat sebagai upaya mengentaskan kemiskinan Pembangunan Menurut Hadiman dan Midgley (1995) dalam Suharto (2005:5).

Model pembangunan sosial menekankan pentingnya pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan kelompok marginal, yakni peningkatan taraf hidup masyarakat yang kurang memiliki kemampuan ekonomi secara berkelanjutan. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui :

1. Menumbuhkembangkan potensi diri (produktivitas masyarakat) yang lemah secara ekonomi sebagai suatu aset tenaga kerja.

(23)

Pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan dengan arah menumbuhkan potensi diri dari masyarakat yang lemah secara ekonomi sebagai suatu asset tenaga kerja, dalam setiap kegiatan pemberdayaan menggunakan tenaga kerja yang diambil dari masyarakat setempat. Pemberdayaan dengan adanya pelayanan sosial mencakup pelayanan kesehatan, pendidikan, pelatihan, dan perumahan serta pemberdayaan yang membuat masyarakat dapat meningkatkan produktivitasnya dan dapat berpartisipasi dalam kehidupan masyarakatnya.

Dasar dari proses pemberdayaan adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tetang keberadaannya dan ini berguna untuk mendorong masyarakat agar menjadi lebih baik, masyarakat dapat meningkatkan taraf hidupnya atau bangkit dari keterpurukan dengan menggunakan dan mengakses sumber daya yang ada, baik sumber daya alam dan sumber daya manusiannya. Seperti pendapat Hikmat (2001:100) yang menyatakan pemberdayaan masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat, tetapi juga peningkatan harkat martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya, serta terpeliharanya budaya setempat.

(24)

mengenai apa yang menjadi hak dan mana yang bukan, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, termasuk menumbuhkembangkan perilaku yang berbudaya.

Masyarakat sebagai individu tidak boleh pasrah pada kedaan yang dihadapi, atas dasar pandangan hidup bahwa segala sesuatu merupakan nasib buruk dirinya, karenanya masyarakat harus didorong untuk dapat bangkit kembali menata kehidupannya setelah mengalami saat-saat yang sulit dalam hidupnya. Menurut Kabeer (1994) dalam Prijono dan Pranarka (1996:61):

“Ketidakberdayaan bukannya menunjuk pda tidak adanya kekuatan sama sekali. Dalam realitas, mereka yang tampaknya hanya memiliki sedikit kekuatan ternyata justru mampu untuk bertahan, menggulingkan dan kadang-kadang mentransformasikan kondisi hidup mereka.”

Dalam ketidakberdayaan masih ada kekuatan untuk mampu bertahan dan bangkit kembali untuk memperbaiki kehidupannya. Jadi kekuatan itu ada, hanya perlu ditampakkan dan dikembangkan. Dasar proses pemberdayaan adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaannya yang sangat luas dan berguan serta kemauan mereka untuk menjadi lebih baik.

(25)

yaitu pertama, proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaaan dan kekuatan dari yang powerfull ke yang powerless. Kedua, proses memotivasi individu atau kelompok masyarakat agar memiliki kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya.

Pemberdayaan adalah suatu proses yang berjalan terus menerus untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Adanya proses perubahan sosial dalam proses pemberdayaan, dari yang pasif akhirnya menjadi lebih aktif dalam menyampaikan aspirasi dan pendapatnya, lebih bersemangat untuk merubah nasibnya. Suharto (2005:60) berpendapat bahwa pemberdayaan adalah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

(26)

kebutuhan hidupnya sehingga harapan kedepannya untuk mengembalikan kepercayaan diri masyarakat, mampu menyampaikan aspirasinya dan mempunyai mata pencaharian yang merupakan seumber penghasilan mereka, dapat berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan yang penting adalah masyarakat menjadi mandiri dalam kehidupan sehari-harinya.

Membangun dan memberdayakan masyarakat melibatkan proses dan tindakan sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau mememnuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki.Menurut Sumodiningrat (1999:131).

Dalam kerangka perencanaan, penentuan kelompok sasaran pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan pendekatan umum (universal) dan pendekatan khusus (ideal). Dalam pendekatan universal bantuan dapat saja berupa dana, prasarana dan sarana diberikan kepada semua daerah dan semua penduduk secara sama. Sementara pendekatan ideal, bantuan diberikan kepada penduduk atau daerah yang benar-benar memerlukan. Berdasarkan pendekatan-pendekatan ini, perencanaan dalam penggunaan bantuan ditentukan sendiri oleh masyarakat. Syarat yang harus dipenuhi adalah kelengkapan indikator dan kejelasan mengenai kriteria alokasi bantuan.

(27)

pendekatan khusus (ideal). Dengan pendekatan universal bantuan diberikan kepada semua daerah dan semua penduduk secara sama, sedangkan pada pendekatan ideal bantuan diberikan hanya kepada penduduk atau wilayah yang benar-benar memerlukan, perencanaan dalam penggunaan bantuan diserahkan kepada masyarakat setempat berdasarkan kriteria alokasi bantuan.

Masyarakat harus menjadi pelaku utama dalam pembangunan ini merupakan prinsip pembangunan berpusat pada rakyat. Perlunya restrukturisasi dalam sistem pembangunan sosial pada tingkat mikro (masyarakat lokal), dan makro (kebijakan) untuk mendukung prinsip pembangunan yang berpihak pada rakyat.

Prinsip pembangunan berpusat pada rakyat menegaskan bahwa masyarakat harus menjadi pelaku utama dalam pembangunan. Hal ini berimplikasi pada perlunya restrukturisasi sistem pembangunan sosial pada tingkat mikro, meso, dan makro agar masyarakat lokal (tingkat mikro) dapat mengembangkan potensi tanpa mengalami hambatan yang bersumber dari faktor-faktor eksternal pada struktur meso (kelembagaan) dan makro (kebijakan).

(28)

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan masyarakat, agar mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian dan kesejahteraan. Menurut Hikmat (2001:3) konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang sekarang dalam kondisi tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan ketidakberdayaan.

Dalam program pemberdayaan masyarakat harus diperhatikan bahwa masyarakat setempat yang mempunyai tempat tinggal tetap dan permanen biasanya mempunyai ikatan solidaritas yang tinggi sebagai pengaruh kesatuan tempat tinggalnya, adanya saling memerlukan diantara mereka, perasaan demikian yang pada dasarnya merupakan identifikasi tempat tinggal dinamakan perasaan kumuniti (community sentiment). Menurut Soekanto (1990:150) unsur-unsur perasaan komuniti antara lain:

(29)

b. Sepenanggungan. Setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok dan keadaan masyarakat sendiri memungkinkan peranannya; dalam kelompok dijalankan, sehingga dia mempunyai kedudukan dalam kelompoknya.

c. Saling memerlukan. Individu yang tergabung dalam masyarakat setempat merasa dirinya tergantung pada komunitinya yang meliputi kebutuhan fisik maupun kebutuhan-kebutuhan psikologisnya. Kelompok yang tergabung dalam masyarakat setempat tadi, memenuhi kebutuhan-kebutuhan secara fisik seseorang, misalnya atas makanan dan perumahan. Secara psikologis individu akan mencari perlindungan pada kelompoknya apabila ia ketakutan dan lain sebagainya.

Ikatan solidaritas yang tinggi di masyarakat dapat timbul karena adanya rasa seperasaan yang timbul jika terdapat kepentingan yag sama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, rasa sepenanggungan karena setiap orang sadar akan perannya dalam kelompok dan adanya rasa saling memerlukan diantara masyarakat setempat, mereka tergantung pada kelompoknya dalam memenuhi kebutuhan fisik seperti kebutuhan atas pangan, sandang, dan sebagainya, maupun kebutuhan psikologisnya seperti rasa aman, rasa percaya diri dan sebagainya.

Dalam program pemberdayaan penting juga diperhatikan modal sosial yang dimiliki masyarakat setempat. Seperti yang dinyatakan oleh Fukuyama (2002) dalam Hasbullah (2006:8):

(30)

diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan dipatuhi. Situasi ini akan menjadi kunci bagi keberhasilan program pemberdayaan yang terdapat di wilayah tersebut.”

Konsep modal sosial menekankan pada kebersamaan masyarakat untuk mencapai tujuan dan memperbaiki kualitas hidupnya, kerjasama tersebut dengan melalui hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, dibangun di atas kepercayaan yang ditopang oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial yang mendukungnya seperti yang dinyatakan Hasbullah (2006:8 ) bahwa:

“Inti konsep modal sosial memberikan penekanan pada kebersamaan masyarakat untuk mencapai tujuan memperbaiki kualitas kehidupan dan senantiasa melakukan perubahan da penyesuaian secara terus menerus dalam proses perubahan dan upaya untuk mencapai tujuan masyarakat senantiasa terikat pada nilai-nilai dan norma yang dipedomani sebagai acuan bersikap, bertindak, dan bertingkah laku serta berhubungan dengan pihak lain. Acua nilai dan unsure yang merupakan ruh modal sosial antara lain: sikap partisipatif, sikap yang saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma yang mendukungnya. Unsur lain yang memegang peranan penting adalah kemauan masyarakat atau kelompok tersebut untuk terus menerus pro aktif baik dalam mempertahankan nilai, membentuk jaringan kerjasama maupun dengan penciptaan kreasi dan ide-ide baru.”

Modal sosial akan meningkatkan kesadaran bersama tentang banyaknya kemungkinan peluang yang bisa dimanfaatkan dan juga kesadaran bahwa nasib bersama akan saling terkait dan ditentukan oleh usaha bersama yang dilakukan. Tumbuhnya sikap partisipatif, sikap saling percaya, saling memberi dan menerima.

(31)

untuk melibatkan partisipasi penduduk Gampong secara maksimal dan demikian dana pemerintah tidak saja akan terbebas dari kemungkinan disalahgunakan, masyarakat sendiri akan memberikan sumbangan ide, tenaga, maupun sumbangan bentuk lainnya guna memaksimalkan pekerjaan pemerintah di kampung mereka.

Setiap program pemberdayaan yang akan dilaksanakan harusnya terlebih dahulu dengan memetakan situasi masyarakat setempat, setiap wilayah tertentu akan berbeda kebutuhannya. Program pemberdayaan yang diperlukan masyarakat adalah pemberdayaan yang dapat membuat mereka memperoleh manfaat dari program tersebut dan dapat membuat masyarakat pada akhirnya menjadi mandiri, misalnya lewat pemberdayaan ekonomi. Perlu juga mendorong partisipasi masyarakat agar terlibat dalam program pemberdayaan yang terdapat di wilayahnya. Penting juga untuk membangun jaringan kerja untuk mendukung pelaksanaan program pemberdayaan tersebut dan menegakkan prinsip keadilan dalam program pemberdayaan yang ada. Bantuan yang diberikan hendaknya tepat sasaran, diberikan pada orang yang memerlukannya.

2.2. Partisipasi Masyarakat

(32)

berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggung jawab bersama.

Agar mampu berpartisipasi seseorang perlu berproses dan proses itu ada dalam dirinya dan dengan orang lain. Kemampuan setiap orang jelas akan berbeda-beda dalam berpartisipasi. Dengan upaya yang sungguh-sungguh dan terencana, partisipasi seseorang dan pada akhirnya muncul partisipasi kelompok akan bisa ditumbuhkan dengan dorongan dari dalam dirinya atau dengan dorongan orang lain yang selalu berinteraksi dengan orang tersebut atau dengan kelompok tersebut.

Latar belakang pemikiran partisipasi adalah program atau kegiatan pembangunan masyarakat yang datang dari atas atau dari luar sering gagal dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal. Proses perencanaan dan pengambil keputusan dalam program pembangunan kerapkali dilakukan dari atas ke bawah. Rencana program pemberdayaan masyarakat biasanya dibuat di tingkat pusat dan dilaksanakan oleh instansi terkait oleh instansi propinsi dan kabupaten, dan biasanya defenisi pemberdayaan sendiri sangat beragam. Masyarakat sering kali diikutkan tanpa diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberikan masukan.

(33)

seperti yang dikemukakan oleh Adimihardja dan Hikmat (2003:23-24) bahwa masyarakat sebenarnya memiliki banyak potensi baik dilihat dari sumberdaya alam maupun dari sumberdaya sosial dan budaya. Masyarakat memiliki kekuatan bila digali dan disalurkan akan menjadi energi besar untuk pengentasan kemiskinan. Cara menggali dan mendayagunakan sumber-sumber yang ada pada masyarakat inilah yang menjadi inti dari pemberdayaan masyarakat. Di dalam pemberdayaan masyarakat yang penting adalah bagaimana menjadikan masyarakat pada posisi pelaku pembangunan yang aktif dan bukan penerima pasif. Konsep gerakan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan, mengutamakan inisiatif dan kreasi masyarakat, dengan startegi pokok memberi kekuatan (power) kepada masyarakat.

Program pemberdayaan sering tidak berhasil dan kurang memberi manfaat kepada masyarakat, karena masyarakat kurang terlibat sehingga mereka merasa kurang bertanggung jawab terhadap program dan keberhasilannya, program tersebut akan menjadi sia-sia.

(34)

pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hal yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya”.

Pemberdayaan kemudian menjadi pendekatan bagi pembangunan alternatif yang lebih menitikberatkan pada pendekatan bottom up dengan menempatkan rakyat miskin sebagai prioritas serta memberikan ruang partisipasi yang besar bagi masyarakat. Pembangunan yang berpusat pada rakyat (people center development) dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan serta menakar kebutuhan dari perspektif masyarakat.

(35)

dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka. Partisipasi membantu masyarakat miskin untuk melihat realitas ekonomi yang mengelilingi mereka.

Jika masyarakat dari awal sudah dilibatkan dalam suatu program pemberdayaan, maka akan berdampak positif bagi masyarakat dan juga kepada lembaga yang memberikan bantuan. Adanya proses musyawarah dalam menentukan bagaimana proses perencanaan dan pelaksanaan program, dengan demikian masyarakat turut berpartisipasi dan dapat menyuarakan aspirasi mereka. Ini merupakan proses dari pemberdayaan masyarakat.

Kemampuan masyarakat untuk mewujudkan dan mempengaruhi arah serta pelaksanaan suatu program ditentukan dengan mengandalkan power yang dimilikinya sehingga pemberdayaan merupakan jiwa partisipasi yang sifatnya aktif dan kreatif. Partisipasi bersangkutan dengan pembagian kekuatan dalam masyarakat, untuk itu memungkinkan kelompok-kelompok untuk menentukan kebutuhannya dimana kebutuhannya akan dipenuhi dengan pendistribusian sumber daya yang ada.

(36)

musyawarah sebagai latihan bagi setiap kelompok untuk berpartisipasi. Bila ada orang luar yang terlibat mereka hanya pendamping saja yang perannya adalah memfasilitasi atau membantu untuk memperlancar proses musyawarah.

Kaitannya dengan pemberdayaan, partisipasi masyarakat sepenuhnya dianggap sebagai penentu keberhasilan pembangunan. Pemberdayaan pada akhirnya mengarah pada tujuan terbentuknya partisipasi yang penuh dari setiap anggota komunitas serta terwujudnya masyarakat yang aktif. Menurut Pranarka (1996:132-134), selama ini keterlibatan masyarakat hanya dilihat dalam konteks sempit, artinya manusia dipandang sebagai tenaga kasar dalam konteks sempit, artinya manusia dipandang sebagai tenaga kasar untuk mengurangi biaya pembangunan sosial. Dengan kondisi ini, peran serta masyarakat terbatas pada implementasi atau pada saat penerapan program saja. Masyarakat tidak berkembang daya kreatifnya dari dalam dirinya dan harus menerima keputusan yang sudah diambil pihak luar. Partisipasi yang ada hanya dalam bentuk pasif. Terkesan partisipasi hanya sekedar formalitas saja tidak dalam arti yang sebenarnya. Tujuan akhir dari pemberdayaan adalah terciptanya masyarakat yang berdaya sehingga masyarakat tersebut dapat menjadi mandiri tidak tergantung pada orang lain.

2.3. Jaringan Pemberdayaan Masyarakat

(37)

kepada LSM domestik dan Internasional untuk turut berartisipasi dalam pembangunan seperti yang dinyatakan Korten (2002:155).

Salah satu kemajuan yang positif dicapai dalam tahun 1980-an adalah pengakuan bahwa masyarakat sipil mempunyai peranan penting dalam pembangunan. Adanya pengakuan bahwa lembaga swadaya masyarakat sendiri juga mempunyai peran pembangunan yang penting.

Dengan memberikan kesempatan kepada LSM domestik dan Internasional untuk turut serta berpartisipasi dalam proses pembangunan menunjukkan bahwa Pemerintah telah mengakui peran LSM dalam membantu proses pembangunan. Pemerintah juga mempunyai keterbatasan sumber daya dalam melaksanakan berbagai program pembangunan yang dimaksudkan untuk kesejahteraan masyarakat. LSM dapat melengkapi peran tersebut, saling mengisi diantara pemerintah dan LSM dalam melaksanakan program-program pembangunan. Hikmat (2001:140) menyatakan bahwa pembangunan masyarakat yang melibatkan peran aktif anatar pemerintah dan LSM pada akhirnya harus bersifat komplementer. Pemerintah mengalami banyak keterbatasan sumber-sumber daya yang tersedia untuk dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Melalui kerjasam ini diharapkan LSM diharapkan mampu menggerakkan warga masyarakat yang memiliki kesamaan kebutuhan dan kepentingan bersama dalam satu kesatuan komunitas.

(38)

berjalan, keadaan ini juga dapat memberikan rasa tentram bagi masyarakat karena semua pihak saling berkerja sama untuk mencapai tujuan bersama, seperti yang dinyatakan oleh Soekanto (1982:33) bahwa keserasian atau harmoni dalam masyarakat merupakan keadaan yang diidam-idamkan masyarakat. Dengan keserasian dimaksudkan sebagai keadaan di mana lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pokok benar-benar berfungsi dan saling mengisi. Dalam keadaan demikian individu secara psikologis merasa adanya ketentraman karena tidak adanya pertentangan dalam norma-norma dan nilai-nilai.

Saat ini banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baik domestik maupun Internasional yang mempunyai program pendampingan dan memberikan bantuan kepada masyarakat. Seperti yang dinyatakan Suyanto (2004:161) sebagai berikut seseorang atau sebuah keluarga miskin acapkali tetap survive dan bahkan bangkit kembali terutama bila mereka memiliki jaringan atau pranata sosial yang melindungi dan menyelamatkan. Pemberdayaan yang langgeng adalah dengan adanya proses pendampingan. Masyarakat yang berada dalam keadaan miskin, dengan adanya bantuan dari pemerintah dan LSM domestik dan Internasional akhirnya dapat bertahan dan mulai kembali secara perlahan-lahan bangkit untuk menata hari depannya.

(39)

Internasional yang ikut berperan serta dalam program pemberdayaan. Seperti pendapat Adimihardja dan Hikmat (2003:23-24) sebagai berikut adanya pergeseran peran pemerintah, dari peran yang selama ini cenderung sebagai penyelenggara pelayanan sosial menjadi fasilitator, mediator, koordinator, pendidik, mobilisator, sistem pendukung dan peran-peran lain yang lebih mengarah pada pelayanan tidak langsung. Adapun peranan organisasi lokal, organisasi sosial, LSM dan kelompok masyarakat lain, lebih dipacu sebagai agen pelaksana perubahan dan pelaksanaan pelayanan sosial pada kelompok rentan atau masyarakat pada umumnya.

Dalam implementasi program pemberdayaan masyarakat, pemerintah tidak akan sanggup menjangkau seluruh lapisan masyarakat, karenanya perlu adanya kerjasama antara pemerintah dan LSM domestik dan Internasional dalam program tersebut.

(40)

kesejahteraan masyarakat. Diperlukan peningkatan kemitraan dengan infra struktur sosial, seperti lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial, dunia usaha dan masyarakat melalui kemitraan ini diharapkan dapat terwujud hubungan dan interaksi yang semakin harmonis dan serasi antara masyarakat dan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan sosial, masyarakat sebagai sumber sosial diharapkan semakin mengambil peran sebagai subjek pembangunan.

Proses pemberdayaan yang dilakukan oleh LSM domestik dan Internasional biasanya dilakukan secara kolektif (kelompok). Melalui kelompok masing-masing individu belajar mendeskripsikan suatu situasi, mengekspresikan opini dan emosi mereka. Dengan kata lain, mereka belajar untuk mendefinisikan masalahnya, menganalisisnya serta merancang suatu solusi dalam memecahkan masalah tersebut. Friedmann, 1993 dalam Prijono dan Pranarka (1996 :139) menyatakan

”proses pemberdayaan dapat dilakukan secara individual maupun kolektif (kelompok), tatpi karena proses ini merupakan wujud perubahan sosial yang menyangkut relasi atau hubungan antara lapisan sosial atau status hiraski lain yang dicirikan dengan adanya polarisasi ekonomi, maka kemampuan individu senasib untuk saling berkumpul dalam suatu kelompok1 cenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif.”

Pemberdayaan yang dilakukan oleh LSM biasanya dengan adanya pendamping, salah satu staf dari LSM domestik atau internasional akan ditempatkan di Gampong tempat mereka melakukan program pemberdayaan masyarakat. Pendamping biasanya akan selalu berinteraksi dengan masyarakat setempat, biasanya anatara pendamping dan masyarakat dampingannya akan membuat kesepakatan yang

(41)

berkenaan dengan program pemberdayaan yang sedang berlangsung. Menurut Norman dalam (Prijono dan Pranarka:139) bahwa peran pendamping sangat penting guna memperlancar proses dialog antar individu di dalam kelompok. Karena proses pemberdayaan mementingkan pematahan dalam relasi subyek dan obyek, maka pendamping tidak berfungsi sebagai orang yang mengajari atau menggurui individu dalam kelompok, tetapi ikut berfungsi sebagai orang yang belajar dari kelompok.

Pendamping biasanya akan memposisikan dirinya sebagai fasilitator tidak sebagai guru yang mengajari masyarakat, interaksi yang terjadi antara masyarakat dan pendamping memberikan banyak pelajaran baru untuk masyarakat dan juga untuk pendamping sendiri. Dalam proses pemberdayaan terdapat adanya interaksi sosial antara staf LSM dengan masyarakat setempat merupakan suatu hubungan yang didasarkan pada prinsip kesukarelaan dari LSM dan masyarakat dalam suatu kesamaan tujuan yaitu pemberdayaan masyarakat. Dalam interkasi yang terjadi, masyarakat bebas menyampaikan aspirasinya dan adanya toleransi ketika terjadi perbedaan pendapat, saling menghargai satu sama lain. Seperti pendapat Hasbullah (2006:9) sebagai berikut:

(42)

Dengan adanya interaksi yang rutin antara pendamping LSM dengan masyarakat diharapkan program pemberdayaaan akan menjadi lebih efektif. Masyarakat akan lebih membuka diri, ini dapat mendorong munculnya partisipasi dari masyarakat setempat. Pentingnya partisipasi dalam program pemberdayaan masyarakat dimaksudkan untuk keberlanjutan dari program pemberdayaan masyarakat. Dengan adanya partispasi masyarakat, diharapkan masyarakat suatu saat akan menjadi mandiri. Menjadikan masyarakat mandiri butuh proses yang lama, karenanya sangat penting keberlanjutan program pemberdayaan masyarakat, dimana program tersebut memberikan peluang kepada masyarakat untuk mendapatkan penghasilan untuk kehidupan sehari-harinya dan untuk kehidupannya di masa yang akan datang.

2.4. Kerangka Berpikir

(43)

yang rusak salah satu tujuannya untuk memberdayakan masyarakat yang kehilangan rumah akibat bencana gempa dan Tsunami.

Pendekatan yang digunakan baik oleh pemerintah pusat/daerah maupun LSM domestik dan Intemasional dalam pemberdayaan masyarakat korban gempa dan Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam, menggunakan pendekatan partispatif dan memperhatikan aspirasi serta kebutuhan masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam. Pendekatan ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi Wilayah Dan Kehidupan Masyarakat Nanggroe Aceh dan Nias. Masyarakat dilibatkan sejak awal, mulai dari perencanaan sampai ke pelaksanaan kegiatan. Semua proses rehabilitasi rumah diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

Dalam rehabilitasi dan rekontruksi rumah masyarakat korban gempa dan tsunami di Kemukiman Meuraksa Kecamatan Blang Mangat Kota Lhoukseumawe, terdapat unsur pemberdayaan masyarakat. Masyarakat yang semula kehilangan rumah, akhirnya mendapatkan bantuan untuk rehabilitasi rumah mereka, akhirnya masyarakat sudah lebih berdaya karena mereka sudah mendapatkan bantuan rumah.

(44)

dan Internasional turut berperan serta dalam proses rehabilitasi dan rekontruksi rumah masyarakat korban gempa dan Tsunami di Kemukiman Meuraksa .

Pada proses rehabilitasi dan rekontruksi rumah korban gempa bumi dan Tsunami di Kemukiman Meuraksa, masyarakat bisa mendapatkan penghasilan dengan bekerja sebagai buruh atau tukang dalam pelaksanaan rehabilitasi rumah korban gempa dan Tsunami di Kemukiman Meuraksa. Sebagian masyarakat di Kemukiman Meuraksa kehilangan mata pencahariannya yang didapat dari usaha taninya. Pada akhimya masyarakat Kemukiman Meuraksa memperoleh banyak manfaat dari proses rehabilitasi dan rekontruksi rumah korban gempa dan Tsunami di Kemukiman Meuraksa .

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Kajian Rehabilitasi dan

Rekontruksi Rumah Partisipasi

Jaringan Kerjasama

Manfaat

(45)

3.1. Jenis Penelitian

Untuk dapat menggambarkan pemberdayaan masyarakat terkait dengan program rehabilitasi dan rekontruksi rumah-rumah korban gempa dan Tsunami di Kemukiman Meuraksa, secara utuh penelitian yang tepat adalah jenis penelitian deskriptif. Jenis penelitian ini dipilih untuk dapat mengambarkan bagaimana proses pemberdayaan yang berlangsung melalui rehabilitasi dan rekontruksi rumah-rumah korban gempa dan Tsunami di Kemukiman Meuraksa, sejauh mana partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan ini dan mengetahui jaringan pemberdayaan masyarakat di Gampong tersebut. Seperti yang dinyatakan Whitney (1960) dalam Nazir (1985:65) bahwa penelitian deskriptif yaitu metode yang meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.

(46)

Penggambaran mengenai proses pemberdayaan masyarakat dalam rehabilitasi dan rekontruksi rumah-rumah korban gempa dan Tsunami di Kemukiman Meuraksa menggunakan pendekatan kualitatif.

3.2. Pemilihan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Kemukiman Meuraksa Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe yaitu di Gampong Jambo Timu, Jambo Mesjid, Kuala dan Gampong Blang Cut, merupakan Gampong yang terparah terkena bencana alam Gempa Bumi dan Tsunami yang mengakibatkan terbanyak korban jiwa, kerusakan rumah serta hilangnya mata pencaharian penduduk yang pada umumnya berprofesi sebagai nelayan dan petani tambak.

3.3. Teknik Pengumpulan Data dan Informan

(47)

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi kepustakaan, dilakukan untuk melengkapi informasi dan cross chek data dari pengambilan data primer. Data yang dikumpulkan adalah data data statistik dari Gampong setempat, data dari Kecamatan, dan data dari lembaga lain.

Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggali informasi secara langsung dari masyarakat di lokasi penelitian. Informan terdiri dari masyarakat yang terkait, yaitu penduduk Gampong, tokoh masyarakat, pemerintah daerah, dan lembaga terkait (LSM pendamping) yang terlibat dalam proses pemberdayaan masyarakat melalui rehabilitasi rumah masyarakat.

Setiap informan mewakili pihak-pihak yang terkait dengan program pemberdayaan masyarakat melalui rehabilitasi rumah korban Tsunami diantaranya adalah:

1. Masyarakat Gampong

Sebagai penerima dan pelaksana program diharapkan dapat memberikan informasi tentang bagaimana proses rehabilitasi rumah korban tsunami di Gampongnya terutama mengenai manfaat program ini dalam memberdayakan masyarakat.

2. Tokoh Masyarakat

(48)

memberikan informasi tentang bagaimana penilaiannya terhadap proses rehabilitasi rumah korban tsunami di Gampongnya.

3. Fasilitator LSM Pendamping

Sebagai fasilitator yang mendampingi proses rehabilitasi rumah korban tsunami di Kemukiman Meuraksa diharapkan dapat memberikan informasi tentang sejauh mana keterlibatan masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan program rehabilitasi rumah korban tsunami di Kemukiman Meuraksa .

4. Pemerintah Daerah (aparat Kecamatan)

Aparat Kecamatan Sebagai pengambil kebijakan diharapkan dapat memberikan informasi tentang kebijakan yang berhubungan perencanaan dan program rehabilitasi korban gempa dan tsunami di wilayahnya.

Tabel 5. Daftar Informan di Kemukiman Meuraksa

No. Informan Jumlah

1 Kantor Kecamatan 1

2 Kantor Mukim 1

3 Kantor Gampong 4

4 Tokoh Masyarakat 2

5 LSM pendamping 3

6 Masyarakat Korban Tsunami 6

(49)

3.4. Teknik Analisa Data

(50)

4.1. Gambaran Umum Kecamatan Blang Mangat

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menawarkan fungsi utama Pemerintah Daerah sebagai promotor pembangunan menjadi pelayan masyarakat, dengan kata lain dapat dikatakan terjadinya perubahan paradigma bahwa Pemerintah bukan lagi sebagai pihak yang dilayani melainkan sebagai pihak yang melayani. Perubahan tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap jalannya Pemerintahan Daerah, konsekwensi logisnya diperlukan pendayagunaan unit-unit pemerintahan yang langsung berhubungan dengan masyarakat antara lain Pemerintah Kecamatan.

(51)

4.1.1 Kondisi Geogfrafis Kecamatan Blang Mangat

Kecamatan Blang Mangat merupakan salah satu Kecamatan dari empat Kecamatan yang ada di Kota Lhokseumawe. Kecamatan Blang Mangat terdiri atas 3 Kemukiman dan 22 Gampong/Gampong dengan luas wilayah ± 55,62 Km². Ibukota Kecamatan Blang Mangat berada di Punteuet yang terletak di lintas jalan Medan-B.Aceh dan menjadikannya sebagai pusat perdagangan dan perekonomian masyarakat di Kecamatan Blang Mangat.

Secara administratif Kecamatan Blang Mangat memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Bayu/ Kuta makmur Kabupaten Aceh Utara

3. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Muara Dua/Muara satu Kota Lhokseumawe

(52)

4.1.2. Keadaan Demografi

Jumlah penduduk merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang keberhasilan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di suatu wilayah. Dalam hal ini penduduk merupakan potensi wilayah yaitu sebagai sumber daya manusia yang dapat dikembangkan guna mendukung pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Penduduk merupakan faktor pendukung yang sangat penting dalam menentukan berhasil tidaknya program-program pemerintah.

(53)

Tabel 6. Luas wilayah, Jumlah KK dan Jumlah Penduduk Kecamatan Blang Mangat

(54)

4.1.3. Keadaan Sosial Ekonomi

Penduduk di Kecamatan Blang Mangat masih bersifat homogen, umumnya mereka bekerja di sektor pertanian dan perikanan. Mengenai mata pencaharian penduduk Kecamatan Blang Mangat menurut lapangan usahanya secara jelas dan terperinci dapat dilihat pada tabel halaman berikut ini.

Tabel 7. Jumlah Penduduk yang bekerja menurut Lapangan Usaha di Kecamatan Blang Mangat

No. Lapangan Usaha Jumlah

1. Pertanian tanaman pangan 5.987

2. Perkebunan 1.878

3. Perikanan 5.698

4. Peternakan 1.015

5. Industri 758

6. Perdagangan 1.256

7. Jasa 943

8. Lain-lain 1.923

Jumlah 19.458 Sumber: Kantor Camat Blang Mangat Tahun 2007

4.1.4. Keadaan Sosial Budaya 1 Agama

(55)

mengetahui lebih jelas mengenai jumlah penduduk menurut agama dan jumlah sarana peribadatan di Kecamatan Blang Mangat dapat dilihat pada tabel halaman berikut ini. Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dianut di Kecamatan Blang Mangat

No. Agama Jumlah (orang)

1 Islam 19.433

2 Katolik 7

3 Protestan 15

4 Hindu

-5 Budha 3

6 Lain-lain

-Jumlah 19.458 Sumber: Kantor Camat Blang Mangat Tahun 2007

Tabel 9. Jumlah Tempat Ibadah di Kecamatan Blang Mangat

No. Tempat Ibadah Jumlah (buah)

1. Mesjid 11

2. Meunasah/Musholla 30

3. Gereja

-4. Pura

-5. Wihara

-6. Lain-lain

-Jumlah 41 Sumber: Kantor Camat Blang Mangat Tahun 2007

2 Pendidikan

(56)

kemampuan intelektual yang tinggi. Cara yang dapat dilakukan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, kritis dan mampu menggali masalah yang timbul di lingkungannya. Untuk itu pendidikan harus didukung oleh sarana dan prasarana serta fasilitas yang memadai agar pelaksanaan pendidikan berjalan lancar. Adapun sarana dan prasarana pendidikan yang terdapat di Kecamatan Blang Mangat dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 10. Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Blang Mangat No. Jenjang Pendidikan Jumlah sekolah (buah)

1. TK 5

2. SD 11

3. SLTP 3

4. SMA/SMK 1

5. Perguruan Tinggi 3

Jumlah 23 Sumber : Kantor Camat Blang Mangat Tahun 2007

3. Kesehatan

(57)

Tabel 11. Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Blang Mangat

No. Sarana Kesehatan Jumlah (buah)

1. Rumah Sakit Umum Daerah 1

2. Puskesmas 2

3. Puskesmas Pembantu 2

4. Rumah sakit bersalin

-5. Pos Persalinan Gampong 22

6. Pos KB 22

7. Praktek Dokter

-Jumlah 49 Sumber: Kantor Camat Blang Mangat Tahun 2007

4.1.5. Keadaan Umum Pemerintah Kecamatan Blang Mangat 1. Susunan Organisasi Kecamatan Blang Mangat

Berdasarkan Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 13 tahun 2007 tentang susunan organisasi Kecamatan Blang Mangat terdiri dari:

1) Unsur Pimpinan adalah Camat

2) Unsur pembantu pimpinan adalah Sekretaris Camat

3) Unsur pelaksana adalah Kepala seksi dan Kasubbag yang terdiri dari : a. Kepala Seksi pemerintahan

b. Kepala Seksi Hukum, Ketentraman dan Ketertiban

c. Kepala seksi Pembangunan Masyarakat Gampong/Kelurahan d. Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial

(58)

f. Kasubbag Keuangan g. Kasubbag Kepegawaian

Mengenai strukur organisasi Kecamatan, sesuai dengan Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 13 tahun 2007 tanggal 29 Oktober 2007 maka susunan dan tata kerja organisasi Kecamatan Blang Mangat adalah dapat dilihat pada gambar halaman berikut ini:

Camat

Sekretaris Camat

Gambar 3. Sruktur Susunan Organisasi Kecamatan Kecamatan Blang Mangat (Qanun Kota Lhokseumawe No.13 Thn 2007 Tgl.29-10-2007)

2. Keadaan Aparat Kecamatan Blang Mangat

Sesuai dengan struktur organisasi Kecamatan Blang Mangat maka susunan aparatnya terdiri dari satu orang Camat, satu orang sekretaris Kecamatan dan lima orang seksi-seksi Kecamatan. Semua unsur aparat Kecamatan yang ada tersebut telah

Seksi Kessos Seksi

Hukum & Trantib

Seksi Umum Seksi Pemb.Masy.

Gampong/Keluruhan Seksi

Pemerintahan

Subbag. Keuangan Subbag. Kepegawaian

(59)

meningkatkan profesionalitas dan kinerjanya dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.

(60)

Tabel 12. Daftar Nama-Nama Aparat Kecamatan Blang Mangat

No. Nama Jabatan Keterangan

1. M. Irsyadi, S.sos Camat PNS

2. Teguh Heriyanto, S.STP Sekretaris Kecamatan PNS

3. M. Ramli, S.Ag Kasi Kessos PNS

4. Zamzami, S.Ag Kasi Pemerintahan PNS

5. Sri hastuti, SP Plt.Kasi Umum PNS

6. Nurhasanah Plt.Kasi Pemb.Masy.Gamp./Kel. PNS

7. Bustamam Kasi Hukum & Trantib PNS

8. M. Yunus Kasubbag. Kepegawaian PNS

9. Zuraida Kasubbag. Keuangan PNS

10. Abd. Rahman Staf Kecamatan PNS

17. Jamaluddin Staf Kecamatan PNS

18. Adiauddin Staf Kecamatan PNS

19. Bani Chandra Staf Kecamatan Pegawai Honor

20. Anisah Hurry Staf Kecamatan Pegawai Honor

21. Eriadi Staf Kecamatan Pegawai Honor

22. Safrina Staf Kecamatan Pegawai Honor

23. Zainal Bakri Staf Kecamatan Pegawai Honor

24. Nadriah Staf Kecamatan Pegawai Bakti

25. Mawardi Staf Kecamatan Pegawai Bakti

26. Rosnaini Staf Kecamatan Pegawai Bakti

27. Maria Ulfa Staf Kecamatan Pegawai Bakti

28. Salbiah Staf Kecamatan Pegawai Bakti

29. Fitri Mulyani Staf Kecamatan Pegawai Bakti

30. Zahara Staf Kecamatan Pegawai Bakti

31. Yuna Melisa Staf Kecamatan Pegawai Bakti

32. M. Rizal Staf Kecamatan Pegawai Bakti

33. Rizki Amelia Staf Kecamatan Pegawai Bakti

34. Cut Fauziah Staf Kecamatan Pegawai Bakti

Sumber: Data Kepegawaian Kecamatan Blang Mangat Desember 2007

(61)

berpendidikan SMP. Untuk mengetahui tingkat pendidikan para Pegawai Kantor Camat Blang Mangat dapat dilihat pada tabel halaman berikut.

Tabel 13. Jumlah Para Pegawai Kantor Camat Blang Mangat Menurut Jenjang Pendidikan

No. Golongan / ruang Jumlah (orang)

1. SLTP / Sederajat 1

2. SLTA / Sederajat 26

3. S-1 7

Jumlah 34

Sumber: Data Kepegawaian Kecamatan Blang Mangat Desember 2007

Mengenai jumlah golongan pegawai yang terdapat pada Kantor camat Blang Mangat dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 14. Jumlah Golongan Pegawai Kantor Camat Blang Mangat

No. Golongan / ruang Jumlah (orang)

1. IV/a 1

2. III/d 1

3. III/c 4

4. III/a 3

5. II/b 1

6. II/a 7

7. I/c 1

8. Pegawai Honor 5

9. Pegawai Bakti 11

(62)

4.1.6. Kecamatan Blang Mangat dan Kemukiman Meuraksa

Kecamatan merupakan “line office” dari pemerintah pusat yang berhadapan langsung dengan masyarakat dan mempunyai tugas memimpin penyelenggaraan tugas pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan secara efektif dan efisien.

Pemerintahan Kecamatan sebagai suatu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di tuntut untuk meningkatkan kinerja yang optimal agar tercipta suatu kondisi pemerintahan yang mampu mengerti akan tugas dan tanggung jawab yang dijalankan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Fungsi Kecamatan juga tidak semata-mata hanya memberikan pelayanan kepada masyarakat, tetapi juga melakukan pembinaan terhadap Gampong/Gampong yang berada di bawah wilayahnya. Pemerintahan Gampong/Gampong merupakan pemerintahan terkecil atau terendah dalam sistem pemerintahan di Indonesia, Kecamatan yang merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten/Kota wajib melakukan pembinaan atas Gampong-gampong/Gampong di wilyahnya masing-masing yang berkaitan dengan fungsi pelayanan terhadap masyarakat, pembinanaan keagamaan, adat istiadat dan urusan-urusan pemerintahan di Gampong/Gampong.

(63)
(64)

Tabel 15. Data Jumlah Penduduk dan Status Geuchik dalam Kecamatan Blang

(65)

Dari data tersebut terlihat bahwa Kemukiman Meuraksa terdiri dari 1.382 KK dengan jumlah penduduk 5.421 orang. Pada Kemukiman Meuraksa ini terdapat 8 Gampong yang terkena bencana Tsunami 4 tahun silam. Semenjak di tanda tanganinya perjanjian damai antara Pemerintah RI-GAM pada tanggal 15 Agustus 2005 yang lalu, telah membawa perubahan di Nanggroe Aceh Darussalam.

Seluruh pasukan non organik baik dari TNI maupun POLRI di tarik dari wilayah Aceh secara bertahap sesuai dengan perjanjian damai tersebut. Seluruh masyarakat aceh menyambut gembira atas upaya kedua belah pihak RI-GAM untuk berdamai, namun ironisnya banyak korban-korban konflik yang harus segera di tangani. Di Kemukiman Meuraksa sendiri dapat dilihat pada tabel di bawah ini tetang perempuan yang tercatat sebagai korban konflik.

Tabel 16. Data Perempuan sebagai Kepala Keluarga Korban Konflik di Kemukiman Meuraksa

No. Gampong/Gampong Jumlah

1. Teungoh -

2. Blang Teue -

3. Kuala 6

4. Blang Cut 6

5. Jambo Mesjid 4

6. Jambo Timu 3

7. Tunong 6

8. Baloy 2

Jumlah 27

(66)

4.2. Bencana Gempa Bumi dan Tsunami

Bencana Gempa Bumi dan Tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 disepanjang pantai Aceh dan Sumatra serta Negara Asia lainya telah menimbulkan ratusan ribu korban jiwa dan menghancurkan ratusan ribu rumah dan sarana umum lainya serta sendi-sendi perekonomian masyarakat. Akibat Bencana tersebut juga telah menimbulkan ratusan ribu jiwa pengungsi.

Kecamatan Blang Mangat sebagai salah satu Kecamatan dalam Kota Lhokseumawe merupakan daerah terparah akibat terjadi nya Bencana Gempa Bumi dan Tsunami.

Berikut data yang dapat di sampaikan berkaitan dengan jumlah Kepala Keluarga Miskin dan data korban tsunami di Kecamatan Blang Mangat.

Tabel 17. Data Perempuan sebagai Kepala Keluarga Miskin di Kemukiman Meuraksa

No. Gampong/Gampong Jumlah

1. Teungoh 21

2. Blang Teue 13

3. Kuala 43

4. Blang Cut 33

5. Jambo Mesjid 24

6. Jambo Timu 29

7. Tunong 38

8. Baloy 3

Jumlah 204

(67)

Tabel 18. Data Perempuan sebagai Kepala Keluarga Korban Tsunami dalam Kecamatan Blang Mangat

No. Gampong/Gampong Jumlah

1. Teungoh 3

2. Blang Teue -

3. Kuala 1

4. Blang Cut 16

5. Jambo Mesjid 4

6.. Jambo Timu 2

7. Tunong 1

8. Baloy

Jumlah 27

Sumber: Seksi ketentraman dan ketertiban April Tahun 2007

(68)

Tabel 19. Jumlah Bantuan Rekontruksi & Rehabilitasi Perumahan bagi Korban & Imbas Tsunami dalam Kemukiman Meuraksa

No. Gampong/Gampong Kebutuhan Bantuan Rumah

Jumlah bantuan Rumah

Sumber bantuan Type

1. Jambo Mesjid 134 unit 2 unit Caritas Germany 63 M²

(69)

Tabel 20. Jumlah Penerima Beras Program Raskin Kecamatan Blang Mangat Bulan Januari tahun 2007

No. Gampong/Gampong Jumlah RTM

Kuantum

Kg Nilai

1. Teungoh 115 1,150 1.150.000

2. Blang Teue 54 540 540.000

3. Kuala 216 2.160 2.160.000

4. Blang Cut 278 2,780 2.780.000

5. Jambo Mesjid 177 1,770 1.770.000

6. Jambo Timu 208 2,080 2.080.000

7. Tunong 185 1,850 1.850.000

8. Baloy 149 1,490 1.490.000

Jumlah 1.382 13.820 13.820.000

Sumber: Kantor Camat Blang Mangat Tahun 2007

4. 3. Keadaan Kemukiman Meuraksa Pasca Gempa dan Tsunami

Pasca gempa dan tsunami awalnya Kemukiman Meuraksa tidak mendapatkan perhatian dari pihak manapun namun setelah beberapa hari baru mendapat bantuan sembako dari Pemerintah Kota Lhokseumawe hal ini belum terkoordinasinya persiapan bantuan.

(70)

Mereka khawatir kalau gempa dan tsunami akan kembali melanda Gampong mereka yang tidak jauh dari bibir pantai.

Keadaan Gampong yang porak poranda, mayat-mayat yang bergelimpangan, masih seringnya terjadi gempa dalam skala kecil menambah ketakutan masyarakat untuk pulang kerumah. Aliran lisrik yang putus, membuat Kemukiman Meuraksa dan Gampong-Gampong sekitarnya menjadi gelap gulita, keadaan yang sangat menyeramkan pada saat itu. Wajar saja jika masyarakat Gampong beramai-ramai mengungsi ke tempat yang lebih aman, seperti keterangan Geuchik Jambo Timu :

“Pada saat terjadi tsunami mayat berserakan, bahkan ia sendiri ikut terbawa arus air tsunami. Setelah kejadian tersebut bagi masyarakat yang rumahnya luput dari tsunami disuruh pulang ke rumah akan tetapi enggan untuk kembali ke rumah mereka, jangankan di waktu malam pada waktu siang hari saja mereka juga merasa takut untuk pulang ke rumah. Saya mengambil inisiatif untuk membuka dapur umum, beras saya kumpulkan di dapur umum. Pada saat itu tidak ada tenda, kami mengungsi di RSUD Cut Mutia. (25/2/2008) Selama 4 hari masyarakat kami bersama dengan masyarakat Gampong lainnya mengungsi di RSUD Cut Mutia, mereka baru mendapat bantuan sembako dan obat-obatan. Akhirnya setelah seminggu mengungsi di tempat tersebut baru mendapat bantuan tenda dari Kecamatan dan Rumah Sakit barupa tenda plastik bukan tenda dari terpal, kemudian mereka pindah tinggal di tenda.

(71)

Hampir semua wilayah dalam Kecamatan Blang Mangat merupakan daerah konflik bersenjata, karena di wilayah tersebut banyak terdapat bukit-bukit yang di sinyalir menjadi tempat persembunyian anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sedangkan di sepanjang pantai Meuraksa sebelum tsunami sering digunakan pihak tertentu sebagai tempat pemasok senjata.

Setelah gempa dan tsunami pada saat itu konflik bersenjata juga menjadi kekhawatiran masyarakat Kemukiman Meuraksa. Pada malam hari mereka khawatir jika terjadi baku tembak, padahal mereka tinggal ditenda plastik yang tentunya sangat tidak aman bagi masyarakat. Belum lagi saat itu hujan sering turun, sehingga tenda-tenda mereka terendam air. Kondisi keamanan yang tidak kondusif membuat masyarakat semakin terpuruk ke dalam situasi yang tidak menentu.

Pada saat sebelum perjanjian perdamaian antara GAM dan pemerintah disepakati, masyarakat Gampong terbagi menjadi kelompok yaitu kelompok yang memihak pemerintah dan kelompok yang memihak terhadap GAM (Gerakan Aceh Merdeka), kalau ada musyawarah Gampong biasanya kelompok yang memihak kepada GAM tidak mau mengikuti rapat Gampong, mereka mempunyai rapat-rapat tersendiri. Setelah penandatangan MOU antara pemerintah RI dan GAM pada bulan Agustus 2005, masyarakat di Gampong ini terekatkan kembali walaupun prosesnya perlahan-Iahan. Kepala Gampong Blang Cut misalnya menyatakan:

(72)

asesment bantuan rumah, sarana umum dan pengembangan ekonomi masyarakat korban tsunami. Tanggapan mereka masyarakat di sini ramah dan terbuka terhadap pendatang. (25/02/08)

Para kombatan GAM dan masyarakat yang dulunya memihak kepada GAM telah kembali ke Gampong dan mereka menyesuaikan diri dengan situasi saat ini, mereka mulai berbaur dengan masyarakat, kembali berinteraksi dengan pemerintahan Gampong, masyarakat Gampong dan pihak-pihak yang luar yaitu LSM domestik dan LSM Internasional yang melakukan program rehabilitasi dan rekontruksi di Kemukiman Meuraksa. Mereka mulai menunjukkan partisipasinya terhadap penangganan korban tsunami bersama dengan NGo dan LSM yang masuk ke Kemukiman tersebut.

Saat itu bantuan bahan pangan berupa sembako dan uang bantuan yaitu jatah hidup yang merupakan bantuan pemerintah pusat yang disalurkan oleh Pemerintah Daerah melalui Kecamatan dan Gampong hanya diberikan untuk yang tinggal di barak dan tenda adalah masyarakat yang rumahnya hanyut, hancur dan rusak berat. Menurut keterangan salah satu penduduk di Kuala:

(73)

Saat itu masyarakat masih banyak yang tinggal di barak dan tenda akan tetapi berdasarkan instruksi Gubernur NAD akhir Oktober 2005 kepada para pengungsi tersebut tidak lagi mendapat bantuan sembako dan jadup. Masyarakat berharap agar mereka masih mendapatkan bantuan berupa jatah hidup dan sembako, dikarenakan mereka masih belum mempunyai penghasilan dikarenakan mereka belum mulai bekerja, belum ada yang berlayar untuk mencari ikan, karena alat-alat nelayan seperti perahu masih banyak yang rusak. Sampah yang berasal dari tsunami yaitu berupa puing-puing bangunan seperti seng, kayu-kayu bahkan masyarakat memperkirakan masih ada mayat yang tertimbun dibawah-bawah puing-puing tersebut, hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Panglima Laot Meuraksa (Ali Panton);

”Sangat kita sesalkan instruksi Gubernur NAD terhadap penghentian Jadup kepada para pengungsi, karena para pengungsi tersebut belum memiliki mata pencaharian yang pada umumnya nelayan dan bahkan peralatan nelayan juga banyak yang hancur serta para nelayan juga masi trauma ke laut.

(74)

4.4. Proses Partisipasi Masyarakat di Kemukiman Meuraksa

Setiap masyarakat semasa hidupnya pasti mengalami perubahan-perubahan. Ada perubahan yang lambat dan ada perubahan yang sangat cepat. Faktor yang menyebabkan perubahan sosial dalam masyarakat ada dua yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar masyarakat. Faktor dari luar masyarakat salah satunya adalah berubahnya lingkungan fisik di mana manusia tinggal. Misalnya bencana alam seperti gempa bumi, banjir, taufan dan berbagai gejala alam lainnya, seringkali memaksa manusia untuk meninggalkan tempat tinggalnya. Tempat baru yang mereka huni kadang membutuhkan penyesuaian terhadap pola hidup mereka.

Saat ini perubahan sosial ekonomi yang dialami masyarakat sangat drastis, warga Gampong kehilangan kehilangan anggota keluarga dan kehilangan mata pencaharian (rusaknya lahan pertanian, sandang, pangan, papan). Masalah kemiskinan mengancam kehidupan masyarakat Kemukiman Meuraksa . Bencana yang menimpa Gampong ini telah memiskinkan masyarakatnya, mereka kehilangan rumah, harta benda dan kehilangan mata pencaharian, ini adalah penyebab utama kemiskinan. Datangnya bencana alam yang tidak diduga sebelumnya oleh masyarakat, telah mengakibatkan hilangnya pendapatan masyarakat akibat tsunami mereka kehilangan penghasilan.

Gambar

Tabel 1. Data Korban Bencana Gempa dan Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumut
Gambar 1. Langkah-langkah Rehabilitasi dan Rekontruksi Aceh dan Nias Pasca Tsunami
Tabel 2. Jumlah Pengungsi dan Tempat Pengungsian Korban Gempa Bumi dan Tsunami Dalam Kecamatan Blang Mangat
Tabel 3. Jumlah Korban Tsunami yang Menempati Tenda dan Barak di Kecamatan Blang Mangat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2013 lalu menunjukkan bahwa media sosial twitter merupakan media sosial

Oleh karena itu orbit yang paling tepat untuk satelit komunikasi adalah Orbit Geostasioner, yaitu orbit dimana perioda orbitnya adalah selama 24 jam dan sejajar

1.2.2 Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“, dan atau yang bermakna sama, tanpa secara

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perlakuan akuntansi pembiayaan gadai emas (Rahn) dan cicil emas pada PT Bank Syariah Mandiri Cabang Jember dapat

Beberapa kearifan lokal yang terdapat dalam masyarakat Indonesia antara lain sebagai berikut. Kearifan lokal dalam karya-karya masyarakat, misalnya pada seni tekstil

Konflik peranan adalah tekanan kerja yang sering berlaku terutamanya dalam kalangan pemimpin pertengahan kerana mereka melakukan pelbagai tugas dalam satu masa dalam

Možemo sada lako uočiti da se naš zlatni pravokutnik zapravo sastoji od dva manja lika – kvadrata koji je zapravo konstruiran nad manjom stranicom pravokutnika, i drugog