• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada Infeksi Primer (keradangan permulaan), gambaran patologi, berupa gambaran bronkopneumonia yang dikelilingi oleh sel-sel radang fokal. (Hood Alsagaff et.al., 1993).

Basil mikrobakterium tuberkulosa tersebut masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer (Ghon). Selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah Primer Kompleks (Ranker); Infeksi primer (Ghon) dan Primer Kompleks (Ranke) dinamakan TB Primer, yang dalam perjalanan lebih lanjut sebagian besar akan mengalami penyembuhan (Hood Alsagaff et.al., 1993).

TB Paru Primer merupakan keradangan yang terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikrobakterium tuberkulosa, yang kebanyakan didapat pada usia anak 1-3 tahun, sedangkan yang disebut Tuberkulosa Post Primer (reinfection) adalah keradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil TB tersebut (Hood Alsagaff et.al., 1993).

Seseorang yang belum pernah diinfeksi oleh basil TB, tes tuberkulin akan negatif karena basil TB tidak dikenali oleh sistem imunitas seluler namun difagositosis oleh makrofagnya dapat mati. Basil TB berkembang biak secara leluasa dalam 2 minggu pertama di alveolus paru dan cukup cepat dalam replikasi diri (Danutoso,2011).

Tahap ini sel-sel limfosit T akan mulai berkenalan dengan basil TB untuk pertama kalinya dan akan menjadi limfosit T yang tersentisasi. Limfosit T yang sudah tersentisasi ini akan mengeluarkan berbagai jenis limfoklin yang masing-masing mempunyai khasiat yang khas (Danutoso,2011).

Beberapa jenis limfokin mempunyai khasiat untuk merangsang limfosit dan makrofag untuk membunuh basil TB (Macrophage Activating Factor = MAF, Certainty Factor =CF, dll). Disamping itu skin reactivity Factor atau SRF untuk menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat pada kulit berupa indurasi dengan diameter 10 mm atau lebih sedikit. Secara klinis, sifat ini dikenal dengan reaksi tuberkulin (sering juga disebut tes Mantoux). Adanya konversi reaksi tuberkulin dari negatif ke positif belum tentu menjadi indikator bahwa sudah ada kekebalan, tetapi yang pasti konversi ini menentukan indikator bahwa baru saja

terjadi infeksi M. Tuberculosis. Tetapi sayang sekali, makrofag tidak selamanya dapat membedakan antara kawan dan lawan, sehingga mungkin juga sel ini menimbulkan kerusakan-kerusakan jaringan dalan bentuk nekrosis, yang disebut pengkejuan, yang kemudian disusu dengan likuifaksi (pencairan) (Danutoso,2011).

Pada tahap ini, bentuk patologi klasik TB dapat ditemukan dalam proprsi yang tidak sama, yaitu berupa tuberkel-tuberkel, yang masing-masing berupa pengkejuan di tengah (sentral) yang dikelilingi oleh sel-sel epitheloif (yang berasal dari sel-sel makrofag), sel-sel datia Langhans (juga berasal dari makrofag), dan sel-sel limfosit. Basil-basil TB dapat musnah dengan perlahan-lahan atau akan tetap berkembang biak di dalam makrofag, atau akan tetap tinggal

‘tidur’ (dormant) selama bertahun-tahun, bahkan sampai puluhan tahun (Danutoso,2011).

Dalam waktu kurang dari 1 jam setelah berhasil masuk ke dalam alveoli, sebagaian basil TB akan terangkut oleh aliran limfa ke dalam kelenjar-kelenjar limfa regional dan sebagian malah dapat ikut masuk ke dalam aliran darah dan tersebar ke organ lain. Perubahan seperti telah dilukiskan di atas juga akan di alami oleh kelenjar-kelenjar limfa serta organ yang sempat dihinggapi basil TB.

Kombinasi tuberkel dalam paru dan limfadenitis regional disebut juga kompleks primer (Danutoso,2011).

Pengkejuan akan disusul dengan penimbunan garam-garam kalsium (klasifikasi) secara progresif. Prosesnya dimulai dalam beberapa bulan dan dapat berlangsung sampai bertahun-tahun kemudian. Bahkan, kadang-kadang, dapat

terbentuk pula zat kolagen dan sekali waktu dapat terjadi osigikasi kompleks primer kali ini. Biasanya suatu lesi primer TB akan mengalami penyembuhan spontan dengan atau tanpa klasifikasi, tetapi perlu diingat bahwa ada basil TB yang dikandung di dalam lesi-lesi primer tetap hidup walaupun sedang ‘tidur’.

Bukti akan kebenaran ini akan tampak pada otopsi, yang ditemukan akan menghasilkan perbenihan yang positif. Di samping klasifikasi, dapat pula terjadi fibrosis yang juga merupakan salah satu tanda bahwa proses telah tenang (Danutoso,2011).

Implikasi praktis dari semua ini ialah bahwa orang tersebut sekarang sudah kebal terhadap TB, tetapi perlu diingat kekebalan ini tidak kekal tidak seperti kekebalan terhadap rubella (campah jerman) atau rubeola (campak) yang akan bertahan selama hidup (Danutoso,2011).

Kekebalan ini mencapai puncaknya bebearapa waktu setelah infeksi pertama gagal menimbulkan penyakit TB, serta setiap kali terjadi infeksi berikutnya tetapi tak berhasil menimbulkan penyakit. Kekebalan ini dapat luntur, bahkan dapat hilang sama sekali bila tidak pernah ada kontak lagi dengan basil TB (Danutoso,2011).

Pada tahap permulaan tersebut fokus infeksi primer dapat menimbulkan (terutama pada anak-anak) :

1. Suhu badan meningkat sedikit (subfebril) 2. Tampak sakit

3. Nyeri persendian (anak cerewet) 4. Malaesa (anak tidak mau makan)

5. Uji kulit dengan PPD/tuberkulin menunjukkan reaksi negatif

Setelah infeksi primer ini berjalan kurang lebih 12 minggu, yakni setelah timbul kekebalan spesifik terhadap basil TB, maka terjadilah pembesaran kelenjar limfe regional yang sering dinamakan penyebaran limfogen (penyebaran limfohematogenous).

Reaksi tubuh masih seperti diatas ditambah dengan :

a. Uji kulir dengan PPD/tuberkulin yang semula negatif menjadi positif.

b. Batuk-batuk karena adanya pembesaran kelenjar yang mengadakan penekanan saluran udara (bronkus).

c. Pembesaran kelenjar limfe daerah hilus, pada trakea dan daerah leher d. Disamping itu juga dapat tampak adanya infiltrat halus yang tersebar luas

pada seluruh lapangan paru yang dikenal sebagai TB Paru milier.

e. Panas badan menjadi lebih tinggi, sering terjadi kejang-kejang (convuisi) oleh karena adanya meningitis

Infeksi Primer tersebut setelah terbentuknya kekebalan tubuh yang spesifik (immunitas spesifik), dapat sembuh dengan sendirinya, dengan meninggalkan atau tanpa meninggalkan bekas. Yang dimaksud bekas pada penyembuhan primer infeksi tersebut, dapat berupa fibrotik dan klasifikasi, sangat jarang dalam bentuk lainnya (pada foto toraks) (Hood Alsagaff et.al., 1993).

2.5.2 Infeksi Sekunder

TB sekunder ialah penyakit TB yang baru timbul setelah lewat 5 tahun sejak terjadinya infeksi primer. Bila karena sebab-sebab tertentu sistem pertahanan tubuh melemah, basil TB yang sedang ‘tidur’ dapat aktif kembali.

Proses ini disebut reinfeksi endogen. Dapat pula terjadi super-infeksi basil TB baru dari luar. Terutama di negara-negara dengan prevalensi TB yang masih tinggi, kemungkinan ini tidak boleh diabaikan. Infeksi oleh basil baru ini disebut reiinfeksi endogen, sedangkan kemungkinan reinfeksi eksogen makin tinggi bila prevalensi TB setempat juga makin tinggi (Danutoso,2011).

Kemungkinan suatu TB primer yang telah sembuh akan berlanjut menjadi TB sekunder tidaklah besar; diperkirakan hanya sekitar 10%. Sebaliknya juga, suatu reinfeksi endogen atau eksogen, walaupun semula berhasil menyebabkan seorang menderita penyakit TB sekunder, tidka selalu akan berkelanjutan terus secara progresif dan berakhir dengan kematian. Hal ini terutama ditentukan oleh efektivitas sistem imunitas seluler di suatu pihak dan jumlah serta virulensi basil TB dipihak lain. Walaupun sudah sampai timbul penyakit TB, selama masih minima, masih ada kemungkinan bagi tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri, yakni bila sistem imunitas seluler masih minimal, masih ada kemungkinan bagi tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri, yakni bila sistem imunitas seluler masih berfungsi dengan baik, dengan meninggalkan bekas-bekas berupa jaringan parut (proses fibrotik) dan bintik-bintik/bercak-bercak kapur. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa TB pada anak-anak pada umumnya adalah TB primer, sedang TB pada orang dewasa adalah TB sekunder karena reinfeksi endogen (Danutoso,2011).

Dokumen terkait