• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan PKH di Kabupaten Sumba Barat

Bab IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS

A. Gambaran Umum Kabupaten Sidoarjo

4.2 Pelaksanaan PKH di Provinsi Nusa Tenggara Timur: Kabupaten

4.2.2 Pelaksanaan PKH di Kabupaten Sumba Barat

Tim Koordinasi (TK) PKH Kabupaten Sumba Barat dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bupati No. Kep/HK/86/2007, tanggal 26 Februari 2007. Secara aktif TKPKH Kabupaten baru mulai melakukan koordinasi pada bulan Juli 2007. Hingga saat ini telah dilaksanakan dua kali pertemuan yang melibatkan pihak-pihak terkait pada bulan Oktober dan November 2007, khususnya dalam rangka sosialisasi program kepada seluruh instansi terkait.

Sampai kunjungan lapangan ini dilakukan, tidak ada dana khusus untuk operasional TKPKH Kabupaten. Untuk keperluan operasioanal masih

26,3 8,17 15,6 3,26 0 5 10 15 20 25 30 35

Pendidikan Kesehatan Infrastruktur Pertanian

menggunakan perlengkapan Bappeda dan Dinas Sosial. Bappeda dan Dinas Sosial sebagai Ketua dan Sekretaris TKPKH Kabupaten mengetahui cukup baik mengenai PKH. Namun tidak semua anggota TKPKH memahami dengan baik, walaupun telah dilakukan sosialisasi pada seluruh anggota TKPKH Kabupaten.

Gambar 4.15 Sauasana Pembayaran dana PKH kepada RTSM di Kecamatan Kotikutana, Kabupaten Sumba Barat (Sumber:

Foto Lapangan)

b. Dinas Kesehatan

Dinas Kesehatan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai PKH, namun belum melakukan penjelasan dengan baik kepada pemberi layanan kesehatan, antara lain kepada puskesmas-puskesmas dan jaringannya. Dampaknya adalah, dari 3 (tiga) puskesmas yang dikunjungi, tidak satupun yang mengetahui PKH apalagi memahaminya. Akan tetapi, petugas di lapangan, seperti bidan desa telah memperoleh informasi pada saat sosialisasi program sebelum pembayaran pertama dilakukan seperti yang terjadi di Kabupaten Sumba Tengah, sehingga mereka dapat menginformasikan kepada Dinas Kesehatan mengenai terjadinya peningkatan kunjungan ke posyandu.

Pada kabupaten baru seperti Sumba Barat Daya, Dinas Kesehatan baru lima bulan terbentuk pada saat tim survey ada di sana (Maret 2008) dan belum mengetahui mengenai program dan belum tahu bagaimana cara berkoordinasi dalam rangka pelaksanaan PKH karena induk program ada di kabupaten Sumba Barat sebagai kabupaten induk, sedangkan penyedia

Hal yang menarik, dari sisi kesiapan masing-masing puskesmas untuk melayani penduduk miskin, baik yang menerima bantuan PKH ataupun pemegang kartu Askeskin, sudah dilakukan sejak dini. Anggaran untuk Askeskin tahun 2008 diharapkan langsung disalurkan ke puskesmas. Untuk itu, setiap puskesmas sudah membuat rencana kerja dan anggaran termasuk untuk masyarakat miskin (di dalamnya mencakup RTSM) secara umum yang disetujui oleh dinas kesehatan kabupaten. Di tingkat puskesmas, para bidan desa disyaratkan untuk melakukan tatap muka (pemeriksaan) kepada penduduk miskin minimal 4 kali per bulan, atau jika ada ibu-ibu yang tidak datang ke posyandu, maka ada kewajiban dari para bidan untuk mendatangi rumah ibu-ibu tersebut. Hal ini dikaitkan dengan insentif yang akan diterima oleh masing-masing bidan, yaitu semakin banyak masyarakat yang dilayani maka insentif yang diterima bidan akan semakin banyak

Pergantian dan perpindahan pejabat akibat pemekaran Sumba Barat menjadi 3 Kabupaten yaitu Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya merupakan salah satu penyebab tidak terdistribusinya informasi mengenai program ini dengan baik, khususnya di 2 Kabupaten yang baru. Kurangnya sosialisasi internal di dalam Dinas juga menjadi penyebab kurang tersosialisasinya PKH. Hal ini terjadi karena pejabat atau aparat yang mendapatkan sosialisasi PKH tidak menyebarkan informasi yang diterimanya kepada rekan-rekan di kantornya. Di lain pihak, Departemen Kesehatan juga belum melakukan koordinasi dengan dinas kesehatan terutama mengenai dukungan terhadap pelaksanaan PKH.

Secara umum belum semua Dinas terkait memberikan kontribusi nyata terhadap pelaksanaan PKH. Sejauh ini hanya sebatas sosialisasi yang masih sangat kurang memadai. Meskipun demikian, dengan pimpinan Bappeda Kabupaten, dinas-dinas terkait telah berkomitmen untuk melakukan koordinasi lanjutan khususnya unit penyedia layanan yaitu pendidikan dan kesehatan.

c. Partisipasi Puskesmas

Di Kabupaten Sumba Barat, tidak semua kecamatan penerima PKH memiliki Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), namun beberapa fasilitas kesehatan dapat digunakan untuk memberikan layanan kesehatan pada peserta PKH, seperti Puskesmas Pembantu (Pustu), Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), dan bidan desa. Beberapa perkembangan dan masalah terkait dengan puskesmas dan layanan kesehatan antara lain sebagai berikut:

Pada umumnya puskesmas di 3 kabupaten belum memahami dan mengetahui PKH. Sementara itu, Dinas Kesehatan Sumba Barat maupun Sumba Tengah sudah memiliki pengetahuan yang cukup baik. Aparat Dinas Kesehatan menyatakan sudah pernah melakukan sosialisasi terhadap puskesmas, namun hanya mencakup puskesmas di wilayah Sumba Barat setelah pemekaran.

Berbeda dengan apa yang disampaikan oleh aparat Dinas Kesehatan, pihak Puskesmas mendengar PKH melalui sosialisasi umum yang dilakukan oleh Infokom, sedangkan dari Dinas Kesehatan tidak ada informasi yang jelas. Adapula puskesmas yang belum pernah menerima sosialisasi mengenai PKH, yaitu di Kecamatan Katikutana (Kabupaten Sumba Tengah). Selain itu, belum pernah ada sosialisasi atau pun pelatihan mengenai cara mengisi format verifikasi kehadiran.

Buku-buku pedoman operasional juga belum dimiliki oleh petugas puskesmas. Akan tetapi, bidan-bidan desa telah menerima sosialisasi program dari UPPKH Kabupaten Sumba Barat pada saat sebelum pembayaran pertama dilakukan di Sumba Tengah. Belum adanya sosialiasasi dari Dinas Kesehatan dan Sosial karena Dinas tersebut baru terbentuk dan masih melakukan konsolidasi kedalam. Untuk lebih mempersiapkan puskesmas dalam mendukung PKH, Dinas Kesehatan akan melakukan sosialisasi pada seluruh puskesmas dan bidan desa di kabupaten induk dan dua kabupaten pemekaran lainnya.

Di Sumba Barat Daya, pendamping PKH sering datang berkunjung untuk meminjam mesin ketik tetapi belum menjelaskan mengenai program. Pendamping mengakui hal ini dan akan melakukan koordinasi yang lebih baik. Kurangnya pemahaman dari para pelaksana di tingkat lapangan, seperti para kader posyandu menyebabkan beberapa diantara mereka meminta tambahan honor untuk pelaksanaan PKH. Terkait dengan hal ini, karena beberapa kader juga merupakan peserta PKH, mereka dapat menyampaikan informasi yang tepat mengenai program.

Koordinasi antara unit layanan (puskesmas, pustu, bidan desa) dengan Dinas Kesehatan akan dilakukan melalui rapat rutin bulanan dan disesuaikan dengan pedoman PKH (terkait dengan layanan yang diperlukan oleh peserta PKH). Selain dengan unit layanan, Dinas Kesehatan juga melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Sosial Sumba Tengah

Sosial di kedua kabupaten baru tersebut sudah mengetahui PKH, walaupun belum memahami dengan baik, dan belum merata di antara staf. Mereka juga sangat antusias dan siap mendukung pelaksanaan program dengan telah mengalokasikan dana melalui DAU untuk penambahan tenaga di pusat-pusat layanan kesehatan.

Koordinasi, sosialisasi ataupun surat pemberitahuan dari Departemen Kesehatan, sejauh ini belum pernah dilakukan di Sumba Barat baik sebelum ataupun sesudah pemekaran. Dinas Kesehatan mengetahui dan paham tetang PKH melalui Tim Koordinasi Kabupaten dan buku pedoman PKH. Dinas Kesehatan maupun puskesmas sampai saat ini juga belum mengetahui RTSM yang menjadi penerima PKH, karena daftar RTSM yang harus memenuhi persyaratan kesehatan belum diterima dari UPPKH Pusat. Akibatnya, mereka tidak dapat mempersiapkan dengan baik sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

Untuk mendukung pelaksanaan PKH, belum ada perjanjian tertulis antara Dinas Kesehatan dan Puskesmas-Puskesmas. Namun, dalam waktu dekat, pada pertemuan dengan puskesmas dan bidan desa akan dibuat suatu kesepakatan bersama yang dilakukan secara resmi (tertulis) untuk memastikan peranan pemberi layanan kesehatan dalam mendukung PKH.

Berdasarkan laporan aparat Dinas Kesehatan puskesmas dan bidan, sejak validasi dilakukan pada bulan Oktober 2007, terjadi peningkatan kehadiran di fasilitas kesehatan setempat (puskesmas, posyandu). Ibu hamil dan anak balita RTSM telah banyak yang mulai menggunakan fasilitas-fasilitas tersebut. Peningkatan ini merupakan dampak positif PKH akan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, walaupun sosialisasi belum dilakukan secara optimal dan pembayaran kepada keluarga penerima bantuan belum dilakukan.

Dengan adanya peningkatan penggunaan fasilitas kesehatan, penambahan sumber daya yang ada merupakan kebutuhan yang harus segera disiapkan. Saat ini, masih terdapat kekurangan tenaga di beberapa pustu dan juga belum semua desa mempunyai bidan desa. Kalaupun sudah ada bidan desa, mereka tidak tinggal di desa sehingga pada saat dibutuhkan, mereka tidak ada di tempat. Kekurangan tenaga sudah diantisipasi oleh Dinas Kesehatan Sumba Barat. Dalam waktu dekat mereka akan memperbantukan tenaga puskesmas dari kecamatan yang tidak mendapatkan PKH ke puskesmas-puskesmas penerima PKH, dan meminta

bantuan dari propinsi untuk memenuhi tenaga yang masih kurang. Disamping itu Dinas Kesehatan juga akan mengoptimalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Kesehatan untuk mendukung PKH. Untuk tahun 2008, Kabupaten Sumba Tengah akan mendapat 3 tenaga Sarjana Kesehatan Masyarakat, 3 bidan dan 2 lulusan akademi perawat melalui dana DAU. Tambahan tenaga ini akan diarahkan pada puskesmas pembantu (Pustu) yang belum memiliki tenaga kesehatan (berdasarkan informasi dari puskesmas, terdapat 3 pustu yang tidak memiliki tenaga kesehatan).

Hal lain yang menjadi perhatian dari pihak puskesmas dalam mempersiapkan sarana dan prasarana kesehatan untuk mendukung PKH adalah perbaikan dari alat timbang di posyandu yang dinilai sudah perlu untuk diremajakan. Pihak Dinas Kesehatan akan memasukkan kebutuhan ini pada anggaran DAU tahun 2009. Di Sumba Barat Daya, Dinas Kesehatan tidak terlalu mempersoalkan mengenai kesediaan layanan untuk PKH, karena ini sudah tercakup dalam ketersediaan pelayanan untuk semua masyarakat miskin. Sebagai contoh di posyandu, bidan akan mendapatkan dana operational lebih banyak kalau melayani lebih banyak orang, dalam hal ini misalnya ibu hamil dan nifas. Jika mereka tidak datang ke posyandu, bidan desa bisa mengunjungi rumah-rumah mereka, karena pengajuan anggaran untuk bidan berdasarkan jumlah orang yang dilayani.

Persediaan obat dan vaksin masih mencukupi walaupun ada peningkatan kunjungan karena pengalokasian dana untuk obat dan vaksin didasarkan pada jumlah penduduk, bukan pada jumlah masyarakat miskin saja. Mekanisme yang dilakukan dalam pengajuan kebutuhan obat dari posyandu atau pustu adalah dengan mangajukan langsung kekurangan obat kepada Puskesmas. Sementara itu, Puskesmas mengajukan kebutuhan kepada Dinas Kesehatan berdasarkan proyeksi kebutuhan obat untuk jangka waktu tertentu dan jumlah kunjungan periode sebelumnya. Akan tetapi, pada saat kunjungan ke salah satu puskesmas di Sumba Tengah, diketahui bahwa puskesmas mengalami kesulitan vaksin dan obat-obatan karena terganggunya pengiriman melalui laut akibat gelombang tinggi.

Hal tersebut menyebabkan kegiatan vaksinasi selama 2 bulan terhenti dan baru dapat dilaksanakan kembali pada bulan April 2008. Hal ini perlu mendapat perhatian semua pihak, khususnya untuk daerah-daerah kepulauan, dimana kegiatan vaksinasi/imunisasi yang menjadi persyaratan

dan pembayaran. Bahkan di puskesmas di Sumba Barat Daya pada kecamatan lokasi PKH, sudah sejak bulan Januari tidak memiliki vaksin.

Puskesmas tidak memungut biaya tambahan kepada pemegang askeskin, begitu pula terhadap penduduk yang terdaftar sebagai anggota rumah tangga miskin, dengan menunjukan identitas atau surat keterangan miskin (SKTM). Dengan demikian, penerima PKH dapat menerima layanan askeskin. Bahkan untuk Kabupaten Sumba Tengah, dari 68.000 jumlah penduduk, dana Askeskin yang dialokasikan melalui APBN telah mencakup sebanyak 60.000 penduduk. Selain itu, melalui dana DAU, telah dialokasikan dana asuransi kesehatan sosial untuk 10.000 penduduk. Dengan demikian, semua penduduk telah memperoleh jaminan pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Verifikasi untuk keperluan PKH belum dilaksanakan. Namun, secara rutin tempat-tempat layanan kesehatan selalu menggunakan daftar hadir dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu menurut pihak puskesmas, program PKH tidak akan terlalu membebani petugas dalam pengisian format verifikasi. Pendamping, yang bertanggung jawab mendampingi ibu-ibu penerima PKH untuk mendaftarkan ke pusat-pusat layanan kesehatan belum berkoordinasi dengan puskesmas-puskesmas atau pun pusat layanan kesehatan lainnya. Selain puskesmas dan jaringannya, beberapa penerima PKH juga menggunakan pusat layanan kesehatan swasta, seperti di Kabupaten Sumba Tengah, yaitu Balai Pengobatan Katikuloku. Akan tetapi, untuk imunisasi dan pemeriksaan kehamilan, para penerima PKH tetapi ditarik bayaran.

Secara umum Puskesmas merasa terbantu dengan PKH. Dengan program ini, masyarakat, khususnya dari keluarga RTSM akan lebih terpacu untuk memeriksakan kesehatan keluarganya. Namun, Puskesmas meminta agar penjelasan dan koordinasi lebih lanjut terus dilaksanakan, sehingga puskesmas-puskesmas akan lebih siap dalam mendukung PKH. Selain itu, perlu adanya koordinasi dengan pusat layanan kesehatan swasta dimana peserta PKH terdaftar untuk dapat memberikan layanan kesehatan gratis bagi penerima PKH.

4.3 PELAKSANAAN PKH DI PROVINSI GORONTALO:

Dokumen terkait