• Tidak ada hasil yang ditemukan

(DAMPAK TERHADAP PENYEDIAAN PELAYANAN KESEHATAN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(DAMPAK TERHADAP PENYEDIAAN PELAYANAN KESEHATAN)"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PELAKSANAAN

PROGRAM KELUARGA HARAPAN

(DAMPAK TERHADAP PENYEDIAAN PELAYANAN KESEHATAN)

LAPORAN AKHIR

DIREKTORAT PENANGGULANGAN KEMISKINAN KEDEPUTIAN BIDANG KEMISKINAN, KETENAGAKERJAAN DAN USAHA KECIL MENENGAH

(2)

DISIAPKAN OLEH TIM EVALUASI :

PRASETIJONO WIDJOJO (Penanggung Jawab) ENDAH MURNININGTYAS (Ketua) VIVI YULASWATI (Anggota) HEDI M. IDRIS (Anggota) WORO S. SULISTYANINGRUM (Anggota) SAMY LEROY UGUY (Anggota) RIYA FARWATI (Anggota) KARIM (Anggota)

(3)

KATA PENGANTAR

Kegiatan evaluasi Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa sejak diluncurkan PKH pada tahun 2007, rumah tangga sangat miskin (RTSM) di daerah-daerah yang menjadi pilot project PKH masih banyak yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses yang menjadi hak mereka terutama terkait pelayanan kesehatan. Kondisi tersebut pada umumnya disebabkan oleh kurangnya jumlah tenaga kesehatan, minimnya sarana kesehatan, dan faktor kondisi geografis yang mempersulit aksesibilitas terhadap pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan terutama di daerah-daerah terpencil.

Pada tahun 2007, PKH telah dilaksanakan uji coba di 7 (tujuh) provinsi, dan pada tahun 2008 diperluas di 6 (enam) provinsi lain. Dengan adanya perluasan cakupan wilayah ini, kegiatan evaluasi menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan karena dinamika dan permasalahan yang dihadapi baik pada tataran sistem yang dibangun maupun teknis implementasinya akan terus berkembang.

Tujuan dari kegiatan evaluasi ini adalah untuk mengevaluasi dampak PKH terhadap efektivitas penyediaan pelayanan kesehatan bagi peserta PKH, sehingga dapat menjadi masukan dalam perbaikan disain PKH maupun dalam pelaksanaan program selanjutnya. Kegiatan evaluasi ini difokuskan pada aspek kesehatan, karena ditinjau dari hasil pencapaian MDG’s secara umum untuk aspek lain dalam PKH yaitu pendidikan sudah lebih baik, terutama Angka Partisipasi Murni (APM) SD sudah mencapai 94,7 % dan APM SMP mencapai 66,5 % dari target 100 % pada tahun 2015. Upaya peningkatan kualitas pendidikan juga sudah ada dukungan dari BOS, dan upaya menyukseskan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun yang sudah berjalan sejak tahun 1994. Untuk aspek kesehatan, dari laporan pencapaian MDG’s tahun 2007, terutama angka rata-rata kematian anak/1.000 masih sebesar 40 jiwa, angka kematian bayi/1.000 sebesar 32 jiwa, dan angka

(4)

kematian ibu/100.000 masih sebesar 307 jiwa dari target 110 jiwa pada tahun 2015.

Program ini merupakan salah satu instrumen dalam klaster I dari tiga klaster penanggulangan kemiskinan yang dicanangkan pemerintah, yaitu (I) bantuan dan perlindungan sosial, (II) pemberdayaan masyarakat, serta (III) penguatan usaha mikro dan kecil. Dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan dan pengembangan sistem jaminan sosial, dua aspek dasar yang menjadi sasaran PKH adalah pendidikan dan kesehatan. Rendahnya kualitas pada dua aspek inilah yang dalam jangka panjang menjadi penyebab utama menyambungnya mata rantai perangkap kemiskinan. PKH diharapkan menjadi pemutus mata rantai kemiskinan, mempercepat pencapaian tujuan MDG’s dan dalam jangka panjang untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang lebih baik.

Dengan selesainya laporan ini maka hasil evaluasi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi tim pengarah, tim pengendali dan pihak lain baik yang mendesain, merencanakan, melaksanakan, dan mengembangkan program-program penanggulangan kemiskinan khususnya dalam rangka mengembangkan dan mendesain sistem jaminan sosial bagi masyarakat yang berada pada level paling bawah (RTSM). Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh Tim Evaluasi Pelaksanaan PKH yang sudah Menyelesaikan evaluasi di lapangan maupun menganalisa hasil temuan sehingga menghasilkan hasil laporan, analisa dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan program PKH. Segala masukan, koreksi dan kritik atas laporan ini dapat disampaikan ke Direktorat Penanggulangan Kemiskinan.

Jakarta, Desember 2008

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

Bab I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 4 1.3 Keluaran ... 4 1.4 Ruang Lingkup ... 4 1.5 Sistematika Penulisan ... 6

Bab II KERANGKA KONSEPTUAL ... 7

2.1 Gambaran Umum Program Keluarga Harapan ... 7

2.2 Dampak Program Bantuan Tunai Bersyarat di Berbagai Negara . 12 Bab III METODOLOGI EVALUASI ... 16

3.1 Kerangka Pemikiran ... 16

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 16

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 19

3.3.1 Pengkajian Data Sekunder ... 20

3.3.2 Kunjungan Lapangan ... 20

3.3.3 Wawancara ... 22

3.3.4 Focused Group Discussion (FGD) ... 23

3.4 Metode Analisis Data ... 23

Bab IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS ... 25 4.1 Pelaksanaan PKH di Provinsi Jawa Timur : Kabupaten Kediri dan

(6)

4.1.1 Pelaksanaan PKH di Kabupaten Kediri ... 25

A. Gambaran Umum Kabupaten Kediri ... 25

B. Pelaksanaan PKH di Kabupaten Kediri ... 31

4.1.2 Pelaksanaan PKH di Kabupaten Sidoarjo ... 37

A. Gambaran Umum Kabupaten Sidoarjo ... 37

B. Pelaksanaan PKH di Kabupaten Sidoarjo ... 43

4.2 Pelaksanaan PKH di Provinsi Nusa Tenggara Timur: Kabupaten Sumba Barat ... 49

4.2.1 Gambaran Umum Kabupaten Sumba Barat ... 49

4.2.2 Pelaksanaan PKH di Kabupaten Sumba Barat ... 55

4.3 Pelaksanaan PKH di Provinsi Gorontalo: Kabupaten Bone Bolango ... 62

4.3.1 Gambaran Umum Kabupaten Bone Bolango ... 62

4.3.2 Pelaksanaan PKH di Kabupaten Bone Bolango ... 68

Bab V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... 77

5.1 Kesimpulan ... 77

5.1.1 Pelaksanaan PKH Secara Umum ... 77

5.1.2 Dampak Terhadap Penyediaan Pelayanan Kesehatan .... 82

5.2 Rekomendasi ... 84

5.2.1 Pelaksanaan PKH Secara Umum ... 84

5.2.2 Penyedia Layanan Kesehatan ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan CCT di Berbagai Negara ... 12 Tabel 3.1 Persentase Tingkat Pemeriksaan Kehamilan di Tiga

Provinsi Sample Tahun 2007 ... 17 Tabel 3.2 Persentase Tingkat Kematian Bayi dan Anak di Tiga

Provinsi Sample Tahun 2007 ... 18 Tabel 3.3 Provinsi, Kabupaten, dan Kecamatan Wilayah Evaluasi

PKH Tahun 2007 ... 19 Tabel 3.4 Informan Evaluasi Program Keluarga Harapan ... 21 Tabel 3.5 Jumlah Informan Penyedia Layanan dan Masyarakat

Umum ... 22 Tabel 3.6 Jenis Informan dan Cara Pengumpulan Informasi ... 24 Tabel 4.1 Angka Mortalitas di Kabupaten Sidoarjo Tahun 2004 –

2007 ... 42 Tabel 4.2 Kondisi Tenaga Kesehatan di Kabupaten Bone Bolango

Tahun 2007 ... 65 Tabel 4.3 Persentase Balita Menurut Status Gizi di Provinsi Gorontalo

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Lingkar Kausal Perangkap Kemiskinan ... 7 Gambar 2.2 Struktur Orgasnisasi Program Keluarga Harapan ... 9 Gambar 2.3 Diagram Alur Operasional PKH ... 11 Gambar 3.1 Tingkat Kemiskinan di Tiga Provinsi Sampel dan

Nasional Tahun 2005 dan 2008 ... 17 Gambar 4.1 Peta Kabupaten Kediri ... 25 Gambar 4.2 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kediri

Dibandingkan dengan Beberapa Kabupaten Lain

di Jawa Timur ... 27 Gambar 4.3 Indeks Pembangunan Manusia di Tiga Provinsi

dan Nasional ... 27 Gambar 4.4 Angka Kematian Bayi di Provinsi Jawa Timur,

Kabupaten Kediri, dan Beberapa Kabupaten Lain

Tahun 2005 ... 30 Gambar 4.5 Tingkat Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Jawa

Timur Tahun 2004... 30 Gambar 4.6 Peta Kabupatenb Sidoarjo ... 38 Gambar 4.7 Distribusi Persentase PDRB atas dasar Harga Konstan

2000 di Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007 ... 40 Gambar 4.8 Jumlah Tenaga Medis di Kabupaten Sidoarjo Tahun

2004-2007 ... 41 Gambar 4.9 Peta Kabupaten Sumba Barat (Sebelum Pemekaran) .. 50 Gambar 4.10 Tingkat Kemiskinan Kabupaten Sumba Barat dan

Kabupaten Lain di Provinsi NTT Tahun 2005 ... 51 Gambar 4.11 Tingkat Gizi Kurang dan Gizi Buruk di Provinsi NTT

Tahun 2007... 52 Gambar 4.12 Angka Kematian Ibu di Kabupaten Sumba Barat dan

Kabupaten Lain di NTT Tahun 2006 ... 53 Gambar 4.13 Angka Kematian Bayi di Kabupaten Sumba Barat dan

(9)

Target MDGs ... 54 Gambar 4.14 Perbandingan Persentase Anggaran Pendidikan,

Kesehatan, Infrastruktur, dan Pertanian di Kabupaten Sumba Barat dan Tiga Kabupaten Lain Tahun 2006 ... 55 Gambar 4.15 Suasana Pembayaran Dana PKH Kepada RSTM

di Kecamatan Kotikutana, Kabupaten Sumba Barat .... 56 Gambar 4.16 Peta Kabupaten Bone Bolango ... 62 Gambar 4.17 Perbandingan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin

di Provinsi Gorontalo Tahun 2005 ... 63 Gambar 4.18 Kondisi Rumah RTSM di Kecamatan Bone Pantai,

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah Indonesia telah meluncurkan Program Keluarga Harapan (PKH) pada tahun 2007 dalam bentuk uji coba di 7 (tujuh) provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Gorontalo. PKH merupakan salah satu upaya untuk menanggulangi kemiskinan di Indonesia dan akan menjadi cikal bakal pengembangan sistem jaminan sosial.

Prinsip PKH adalah memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang memenuhi kualifikasi tertentu dengan menerapkan persyaratan yang terkait dengan pemanfaatan pendidikan dan kesehatan bagi penerimanya. Persyaratan yang diterapkan tersebut diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, yaitu anak-anak penerima PKH usia 6-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar diharuskan untuk didaftarkan ke satuan pendidikan (sekolah) terdekat dan memenuhi kehadiran 85%; ibu hamil dan anak usia 0-6 tahun diharuskan mendatangi pusat-pusat layanan kesehatan untuk memenuhi protokol kesehatan yang berlaku. Dalam jangka pendek, program ini diharapkan dapat mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin dan dalam jangka panjang diharapkan akan memutus rantai kemiskinan melalui upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Rancangan dan pelaksanaan kebijakan program yang baik diharapkan akan memberikan manfaat yang besar tidak saja bagi rumah tangga sangat miskin di Indonesia tetapi juga bagi negara melalui pembangunan manusia. Manfaat tersebut diharapkan dapat dicapai melalui pemenuhan pendidikan dasar (terutama untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah menengah tingkat pertama kelompok masyarakat miskin yang saat ini kurang dari 60%), pemenuhan cakupan imunisasi, perawatan ibu hamil dan menyusui,

(11)

dan pengurangan masalah kekurangan gizi pada anak-anak miskin usia 0-5 tahun. Pada akhirnya, manfaat PKH terkait dengan upaya pemerintah untuk mencapai target-target dalam Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs).

PKH bukanlah program yang mudah dalam pelaksanaannya, terutama terkait dengan: (i) ketepatan pemilihan peserta (penentuan rumah tangga sangat miskin), (ii) ketersediaan instrumen-instrumen dan proses verifikasi terhadap persyaratan yang ditetapkan di lapangan, (iii) kesiapan penyedia layanan (pendidikan dan kesehatan), (iv) ketepatan proses penyaluran dana, (v) kesiapan institusi dan koordinasi antar pihak yang terkait dalam pelaksanaan program (pemerintah pusat, pemerintah daerah/unit-unit di tingkat daerah, penyedia layanan pendidikan dan kesehatan, fasilitator/pendamping, dan sebagainya), (vi) proses pengaduan dan penyelesaian masalah pengaduan, serta (vii) proses pemutakhiran data yang terkait dengan pengembangan sistem informasi teknologi. Salah satu hal yang penting untuk dapat mensukseskan pelaksanaan PKH adalah ketersediaan layanan pendidikan dan kesehatan.

Ketersediaan layanan pendidikan dan kesehatan ini dapat dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana, program-program pendukung, serta lembaga-lembaga yang mengelola jasa layanan tersebut baik formal maupun non-formal. Dengan persyaratan bahwa penerima bantuan harus mendaftarkan anak-anak mereka ke satuan pendidikan dan memeriksakan kesehatan ke pusat-pusat layanan kesehatan agar mereka dapat menerima bantuan, maka akan terjadi peningkatan permintaan terhadap layanan pendidikan dan kesehatan. Di lain pihak, sebelum menerima program ini, pemerintah daerah yang bersangkutan telah menandatangi kesepakatan yang berisi diantaranya adalah kesediaan untuk menyediakan kedua layanan tersebut. Dengan demikian, diharapkan penerima bantuan tidak akan mengalami kesulitan dalam memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

(12)

tersedia di daerah yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu adanya evaluasi dampak PKH terhadap ketersediaan layanan pendidikan dan kesehatan untuk mendukung pelaksanaan PKH.

Dari dua aspek yang menjadi sasaran PKH yaitu pendidikan dan kesehatan, fokus evaluasi yang dilaksanakan pada tahun 2008 adalah aspek kesehatan. Masalah kesehatan terutama di Indonesia masih sangat kompleks terutama terkait dengan kesehatan ibu hamil dan balita. Laporan pencapaian MDGs tahun 2007 menunjukkan bahwa aspek pendidikan telah mengalami kemajuan yang cukup menggembirakan, yaitu APM SD (94,7%), APM SMP (66,5%), Melek huruf usia 15-24 (99,6%) dari target 100% di tahun 2015. Sedangkan pada aspek kesehatan masih perlu kerja keras dari semua pihak, misalnya tingkat kematian ibu (per 100.000) sebesar 390 (target 307), kelahiran yang dibantu tenaga terlatih sebesar 40,7 % (target 72,4%), tingkat kematian bayi (per 1000) sebesar 57 (target 32), tingkat kematian anak (1-5 tahun, per 1.000) sebesar 81 (target 40), dan tingkat imunisasi campak usia 12 bulan sebesar 44,5 % (target 71,6 %). Selain indikator tersebut, masalah kesehatan sangat erat kaitannya dengan ketersediaan tenaga (SDM) di bidang kesehatan, fasilitas medis yang memadai, faktor budaya masyarakat sehingga diperlukan penanganan yang komprehensif.

Mempertimbangkan hal tersebut, maka evaluasi akan diarahkan pada ketersediaan layanan kesehatan dalam hal ini adalah menilai sejauh mana kesiapan pihak penyedia pelayanan kesehatan di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa-desa untuk mendukung pelaksanaan PKH. Efektifitas pelaksanaan PKH di bidang kesehatan sangat erat kaitannya dengan ketersediaan pelayanan kesehatan yang memadai, baik dari sisi fasilitasnya seperti rumah sakit dan puskesmas, dari sisi tenaga medisnya, dan dari sisi ketersediaan obat-obatan yang meningkat karena adanya peningkatan permintaan atau layanan kesehatan bagi RTSM peserta PKH. Dengan evaluasi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perbaikan program, khususnya dalam penyediaan layanan kesehatan.

(13)

1.2 Tujuan

Tujuan dari kegiatan evaluasi terhadap PKH adalah mengevaluasi dampak PKH terhadap efektivitas penyediaan pelayanan kesehatan bagi peserta PKH, sehingga dapat menjadi masukan dalam perbaikan disain PKH maupun dalam pelaksanaan program selanjutnya.

1.3 Keluaran

Keluaran yang diharapkan dari kegiatan evaluasi ini adalah laporan yang memuat:

a. Hasil penilaian terhadap kesiapan penyediaan pelayanan kesehatan dalam mendukung pelaksanaan PKH;

b. Jenis-jenis pelayanan kesehatan serta program-program yang diperlukan untuk mendukung PKH agar mudah diakses oleh masyarakat miskin; a. Rekomendasi mengenai alternatif penyelesaian masalah yang terkait

dengan penyediaan pelayanan kesehatan.

1.4 Ruang Lingkup

Kegiatan evaluasi difokuskan pada penilaian dampak PKH terhadap efektivitas penyediaan pelayanan kesehatan. Hal ini terkait dengan tujuan PKH yang tidak hanya untuk membantu ekonomi rumah tangga miskin secara jangka pendek tetapi juga untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, maka peningkatan kualitas kesehatan keluarga sejak dini menjadi sangat penting.

Untuk menilai dampak PKH terhadap efektifitas penyediaan pelayanan kesehatan, maka fokus evaluasi diarahkan pada:

a. Menilai efektivitas para pelaku kunci program dalam menyediakan layanan kesehatan bagi peserta PKH secara tepat waktu;

(14)

c. Mengidentifikasi permasalahan serta alternatif pemecahan masalah dalam penyediaan pelayanan kesehatan bagi peserta PKH.

Secara lebih rinci, fokus dari masing-masing evaluasi akan diarahkan pada penilaian terhadap:

a. Efektivitas para pelaku kunci dalam penyediaan pelayanan kesehatan bagi peserta PKH dilakukan dengan:

 Menilai kelancaran dalam pendaftaran dan penyusunan jadwal kunjungan peserta PKH ke pusat-pusat layanan kesehatan terdekat.

 Menilai kelancaran koordinasi dalam penyediaan layanan kesehatan antar institusi penyedia layanan kesehatan, dari tingkat pusat sampai pada pelaksana di lapangan.

 Menilai tingkat kunjungan peserta PKH pada pusat-pusat layanan kesehatan.

b. Identifikasi jenis pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan oleh anak-anak peserta PKH meliputi:

 Jenis-jenis pelayanan kesehatan dapat diakses oleh peserta PKH di masing-masing daerah, termasuk kemudahan dalam mengakses pelayanan tersebut;

 Program-program yang berjalan di masing-masing daerah yang dapat memberikan akses bagi peserta PKH untuk mendapat pelayanan kesehatan.

c. Identifikasi permasalahan serta alternatif pemecahan masalah dalam penyediaan layanan kesehatan bagi peserta PKH dilakukan dengan:

 Mengevaluasi pengaduan yang masuk terkait dengan penyediaan layanan kesehatan;

(15)

 Menilai alternatif-alternatif yang telah dilakukan dalam mengatasi permasalahan penyediaan layanan kesehatan yang diperkirakan dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lain.

1.5 Sistematika Penulisan

Laporan evaluasi ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I merupakan bab yang berisi mengenai latar belakang dilakukannya evaluasi, tujuan serta lingkup evaluasi, dan dilanjutkan dengan landasan teori di Bab II yang menjelaskan mengenai PKH secara umum serta gambaran umum mengenai kondisi wilayah yang menjadi sasaran lokasi evaluasi PKH, khususnya kondisi di sektor kesehatan kaitannya dengan konsep pelaksanaan PKH. Bab III menjelaskan mengenai metodologi evaluasi yang digunakan termasuk proses pengumpulan data yang kemudian hasil analisisnya akan dituangkan pada tahap laporan selanjutnya.

Pada Bab IV akan dijelaskan mengenai hasil analisis pelaksanaan PKH, mulai dari kondisi secara umum kabupaten yang menjadi lokasi evaluasi, karakteristik masing-masing kabupaten yang dikunjungi, dan berbagai permasalahan yang dihadapi serta temuan lapangan yang didapatkan. Pada Bab V adalah penutup yang akan memaparkan kesimpulan dan rekomendari khususnya bagi pelaksanaan PKH yang akan datang serta bagi pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan untuk mempercepat pencapaian MDGs.

(16)

BAB II

KERANGKA KONSEPTUAL

2.1 Gambaran Umum Program Keluarga Harapan

Program Keluarga Harapan (PKH) diluncurkan oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 2007 sebagai sebuah program bantuan sosial dalam bentuk bantuan tunai bersyarat. PKH yang di negara lain dikenal sebagai Conditional Cash Transfer (CCT), merupakan salah satu upaya pemerintah dalam rangka mempercepat upaya penanggulangangan kemiskinan dan membangun sistem perlindungan sosial bagi masyarakat yang sangat miskin.

Sasaran utama dari program ini adalah Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memiliki kualifikasi tertentu dengan fokus peningkatan kualitas pendidikan dasar dan kesehatan keluarga peserta PKH. RTSM yang dimaksud adalah RTSM yang memiliki ibu hamil/menyusui/balita dan/atau anak usia pendidikan dasar dengan pemberlakuan persyaratan kesehatan dan pendidikan untuk dapat menerima bantuan (lihat Lampiran 1). Tujuan operasional PKH adalah meningkatkan akses RTSM terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan serta meningkatkan status kesehatan dan pendidikan anggota RTSM, sebagaimana gambar 2.1 di bawah ini.

(17)

Gambar 2.1 di atas memberikan ilustrasi bahwa peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan adalah dua kunci penting untuk memutus mata rantai kemiskinan dalam jangka panjang. Kondisi kesehatan yang buruk dari rumah tangga sangat miskin, baik terlihat dari angka kematian balita yang tinggi, kasus gizi buruk yang cenderung meningkat terutama di kelompok masyarakat berpendapatan paling rendah, sangat mempengaruhi kemampuan mereka untuk dapat masuk, terdaftar dan berprestasi di sekolahnya. Selain itu, banyak anak dari rumah tangga sangat miskin yang tidak bersekolah karena harus membantu mencari nafkah. Dengan demikian, meskipun angka partisipasi sekolah dasar relatif tinggi untuk hampir di semua kelompok pendapatan masyarakat, tetapi masih banyak anak dari keluarga miskin yang putus sekolah atau tidak melanjutkan ke SMP/MTs karena bekerja mencari nafkah. Kondisi ini menyebabkan kualitas generasi penerus keluarga miskin senantiasa rendah dan tidak dapat memperoleh pekerjaan yang layak sehingga mereka tidak dapat meningkatkan kondisi kesehatan mereka, dan akibatnya mereka terperangkap dalam lingkaran kemiskinan.

PKH mempunyai sasaran pada dua aspek, yaitu pendidikan dan kesehatan. Pada aspek pendidikan PKH berusaha ikut menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun karena setiap anak usia 6-17 tahun dari RTSM penerima PKH yang belum menyelesaikan pendidikan dasar diharuskan mendaftar ke sekolah atau satuan pendidikan terdekat dengan tingkat kehadiran minimal 85%. Dari aspek kesehatan, PKH difokuskan pada peningkatan kualitas kesehatan ibu hamil dan anak usia 0-5 tahun.

PKH mewajibkan RTSM untuk mendatangi pusat-pusat layanan kesehatan terdekat dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai protokol kesehatan bagi ibu hamil dan anak usia 0-5 tahun, seperti diantaranya mendapatkan imunisasi lengkap, pemeriksaan selama kehamilan dan sebagainya. Melalui dua aspek ini, manfaat yang akan dirasakan tidak hanya pada saat program dilaksanakan, tetapi untuk jangka panjang adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia khususnya bagi keluarga sangat

(18)

miskin dalam rangka mempercepat pencapaian target-target dalam Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) di Indonesia.

Disain program ini adalah pemberian bantuan tunai kepada rumah tangga yang memenuhi persyaratan pendidikan dan kesehatan dengan besaran bantuan rata-rata sebesar Rp. 1.390.000,- per tahun per keluarga (lihat Lampiran 2.). Bantuan diberikan setiap tiga bulan dan besarannya tidak seragam karena sangat terkait dengan persyaratan yang dipenuhi oleh RTSM serta komposisi dari anggota RTSM. Bantuan ini diberikan kepada ibu selaku pengurus rumah tangga, bukan ayah sebagai kepala rumah tangga pada umumnya, karena sangat erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan dasar pendidikan dan kesehatan yang lebih banyak ditangani oleh ibu-ibu. Program ini juga melengkapi program-program bantuan sosial lain yang sudah ada, seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Asuransi Kesehatan bagi masyarakat Miskin (ASKESKIN) yang sekarang menjadi JAMKESMAS, dan penyediaan beras untuk masyarakat miskin (Raskin).

Kelembagaan PKH terdiri atas lembaga terkait baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota, serta Unit Pelaksana PKH (UPPKH) yang dibentuk di tingkat pusat, kabupaten/kota dan kecamatan. Gambar 2.2 berikut memperlihatkan struktur organisasi PKH.

PT POS INDONESIA UPPKH Pusat

Depsos

Tim Koordinasi Teknis Provinsi/TKPKD

Pusat Din Sos KANTOR POS KABUPATEN/KOTA UPPKH Kabupaten/Kota Provinsi Kabupaten Kecamatan

Pendamping PKH KANTOR /PETUGAS POS

Tim Teknis Pusat Tim Pengarah Pusat Tim Pengendali PKH/TKPK

(19)

Fokus penting dari PKH adalah perlunya dilakukan verifikasi kehadiran RTSM di pusat-pusat layanan kesehatan dan pendidikan. Verifikasi ini yang menjadi dasar perhitungan besaran bantuan yang akan diberikan kepada RTSM. Verifikasi dilakukan di pusat-pusat layanan pendidikan dan kesehatan untuk menilai apakah RTSM memenuhi persyaratan yang diwajibkan. Oleh karena itu, pelaksanaan PKH memerlukan adanya koordinasi antar unit-unit instansi terkait di pusat dan daerah serta antara instansi pusat dan daerah. Seperti telah dijelaskan pada bagian pendahuluan, peran dari penyedia layanan pendidikan dan kesehatan menjadi sangat penting dalam melakukan verifikasi untuk mendukung kelancaran pelaksanaan PKH. Dengan demikian, jaminan ketersediaan dan beroperasinya pusat-pusat layanan pendidikan dan kesehatan secara memadai oleh pemerintah daerah menjadi sangat penting.

Setelah pendataan dilakukan oleh BPS, data base RTSM penerima disampaikan kepada Kantor POS untuk kemudian disampaikan ke kantor Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan (UPPKH) kabupaten yang selanjutnya akan divalidasi. Hasil dari validasi tersebut kemudian dikirim ke UPPKH Pusat sebagai dasar pemutakhiran data. Setelah dilakukan pemutakhiran, data-data tersebut dikirim kepada pusat-pusat layanan pendidikan dan kesehatan di daerah agar mereka dapat melakukan verifikasi kehadiran RTSM di pusat-pusat layanan tersebut. Hasil verifikasi kehadiran, baik di pusat layanan pendidikan (sekolah dan lembaga penyelenggara pendidikan dasar) dan layanan kesehatan (puskesmas dan jaringannya) kemudian disampaikan kepada UPPKH Pusat sebagai dasar pembayaran kepada RTSM. Secara rinci, alur pelaksanaan PKH dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini:

(20)

Gambar 2.3 Diagram Alur Operasional PKH

Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) pada tahun 2007 dimulai dengan Pilot Project di 7 (tujuh) provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Gorontalo dengan cakupan 48 (empat puluh delapan) Kabupaten/Kota dan sasaran 387.928 RTSM (dari rencana semula sebanyak 500.000 RTSM). Pada tahun 2008, pemerintah memperluas cakupan wilayah PKH ke 6 (enam) provinsi baru yaitu Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Banten, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Barat dengan tambahan target sasaran termasuk di lokasi lama adalah sebanyak 238.234 RTSM.

Total lokasi PKH saat ini adalah 13 (tiga belas) provinsi, dan direncanakan secara bertahap program ini akan terus dikembangkan untuk menjangkau 6,5 juta RTSM di seluruh provinsi di Indonesia. Program ini akan terus dilaksanakan sampai dengan tahun 2015 sebagai dukungan bagi percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium (MDG’s).

- Memberikan informasi siswa per sekolah

- Melakukan verifikasi (yg tidak memenuhi/comply) BPS PSE 05 (RTSM) Family Roster SEKOLAH PT POS MASTER DATABASE RUMAH TANGGA PENERIMA PUSKESMAS PROGRAM PKH MASTER DATABASE 7 Persetujuan pembayaran 1 2 3 4 5

- Memberikan informasi anak usia 0-5 tahun & ibu hamil di puskesmas

- Melakukan verifikasi (yg tidak memenuhi/comply) Pembayaran -Kondisi -Pemutakhiran data -PEMUTAKHIRAN PENGADUAN DLL KANTOR BTB LOKAL

(21)

2.2 Dampak Program Bantuan Tunai Bersyarat di Berbagai Negara

Program Keluarga Harapan merupakan program yang diadopsi dari berbagai program sejenis yang telah dilaksanakan di berbagai negara, terutama di negara-negara Amerika Latin, dengan nama generik conditional cash transfer (CCT). Dalam penyusunan disain PKH, walaupun mengadopsi program CCT dari berbagai negara, tetapi disesuaikan dengan kondisi atau permasalahan dan kebijakan pemerintah Indonesia. Sebagai contoh, persyaratan yang ditetapkan dalam PKH dikaitkan dengan permasalahan gizi buruk maupun kasus ibu meninggal saat melahirkan yang masih tinggi di Indonesia serta kebijakan pemerintah Indonesia mengenai Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun.

Di berbagai negara, penerapan persyaratan juga berbeda-beda tergantung pada tujuan yang akan dicapai serta terkait dengan penyelesaian masalah pokok yang dihadapi negara yang bersangkutan. Selain itu, lingkup kegiatannya juga berbeda-beda disesuaikan dengan target sasaran yang akan dituju. Tabel 2.1 berikut ini menunjukkan perbandingan program CCT di berbagai negara.

Tabel 2.1 Perbandingan CCT di Berbagai Negara

Negara/ Program Syarat (Conditionalities) Tujuan Bangladesh:

Cash for Education

Diberikan kepada RTM dengan anak yang bersekolah dengan syarat

enrollment dan attandance

Untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah,

mengurangi buruh anak dan angka Drop Out

Brazil 1:

Child Labor eradication

Untuk RTM dengan anak bekerja pada pekerjaan yang berbahaya; dan dana untuk sekolah yang memperpanjang waktu pengajaran

Untuk mengurangi buruh anak dan menyediakan pendidikan dan pelatihan alternatif

Brazil 2:

Bolsa Familia

Untuk RTM dengan anak bersekolah (7-16 tahun) dengan syarat enrollment dan attendance

Untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah dan mengurangi kemiskinan

(22)

Colombia:

Familias en Accion

Untuk RTM dengan anak bersekolah dengan syarat 80% absensi dan pemeriksaan ke puskesmas termasuk monitoring pertumbuhan anak

Mengurangi kemiskinan RTM, meningkatkan partisipasi sekolah, dan jaring pengaman sosial

Honduras:

Programa de Asignacion Familiar

Uang tunai untuk RTM dengan anak yang bersekolah dengan syarat absensi dan pemeriksaan ke puskesmas; dan dana untuk penyedia pendidikan dan kesehatan

Meningkatkan partisipasi sekolah, nutrisi dan penggunaan puskesmas

Jamaica:

Program of Advancement through Health & Education

Uang tunai untuk RTM dengan anggota keluarga rentan (cacat, lansia, bayi, dan lain-lain) dengan syarat absensi sekolah dan pemeriksaan ke puskesmas

Untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah,

mengurangi buruh anak dan sebagai jaring pengaman sosial

Mexico:

Progresa/ Oportunidades

Progresa berawal untuk RTM di desa untuk pendidikan dan

kesehatan; Oportunidades berlanjut ke urban dan diperluas juga untuk UKM. Persyaratan: enrollment dan

attendance (85%); pre- dan post-natal care; pemeriksaan kesehatan

berkala (berdasar umur dan gender)

Penanggulangan kemiskinan, peningkatan partisipasi sekolah, nutrisi dan penggunaan puskesmas

Nicaragua:

Red de Proteccion Social

Uang tunai untuk RTM dg anak yang bersekolah dengan syarat absensi dan pemeriksaan ke puskesmas

Meningkatkan partisipasi sekolah, nutrisi dan penggunaan puskesmas

Sumber: Bappenas, 2007

Berbagai program CCT tersebut telah memberikan dampak yang beragam terhadap kondisi pendidikan, kesehatan dan kemiskinan dari negara yang bersangkutan. Beberapa kajian evaluasi dan kuasi eksperimental menunjukkan berbagai dampak CCT sebagai berikut (Janvry and Sadoulet, 2003; Maluccio and Flores, 2004; Olinto, 2004):

1. Terjadi peningkatan pengeluaran untuk pangan pada program CCT di Brazil, Meksiko, Kolombia, Hoduras dan Nicaragua.

2. Terjadi peningkatan asupan kalori pada anak-anak untuk program CCT di Brazil dan Meksiko.

3. Pengurangan hambatan tumbuh kembang pada balita dan kasus gizi buruk yang terjadi di Meksiko, Kolombia dan Nicaragua.

(23)

4. Peningkatan kunjungan kesehatan untuk anak-anak balita dan untuk ibu hamil di Honduras dan Nicaragua.

5. Di Meksiko ditemui adanya peningkatan partisipasi sekolah, khususnya untuk tingkat SMP sebesar 12%.

6. Di Meksiko, Honduras dan Nicaragua, terlihat penurunan yang signifikan pada angka putus sekolah dan angka tidak naik kelas.

7. Di beberapa negara juga terlihat adanya penurunan jumlah pekerja anak dengan adanya program CCT, seperti di Meksiko, Nicaragua, Kolombia, dan Brazil.

Dari berbagai studi yang telah dilakukan untuk melihat dampak program CCT, ternyata program CCT dapat memberikan dampak terhadap perubahan tingkah laku rumah tangga miskin dalam hal pengalokasian anggaran yang lebih mengarah pada pemenuhan kebutuhan anak-anak, yaitu untuk pendidikan dan kesehatan (Ribas, Soares and Hirata, 2008). Akan tetapi, tidak jelas apakah perubahan ini terjadi karena adanya penambahan pendapatan akibat dari bantuan yang diberikan ataukah karena adanya dampak dari komponen-komponen kegiatan lain dari CCT, seperti penyuluhan mengenai hidup sehat, usaha-usaha produktif dan sebagainya yang mendorong rumah tangga miskin untuk berusaha lebih jauh lagi dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan pendapatan mereka.

Lebih jauh lagi, dampak program CCT terhadap pengurangan kemiskinan masih diperdebatkan. Studi dari Soares, Soares, Medeiros dan Osorio pada tahun 2006 mengenai dampak program Bolsa Familia di Brazil terhadap kesenjangan dan kemiskinan menunjukkan bahwa kontribusi program CCT terhadap penurunan kemiskinan hanya 0,82% dari total penurunan kemiskinan. Akan tetapi, kontribusi program CCT terhadap penurunan kesenjangan pendapatan mencapai 28% dari total penurunan kesenjangan. Berdasarkan studi ini diketahui bahwa dalam jangka pendek, program CCT tidak serta merta akan dapat menurunkan kemiskinan. Akan tetapi, program CCT akan dapat mengurangi kesenjangan atau dapat mengurangi kedalaman kemiskinan. Program CCT telah membuat rumah

(24)

pendapatan mereka walaupun masih tetap berada di bawah garis kemiskinan. Adapun dalam jangka panjang, program CCT sebagai basic social protection dapat meningkatkan kemampuan masyarakat miskin melalui peningkatan kualitas sumber daya manusianya.

Dalam pelaksanaannya, hal penting yang menjadi perhatian untuk dapat terselenggaranya program CCT adalah kesiapan sisi supply dalam mendukung pelaksanaan program. Kesiapan dari sisi supply ini meliputi kesiapan sarana dan prasarana layanan pendidikan maupun kesehatan, kesiapan petugas pemberi layanan dalam memahami peran dan tanggung jawab dalam program, serta kesiapan sistem pendukung untuk melakukan monitoring dan verifikasi terhadap pemenuhan persyaratan. Dengan adanya program CCT, maka akan ada penambahan permintaan akan layanan pendidikan dan kesehatan. Selain itu, akan ada tambahan beban pekerjaan bagi petugas pemberi layanan untuk mengisi format-format yang diperlukan pada saat verifikasi pemenuhan persyaratan.

Pengalaman dari Kolombia dan Meksiko menunjukkan bahwa monitoring terhadap pemenuhan persyaratan dapat menimbulkan tambahan biaya waktu yang cukup signifikan bagi guru-guru di sekolah-sekolah dan petugas-petugas di pusat-pusat layanan kesehatan, terutama untuk mengumpulkan, mengisi dan mengembalikan format-format verifikasi. Jika penambahan beban ini semakin memberatkan mereka, bukan tidak mungkin dukungan terhadap pelaksanaan program CCT akan berkurang, dan tentunya hal ini akan menyebabkan program CCT tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.

Melihat bahwa peran dari pemberi layanan pendidikan dan kesehatan sangat penting demi suksesnya pelaksanaan PKH di Indonesia serta masih rendahnya kualitas kesehatan masyarakat miskin, maka evaluasi PKH diarahkan pada bagaimana kesiapan penyedia layanan kesehatan dalam mendukung pelaksanaan PKH.

(25)

BAB III

METODOLOGI EVALUASI

3.1 Kerangka Pemikiran

Metoda yang digunakan untuk melakukan evaluasi dampak PKH terhadap penyediaan pelayanan kesehatan adalah dengan menggunakan disain case study. Pada umumnya evaluasi dengan disain ini lebih kepada evaluasi kualitatif, walaupun tidak tertutup kemungkinan untuk melakukan evaluasi secara kuantitatif (Fitzpatrick, 2004). Pemilihan disain case study dalam evaluasi ini karena disain ini sangat bermanfaat jika tujuan dari evaluasi adalah untuk menjelaskan, mendiskripsikan, atau mengeksplorasi sesuatu secara lebih mendalam sehingga diperoleh pemahaman yang menyeluruh mengenai suatu kasus. Dalam hal ini, dampak PKH terhadap kesiapan penyediaan pelayanan kesehatan adalah kasus yang akan dievaluasi secara lebih mendalam.

3.2 Metoda Penentuan Sampel

Dengan menggunakan disain case study, maka penentuan sampel tidak didasarkan pada jumlah sampel yang dapat merepresentasikan populasi yang dievaluasi, tetapi penentuan sampel lebih diarahkan kepada tujuan evaluasi atau purposive sampling. Oleh sebab itu, penentuan sampel akan diarahkan agar dapat menjawab lingkup evaluasi yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.

PKH pada tahun 2007 dilaksanakan di 7 provinsi, 48 kabupaten dan 337 kecamatan. Untuk keperluan evaluasi dengan menggunakan metoda case study, kegiatan evaluasi akan difokuskan pada 3 provinsi lokasi uji coba PKH pada tahun 2007. Provinsi yang dipilih adalah provinsi yang mewakili provinsi di Indonesia Barat yang diperkirakan memiliki layanan kesehatan

(26)

kurang memiliki layanan kesehatan yang memadai. Dengan pertimbangan tersebut, maka dipilih Provinsi Jawa Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Provinsi Gorontalo sebagai lokasi evaluasi. Penentuan lokasi sampel juga mempertimbangkan pada kondisi kemiskinan daerah yang masih jauh lebih tinggi dibandingkan angka kemiskinan nasional, sebagimana terlihat pada gambar 3.1 berikut ini:

19.95 18.51 29.05 24.88 28.19 25.65 16.69 15.42 0 5 10 15 20 25 30

Jaw a Timur Gorontalo NTT Nasional

Tingkat Kemiskinan Tiga Provinsi dan Nasional 2005 & 2008

2005 2008

Gambar 3.1 Tingkat Kemiskinan di Tiga Provinsi Sampel dan Nasional Tahun 2005 dan 2008 (Sumber: BPS-Bappenas, 2006)

Tabel 3.1 Persentase Tingkat Pemeriksaan Kehamilan di Tiga Provinsi Sampel Tahun 2007

Pro vinsi

Pemeriksaan Kehamilan Kelahiran

Jumlah wanita Pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan Menerima imunisasi TT Menerima Zat Besi selama hamil Jumlah Kelahiran Melahirkan pada tenaga kesehatan Melahirkan pada fasilitas kesehatan Jawa Timur 1.947 93,2 68,1 80,7 2.178 77,5 65,5 NTT 375 87,1 76,9 83,4 507 46,2 20,7 Goron talo 68 88,5 72,1 67,3 82 53,6 21,7 Nasio nal 14.043 93,3 73,0 77,3 16.504 73,0 46,1 Sumber: SDKI, 2007

(27)

Tabel 3.1 di atas menggambarkan kondisi kesehatan ketiga provinsi sample. Tabel tersebut menunjukkan tingkat pemeriksaan kehamilan dan angka kematian bayi dan anak yang menjadi salah satu indikator tingkat kesehatan suatu daerah, sebagaimana disajikan pada tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Persentase Tingkat Kematian Bayi dan Anak di Tiga Provinsi Sampel Tahun 2007

Provinsi Kematian Neonatal (NN) Kematian Postneonatal (PNN) Kematian Bayi Kematian Anak Kematian Balita Jawa Timur 21 14 35 10 45 NTT 31 26 57 24 80 Gorontalo 22 31 52 18 69 Sumber: SDKI, 2007

Dari tiga provinsi yang menjadi lokasi survey, angka kematian Noenatal, angka kematian bayi dan anak, serta balita tertinggi pada tahun 2007 terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan terendah di Jawa Timur (lihat tabel 3.2 di atas). Jika dilihat dari jumlah penduduk padahal Provinsi Jawa Timur lebih besar, namun penyebab tingginya kematian bayi di NTT lebih dikarenakan kurangnya fasilitas dan tenaga kesehatan.

Selanjutnya, dari masing-masing provinsi, akan dipilih 1-3 kabupaten/kota. Dari masing-masing kabupaten/kota akan dipilih 2-3 kecamatan secara random dan untuk masing-masing kecamatan akan dipilih 2 desa yang juga dilakukan secara random. Unit analisis terkecil adalah rumah tangga penerima PKH. Kabupaten Sumba Barat adalah lokasi yang dipilih di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang setelah dilakukan kunjunngan ternyata sudah mengalami pemekaran kabupaten menjadi 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Tengah dan Kabupaten Sumba Barat Daya. Adapun UPPKH masih tetap berada di Kabupaten Sumba Barat.

(28)

Kabupaten Sidoarjo dengan sampel di Kecamatan Sukodono dan Krian. Untuk Provinsi Gorontalo, dipilih Kabupaten Bone Bolango dengan sampel di Kecamatan Tapa dan Bone Pantai. Pada pelaksanaan di lapangan, penambahan sampel atau wilayah dari disain awal disesuaikan dengan situasi daerah dan alokasi waktu yang ada, lihat tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3 Provinsi, Kabupaten dan Kecamatan Wilayah Evaluasi PKH Tahun 2008

Provinsi Kabupaten Kecamatan

Jawa Timur Kediri Ngadiluwih Kandat Kras Sidoarjo Sukodono Krian

Nusa Tenggara Timur

Sumba Tengah

(kabupaten pemekaran dari Kab. Sumba Barat)

Katikutana*)

Sumba Barat

Lamboya

Kota Waikabubak Loli

Sumba Barat Daya

(kabupaten pemekaran dari Kab. Sumba Barat)

Wewewa Utara Wewewa Timur

Gorontalo Bone Bolango Tapa

Bone Pantai

TOTAL 6 13

Catatan: *) Hanya ada 1 kecamatan di Kabupaten Sumba Tengah yang menjadi wilayah PKH, yaitu Kecamatan Katikutana

3.3 Metoda Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan informasi dari dua sisi yang saling mendukung dan melengkapi, sekaligus sebagai fungsi konfirmasi antara sumber data yang satau dengan yang lain, metoda yang digunakan dalam pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengkajian terhadap data sekunder dan kunjungan lapangan.

(29)

3.3.1 Pengkajian Data Sekunder

Kajian data sekunder dilakukan dengan mereview data tentang jenis-jenis layanan kesehatan yang tersedia secara umum untuk melayani masyarakat sampai dengan tingkat desa. Selain itu, kajian data sekunder juga dilakukan dengan mereview laporan kegiatan yang disusun oleh UPPKH kecamatan dan kabupaten terkait pelaksanaan PKH. Dari sisi pihak penyedia layanan kesehatan, dilakukan review yang mencakup kondisi kesehatan secara umum masyarakat di kabupaten yang menjadi lokasi evaluasi PKH, serta dengan mencermati data base penerima PKH komponen kesehatan dan seluruh laporan yang disusun oleh pengelola program yang terkait dengan pemenuhan persyaratan kesehatan dari peserta PKH termasuk pengaduan yang terkait dengan penyediaan layanan kesehatan.

3.3.2 Kunjungan Lapangan

Kunjungan lapangan dilakukan untuk mendapat informasi langsung mengenai penyediaan layanan kesehatan untuk mendukung PKH. Metoda yang digunakan adalah dengan melakukan observasi lapangan ke penyedia layanan kesehatan, unit-unit pengelola PKH di daerah lokasi evaluasi, dan proses pencairan/pembagian dana PKH. Observasi juga dilakukan kepada rumah tangga penerima dan non penerima PKH.

Kunjungan lapangan ke Provinsi Nusa Tenggara Timur dilakukan pada tanggal 23-29 Maret 2008 dan kunjungan lapangan ke Jawa Timur, yaitu Kabupaten Kediri pada tanggal 27 April-01 Mei 2008, dan untuk Kabupaten Sidoarjo pada tanggal 28-31 Oktober 2008. Untuk Provinsi Gorontalo, kunjungan lapangan ke Kabupaten Bone Bolango dilakukan pada tanggal 21-25 Oktober 2008. Kunjungan lapangan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan wawancara kepada beberapa responden. Adapun pihak-pihak yang menjadi responden dalam evaluasi PKH ini dapat dilihat pada Tabel 3.4 dan Tabel 3.5 di bawah ini.

(30)

Tabel 3.4 Informan Evaluasi PKH

INFORMAN

KETERANGAN

Jawa Timur Nusa Tenggara Timur Gorontalo Kediri Sidoarjo Sumba

Tengah Sumba Barat Sumba Barat Daya Bone Bolango Perangkat PKH Tim Koordinasi PKH Provinsi  - -  - -Tim Koordinasi PKH Kabupaten   -  -  Unit Pelaksana PKH Kabupaten (Operator)   -  -  Unit Pelaksana PKH Kecamatan (Pendamping)       Perangkat Pemerintah Dinas Sosial Kabupaten   (digabung  dlm satu dinas)   (digabung dlm satu dinas)  Dinas Kesehatan Kabupaten     Dinas Infokom Kabupaten       PT Pos Indonesia di Kabupaten   -  -  Penyedia Layanan Puskesmas       Bidan desa   -  -  Masyarakat Rumah Tangga Penerima Manfaat       Rumah Tangga Bukan Penerima Manfaat       Tokoh Masyarakat  -    LSM  - -  - -DPRD Kabupaten  -   -

-Sedangkan untuk jumlah irforman/responden, baik dari sisi penyedia layanan kesehatan maupun masyarakat umum, dapat dilihat pada tabel 3.5 di bawah ini.

(31)

Tabel 3.5 Jumlah Informan Penyedia Layanan dan Masyarakat Umum

Jenis Informan

Jawa Timur

(Kab. Kediri & Kab. Sidoarjo

NTT

(Kab. Sumba Barat, Sumba Tengah & Sumba Barat Daya)

Gorontalo

(Kab. Bone Bolango) Puskesmas 1 Puskesmas per

Kecamatan

1 Puskesmas per Kabupaten

1 Puskesmas per Kecamatan Bidan Desa 1 -2 Bidan per

Kecamatan 1 -2 Bidan per Kabupaten 1 -2 Bidan per Kecamatan Rumah Tangga Penerima Manfaat 2 - 4 Rumah Tangga per Kecamatan 3 - 5 Rumah Tangga per Kabupaten 2 - 4 Rumah Tangga per Kecamatan Rumah Tangga Bukan

Penerima Manfaat 2 - 4 Rumah Tangga per Kecamatan 3 - 5 Rumah Tangga per Kabupaten 2 - 4 Rumah Tangga per Kecamatan Tokoh Masyarakat 2 Tokoh Masyarakat per Kecamatan (hanya di Kab. Kediri) 2 Tokoh Masyarakat per Kabupaten - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Perwakilan dari 6 LSM di Kabupaten Kediri Perwakilan dari 3 LSM di Kabupaten Sumba Barat - 3.3.3 Wawancara

Untuk menggali berbagai informasi dari semua pihak yang terlibat dalam PKH, baik penyedia layanan maupun penerima program, salah satu metode yang digunakan adalah wawancara. Wawancara dilakukan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) berdasarkan sumber informasi yang akan didapatkan dan pihak-pihak yang diwawancarai. Hal ini dilakukan agar wawancara dapat berjalan secara terfokus dan terkendali karena hal-hal yang ditanyakan sudah dibatasi pada topik-topik tertentu.

Wawancara dilakukan dengan Tim Koordinasi Provinsi dan Kabupaten (TKPKH), Unit pelaksana PKH (Dinas Sosial, Pendidikan, Kesehatan, Infokom), pendamping, Kantor Pos, Puskesmas, Bidan, LSM, media, tokoh masyarakat, dan masyarakat (yang menerima dan tidak menerima PKH).

(32)

3.3.4 Focused Group Discussion (FGD)

Forum diskusi kelompok (Focused Group Discussion) dilakukan baik di tingkat provinsi, kabupaten, dan kecamatan untuk mendapatkan informasi dari berbagai pihak dalam sebuah diskusi kelompok yang memungkinkan terjadinya saling tukar informasi dan konfirmasi diantara peserta diskusi. Pihak yang dilibatkan dalam FGD terutama adalah para pelaku kunci yang terlibat secara langsung dalam pelaksanaan PKH dan penyediaan layanan kesehatan. Metode ini juga dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara (interview guide) sesuai dengan informasi yang dibutuhkan.

FGD dilakukan terutama kepada TKPKH, pendamping, LSM, dan DPRD, yaitu pada pertemuan awal untuk menjelaskan maksud dan tujuan survey serta menggali informasi awal, pada saat proses survey berlangsung untuk mengetahui kegiatan yang sedang dilakukan dan pada akhir survey untuk mempresentasikan hasil dan mendapatkan feed back serta usulan/masukan dari berbagai pihak.

3.4 Metode Analisis Data

Data-data yang diperoleh dari hasil kunjungan lapangan dan database program akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Apabila data-data dari database program cukup lengkap, dapat juga digunakan analisis dengan teknik descriptive statistics. Analisis tersebut akan ditunjang dengan menggunakan berbagai informasi yang ada yang tersedia dalam lingkungan kerja, yang antara lain berupa catatan diskusi, rapat maupun surat menyurat yang masuk dan keluar dari Direktorat Penanggulangan Kemiskinan terkait pelaksanaan PKH. Tabel 3.6 berikut menggambarkan cara pengumpulan data/informasi, baik melalui wawancara maupun FGD.

(33)

Tabel 3.6 Jenis Informan dan Cara Pengumpulan Informasi INFORMAN Sumber Informasi Cara Pengumpulan Informasi Perangkat PKH Tim Koordinasi PKH

Propinsi Seluruh Tim

Focus Group Discussion (FGD) Tim Koordinasi PKH

Kabupaten Seluruh Tim

Focus Group Discussion (FGD) Unit Pelaksana PKH

Kabupaten (Operator) Seluruh Tim

Focus Group Discussion (FGD) Unit Pelaksana PKH Kecamatan (Pendamping)

Seluruh Tim per Kecamatan Wilayah Studi Kasus Focus Group Discussion (FGD) Perangkat

Pemerintah Dinas Sosial Kabupaten

Kepala Dinas/ Perwakilannya Wawancara Dinas Kesehatan Kabupaten Kepala Dinas/ Perwakilannya Wawancara Dinas Informasi dan

Komunikasi Kabupaten

Kepala

Dinas/Perwakilann ya

Wawancara

PT Pos Indonesia Kepala Kantor Pos

Kabupaten Wawancara Penyedia

Layanan Puskesmas

Kepala

Puskesmas/bidan Wawancara

Bidan Bidan Wawancara

Juru Imunisasi Masyarakat

Umum

Rumah Tangga

Penerima Manfaat Ibu Rumah Tangga Wawancara Rumah Tangga Bukan

Penerima Manfaat Ibu Rumah Tangga Wawancara Tokoh Masyarakat

Tokoh Agama, Aparat Desa atau Tokoh Pendidik Wawancara Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Perwakilan Pengurus Focus Group Discussion (FGD) Lain-Lain DPRD Kabupaten Panitia Anggaran dan Perwakilan Komisi yang berkaitan Wawancara

(34)

BAB IV

HASIL TEMUAN DAN ANALISIS

4.1 PELAKSANAAN PKH DI PROVINSI JAWA TIMUR:

KABUPATEN KEDIRI DAN KABUPATEN SIDOARJO 4.1.1 PELAKSANAAN PKH DI KABUPATEN KEDIRI

A. Gambaran Umum Kabupaten Kediri

Kunjungan lapangan di Kabupaten Kediri dilakukan selama 3 hari dari tanggal 28 April sampai dengan 30 April 2008. Kegiatan diawali dengan pertemuan bersama Tim Koordinasi PKH Provinsi di Surabaya dan dilanjutkan dengan pertemuan bersama Tim Koordinasi PKH Kabupaten di Kota Kediri. Tiga kecamatan yang dikunjungi adalah Kecamatan Kras, Kecamatan Ngadiluwih, dan Kecamatan Purwosari. Kabupaten Kediri dipilih selain karena kondisi kemiskinannya juga karena merupakan salah satu daerah PKH yang pada saat kunjungan lapangan sudah melakukan verifikasi kehadiran di pusat-pusat layanan kesehatan dan pendidikan. Hal ini menjadi dasar pemilihan untuk melihat kesiapan dari pusat layanan kesehatan dalam melakukan verifikasi kehadiran peserta PKH.

(35)

Berikut adalah beberapa data statistik yang memberikan gambaran Kabupaten Kediri, antara lain:

1. Penduduk dan Penduduk Miskin

Berdasarkan data BPS tahun 2007, jumlah penduduk Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur adalah 1,430,919 jiwa. Jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 357.829 jiwa, atau sekitar 106.572 Rumah Tangga Miskin (RTM), 86% diantaranya masuk dalam kategori Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Jatah Raskin tahun 2007 dialokasikan untuk 95.640 RTM dan tahun 2008 meningkat menjadi 106.567 RTM.

Perkembangan kondisi sosial masyarakat Kabupaten Kediri cukup memprihatinkan. Pada tahun 2006, dibandingkan dengan tahun 2005, jumlah gelandangan dan pengemis naik sekitar 1,2%, sedangkan korban penyalahgunaan narkotika naik 344,4%. Sementara itu, jumlah korban bencana alam naik sekitar 528,6%. Pada tahun 2006, di kabupaten Kediri tercatat jumlah penderita cacat tunanetra sebanyak 621 jiwa, tunarungu/ tunawicara 656 jiwa, cacat tubuh 1.366 jiwa, cacat mental 1.009 jiwa, dan orang jompo sebanyak 7.310 jiwa.

2. Kondisi Administratif dan Pemanfaatan Lahan

Kabupaten Kediri mempunyai 25 kecamatan dan 240 desa dengan total luas 1,386,05 km2. Peruntukan lahan masih didominasi oleh

persawahan dengan total area sebesar 504,66 km2, sementara untuk

pemukiman seluas 301,89km2. Peruntukan usaha pertanian tanah kering

seluas 292,38km2, sedangkan untuk kawasan hutan sekitar 0,13 km2.

3. Indeks Pembangunan Manusia

Secara umum kondisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM)1

Kabupaten Kediri pada tahun 2004 dan 2006 masih lebih rendah

1

Indeks Pembangunan Manusia dihitung berdasarkan tiga indikator, yaitu angka harapan hidup ketika lahir, pendidikan yang diukur dari rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas, serta standar hidup yang diukur berdasarkan

(36)

dibandingkan Kabupaten Sidoarjo, dan masih di bawah angkan IPM Nasional. Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan beberapa kabupaten lain di Jawa Timur, seperti Kabupaten Tuban, Pacitan, dan Sampang masih lebih tinggi bahkan sedikit di atas angka IPM Propinsi dengan sebagaimana tercermin pada gambar 4.2 dan 4.3 di bawah ini. Keempat Kabupaten tersebut memperlihatkan perkembangan IPM yang positif. 73.374.5 68.269.3 63.666.5 67.669.8 54.256.3 0 20 40 60 80

Sidoarjo Kediri Tuban Pacitan Sampang

Indeks Pembangunan Manusia/IPM 2004&2006

2004 2006

Gambar 4.2 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kediri

Dibandingkan dengan Beberapa Kabupaten Lain di Jawa Timur (Sumber: BPS-Bappenas, 2006)

66.8 69.2 66.4 68 62.7 64.8 68.7 70.1 58 60 62 64 66 68 70 72

Jaw a Timur Gorontalo NTT Indonesia

Indeks Pembangunan Manusia/IPM Tiga Provinsi dan Nasional 2004 & 2006

2004 2006

Gambar 4.3 Indeks Pembangunan Manusia di Tiga Provinsi dan Nasional (Sumber: BPS-Bappenas, 2006)

(37)

Dari gambar 4.2 dan 4.3 di atas terlihat bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang sudah lebih baik dari rata-rata Nasional adalah di kabupaten Sidoarjo, sementara di Kabupaten Kediri hanya sedikit berada di bawah angka nasional. Di bandingkan dengan dua provinsi lain, Jawa Timur lebih tinggi namun masih di bawah angka nasional.

4. Mata pencaharian penduduk

Sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah bertani dimana padi, jagung, kedelai, dan kacang hijau merupakan komoditi utama. Pada tahun 2006, hasil produksi ke empat komoditas tersebut mengalami penurunan karena luas lahan untuk pertanian menyusut karena desakan pembangunan bidang lain. Selain keempat komoditas tersebut, masyarakat bercocok tanam palawija, buah-buahan dan sayur-sayuran.

Di Kediri terdapat dua pabrik rokok yaitu Gudang Garam dan Semanggi yang merupakan sumber mata pencaharian bagi masyarakat Kediri dan sekitarnya. Terdapat lebih dari sepuluh ribu penduduk baik dari Kabupaten Kediri maupun dari luar Kediri yang bekerja di kedua pabrik tersebut. Di Kabupaten ini terdapat delapan perusahaan perkebunan yang terdiri dari 4 perusahaan perkebunan kopi, 1 perusahaan perkebunan karet dan 3 perusahaan perkebunan coklat serta 3 perusahaan perkebunan cengkeh.

Selain pertanian dan perkebunan, masyarakat hidup dari hasil peternakan. Menurut Dinas Kehewanan, pada tahun 2006 di Kabupaten Kediri terdapat 102 Perusahaan Peternak Ayam Petelor dan Pedaging, 1 Perusahaan peternakan sapi perah, 4 rumah potong hewan, 36 tempat potong hewan, serta 16 pasar hewan. Diperkirakan pada tahun 2005 terdapat sekitar 4.752 rumah tangga yang berusaha di bidang perikanan. Hasil produksi di bidang ini mencapai sekitar 2,3 ribu ton ikan dengan total nilai produksi 18,6 milyar rupiah.

Sebagian masyarakat menjadi tenaga kerja di luar negeri seperti di Malaysia, Uni Emirat Arab dan Hongkong. Pada tahun 2005, sebanyak 2.300 penduduk yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 2.706 orang. Berdasarkan tingkat pendidikannya pencari kerja TKI sebagian besar terdiri dari lulusan SLTA yaitu sebesar 53 %, dan

(38)

5. Kesehatan

Berdasarkan data yang dikeluarkan Pemda Kabupaten Kediri melalui www.kediri.go.id, data kesehatan Kabupaten Kediri dilihat dari ketersediaan tenaga kesehatan, tingkat kunjungan ke pusat-pusat layanan kesehatan, angka kematian bayi, dan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan.

a. Ketersediaan Tenaga Kesehatan

Dari tahun 2004 hingga 2006 menunjukkan penurunan jumlah tenaga kesehatan secara signifikan. Jumlah tenaga kesehatan menurun dari 1.521 orang pada tahun 2004 menjadi hanya 815 orang pada tahun 2006. Penurunan juga terjadi pada jumlah perawat, yaitu dari 321 menjadi 169 orang, Dokter Umum dari 97 menjadi 63, Dokter Gigi dari 37 menjadi 34, dan paramedis lain dari 574 menjadi 546. Namun untuk tenaga kesehatan Bidan dan Nutrisionist terjadi penambahan yang signifikan yaitu masing-masing meningkat dari 96 menjadi 420, dan dari 8 menjadi 14 orang.

b. Tingkat Kunjungan ke Pusat Layanan Kesehatan

Tingkat kunjungan pasien ke Puskesmas mengalami penurunan pada periode yang sama, yakni dari 676.591 orang pada tahun 2004 turun menjadi 537.888 orang pada tahun 2006. Sementara itu, kunjungan ke Rumah Sakit justru mengalami peningkatan lebih dari 40%, yaitu dari 75.193 orang pada tahun 2004 menjadi 106.055 orang pada tahun 2006.

Jumlah kunjungan ibu hamil, bayi, dan anak-anak pada tahun 2006 mengalami penurunan cukup tajam jika dibandingkan dengan tahun 2004. Kunjungan ibu hamil turun menjadi 45.781 di tahun 2004 menjadi 36.017 di tahun 2006.

c. Angka Kematian Bayi

Berdasarkan data Susenas tahun 2005, angka kematian bayi (AKB) Kabupaten Kediri dibandingkan kabupaten miskin lainnya di provinsi Jawa Timur pada tahun 2005 menunjukkan tingkat yang relatif sama dari provinsi, lebih baik dari kabupaten Tuban dan Sampang, namun lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Pacitan seperti terlihat pada gambar 4.4 di bawah ini.

(39)

Angka Kematian Bayi (AKB) di Kab. Kediri dibandingkan dengan Jatim dan Beberapa Kabupaten tahun 2005

34 34 34 40 28 79 0 20 40 60 80 100

Jatim Sidoarjo Kediri Tuban Pacitan Sampang

per 1.000 kelahiran hidup

Gambar 4.4 Angka Kematian Bayi Provinsi Jatim, Kabupaten Kediri, dan Beberapa Kabupaten Lain Tahun 2005

(Sumber: Susenas, 2005)

e. Persalinan yang Ditolong Tenaga Kesehatan

Pada tahun 2002, tingkat persalinan yang dibantu tenaga kesehatan (dokter, paramedik, perawat, bidan) di Kabupaten Kediri adalah sebesar 83,47%, seperti terlihat pada gambar 4.5 di bawah. Prosentase ini lebih tinggi dari tiga kabupaten lainnya, yaitu Tuban, Pacitan dan Sampang, bahkan lebih tinggi dari Provinsi Jawa Timur dan Nasional. Jika tingkat persalinan seperti ini dapat dipertahankan hingga tahun 2008 ini atau bahkan lebih ditingkatkan dimasa depan, maka Kabupaten Kediri mempunyai kesempatan untuk bisa mencapai seperti yang telah dicanangkan dalam Target MDGs di tahun 2015.

Persalinan Oleh Tanaga Kesehatan di Jatim, Kab. Kediri dan Beberapa Kabupaten Tahun 2004

83.38 88.33 86.38 84.05 77.94 66.17 0 20 40 60 80 100

Jatim Sidoarjo Kediri Tuban Pacitan Sampang

%

(40)

d. Keuangan Daerah

Data penerimaan Pajak Bumi & Bangunan tahun 2006, jumlah realisasi penerimaan PBB sebesar 2,8 milyar rupiah atau naik 29,21 % dibandingkan tahun 2005. Pada tahun 2006, Pendapatan Asli Daerah (PAD) naik cukup signifikan sekitar 48,9 % dibandingkan tahun 2005. Pada tahun 2005, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku dengan migas sebesar 4,922 dan PDRB atas dasar harga Konstan dengan migas sebesar 3,317 (Pemda Kediri, 2006)

B. Pelaksanaan PKH di Kabupaten Kediri 1. Pengamatan Umum

Tim Koordinasi (TK) PKH tingkat Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor: 188/184/KPTS/013/2007, tanggal 9 Mei 2007 tentang “Tim Koordinasi dan Tim Teknis UPPKH di Jawa Timur Tahun 2007.” Pertemuan pertama untuk menindaklanjuti SK tersebut dilakukan pada bulan September 2007. Rapat koordinasi lanjutan tidak pernah dilakukan. Hingga rencana kunjungan Tim Bappenas dan Depsos untuk Survey Studi Kasus di Kabupaten Kediri, baru dilakukan rapat koordinasi pada tanggal 24 April 2008. Dari peserta rapat pertemuan dengan tim menyatakan bahwa “pertemuan tim koordinasi diadakan jika ada kunjungan”. Tim Koordinasi yang seyogyanya dipimpin oleh Kepala Bappeda Propvinsi, dalam pelaksanaannya lebih banyak dikoordinasikan oleh Ketua Bidang Kesra. Kurangnya koordinasi di tingkat Provinsi, menurut keterangan dari Bappeda Provinsi Jawa Timur dikarenakan kurangnya anggaran koordinasi di tingkat provinsi. Untuk kegiatan monitoring dan evaluasi di 21 kabupaten hanya dialokasikan dana sebesar Rp 6 juta.

Untuk penambahan atau perluasan cakupan PKH di 9 kabupaten lainnya (penerima PKH tahun 2007 berjumlah 21 kabupaten), sejauh ini belum ada surat resmi yang ditujukan ke Provinsi atau ke Bappeda Provinsi Jatim. Diharapkan agar pihak provinsi lebih dilibatkan dan bisa mendapatkan informasi yang terus ter-updated untuk mengetahui perkembangan yang ada. Secara lebih rinci, dari hasil pertemuan antara Operator dan Dinas Sosial Provinsi Jatim pada tanggal 14 April 2008, mengemuka beberapa permasalahan yang dihadapi di tingkat Tim

(41)

Koordinasi: Sulit melakukan koordinasi dengan pihak atau

instansi terkait jika ada kendala atau permasalahan yang terjadi di lapangan, dengan alasan tidak ada petunjuk dari atasan, walaupun dari Menteri Kesehatan sudah ada surat kepada jajaran di bawahnya untuk membantu Program PKH.

Diharapkan koordinasi di tingkat pusat dapat lebih ditingkatkan. Belum adanya kesamaan visi dan misi antara kabupaten yang satu dengan yang lain, padahal Provinsi Jatim menjadi lokasi Pilot Project PKH dengan wilayah terbanyak (21 kabupaten). Pedoman Umum perlu direvisi agar perkembangan yang terjadi dapat terus terpantau dan memperlancar koordinasi.

Sosialisasi: Adanya kesalah pahaman terkait kriteria pendataan

dan persyaratan penerima maupun pelaksana PKH. Hal ini menimbulkan penolakan terhadap hasil pendataan. Sebagai contoh, munculnya surat pernyataan dari Aliansi Kepala Desa di Kecamatan Labang (Bangkalan) yang menyatakan menolak hasil pendataan dan menuntut dilakukan pendataan ulang oleh pendamping dan ditundanya pembayaran.

Kurang tepatnya pemahaman petugas yang berwenang dalam sosialisasi PKH dari Depkominfo yang dibantu oleh Aisyah dan Muslimat NU, berakibat timbulnya potensi gejolak dengan meningkatnya tekanan masyarakat kepada pendamping dengan berbagai tuduhan. Kurangnya sosialisasi tentang fasilitas pendidikan dan kesehatan di luar area PKH yang menjadi rujukan terdekat bagi RTSM penerima PKH.

Dinas kesehatan Provinsi sudah mendapat sosialisasi dari pusat, tapi tidak ada sosialisasi dari Departemen Kesehatan, walaupun surat Menteri Kesehatan sudah ada. Namun demikian, Dinas Kesehatan sudah mengirim surat untuk puskesmas-puskesmas pada kabupaten penerima PKH.

Dinas Pendidikan Provinsi menyatakan bahwa mereka tidak bisa langsung sosialisasi ke kecamatan, yang mempunyai wewenang adalah pihak kabupaten. PT Pos menyampaikan bahwa di Kabupaten Situbondo ada demonstrasi dari anggota masyarakat yang seharusnya berhak menerima tetapi tidak menerima bantuan, hal ini disebabkan karena masih adanya data RTSM yang belum merupakan hasil validasi.

(42)

Verifikasi: Belum adanya kejelasan tentang verifikasi pendidikan

di luar kabupaten, termasuk verifikasi pendidikan di wilayah perbatasan provinsi, misalnya perbatasan kabupaten Ponorogo (Jatim) dengan Kabupaten Wonogiri (Jateng). Belum adanya kejelasan tentang kriteria usia 5-6 tahun, apakah termasuk balita atau sudah masuk usia SD. Penjelasan dari Pemerintah Pusat untuk masalah ini tidak pernah tuntas.

UPPKH (Operator & Pendamping): Surat keluar dari UPPKH

kabupaten/ kota kurang memiliki legalitas karena tidak ada Kop dan stempel resmi. Proses pengadaan barang inventaris kesekretariatan memerlukan waktu yang lama. Alokasi anggaran listrik/telepon untuk seluruh kabupaten disama ratakan, padahal kebutuhannya berbeda-beda.

Adanya beberapa instruksi melalui e-mail yang mengatasnamakan Tim UPPKH Pusat yang saling bertolak belakang dan kurang dapat dipertanggung jawabkan. Sementara itu, UPPKH Pusat kurang merespons terhadap pengaduan yang disampaikan lewat e-mail, Net-Meeting, dan sarana komunikasi lainnya.

Adanya keengganan pihak-pihak terkait PKH (sekolah, puskesmas, pustu, BPS, Infokom) ketika operator PKH atau Pendamping melakukan koordinasi dan berperan aktif untuk ikut menyelesaikan permasalahan yang muncul di lapangan, dengan alasan tidak ada surat perintahnya, padahal sudah jelas tercantum dalam Pedum PKH.

Belum ada sistem penilaian yang jelas terhadap kinerja, dan jika ada operator/pendamping yang bermasalah tidak ada penanganan lebih lanjut. Belum adanya mekanisme ijin untuk Cuti/tidak aktif karena hamil/urusan lain bagi operator dan pendamping. Masih adanya kerancuan dan kesalahpahaman tentang kedudukan dan tupoksi petugas Technical Support (TS) dan entry data Vendor terhadap operator PKH daerah.

Adanya beberapa kabupaten yang belum menerima dengan lengkap seragam dan atribut operator dan pendamping. Pendamping dan operator belum dibayar untuk bulan Januari-April 2008 karena proses pencairan anggaran baru bisa dilaksanakan pada akhir bulan April. Kecuali untuk Kabupaten Tuban, Bupati memberikan pinjaman untuk gaji pendamping dan operator.

IT dan Data Base: Tidak adanya SDM yang mengelola IT di

(43)

sebenarnya sangat penting untuk melakukan pengendalian dalam satu provinsi.

Data RTSM sebagai pedoman pencairan banyak yang mengalami perubahan dan tidak sesuai dengan hasil validasi yang dilakukan pendamping. Sementara itu, tingkat kabupaten tidak memiliki copy file data basenya. Hal ini dapat berakibat pada operator yang diduga melakukan kesalahan entry data bila ada ketidaksesuain. Ketika terjadi perubahan data pada waktu data entry, detail history pembayaran tidak berubah sehingga sulit memastikan apakah entry data sudah dilakukan dengan benar atau tidak bnar.

Data RTSM tidak bisa ditampilkan berdasarkan Fasilitator Pendidikan atau Fasilitator Kesehatan tertentu, dan mekanisme entry data Fasdik dan Fakes berubah-ubah dalam aplikasi. Dalam aplikasi tidak tersedia fasilitas untuk kondisi tertentu, misalnya; jika jumlah bantuan yang diterima tidak sesuai dengan kriteria, RTSM pindah alamat, kartu salah cetak/hilang, anak cacat, dan tambal sulam peserta PKH.

Ketika dilakukan proses data entry, umur anak RTSM hanya berubah berdasarkan pada tahun kelahiran saja, padahal acuan usia harus berdasarkan tanggal dan bulan kelahiran juga. Sejauh ini, tidak ada juklak dan juknis yang rinci tentang data entry, sementara itu buku panduan Sistem Informasi Manajemen (SIM) masih sangat umum.

Kartu PKH yang sudah tercetak, didistribusikan oleh PT Pos tanpa sepengetahuan atau berkoordinasi dengan UPPKH Kabupaten. Adanya perbedaan data base sebagai acuan penyusunan anggaran dari daerah (versi operator dan BPS), sementara data base yang digunakan tidak sesuai dengan hasil validasi pendamping. Di Mojokerto, masih terdapat banyak anggota PKH yang belum menerima kartu hingga bulan April 2008. Jika masalah ini tidak direspon dengan baik, dapat berpotensi menimbulkan persoalan. Tidak adanya forum pertemuan antar petugas SIM/Operator sebagai sarana pertukaran informasi untuk perbaikan aplikasi Informasi Teknologi PKH.

2. Partisipasi Penyedia Layanan Kesehatan

Dari sisi kesiapan penyediaan layanan kesehatan, Kabupaten Kediri sudah memiliki fasilitas kesehatan untuk tingkat kecamatan yang baik.

Gambar

Tabel 2.1   Perbandingan CCT di Berbagai Negara .............................   12  Tabel 3.1  Persentase Tingkat Pemeriksaan Kehamilan di Tiga
Gambar 2.1  Model Lingkar Kausal Perangkap Kemiskinan
Gambar 2.3 Diagram Alur Operasional PKH
Tabel 2.1 Perbandingan CCT di Berbagai Negara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kerjasama atau kolaborasi merupakan salah satu ciri penting pembelajaran masa depan yang lebih banyak mengedepankan kemampuan individual, namun kemampuan ini kemudian disinergikan

menjadi lebih professional untuk menangani kebutuhan belajar dengan cara yang paling efektif, efisien, dan memiliki daya tarik yang tinggi. Keuntungan yang diperoleh dengan

Pengalaman negara dalam menangani pandemi Covid 19 merupakan contoh nyata kegagapan negara dalam menghadapi bahaya yang disebabkan oleh pandemi Covid 19 Peraturan Pemerintah

Dengan adanya definisi dari komunikasi tersebut interaksi sosial merupakan induk dari terjadinya komunikasi yang terjadi antara mahluk sosial satu dan yang lainnya

Sementara itu, Thomas (2009) mengungkapkan bahwa seseorang akan engaged dengan pekerjaannya apabila seseorang berkomitmen pada suatu tujuan, menggunakan kecerdasannya

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut bahwa dalam pengujian secara simultan, ditemukan bahwa kinerja

Sebagai contoh adalah air yang dijemihkan dengan arang aktif yang dibuat dari arang retor yang direndam asam fosfat (aib2) sebesar 2,45 dan 25,11 mg/1 tidak memberikan perbedaan

Sehingga kedepan program ini bisa dikembangkan untuk desa-desa yang lain baik di Banjarnegara maupun desa lain yang masih perlu dukungan dan dorongan motivasi