• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Teknis

Perbaikan Infrastruktur

Perkebunan kelapa sawit menghasilkan produk dalam bentuk tandan buah segar (TBS) yang bersifat bulk. Untuk mengeluarkan TBS dari dalam blok ke tempat pengumpulan hasil (TPH) dan mengangkutnya ke pabrik pengolahan, mutlak diperlukan jaringan jalan yang dapat memenuhi beberapa persyaratan dan manfaat. Jaringan jalan tersebut yaitu pasar tikus, rintis tengah, collection road (CR) dan main road (MR).

Collection road merupakan jalan yang lurus dengan baris tanaman dan jalan

panen yang digunakan pemanen untuk mengumpulkan TBS. Collection road mempunyai panjang 800 - 1 000 m, bergantung pada kondisi di lapangan dengan arah utara - selatan. Main road berfungsi sebagai jalan utama bagi beberapa jalan koleksi lainnya yang merupakan rute pengangkutan utama untuk mengangkut TBS ke pabrik. Main road memiliki panjang 300 - 400 m (arah timur-barat), bergantung pada kondisi lapangan. Semua badan jalan harus berbentuk seperti batok tengkurap/punggung kerbau (cambering), agar tidak terjadi genangan air pada permukaan. Jalan yang lurus sebaiknya juga dibuat cambering dan seimbang pada kedua sisinya. Selama kegiatan magang, penulis melakukan perawatan jalan dan tunas pasar.

Rawat jalan. Sebagian besar konstruksi jalan di GSE terbuat dari tanah. Jalan yang terbuat dari tanah sangat rentan dan mudah rusak bila terkena air dan sering dilalui oleh kendaraan khususnya truk pengangkut TBS. Selama magang penulis melakukan rawat jalan terhadap jalan yang rusak. Rawat jalan dilakukan secara manual. Alat-alat yang digunakan adalah hammer, cangkul, dan angkong. Inti dari pekerjaan ini adalah menguras air yang tergenang di jalan dan menimbunnya dengan batu sehingga menjadi rata. Prestasi kerja karyawan untuk rawat jalan tidak tentu karena bergantung pada tingkat keparahan jalan. Rata-rata prestasi karyawan 2 m/HK. Prestasi penulis yaitu 2 m/HK.

Tunas pasar. Tunas pasar merupakan kegiatan membuang pelepah tanaman kelapa sawit yang menjorok ke jalan. Tujuan tunas pasar adalah mengurangi hambatan penyinaran sinar matahari ke permukaan jalan akibat dihalangi oleh pelepah kelapa sawit sehingga dapat memperlama penyinaran matahari pada jalan yang berakibat jalan cepat kering bila basah. Aturan dalam tunas pasar adalah penunasan dilakukan seperlunya, hanya memotong pelepah yang menghalangi masuknya sinar matahari (jangan sampai over prunning). Prestasi kerja karyawan untuk rawat jalan tidak tentu karena bergantung pada banyaknya pokok yang akan ditunas. Rata-rata prestasi karyawan 60 m/HK. Selama menjadi karyawan penulis bertugas sebagai penyusun pelepah disebabkan oleh keterbatasan alat. Kegiatan perawatan jalan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Perawatan Jalan: a. Rawat Jalan Manual, b. Rawat Jalan dengan „Menggunakan Grader

Pengendalian Gulma

Gulma adalah tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat, dan kondisi yang tidak diinginkan manusia. Pada umumnya, gulma mudah melakukan regenerasi sehingga timbul persaingan dengan tanaman yang dibudidayakan dalam hal perolehan ruang, cahaya, air, dan nutrisi. Gulma juga mensekresikan zat kimia (alelopati) yang dapat merugikan tanaman yang dibudidayakan. Oleh karena itu, penting dilakukan pengendalian gulma untuk meningkatkan daya saing tanaman pokok dan melemahkan daya saing gulma. Pengendalian gulma harus memperhatikan teknis pelaksanaan di lapangan (faktor teknis), biaya yang diperlukan (faktor ekonomis), dan kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkannya.

Pengendalian gulma di GSE dilakukan pada piringan dan gawangan. Tidak semua gulma harus diberantas karena tanah yang gundul (bebas dari vegetasi) mendorong terjadinya erosi yang sangat merugikan. Jenis gulma yang harus tetap dipertahankan di gawangan yaitu pakis Nephrolepisbisserata, Cassia cobanensis, Euphorbia sp, Turnera subulata. Gulma-gulma tersebut dapat berfungsi sebagai inang musuh alami hama-hama kelapa sawit (beneficial plant). Oleh karena itu, keberadaan gulma-gulma tersebut harus dijaga. Jenis gulma dominan yang ditemukan di GSE adalah Imperata cylindrica, Sceliria sumatrensis, Mikania micrantha, Borreria alata, Ottochloa nodosa, Melastoma affine, dan Ageratum conyzoides.

Pengendalian gulma di GSE meliputi pengendalian gulma secara manual dan kimia. Teknik pengendalian gulma yang dilaksanakan bergantung pada jenis dan kerapatan gulma, cuaca, topografi lahan, ketersediaan tenaga kerja serta alat dan bahan. Pengendalian gulma di GSE dilakukan dengan rotasi 1 kali pengendalian gulma secara manual dan 3 kali pengendalian gulma secara kimia.

Pengendalian gulma secara manual. Pengendalian gulma secara manual adalah pengendalian gulma yang dilakukan dengan menggunakan alat seperti cados (cangkul dodos), arit, parang, dan garukan. Pengendalian gulma secara manual ini untuk mengendalikan gulma yang ada di piringan, pasar rintis, dan gawangan. Kelebihan pengendalian gulma secara manual yaitu dapat dilakukan kapan saja, tidak terpengaruh waktu dan cuaca serta hasil dapat langsung diketahui sehingga lebih mudah dalam melakukan pengawasan. Sedangkan kelemahan pengendalian gulma secara manual adalah terjadi kerusakan akar tanaman atau pelukaan yang disebabkan oleh penggunaan alat, tanah menjadi cekung sehingga pada waktu hujan dapat menyebabkan genangan air dan memperbesar peluang erosi pada tanah miring. Pengendalian gulma secara manual di GSE dilakukan oleh tenaga kerja harian. Pengendalian gulma manual di GSE yang pernah diikuti penulis yaitu pekerjaan dongkel anak kayu (DAK). Tidak ada ketentuan yang jelas mengenai prestasi kerja pada kegiatan ini karena karyawan ditugaskan untuk membersihkan beberapa blok yang dianggap semak. Norma kerja kegiatan ini adalah 2 ha/HK. Prestasi penulis adalah 1 ha/HK. Kegiatan dongkel anak kayu (DAK) dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kegiatan Dongkel Anak Kayu (DAK)

Pengendalian gulma secara kimia. Pengendalian gulma secara kimia adalah pengendalian gulma dengan cara menyemprotkan herbisida yang telah dilarutkan dengan air pada gulma sasaran. Jenis herbisida yang digunakan di GSE adalah herbisida sistemik dengan merk dagang Prima Up dengan bahan aktif

Isopropilamina glifosat 480 g/l berbentuk cair berwarna kuning keemasan,

Kenlon dengan bahan aktif Triklopir butoksil etil eter 480 g/l berbentuk cair berwarna kuning bening, dan Starane dengan bahan aktif Fluroksipir 200g/l yang berbentuk cair berwarna ungu. Keuntungan pengendalian gulma secara kimia adalah dapat mengurangi penggunaan tenaga kerja dan dapat mengurangi pelukaan tanaman akibat penggunaan alat. Kelemahannya yaitu sangat bergantung pada cuaca, menyebabkan keracunan pada tanaman, dan adanya pengaruh samping pada penyemprot.

Pengendalian gulma secara kimia di GSE dilakukan dengan sistem Block Spraying System (BSS). BSS adalah sistem pekerjaan yang dikerjakan blok per blok dengan metode penyemprotan yang lebih baik, supervisi lebih fokus dan produktivitas penyemprot yang lebih tinggi. Peralatan dan perlengkapan yang digunakan oleh tim BSS adalah: (a) dua unit kendaraan roda empat (truk tim semprot kebun dan micron herby sprayer) yang masing-masing truk dilengkapi tangki berisi air sebagai pelarut, (b) 10-15 unit alat semprot (RB-15) untuk TSK dan 8-10 unit alat semprot untuk MHS, dan selang air untuk mengisi air. Keuntungan penggunaan unit semprot yaitu penghematan pengggunaan tenaga

supervisi, supervisi lebih baik, mobilitas unit semprot yang tinggi, kualitas pencampuran herbisida lebih baik karena pengisian air dilakukan di traksi/sumur dan dapat dikontrol oleh asisten serta pengorganisasian kerja lebih mudah.

Berdasarkan cara kerjanya, tim semprot kebun dengan sistem BSS dibagi menjadi dua yaitu: tim semprot MHS untuk mengendalikan gulma di piringan, pasar rintis dan tempat pengumpulan hasil (TPH) serta tim semprot TSK untuk mengendalikan gulma di gawangan.

(1) Penyemprotan gulma piringan, pasar rintis, dan TPH

Tim semprot piringan, pasar rintis dan TPH menggunakan alat semprot CDA (Controlled Droplet Application). Di pasaran, alat CDA dikenal dengan nama Micron Herbi. Alat semprot Micron Herbi digunakan untuk sistem aplikasi cairan dengan volume rendah (ultra low volume). Tipe nozel yang digunakan adalah nozel warna kuning. Alat Micron Herbi mempunyai kapasitas 5 atau 10 l/knapsack. Herbisida yang digunakan adalah campuran Prima Up dan Starane dengan perbandingan 4 : 1. Konsentrasi campuran yang digunakan setelah dilakukan kalibrasi adalah 3.1%, artinya ada 31 ml herbisida dalam 1 liter air. Jenis gulma dominan yang ada di Divisi 2 adalah Axonopus compressus,

Cytrococcum arescens, Eleusine indica, dan Paspalum conjugatum.

Tim semprot piringan, pasar rintis dan TPH terdiri atas sembilan orang karyawan tetap perempuan. Penyemprotan piringan dilakukan secara selektif, artinya bila saat penyemprotan ditemukan piringan yang masih bersih sesuai standar, maka piringan tersebut dapat ditinggalkan. Kendala yang sering dihadapi adalah kerusakan pada alat semprot dan cuaca yang tidak menentu. Standar prestasi karyawan adalah 5 ha/HK. Prestasi karyawan bergantung pada kondisi lahan. Bila kondisi lahan bersemak, prestasi karyawan akan menurun dan sebaliknya. Prestasi karyawan rata-rata 5 ha/HK. Prestasi kerja penulis lebih kecil yaitu 1 ha/HK disebabkan keterbatasan alat, penulis melakukan penyemprotan ketika karyawan sedang istirahat.

(2) Penyemprotan gulma gawangan

Pengendalian gulma gawangan adalah membersihkan gulma anak kayu yang merugikan tanaman dan menyulitkan kegiatan lain yang ada di gawangan,

piringan, pasar rintis dan TPH. Gawangan harus bebas dari anak kayu, pakis- pakisan (yang merugikan), keladi liar, pisang liar, bambu liar, kerisan, dan kentosan. Jenis gulma dominan yang ada di gawangan antara lain: Melastoma sp.,

Chromolaena odorata, dan gulma berkayu lainnya.

Penyemprotan gulma di gawangan menggunakan alat semprot punggung semi-otomatis RB 15 dengan kapasitas 15 l, dengan sistem aplikasi cairan volume rendah (ultra low volume). Tipe nozel yang digunakan adalah nozel cone warna putih. Herbisida yang digunakan untuk penyemprotan gulma di gawangan adalah Prima Up dan Starane dengan konsentrasi 0.33%, Kenlon dan Metaprima dengan konsentrasi 0.02%. Rotasi penyemprotan gawangan tiga kali dalam setahun.

Penyemprotan gulma di gawangan dilakukan oleh tim penyemprot yang terdiri atas 12 orang karyawan tetap wanita dan satu orang mandor dilengkapi dengan satu unit kendaraan roda empat (truk) untuk membawa tangki air, peralatan dan karyawan. Kendala-kendala yang sering dihadapi tim penyemprot gawangan adalah terjadinya kerusakan pada alat kerja seperti pada nozel dan pompa knapsack dan keadaan cuaca yang tidak menentu. Penyemprotan dilakukan block by block dengan standar prestasi kerja sebesar 3 ha/HK. Prestasi kerja karyawan rata-rata 3 ha/HK, sedangkan prestasi kerja penulis lebih kecil yaitu 1 ha/HK.

Aplikasi Janjang Kosong (JJK)

Aplikasi janjang kosong di lapangan dapat menambah unsur organik untuk tanah. Aplikasi janjang kosong akan meningkatkan penyerapan air dan daya menyimpan air tanah, memperbaiki struktur tanah, memacu pertumbuhan akar, dan dapat juga menjadi mulsa. Janjang kosong banyak mengandung unsur-unsur makro yang diperlukan oleh tanaman, seperti N, P, K, dan Mg serta mengandung unsur hara B, Cu, Zn, Fe, dan Mn. Pengaplikasian JJK di GSE mengikuti dosis yang dianjurkan oleh Minamas Research Centre (MRC). Dosis JJK perhektar yaitu 75 ton, diaplikasikan sebanyak ± 550 kg di antara dua pokok dalam satu baris.

Aplikasi janjang kosong di GSE, dilakukan pada blok-blok tertentu. Penyusunan dilakukan di areal datar sampai bergelombang untuk memudahkan

pelangsiran dan penyusunan janjang. JJK diangkut oleh dump truck dari pabrik kelapa sawit (PKS), kemudian diletakkan di pinggir petak. Tumpukan JJK tersebut akan dilangsir oleh pekerja untuk disusun di gawangan antar pokok kelapa sawit. JJK disusun rapi berbentuk persegi dengan lebar 10 buah janjangan ke samping gawangan dan panjang 12 buah janjangan ke arah pasar rintis. Penyusunan JJK dibuat satu lapis agar tidak menjadi media hidup bagi hama kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros).

Pengaplikasian JJK di blok harus dilakukan sesegera mungkin setelah diangkut dari PKS agar hara yang terkandung tidak tercuci di jalan. Di samping itu JJK juga dapat merusak jalan karena JJK menyerap air. Alat-alat yang digunakan untuk mengaplikasikan JJK adalah angkong, gancu, dan atau tojok. Kendala yang sering dialami untuk mengaplikasikan JJK di lapangan adalah bentuk lahan yang bergelombang sehingga menyulitkan karyawan dan dosis pemupukan yang tidak teratur kadang lebih besar atau lebih kecil dari dosis yang direkomendasikan. Kegiatan pengaplikasian dan penyusunan JJK dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengaplikasian Janjang Kosong di Lahan: a. Pendistribusian JJK, „dan „b. Penyusunan JJK

Pengaplikasian JJK dilakukan oleh karyawan harian lepas (borongan) sesuai dengan Surat Perjanjian Kerja (SPK) dengan perusahaan. Upah untuk karyawan dihitung berdasarkan target prestasi kerja. Basis yang harus dicapai oleh karyawan adalah 5 ton/HK, dengan upah Rp 7 000,-/ton. Prestasi kerja karyawan adalah 7 ton/HK, sedangkan prestasi kerja penulis 2.5 ton/HK.

b a

Aplikasi Limbah Cair Kelapa Sawit

Selain janjang kosong, GSE juga memanfaatkan limbah cair kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME) sebagai salah satu pupuk organik untuk membantu memberi tambahan hara bagi tanaman, menyediakan tambahan air dan memperbaiki sifat-sifat tanah. POME yang diaplikasikan di GSE memiliki

biological 0xygen demand (BOD) ≤1 000 ppm, kadar BOD sesuai dengan

peraturan yang telah ditetapkan oleh komisi penilai AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) daerah setempat. BOD adalah kebutuhan oksigen hayati yang diperlukan untuk merombak bahan organik. Semakin tinggi nilai BOD air limbah, maka daya saingnya dengan mikroorganisme atau biota yang terdapat pada kolam penampung limbah akan semakin tinggi. POME memiliki kadar BOD yang sangat tinggi, rata-rata berkisar 25 000 - 30 000 ppm. Kadar BOD yang sangat tinggi ini dapat mengubah keadaan normal air dan untuk pengembalian ke kolam penampung limbah harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu.

Pembuatan flatbed untuk aplikasi POME di kebun dilakukan pada gawangan mati/gawangan yang berselingan dengan jalan panen, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran panjang 3.2 m, lebar 2.4 dan kedalaman efektif 0.3 m, sehingga volume per flatbed adalah 2.304 m3, setara dengan 2.304 ton. Jumlah flatbed sesuai rekomendasi departemen riset adalah ± 150-160 flatbed/ha.

Dosis aplikasi POME berdasarkan anjuran departemen riset adalah 750 ton/ha/tahun dengan rotasi 3 kali setahun. Rata-rata jumlah flatbed di GSE adalah 109 flatbed/ha dengan volume aktual flatbed ± 2.3 ton/ flatbed. Perbedaan jumlah flatbed per ha dan volume per flatbed tersebut disebabkan oleh topografi GSE yang umumnya bergelombang yaitu antara 3–20% dan jenis tanah Oxisol, yang bertekstur pasir sehingga memilik daya jerap air yang tinggi serta dipengaruhi oleh pendangkalan flatbed karena endapan lumpur POME.

Pengaplikasian POME dari kolam limbah ke flatbed dalam blok dilakukan mulai jam 07.00–16.00 WITA. Pengaplikasian dilakukan oleh satu orang karyawan. Aplikasi POME harus diawasi secara ketat untuk mencegah terjadinya limpasan POME dari blok aplikasi ke parit/sungai. Untuk menghindari pendangkalan dan kerusakan flatbed maka secara periodik selama tiga bulan sekali dilakukan rehabilitasi atau pengurasan lumpur endapan POME kemudian

dibuang ke kanan kiri flatbed di luar piringan untuk menghindari kebocoran flatbed, sedangkan usaha antisipasi untuk mencegah luapan POME antara lain pembuatan parit isolasi dan tanggul pengaman di akhir jalur flatbed.

Karyawan yang bekerja pada aplikasi POME bertugas untuk mengatur dan menjaga aliran POME yang dipalikasikan serta membersihkan flatbed dari sampah dan pelepah sawit yang menghambat aliran POME. Standar prestasi kerja karyawan POME adalah 7 jam/HK, sedangkan supervisi yang dilakukan di luar jam kerja dihitung sebagai lebih borong dengan upah Rp 7 116,- /jam.

Pengambilan Contoh Daun

Pengambilan contoh daun atau leaf sampling unit (LSU) merupakan faktor kunci dalam penentuan dosis rekomendasi pupuk. Pengambilan sampel daun dilakukan pertama kali pada tanaman umur 3 tahun dan selanjutnya dilakukan sekali setahun untuk setiap LSU. Pengambilan contoh daun tahun ini bertujuan untuk menentukan rekomendasi pemupukan tahun depan. Pengambilan sampel daun dilakukan di Blok LSU, setelah pemupukan terakhir dengan Urea, TSP, MOP, Kieserite, dan abu janjang selesai dilakukan minimal 2–3 bulan sebelumnya. Aplikasi kaptan, dolomite, janjang kosong ataupun solid tidak mempengaruhi jadwal pengambilan sampel daun. Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan sampel daun, yaitu: kantong plastik hitam dan putih, cat biru, kertas label, parang, gunting, galah bambu, egrek, buku notes dan pena. Pengambilan sampel daun di GSE dilakukan pada tanggal 14–19 April 2011. Tiap divisi memiliki dua tim LSU yang terdiri atas 3 orang di masing-masing tim. Prestasi kerja tim LSU adalah 90 ha/tim. Pengambilan daun dilakukan dari pagi hari hingga selesai pada kondisi cuaca yang cerah, bila terjadi hujan pengambilan daun harus ditunda.

Pada satu areal LSU harus diusahakan keseragaman dalam umur tanaman, jenis bibit, jenis tanah, keadaan topografi, drainase, dan tindakan kultur teknis yang dilakukan. Pohon sampel ditentukan dengan pola sistem tertentu, misalnya sistem 12 x 11, berarti untuk setiap 12 pokok antar baris dalam satu blok diambil satu pohon sampel pada pokok ke-11 pada baris tersebut. Daun yang digunakan sebagai contoh adalah pelepah daun ke-17 karena merupakan pelepah daun yang

paling peka terhadap unsur hara. Pelepah daun ke-17 diegrek dan diturunkan, kemudian tiga helai anak daun sebelah kanan dan sebelah kiri pada pelepah jarum (peralihan anak daun muda dan tua) dalam salah satu pelepah dipotong daunnya sepanjang ± 25 cm. Contoh daun yang sudah dipotong ± 25 cm dibuang lidinya dan dipisahkan menjadi dua sub sampel (A dan B). Satu sub sampel terdiri atas helai daun dari sisi kanan lidi dan sub sampel lainnya dari helai daun sisi kanan lidi. Anak daun sebelah kanan dan kiri dipisahkan pada tempat yang berbeda, kemudian daun dipotong dengan ukuran 2-3 cm. Potongan sampel daun dikeringkan selama ± 5-7 jam pada suhu 80 0C. Daun dikatakan kering apabila sudah rapuh dan mudah dipatahkan dan warna masih nampak hijau. Daun yang telah dioven kemudian dikirim ke MRC untuk dianalisis sebagai bahan penentuan rekomendasi pemupukan.

Dalam pengambilan pohon sampel perlu diperhatikan bahwa pohon yang ada di pinggir jalan, bangunan, bersebelahan dengan pohon mati, pohon steril atau yang terserang penyakit, dan tumbuhnya abnormal tidah boleh diambil sebagai pohon sampel. Apabila pohon sampel termasuk dalam kriteria tersebut maka yang menjadi tanaman contoh bergeser dua tanaman ke depan atau ke belakang.

Selama pengambilan sampel daun, pertumbuhan vegetatif meliputi tinggi tanaman, panjang pelepah, lebar pelepah, dan tebal pelepah juga diamati. Selain itu juga dilakukan pengamatan visual terhadap defisiensi hara. Tiap tim diberi foto tentang defisiensi hara untuk mempermudah pengamatan. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pengambilan contoh daun adalah belum terampilnya tim sensus dalam menentukan pelepah ke-17, faktor ketelitian dalam pengukuran dan pengamatan tanaman yang tinggi sesuai dengan umur tanaman sehingga menyulitkan pengambilan pelepah. Standar prestasi kerja karyawan yang ditetapkan oleh perusahaan adalah 30 ha/HK sesuai dengan tingkat kerapatan sampel yang diambil dan kriteria yang diukur. Prestasi kerja karyawan dan penulis yaitu 30 ha/HK.

Pemupukan

Pemupukan adalah upaya untuk menyediakan unsur hara yang cukup secara berkala dan berimbang baik secara langsung pada tanaman maupun tidak

langsung ke dalam tanah. Pemupukan pada tanaman kelapa sawit bertujuan untuk mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman, produksi tandan buah segar (TBS) secara maksimum dan ekonomis serta meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit. Pemupukan di Gunung Sari Estate (GSE) dimulai dengan kegiatan perencanaan pemupukan. Perencanaan pemupukan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya karena berhubungan langsung dengan penyediaan biaya, material pupuk dan tenaga kerja yang digunakan.

Perencanaan pemupukan di GSE dibagi menjadi tiga tahap yaitu: rencana kerja tahunan (RKT), rencana kerja bulanan (RKB) dan rencana kerja harian (RKH). Rencana kerja tahunan (RKT) digunakan untuk mengetahui besarnya biaya operasional berdasarkan: jenis dan dosis pupuk yang digunakan, jumlah tenaga kerja, peralatan dan perlengkapan serta ekstra fooding dalam satu tahun. Rencana kerja bulanan (RKB) digunakan untuk menentukan jenis dan jumlah pupuk yang akan diaplikasikan, persiapan lapangan dan persiapan peralatan dan perlengkapan pemupukan, ekstra fooding pada bulan tersebut. Rencana kerja harian (RKH) digunakan untuk menentukan jumlah tenaga kerja yang digunakan, kesiapan unit transpor untuk karyawan dan pengeceran pupuk dan pembuatan bon permintaan pupuk untuk blok yang akan dipupuk.

Perencanaan pupuk tersebut meliputi jenis dan dosis pupuk yang akan diaplikasikan, waktu pelaksanaan pemupukan, peralatan dan perlengkapan kerja yang digunakan, tenaga kerja yang dibutuhkan, kesiapan blok-blok yang akan dipupuk dan hal-hal administrasi dalam pemupukan. Seksi pemupukan dibuat terlebih dahulu oleh mandor pupuk sebagai rencana pergiliran waktu pelaksanaan pemupukan pada tiap blok untuk setiap jenis pupuk, berdasarkan interval waktu aplikasi masing-masing jenis pupuk.

Jenis dan dosis pupuk yang akan diaplikasikan ditetapkan berdasarkan rekomendasi pemupukan dari Departemen Riset Minamas, yaitu Minamas

Research Centre (MRC). Rekomendasi pemupukan tersebut disusun atas dasar

hasil analisis hara daun, status hara tanah, jenis tanah, dan LCC, curah hujan serta proyeksi produksi (balance sheet) yang dilakukan setiap tahun. Jenis pupuk yang digunakan di GSE periode 2010-2011 adalah NK Blend, Kieserit, Rock Phosphat, dan HGFB.

Sistem aplikasi pemupukan yang digunakan di GSE adalah Block Manuring

System (BMS), yaitu sistem pemupukan yang terkonsentrasi dalam hancak

pemupukan per kebun, dikerjakan blok per blok dengan sasaran mutu pemupukan yang lebih baik, supervisi lebih fokus dan produktivitas yang lebih tinggi. Mekanisme pelaksanaan BMS adalah hancak pemupuk tetap tiap blok dan setiap tanaman diketahui pemupuknya dan pergeseran ancak diatur sedemikian rupa sehingga berlangsung cepat dan efisien. Organisasi pemupukan tim BMS meliputi tim pengecer pupuk, penabur pupuk dengan tujuan untuk meningkatkan

Dokumen terkait