• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani Kelapa Sawit

Klasifikasi tanaman kelapa sawit yang dikutip dari Lubis (2008) adalah sebagai berikut:

Divisi : Tracheophyta Sub divisi : Pteropsida Kelas : Angiospermae Sub kelas : Monocotyledonae Ordo : Cocoidae

Famili : Palmae Sub family : Cocoidae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq

Elaeis berasal dari Elaion yang berarti minyak dalam bahasa Yunani. Guineensis berasal dari kata Guinea (Pantai Barat Afrika). Jacq berasal dari nama botanist Amerika yaitu Jacquin (Lubis, 2008).

Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan kuarter (Fauzi et al., 2008). Akar primer tumbuh ke bawah di dalam tanah sampai batas permukaan air tanah. Akar sekunder, tertier, dan kuarter tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuarter menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung zat hara.

Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus (phototropi) dibungkus pelepah daun (frond base) (Lubis, 2008). Batang berbentuk silinderis berdiameter 0.5 m pada tanaman dewasa. Bagian bawah umumnya lebih besar disebut bongkol batang atau bowl. Pada tanaman yang masih muda batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun. Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, dan bertulang sejajar (Fauzi et al., 2008). Daun-daun membentuk satu pelepah yang panjangnya mencapai 7.5 - 9 m. Jumlah anak daun di setiap pelepah berkisar antara 250 - 400 helai.

Tanaman kelapa sawit di lapangan mulai berbunga pada umur 12–14 bulan, tetapi baru ekonomis untuk dipanen pada umur 2.5 tahun (Lubis, 2008). Dari setiap ketiak pelepah daun akan keluar satu tandan bunga jantan atau betina. Sex diferensiasi terjadi 17–25 bulan sebelum anthesis dan setelah anthesis membutuhkan waktu 5–6 bulan baru matang panen. Secara visual tandan bunga jantan atau betina baru dapat diketahui setelah muncul dari ketiak pelepah daun yaitu 7–8 bulan sebelum matang.

Bunga betina setelah dibuahi akan berkembang pada spikelet. Karena kondisi terjepit maka buah yang terletak di bagian dalam akan lebih kecil dan kurang sempurna bentuknya dibandingkan dengan yang terletak di bagian luar (Lubis, 2008). Kematangan buah dibedakan atas matang morfologis dan matang fisiologis. Matang morfologis adalah kematangan buah yang telah sempurna bentuknya serta kandungan minyak optimal. Matang fisiologis adalah kematangan buah yang sudah lebih lanjut yaitu telah siap untuk tumbuh dan berkembang biasanya satu bulan sesudah matang morfologis.

Syarat Tumbuh

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah kawasan khatulistiwa di sekitar 12 derajat Lintang Utara–Selatan dengan kelas iklim Af dan Am baik menurut sistem klasifikasi Koppen maupun sistem klasifikasi Schmidth–Ferguson. Jumlah curah hujan yang baik (optimum) untuk tanaman kelapa sawit adalah 2 000 - 2 500 mm/tahun, tidak memiliki defisit air, hujan agak merata sepanjang tahun (Lubis, 2008).

Kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, seperti Podsolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu (HK), Regosol, Andosol, Organosol, dan Alluvial (Lubis, 2008). Tanah gambut juga dapat ditanami kelapa sawit asalkan ketebalan gambutnya tidak lebih dari satu meter dan sudah tua (saphrik). Sifat tanah yang perlu diperhatikan untuk budidaya kelapa sawit yaitu sifat fisik tanah (kedalaman tanah, tekstur, dan struktur tanah) dan sifat kimia tanah (kandungan unsur hara).

Kelapa sawit dapat tumbuh dan berbuah hingga ketinggian 1 000 meter di atas permukaan laut (dpl) dan sebaiknya ditanam di lahan yang memiliki kemiringan lereng 0-120 atau 21 persen. Sebenarnya lahan yang kemiringan

lerengnya 13-250 masih bisa ditanami kelapa sawit, tetapi pertumbuhannya kurang baik (Sunarko, 2008)

Penunasan Tanaman Menghasilkan

Penunasan (prunning) kelapa sawit adalah pembuangan daun–daun tua atau daun yang tidak produktif pada tanaman kelapa sawit (Fauzi et al., 2008). Tujuan penunasan adalah mempermudah pekerjaan potong buah (melihat dan memotong buah masak), menghindari tersangkutnya brondolan pada ketiak buah, dan memperlancar proses penyerbukan alami. Selain itu, penunasan dilakukan untuk sanitasi (kebersihan) tanaman sehingga menciptakan lingkungan yang tidak sesuai bagi perkembangan hama dan penyakit (Pahan, 2008).

Untuk mencapai tujuan penunasan dan tetap mempertahankan produksi maksimum maka harus dihindari terjadinya over prunning. Over prunning adalah terbuangnya sejumlah pelepah produktif secara berlebihan yang akan mengakibatkan penurunan produksi. Untuk mendapatkan produksi yang maksimum diperlukan jumlah pelepah optimum, yaitu 48-56 pada tanaman muda dan 40-48 pada tanaman tua (Pahan, 2008).

Persiapan Panen

Keberhasilan panen sangat bergantung pada bahan tanam yang digunakan, tenaga kerja pemanenan, peralatan panen yang digunakan, kelancaran transportasi, organisasi panen yang baik, sistem panen yang terkoordinasi, keadaan areal, dan insentif yang diperoleh (Lubis, 2008). Persiapan panen yang baik akan menjamin tercapainya target produksi dengan biaya panen seminimal mungkin. Hal-hal yang perlu dilakukan di dalam mempersiapkan pelaksanaan pekerjaan potong buah, yaitu persiapan kondisi areal, penyediaan tenaga kerja potong buah, pembagian seksi potong buah, dan penyediaan alat-alat kerja (Pahan, 2008).

Kriteria dan Cara Panen

Buah kelapa sawit menjadi matang sekitar 6 bulan setelah terjadinya polinasi (penyerbukan) dan fertilisasi (pembuahan). Kematangan buah adalah

aspek yang pengaruhnya paling menonjol terhadap kuantitas dan kualitas minyak. Buah yang tepat matang diartikan sebagai buah yang memberikan kuantitas dan kualitas minyak maksimal (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).

Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen agar memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria matang panen ditentukan pada saat kandungan asam lemak bebas atau free fatty acid (ALB atau FFA) minimal. Panen harus dilaksanakan pada saat yang tepat karena akan menentukan tercapainya kuantitas dan kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Pemanenan yang dilakukan sebelum proses pembentukan minyak selesai akan mengakibatkan hasil minyak mentah kurang dari semestinya. Sedangkan pemanenan yang melewati proses pembentukan minyak akan merugikan karena akan banyak buah yang terlepas dari tandan. Pada buah yang lewat masak, sebagian kandungan minyaknya akan berubah menjadi ALB atau FFA yang akan mengakibatkan penurunan mutu minyak kelapa sawit. Pada saat ini, kriteria umum yang banyak dipakai adalah pada setiap kilogram tandan buah segar (TBS) terdapat dua brondolan (Fauzi et al., 2008).

Berdasarkan tinggi tanaman, ada tiga cara panen yang umum dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Untuk tanaman yang tingginya 2–5 m digunakan cara panen membungkuk dengan alat dodos, sedangkan tanaman yang tingginya 5–10 m dipanen dengan cara berdiri dan menggunakan alat kampak siam. Cara egrek digunakan untuk tanaman yang tingginya lebih dari 10 m dengan alat arit bertangkai panjang.

Rotasi Panen

Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai panen berikutnya pada tempat yang sama. Rotasi panen dianggap baik bila buah tidak lewat matang, yaitu dengan menggunakan sistem 6/7. Artinya, dalam satu minggu terdapat 6 hari panen dan masing-masing ancak panen diulangi (dipanen) 7 hari berikutnya (Fauzi et al., 2008).

Pemotongan buah dilakukan dengan selang waktu (rotasi) sekitar 5–10 hari, bergantung pada umur tanaman. Pada tanaman yang berumur kurang dari 5 tahun, pemotongan buah dilakukan 5 hari sekali, sedangkan untuk tanaman yang

berumur 5–6 tahun, pemotongan buah dilakukan 10 hari sekali (Sastrosayono, 2003). Tanaman yang berumur 6 – 15 tahun memiliki tandan buah besar–besar sehingga proses masaknya buah lebih lama. Pada tanaman yang berumur di atas 15 tahun, pemotongan buah dilakukan 7 hari sekali. Selang waktu pemotongan buah menjadi lebih cepat karena tandan buah yang dihasilkan tanaman kelapa sawit yang sudah berumur lebih dari 15 tahun mulai mengecil, sehingga proses masaknya buah lebih cepat.

Organisasi Potong Buah dan Kerapatan Panen

Seksi potong buah sebaiknya terorganisir agar blok yang akan dipanen setiap hari menjadi terkonsentrasi (tidak terpencar–pencar). Selain itu harus dihindari adanya potongan–potongan ancak panen agar satu seksi selesai pada satu hari. Hal ini bertujuan untuk mempermudah kontrol pekerjaan, meningkatkan efisiensi transportasi buah, dan memudahkan pengaturan keamanan produksi (Pahan, 2008).

Sistem pengancakan potong buah secara umum dibagi dua yaitu sistem giring dan sistem tetap (Fauzi et al., 2008). Pada sistem giring, apabila suatu ancak telah selesai dipanen, pemanen pindah ke ancak berikutnya yang telah ditunjuk oleh mandor. Sistem ancak giring memudahkan pengawasan pekerjaan para pemanen dan hasil panen lebih cepat sampai di tempat pengumpulan hasil (TPH) dan pabrik. Sisi negatif sistem ancak giring adalah adanya kecenderungan pemanen akan memilih buah yang mudah dipanen sehingga ada tandan buah atau brondolan yang tertinggal karena pemanenannya menggunakan sistem borongan. Sedangkan, sistem ancak tetap sangat baik diterapkan pada areal perkebunan yang sempit, topografi berbukit atau curam, dan dengan tahun tanam yang berbeda. Pada sistem ancak tetap pemanen diberi ancak dengan luas tertentu dan tidak berpindah- pindah. Hal tersebut menjamin diperolehnya TBS dengan kematangan yang optimal. Rendemen minyak yang dihasilkannya pun tinggi. Kelemahan sistem ancak tetap adalah buah lebih lambat keluar sehingga lambat juga sampai ke pabrik.

Kerapatan panen adalah sejumlah angka yang menunjukkan tingkat kerapatan pohon matang panen di dalam suatu areal (Fauzi et al., 2008). Tujuan

perhitungan kerapatan panen adalah untuk memperkirakan produksi. Penentuan kerapatan panen dilakukan satu hari sebelum pelaksanaan panen di areal yang akan dipanen. Penentuan kerapatan panen sangat penting dilakukan untuk menentukan jumlah tenaga kerja dan kebutuhan sarana pengangkutan hasil panen.

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang dilaksanakan di Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan mulai bulan Februari 2011 sampai Juni 2011.

Metode Pelaksanaan

Kegiatan magang yang dilaksanakan penulis adalah kegiatan teknis di lapangan dan kegiatan manajerial baik di perkebunan maupun di kantor. Kegiatan- kegiatan tersebut dilakukan sesuai dengan waktu dan jadwal yang ditentukan oleh pihak perkebunan.

Kegiatan yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai karyawan harian lepas (KHL) selama satu bulan (Lampiran 1), kemudian sebagai pendamping mandor selama satu bulan (Lampiran 2) dan sebagai pendamping asisten selama dua bulan (Lampiran 3).

Kegiatan teknis di lapangan yang dilakukan penulis meliputi kegiatan pemeliharaan dan kegiatan pemanenan. Kegiatan pemeliharaan meliputi kegiatan perbaikan infrastruktur, pengendalian gulma, pengaplikasian janjang kosong, pengaplikasian Palm Oil Mill Efluent (POME), pemupukan organik dan anorganik, pengendalian hama dan penyakit, penunasan (prunning). Kegiatan panen meliputi persiapan panen, pelaksanaan panen, dan pengangkutan tandan buah segar (TBS).

Pengumpulan Data dan Informasi

Pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis meliputi pengambilan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan informasi yang diperoleh secara langsung baik melalui pengamatan yang dilakukan oleh penulis di lapangan maupun diskusi langsung dengan KHL, mandor dan asisten kebun. Data primer yang diambil, yaitu: perhitungan angka kerapatan panen dan taksasi produksi, kriteria matang panen (kualitas potong buah), losses akibat pemotongan gagang

panjang, pengamatan TBS tidak terpanen dan pengamatan brondolan tertinggal. Berikut adalah rincian pengumpulan data primer oleh penulis:

1. Pengamatan kriteria matang panen,

Pengamatan dilakukan dengan mengamati mutu buah sesuai kriteria matang panen yang diterapkan di Divisi 2. Pengamatan dilakukan di masing-masing kemandoran dengan mengambil 15 TPH sampel perkemandoran.

2. Perhitungan angka kerapatan panen (AKP) dan taksasi produksi,

Pengamatan dilakukan dengan mengambil 10% pokok sampel dari total populasi dalam satu blok yang diambil secara acak.

3. Pengamatan tandan buah segar tidak terpanen dan kualitas kutip brondolan, Pengamatan dilakukan dengan mengamati kualitas kerja pemanen (cutter) dan pembrondol (picker). Masing-masing kemandoran diambil sebanyak 2 kelompok kecil pemanen (KKP). Satu KKP terdiri atas 3 orang pemanen. Satu pemanen diikuti oleh satu orang pembrondol.

4. Pengamatan losses brondolan akibat pemotongan gagang panjang

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah brondolan yang terikut dalam potongan gagang panjang oleh pemanen. Pengamatan dilakukan di masing-masing kemandoran. Masing-masing kemandoran diambil 19 TPH sampel.

Data sekunder diperoleh dari data kebun yang diberikan oleh kasie administrasi kebun dan studi pustaka. Data sekunder yang diperoleh yaitu data curah hujan, produksi dan historis produksi, struktur organisasi, ketenagakerjaan, dan peta areal. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif.

Analisis Data dan Informasi

Analisis data dan informasi yang dilakukan oleh penulis adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Hasil pengamatan yang berupa data primer dan data sekunder dianalisis secara perbandingan antara realitas di lapangan dengan norma kerja dan standar operasional prosedur (SOP) yang dimiliki oleh perkebunan. Hasil pengamatan secara kuantitatif menggunakan ukuran distribusi persen dan ukuran pemusatan rata-rata.

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG

Letak Geografis

Gunung Sari Estate (GSE) adalah salah satu kebun kelapa sawit di bawah manajemen dari PT Ladangrumpun Suburabadi (PT LSI). PT Ladangrumpun Suburabadi merupakan salah satu anak perusahaan dari PT Minamas Gemilang, di bawah Sime Darby Group. PT Ladangrumpun Suburabadi terdiri atas Angsana Estate (ASE) dan Pabrik Kelapa Sawit Angsana (Angsana Factory). Gunung Sari Estate terletak di Desa Bayansari, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan dengan jarak ± 200 km dari Banjarmasin. Secara geografis, GSE berbatasan dengan ASE di sebelah utara, di sebelah timur berbatasan dengan KKPA 1 Blok C Desa Persiapan Makmur, di sebelah selatan berbatasan dengan KKPA 1 Desa Purwodadi dan Desa Bayansari, dan di sebelah barat berbatasan dengan PT Buana Karya Bakti (BKB) dan KKPA1.

Gunung Sari Estate terdiri atas tiga divisi, yaitu Divisi 1, Divisi 2, dan Divisi 3. Selama kegiatan magang, penulis melakukan semua kegiatan di Divisi 2. Sebelah utara Divisi 2 berbatasan dengan ASE; sebelah timur berbatasan dengan KKPA Desa Persiapan Makmur, Desa Persiapan Makmur dan KKPA Sebamban Kampung; sebelah selatan berbatasan dengan Blok D Desa Bayansari; dan sebelah barat berbatasan dengan Divisi 1 GSE.

Secara Geografis GSE terletak pada koordinat diantara 115033‟34” - 115039‟46” Bujur Timur dan 3041‟27” - 3037‟40” Lintang Selatan dengan ketinggian ± 15 m di atas permukaan laut (dpl). Peta wilayah GSE dapat dilihat pada Lampiran 4.

Keadaan Iklim dan Tanah

Rata-rata curah hujan tahunan GSE dalam kurun waktu sembilan tahun terakhir (2002-2010) adalah 2 528 mm dengan jumlah curah hujan rata-rata 159 hari. Data curah hujan selama sembilan tahun terakhir dapat dilihat pada Lampiran 5. Curah hujan tertinggi umumnya terjadi pada bulan Juni (rata-rata 346 mm), sedangkan curah hujan terendah biasa terjadi pada bulan September (rata-

rata 110 mm). Rata–rata jumlah bulan basah (BB) dan bulan kering (BK) berturut–turut yaitu 8.66 dan 2.22 bulan. Menurut kelas iklim Schmidth-Ferguson, keadaan iklim di GSE termasuk dalam tipe iklim B, yaitu daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropika.

Berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan oleh Minamas Research Centre (MRC) pada tahun 2006, jenis tanah di GSE tergolong ke dalam ordo Oxisol dengan seri tanah MM-18 Petroferric Hapludox dan MM-19 Plinthic Hapludox. Ciri-ciri seri tanah MM-18 Petroferric Hapludox adalah memiliki regim kelembaban Udik (tidak pernah kering selama 90 hari kumulatif setiap tahun pada kedalaman 10-19 cm dari permukaan tanah) dan pada kedalaman  125 cm terdapat kontak petroferik (lapisan hasil akumulasi sesquioksida atau Fe-oksida yang mengeras seperti batu). Ciri-ciri MM-19 Plinthic Hapludox adalah memiliki regim kelembaban Udik (tidak pernah kering selama 90 hari kumulatif setiap tahun pada kedalaman 10 – 90 cm dari permukaan tanah) dan pada kedalaman  125 cm mempunyai  1 horison yang mengandung plintit (karatan- karatan besi yang telah mengeras seperti kerikil) sebesar  0.5 volumenya atau kontinyu.

Satuan peta lahan (SPL) merupakan hasil overlaping antara jenis tanah dengan topografi lahan. Satuan peta lahan merupakan satuan unit terkecil dari lahan yang memiliki jenis tanah dan topografi/ kemiringan lereng sama. Satuan peta lahan di GSE terdiri dari 3 SPL dengan deskripsi seperti yang tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Daftar Satuan Peta Lahan (SPL) di Gunung Sari Estate

SPL Seri Tanah Lereng (%) Luas

ha %

1 MM-18 3–8 912 35

2 MM-18 8–15 584 22

3 MM-19 3–8 1 121 43

Sumber: Departemen Riset Minamas Plantation (2006)

Hasil evaluasi kelas kesesuaian lahan pada masing-masing Satuan Peta Lahan (SPL) di GSE menunjukkan bahwa kelas lahan pada SPL 1 dan SPL 2

tergolong ke dalam kelas S3 (kurang sesuai/moderately suitable). Sedangkan kelas lahan pada SPL 3 tergolong ke dalam kelas S2 (sesuai/suitable).

Luas Areal dan Tata Guna Lahan

PT Ladangrumpun Suburabadi (PT LSI) tercatat sebagai Badan Hukum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 26

Nopember 1998 Nomor C-632.HT.03.02.Th. 1998 dan SK Kepala BPN No. 9-XI–2000 Tanggal 11 April 2000. Total luas areal Hak Guna Usaha (HGU)

PT LSI adalah 6 082 ha dengan luas areal yang sudah tertanam seluas 5 604 ha. PT Ladangrumpun Suburabadi (PT LSI) terdiri atas Angsana Estate (ASE), Gunung Sari Estate (GSE), dan Angsana Factory (ASF).

Total luas GSE adalah 2 832.602 ha. Penggunaan lahan tersebut terdiri atas areal pertanaman seluas 2 571.348 ha, areal Pabrik Angsana Mini Factory (AMF) 37.657 ha, areal jalan, jembatan dan parit 95.03 ha, dan daerah okupasi seluas 120 ha. Gunung Sari Estate terdiri atas tiga divisi yaitu Divisi 1, Divisi 2, dan Divisi 3. Luas divisi 1 adalah 918.144 ha, Luas Divisi 2 dan 3 berturut-turut 1 061.268 ha dan 853.190 ha.

Penulis melaksanakan kegiatan magang di Divisi 2 yang memiliki total luas lahan yang ditanami 990.321 ha. Keseluruhan luas lahan yang ditanami merupakan tanaman menghasilkan (TM) dengan tahun tanam 1995 dan 1996. Dalam pengaturan blok cara lama, Divisi 2 memiliki 34 blok yang masing-masing memiliki rata-rata luas 30 ha. Untuk pengaturan blok cara baru, Divisi 2 memiliki 15 blok baru, satu blok merupakan penggabungan dari 2 atau 3 blok yang lama dengan luas perblok 66 ha. Pengaturan blok yang baru digunakan untuk memudahkan dalam administrasi.

Keadaan Tanaman dan Produksi

Tanaman kelapa sawit yang diusahakan di Perusahaan PT Ladangrumpun Suburabadi merupakan hasil persilangan dari kelapa sawit Dura dan Psifera. Bibit yang digunakan berasal dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dan PT Socfindo.Tanaman kelapa sawit ditanam dengan jarak tanam 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m dengan pola tanam berbentuk segitiga sama sisi dengan standar populasi

136 pokok/ha. Populasi tanaman berdasarkan tahun tanam (1995, 1996, dan 1998) berkisar 129-131 dengan rata-rata 130 pokok/ha. Perubahan jumlah populasi tanaman disebabkan oleh serangan penyakit yang mengakibatkan tanaman mati, roboh, tersambar petir dan terkena longsor. Populasi tanaman kelapa sawit berdasarkan tahun tanam yang ada di Gunung Sari Estate terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Populasi Tanaman Kelapa Sawit Berdasarkan Tahun Tanam di Gunung Sari Estate

Tahun Tanam

Divisi 1 Divisi 2 Divisi 3 Total

Jumlah Pokok Luas (ha) Pokok/ ha Luas (ha) Pokok/ ha Luas (ha) Pokok/ ha Luas (ha) Pokok/ ha 1995 - - 594 129 - - 594 129 76 601 1996 86 133 396 130 356 127 838 129 107 981 1998 678 133 - - 461 129 1 139 131 149 431 Total 764 133 990 129 817 128 2 571 130 334 013

Sumber: Kantor Besar GSE (Mei, 2011)

Rata-rata jumlah pokok tanaman kelapa sawit di Gunung Sari Estate perhektar yaitu 130 pokok. Tanaman kelapa sawit di GSE ditanam pada beberapa tahun tanam, yaitu pada tahun 1995 (594 ha), tahun tanam 1996 (838 ha), dan tahun tanam 1998 (1 139 ha). Produksi dan produktivitas TBS di Gunung Sari Estate tahun 2005 - 2010 disajikan pada pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi dan Produktivitas TBS di Gunung Sari Estate Tahun 2005 – 2010

Tahun Produksi (ton) Produktivitas TBS (ton/ ha)

Berat Janjang Rata- Rata (kg) 2006 58 541 22.77 14.55 2007 53 175 20.68 15.13 2008 52 809 20.54 16.18 2009 43 680 16.99 21.17 2010 59 697 23.22 19.15

Sumber: Kantor Besar GSE (Mei, 2011)

Fasilitas Kesejahteraan Karyawan

Gunung Sari Estate (GSE) memberikan fasilitas-fasilitas untuk kesejahteraan para karyawannya. Fasilitas tersebut berupa rumah, air, listrik,

sarana ibadah, poliklinik, penitipan anak, sarana pendidikan, balai karyawan dan sarana olah raga. Fasilitas rumah yang diberikan adalah perumahan staf dan perumahan karyawan. Perumahan staf terletak di emplasmen, sedangkan perumahan karyawan terletak di sekitar kantor divisi masing-masing. Rumah staf merupakan bangunan permanen, sedangkan rumah karyawan adalah bangunan semi permanen. Rumah karyawan terdiri atas dua tipe: tipe satu pintu (G1) untuk mandor 1, kerani divisi dan mantri, sedangkan tipe dua pintu (G2) untuk karyawan pada umumnya.

Fasilitas listrik dan air dikelola oleh masing-masing divisi. Perumahan staf dikelola oleh emplasmen dengan aliran listrik selama 24 jam, sedangkan perumahan di divisi mendapatkan aliran listrik selama 7 jam untuk hari biasa dan 8 jam untuk hari libur. Fasilitas sarana ibadah yang diberikan berupa masjid di masing-masing divisi dan gereja di Divisi 2. Sarana olahraga yang ada di emplasmen adalah lapangan voli, bulutangkis, tenis, tenis meja, bilyard, kolam renang anak, dan berbagai macam permainan untuk anak-anak, sedangkan sarana olah raga yang ada di masing-masing divisi adalah lapangan voli dan lapangan bola.

Sarana pendidikan yang difasilitasi oleh kebun adalah Play Group dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), sedangkan SD menginduk pada SD kebun Angsana Estate. Selain itu, kebun juga memberikan fasilitas penitipan anak yang ada di masing-masing divisi. Selain memberikan fasilitas-fasilitas umum, kebun juga memberikan tunjangan-tunjangan kepada karyawannya, yaitu: tunjangan uang makan dan kendaraan bagi staf serta tunjangan beras bagi karyawan tetap (SKU). Selain itu, kebun juga memberi tunjangan pendidikan dengan membebaskan biaya sekolah, fasilitas bus sekolah, tunjangan kesehatan gratis ke poliklinik atau rumah sakit, tunjangan hari raya (THR) dan bonus akhir tahun. Upah pokok untuk karyawan SKU sesuai dengan upah minimum regional (UMR) yaitu Rp 1 260 000,-/ bulan atau sekitar Rp 45 040,-/ hari. Selain itu, karyawan staf dan non staf juga mendapatkan asuransi jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) dan dana pensiun.

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

Gunung Sari Estate (GSE) dipimpin oleh seorang estate manager (EM) yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan dan perkembangan kebun yang dipimpinnya. Estate manager memiliki wewenang untuk mengkoordinir kebun yang dikelolanya serta mengambil setiap keputusan kegiatan operasional kebun.

Estate manager dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh staf-staf kebun, yaitu

kepala administrasi (kasie), senior asisten yang merangkap menjadi asisten divisi, dan asisten divisi. Kasie bertanggung jawab terhadap semua urusan administrasi kebun dan bersama dengan senior asisten bertugas mengelola gudang. Kasie membawahi para karyawan kantor besar. Senior asisten bertugas untuk mengelola traksi dan divisinya. Bila estate manager sedang tidak bertugas di kebun maka

Dokumen terkait