• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Pemanenan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Manajemen Pemanenan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

(

Elaeis guineensis

Jacq.) DI GUNUNG SARI ESTATE,

PT LADANGRUMPUN SUBURABADI, MINAMAS

PLANTATION, TANAH BUMBU, KALIMANTAN SELATAN

MIDIAN ROMEO SIREGAR

A24070161

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

MIDIAN ROMEO SIREGAR. Harvesting Management of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) in Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. (Mentored by ADE WACHJAR).

Internship activities aim to acquire knowledge, practice skill and gain work experience both technical and managerial aspects in the field at various level jobs. In addition internship activities aim to studying and analyzing the problems in the management of harvesting in order to provide effective and efficient input in harvesting activities. Internship activities carried out in Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Tanah Bumbu, South Kalimantan from February 2011 until June 2011.

The method used in this internship is direct and indirect methods. Direct method to obtain primary data done by working in the field according to the existing hierarchy in the estate and interviews with employees and staff of the estate. While the indirect method were conducted to obtain primary data supporting secondary data in the form of estate management reports (daily, monthly, and yearly), study of literature, and other sources. In studying specific aspects of harvesting, the authors made the observation of criteria ripe harvest, the calculation yields a number density (AKP) and the production assessed, observation of fresh fruit bunches (FFB) is not harvested and quality of loose fruit quotation, and observations the cutting losses of loose fruit from long stalk.

(3)

on the plant, cutting up the long stalk, lags loose fruit, and transportation of FFB to PKS. In general, harvesting management in Gunung Sari Estate is fairly well seen from the cutting of long stalk, harvesting organizations, and transportation management. But the quality of the harvesting in Division 2 Gunung Sari Estate is not thoroughly meet the standards set by the company.

Observation of the quality from fruit harvested in Division 2 indicates there are unripe fruit 0.7 % (standard 0%), ripe fruit (ripe) 88.11 % (standard> 95%), and empty fruit bunch 8.9 % (standard 0%). Observation of FFB show that there are 2.46% FFB lags on the plant per small group of harvesters (KKP) and lags loose fruit 2.55% per FFB. Observation of quality loose fruit quotation shows the percentage lag loose fruit in the cyrcle of plant is highest 52.95 % and 42.67 percent in plant. Value illustrates that the harvesting quality in Gunung Sari Estate Division 2 is still needs to be improved.

(4)

MIDIAN ROMEO SIREGAR. Manajemen Pemanenan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. (Dibimbing oleh ADE WACHJAR).

Kegiatan magang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan, melatih keterampilan dan mendapatkan pengalaman kerja baik aspek teknis maupun manajerial di lapangan pada berbagai taraf pekerjaan. Selain itu kegiatan magang bertujuan mempelajari dan menganalisis permasalahan dalam pengelolaan pemanenan agar dapat memberikan masukan yang efektif dan efisien dalam kegiatan pemanenan. Kegiatan magang dilaksanakan di Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan mulai bulan Februari 2011 sampai Juni 2011.

Metode yang digunakan dalam magang ini adalah metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung dilakukan untuk mendapatkan data primer dengan cara bekerja di lapangan sesuai jenjang jabatan yang ada di kebun dan wawancara dengan para karyawan dan staf kebun. Sedangkan metode tidak langsung dilakukan untuk mendapatkan data sekunder pendukung data primer berupa laporan manajemen kebun (laporan harian, laporan bulanan, dan tahunan), studi pustaka, dan sumber lainnya. Dalam mempelajari aspek khusus pemanenan, penulis melakukan pengamatan kriteria matang panen, perhitungan angka kerapatan panen (AKP) dan taksasi produksi, pengamatan tandan buah segar (TBS) tidak terpanen dan kualitas kutip brondolan, dan pengamatan losses brondolan akibat pemotongan gagang panjang.

Produktivitas TBS di Gunung Sari Estate rata-rata 20.84 ton/ha, termasuk kategori baik. Produktivitas TBS yang baik, karena didukung oleh kondisi kebun yang baik dengan populasi tanaman yang optimum dan pengelolaan teknik budidaya tanaman mulai dari kegiatan pemeliharaan sampai dengan pengangkutan TBS ke pabrik kelapa sawit (PKS) sudah dilakukan dengan baik.

(5)

cukup baik dilihat dari nilai pemotongan gagang panjang, organisasi panen, dan manajemen pengangkutan. Akan tetapi kualitas panen di Divisi 2 Gunung Sari Estate belum seluruhnya memenuhi standar yang ditetapkan oleh perusahaan.

Hasil pengamatan terhadap mutu buah panen di Divisi 2 menunjukkan terdapat buah unripe (mentah) sebanyak 0.7 % (standar 0 %), buah ripe (matang) 88.11 % (standar > 95 %), dan buah empty bunch (janjang kosong) 8.9 % (standar 0 %). Hasil pengamatan TBS tinggal menunjukkan terdapat TBS tinggal sebesar 2.46 % per kelompok kecil pemanen (KKP) dan brondolan tinggal 2.55 % per TBS. Hasil pengamatan kualitas kutip brondolan menunjukkan persentase brondolan tinggal di piringan paling tinggi 52.95 % dan di pokok 42.67 persen. Nilai tersebut menggambarkan bahwa kualitas panen di Divisi 2 Gunung Sari Estate masih perlu ditingkatkan.

Strategi yang perlu disusun untuk meningkatkan kinerja pemanen di Divisi 2 Gunung Sari Estate, yaitu meliputi normalisasi rotasi panen untuk menjaga mutu dan kualitas panen, pengawasan terhadap kinerja pemanen dan peraturan denda perlu ditingkatkan. Pembersihan piringan perlu dilakukan untuk memudahkan pemanen mengutip brondolan. Di samping itu perlu dilakukan pelatihan untuk melatih keterampilan pemanen dalam memotong gagang panjang untuk meminimalisasi losses. Manajemen pengangkutan perlu ditingkatkan lagi agar persentase buah restan dapat dikurangi.

(6)

(

Elaeis guineensis

Jacq.) DI GUNUNG SARI ESTATE,

PT LADANGRUMPUN SUBURABADI, MINAMAS

PLANTATION, TANAH BUMBU, KALIMANTAN SELATAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Midian Romeo Siregar

A24070161

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(7)

‘‘

(

Elaeis guineensis

Jacq.) DI GUNUNG SARI

‘’

ESTATE, PT LADANGRUMPUN SUBURABADI,

‘’

TANAH BUMBU KALIMANTAN SELATAN

Nama :

MIDIAN ROMEO SIREGAR

NRP :

A24070161

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr Ir Ade Wachjar, MS NIP. 19550109 198003 1 008

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Dr Ir Agus Purwito, MSc. Agr NIP. 19611101 198703 1 003

(8)

Penulis dilahirkan di Padang Sidempuan, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 19 Maret 1989. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, anak dari pasangan Bapak Partomuan Siregar dan Ibu Helde Risma Sitompul.

Tahun 2001 penulis lulus dari SD Budi Mulia Pematangsiantar, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Budi Mulia Pematangsiantar dan lulus pada tahun 2004. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Budi Mulia Pematangsiantar pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB)

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan anugerah yang telah diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Manajemen Pemanenan Kelapa Sawit (Elaeis

guineensis Jacq.) di Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas

Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan”, disusun oleh penulis sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr Ir Ade Wachjar, MS atas bimbingan dan pengarahannya selama ini. 2. Bapak Ir Supijatno, MSi dan Ibu Dr Ani Kurniawati, SP MSi atas masukan

dan saran selama menguji penulis.

3. Bapak Mulyo Joko (Manajer Gunung Sari Estate) dan Bapak Ir Syafrizal Taher (Senior Asisten Divisi 2 Gunung Sari Estate) dan karyawan di Divisi 2 Gunung Sari Estate atas bimbingan dan arahannya selama penulis melaksanakan magang.

4. Direksi PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation. 5. Bapak, Mama, Kakak, dan Adek tercinta di Pematangsiantar.

6. Teman-teman seperjuangan magang: Rano, Brury, Winda, dan Walad.

7. Teman-teman di Asrama Pinus (Asrama Sylvalestari dan Asrama Sylvasari), Omda Ikanmass, dan Komisi Literatur PMK IPB.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Desember 2011

(10)

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Botani Kelapa Sawit ... 3

Syarat Tumbuh ... 4

Penunasan Tanaman Menghasilkan ... 5

Persiapan Panen ... 5

Kriteria dan Cara Panen ... 5

Rotasi Panen ... 6

Organisasi Potong Buah dan Kerapatan Panen ... 7

METODE MAGANG ... 9

Tempat dan Waktu ... 9

Metode Pelaksanaan ... 9

Pengumpulan Data dan Informasi ... 9

Analisis Data dan Informasi ... 10

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG ... 11

Letak Geografis ... 11

Keadaan Iklim dan Tanah ... 11

Luas Areal dan Tata Guna Lahan ... 13

Keadaan Tanaman dan Produksi ... 13

Fasilitas Kesejahteraan Karyawan ... 14

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ... 16

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ... 18

Aspek Teknis ... 18

Perbaikan Infrastruktur ... 18

Pengendalian Gulma ... 19

Aplikasi Janjang Kosong (JJK) ... 23

Aplikasi Limbah Cair Kelapa Sawit ... 25

Pengambilan Contoh Daun ... 26

Pemupukan ... 27

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 32

Penunasan (Prunning) ... 36

(11)

Pendamping Mandor ... 49

Pendamping Asisten ... 52

PEMBAHASAN ... 54

Penetapan Target ... 54

Kriteria Matang Panen ... 55

Kualitas Tenaga Kerja Pemanen ... 57

Penanganan Pasca Panen ... 59

KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

Kesimpulan ... 61

Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(12)

Nomor Halaman 1. Daftar Satuan Peta Lahan (SPL) di Gunung Sari Estate ... 12 2. Populasi Tanaman Kelapa Sawit Berdasarkan Tahun Tanam di

Gunung Sari Estate... 14 3. Produksi dan Produktivitas TBS di Gunung Sari Estate Tahun

2005 - 2010 ... 14 4. Jumlah Karyawan di GunungSari Estate ... 17 5. Target dan Realisasi Produksi yang Dapat Dicapai di Divisi 2

Gunung Sari Estate pada Bulan Januari – Mei 2011 ... 37 6. Hasil Pengamatan Kualitas Potong Buah di Divisi 2 Gunung

Sari Estate ... 39 7. Hasil Pengamatan Losses Brondolan Akibat Pemotongan

Gagang Panjang di Divisi 2 Gunung Sari Estate ... 41 8. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Kualitas Kutip Brondolan ... 42 9. Pengamatan Brondolan Tinggal per TBS dan per Pokok Panen ... 43 10.Hasil Pengamatan TBS Tidak Terpanen di Divisi 2 Gunung

Sari Estate ... 43 11.Premi Siap Borong, Basis Borong, dan Lebih Borong Berdasarkan

Divisi, Tahun Tanam dan BJR di Gunung Sari Estate ... 44 12.Kejadian Buah Restan di Divisi 2 Gunung Sari Estate Bulan

Januari – Mei 2011 ... 47 13.Jumlah Hari Kerja (HK), Jumlah Pemanen, Rotasi, dan Curah

Hujan di Divisi 2 pada Bulan Januari - Mei 2011... 55 14.Standar Kematangan (Ripeness Standard) Buah ... 56 15.Rendemen Minyak dengan Kadar ALB Menurut Tingkatan

(13)

Nomor Halaman 1. Perawatan Jalan: a. Rawat Jalan Manual, b. Rawat Jalan dengan

Menggunakan Grader ... 19

2. Kegiatan Dongkel Anak Kayu (DAK) ... 21

3. Pengaplikasian Janjang Kosong di Lahan: a. Pendistribusian JKK dan b. Penyusunan JJK ... 24

4. Pengangkutan Pupuk Menggunakan Dump Truck ... 30

5. Penaburan Pupuk Menggunakan Bin dan Takaran ... 32

6. Pertumbuhan Antigonon leptopus pada Tiang Rambatan ... 33

7. Pengendalian Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros): a. Alat Pherotraps, b. Pemasangan Pherotraps di Lapangan ... 35

8. Alat-alat Panen: a. Kapak dan Karung Bekas, b. Egrek dan Angkong, c. Karung G bag, d. Gancu... 38

(14)

Nomor Halaman 1. Jurnal Kegiatan Magang Sebagai Karyawan Harian Lepas di Gunung

Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation,

Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan ... 64

2. Jurnal Kegiatan Magang Sebagai Pendamping Mandor di Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas „Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan ... 65

3. Jurnal Kegiatan Magang Sebagai Pendamping Asisten di Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas „Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan ... 66

4. Peta Wilayah Gunung Sari Estate ... 68

5. Keadaan Curah Hujan dan Hari Hujan di Gunung Sari Estate Tahun 2002-2010 ... 69

6. Struktur Organisasi Gunung Sari Estate Tahun 2011 ... 70

7. Format Pemeriksaan Hancak dan Mutu Buah di TPH ... 71

8. Blanko Rekapitulasi Taksasi Potong Buah di Divisi 2 ... 73

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan di Indonesia saat ini. Menurut Pardamean (2008) komoditas kelapa sawit cocok dikembangkan di Indonesia, baik berbentuk pola usaha perkebunan besar maupun skala kecil untuk petani pekebun. Tanaman kelapa sawit lebih tahan menghadapi berbagai kendala dan masalah dibandingkan tanaman lain. Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) menyatakan bahwa komoditas kelapa sawit memiliki peluang bisnis yang besar dan dapat menciptakan lapangan kerja yang mengarah kepada kesejahteraan masyarakat dan sebagai sumber devisa negara.

Kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang penting. Kelapa sawit dapat diolah menjadi minyak sawit yang dikenal sebagai Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO). Crude Palm Oil dan Palm Kernel Oil dapat diolah menjadi bermacam-macam produk lanjutan dengan bermacam-macam kegunaan seperti minyak goreng, mentega, sabun, kosmetika, dan obat. Selain itu, minyak kelapa sawit dapat menjadi substitusi bahan bakar minyak yang saat ini sebagian besar dipenuhi dari minyak bumi (Setyamidjaja, 2006).

Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Pada tahun 2003 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 5 283 557 ha dengan produksi CPO sebesar 10 440 834 ton dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 7 534 581 ha dengan produksi CPO sebesar 20 202 641 ton (Badan Pusat Statistik, 2010). Potensi perkebunan kelapa sawit memiliki peranan yang sangat besar bagi pemasukan devisa negara dan peningkatan pendapatan petani Indonesia.

(16)

permintaan pasar. Keberhasilan panen dan produksi sangat bergantung pada bahan tanam yang digunakan, manusia (pemanen) dengan kapasitasnya, peralatan yang digunakan untuk panen, kelancaran transportasi serta faktor pendukung lainnya seperti organisasi panen yang baik, keadaan areal, insentif yang disediakan, dan lain-lain (Lubis, 2008). Pelaksanaan pemanenan kelapa sawit yang tepat meliputi penentuan kriteria panen, penyebaran dan rotasi panen, penyediaan tenaga kerja yang terampil, teknis panen, pengumpulan hasil dan pengawasan serta pengangkutan panen.

Tujuan

Kegiatan magang secara umum bertujuan untuk memperoleh pengetahuan, melatih keterampilan dan mendapatkan pengalaman kerja dari aspek teknis dan manajerial di lapangan pada berbagai taraf pekerjaan.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kelapa Sawit

Klasifikasi tanaman kelapa sawit yang dikutip dari Lubis (2008) adalah sebagai berikut:

Divisi : Tracheophyta Sub divisi : Pteropsida Kelas : Angiospermae Sub kelas : Monocotyledonae Ordo : Cocoidae

Famili : Palmae Sub family : Cocoidae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq

Elaeis berasal dari Elaion yang berarti minyak dalam bahasa Yunani. Guineensis berasal dari kata Guinea (Pantai Barat Afrika). Jacq berasal dari nama botanist Amerika yaitu Jacquin (Lubis, 2008).

Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan kuarter (Fauzi et al., 2008). Akar primer tumbuh ke bawah di dalam tanah sampai batas permukaan air tanah. Akar sekunder, tertier, dan kuarter tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuarter menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung zat hara.

(18)

Tanaman kelapa sawit di lapangan mulai berbunga pada umur 12–14 bulan, tetapi baru ekonomis untuk dipanen pada umur 2.5 tahun (Lubis, 2008). Dari setiap ketiak pelepah daun akan keluar satu tandan bunga jantan atau betina. Sex diferensiasi terjadi 17–25 bulan sebelum anthesis dan setelah anthesis membutuhkan waktu 5–6 bulan baru matang panen. Secara visual tandan bunga jantan atau betina baru dapat diketahui setelah muncul dari ketiak pelepah daun yaitu 7–8 bulan sebelum matang.

Bunga betina setelah dibuahi akan berkembang pada spikelet. Karena kondisi terjepit maka buah yang terletak di bagian dalam akan lebih kecil dan kurang sempurna bentuknya dibandingkan dengan yang terletak di bagian luar (Lubis, 2008). Kematangan buah dibedakan atas matang morfologis dan matang fisiologis. Matang morfologis adalah kematangan buah yang telah sempurna bentuknya serta kandungan minyak optimal. Matang fisiologis adalah kematangan buah yang sudah lebih lanjut yaitu telah siap untuk tumbuh dan berkembang biasanya satu bulan sesudah matang morfologis.

Syarat Tumbuh

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah kawasan khatulistiwa di sekitar 12 derajat Lintang Utara–Selatan dengan kelas iklim Af dan Am baik menurut sistem klasifikasi Koppen maupun sistem klasifikasi Schmidth–Ferguson. Jumlah curah hujan yang baik (optimum) untuk tanaman kelapa sawit adalah 2 000 - 2 500 mm/tahun, tidak memiliki defisit air, hujan agak merata sepanjang tahun (Lubis, 2008).

Kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, seperti Podsolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu (HK), Regosol, Andosol, Organosol, dan Alluvial (Lubis, 2008). Tanah gambut juga dapat ditanami kelapa sawit asalkan ketebalan gambutnya tidak lebih dari satu meter dan sudah tua (saphrik). Sifat tanah yang perlu diperhatikan untuk budidaya kelapa sawit yaitu sifat fisik tanah (kedalaman tanah, tekstur, dan struktur tanah) dan sifat kimia tanah (kandungan unsur hara).

(19)

lerengnya 13-250 masih bisa ditanami kelapa sawit, tetapi pertumbuhannya kurang baik (Sunarko, 2008)

Penunasan Tanaman Menghasilkan

Penunasan (prunning) kelapa sawit adalah pembuangan daun–daun tua atau daun yang tidak produktif pada tanaman kelapa sawit (Fauzi et al., 2008). Tujuan penunasan adalah mempermudah pekerjaan potong buah (melihat dan memotong buah masak), menghindari tersangkutnya brondolan pada ketiak buah, dan memperlancar proses penyerbukan alami. Selain itu, penunasan dilakukan untuk sanitasi (kebersihan) tanaman sehingga menciptakan lingkungan yang tidak sesuai bagi perkembangan hama dan penyakit (Pahan, 2008).

Untuk mencapai tujuan penunasan dan tetap mempertahankan produksi maksimum maka harus dihindari terjadinya over prunning. Over prunning adalah terbuangnya sejumlah pelepah produktif secara berlebihan yang akan mengakibatkan penurunan produksi. Untuk mendapatkan produksi yang maksimum diperlukan jumlah pelepah optimum, yaitu 48-56 pada tanaman muda dan 40-48 pada tanaman tua (Pahan, 2008).

Persiapan Panen

Keberhasilan panen sangat bergantung pada bahan tanam yang digunakan, tenaga kerja pemanenan, peralatan panen yang digunakan, kelancaran transportasi, organisasi panen yang baik, sistem panen yang terkoordinasi, keadaan areal, dan insentif yang diperoleh (Lubis, 2008). Persiapan panen yang baik akan menjamin tercapainya target produksi dengan biaya panen seminimal mungkin. Hal-hal yang perlu dilakukan di dalam mempersiapkan pelaksanaan pekerjaan potong buah, yaitu persiapan kondisi areal, penyediaan tenaga kerja potong buah, pembagian seksi potong buah, dan penyediaan alat-alat kerja (Pahan, 2008).

Kriteria dan Cara Panen

(20)

aspek yang pengaruhnya paling menonjol terhadap kuantitas dan kualitas minyak. Buah yang tepat matang diartikan sebagai buah yang memberikan kuantitas dan kualitas minyak maksimal (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).

Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen agar memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria matang panen ditentukan pada saat kandungan asam lemak bebas atau free fatty acid (ALB atau FFA) minimal. Panen harus dilaksanakan pada saat yang tepat karena akan menentukan tercapainya kuantitas dan kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Pemanenan yang dilakukan sebelum proses pembentukan minyak selesai akan mengakibatkan hasil minyak mentah kurang dari semestinya. Sedangkan pemanenan yang melewati proses pembentukan minyak akan merugikan karena akan banyak buah yang terlepas dari tandan. Pada buah yang lewat masak, sebagian kandungan minyaknya akan berubah menjadi ALB atau FFA yang akan mengakibatkan penurunan mutu minyak kelapa sawit. Pada saat ini, kriteria umum yang banyak dipakai adalah pada setiap kilogram tandan buah segar (TBS) terdapat dua brondolan (Fauzi et al., 2008).

Berdasarkan tinggi tanaman, ada tiga cara panen yang umum dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Untuk tanaman yang tingginya 2–5 m digunakan cara panen membungkuk dengan alat dodos, sedangkan tanaman yang tingginya 5–10 m dipanen dengan cara berdiri dan menggunakan alat kampak siam. Cara egrek digunakan untuk tanaman yang tingginya lebih dari 10 m dengan alat arit bertangkai panjang.

Rotasi Panen

Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai panen berikutnya pada tempat yang sama. Rotasi panen dianggap baik bila buah tidak lewat matang, yaitu dengan menggunakan sistem 6/7. Artinya, dalam satu minggu terdapat 6 hari panen dan masing-masing ancak panen diulangi (dipanen) 7 hari berikutnya (Fauzi et al., 2008).

(21)

berumur 5–6 tahun, pemotongan buah dilakukan 10 hari sekali (Sastrosayono, 2003). Tanaman yang berumur 6 – 15 tahun memiliki tandan buah besar–besar sehingga proses masaknya buah lebih lama. Pada tanaman yang berumur di atas 15 tahun, pemotongan buah dilakukan 7 hari sekali. Selang waktu pemotongan buah menjadi lebih cepat karena tandan buah yang dihasilkan tanaman kelapa sawit yang sudah berumur lebih dari 15 tahun mulai mengecil, sehingga proses masaknya buah lebih cepat.

Organisasi Potong Buah dan Kerapatan Panen

Seksi potong buah sebaiknya terorganisir agar blok yang akan dipanen setiap hari menjadi terkonsentrasi (tidak terpencar–pencar). Selain itu harus dihindari adanya potongan–potongan ancak panen agar satu seksi selesai pada satu hari. Hal ini bertujuan untuk mempermudah kontrol pekerjaan, meningkatkan efisiensi transportasi buah, dan memudahkan pengaturan keamanan produksi (Pahan, 2008).

Sistem pengancakan potong buah secara umum dibagi dua yaitu sistem giring dan sistem tetap (Fauzi et al., 2008). Pada sistem giring, apabila suatu ancak telah selesai dipanen, pemanen pindah ke ancak berikutnya yang telah ditunjuk oleh mandor. Sistem ancak giring memudahkan pengawasan pekerjaan para pemanen dan hasil panen lebih cepat sampai di tempat pengumpulan hasil (TPH) dan pabrik. Sisi negatif sistem ancak giring adalah adanya kecenderungan pemanen akan memilih buah yang mudah dipanen sehingga ada tandan buah atau brondolan yang tertinggal karena pemanenannya menggunakan sistem borongan. Sedangkan, sistem ancak tetap sangat baik diterapkan pada areal perkebunan yang sempit, topografi berbukit atau curam, dan dengan tahun tanam yang berbeda. Pada sistem ancak tetap pemanen diberi ancak dengan luas tertentu dan tidak berpindah-pindah. Hal tersebut menjamin diperolehnya TBS dengan kematangan yang optimal. Rendemen minyak yang dihasilkannya pun tinggi. Kelemahan sistem ancak tetap adalah buah lebih lambat keluar sehingga lambat juga sampai ke pabrik.

(22)
(23)

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang dilaksanakan di Gunung Sari Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan mulai bulan Februari 2011 sampai Juni 2011.

Metode Pelaksanaan

Kegiatan magang yang dilaksanakan penulis adalah kegiatan teknis di lapangan dan kegiatan manajerial baik di perkebunan maupun di kantor. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan sesuai dengan waktu dan jadwal yang ditentukan oleh pihak perkebunan.

Kegiatan yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai karyawan harian lepas (KHL) selama satu bulan (Lampiran 1), kemudian sebagai pendamping mandor selama satu bulan (Lampiran 2) dan sebagai pendamping asisten selama dua bulan (Lampiran 3).

Kegiatan teknis di lapangan yang dilakukan penulis meliputi kegiatan pemeliharaan dan kegiatan pemanenan. Kegiatan pemeliharaan meliputi kegiatan perbaikan infrastruktur, pengendalian gulma, pengaplikasian janjang kosong, pengaplikasian Palm Oil Mill Efluent (POME), pemupukan organik dan anorganik, pengendalian hama dan penyakit, penunasan (prunning). Kegiatan panen meliputi persiapan panen, pelaksanaan panen, dan pengangkutan tandan buah segar (TBS).

Pengumpulan Data dan Informasi

(24)

panjang, pengamatan TBS tidak terpanen dan pengamatan brondolan tertinggal. Berikut adalah rincian pengumpulan data primer oleh penulis:

1. Pengamatan kriteria matang panen,

Pengamatan dilakukan dengan mengamati mutu buah sesuai kriteria matang panen yang diterapkan di Divisi 2. Pengamatan dilakukan di masing-masing kemandoran dengan mengambil 15 TPH sampel perkemandoran.

2. Perhitungan angka kerapatan panen (AKP) dan taksasi produksi,

Pengamatan dilakukan dengan mengambil 10% pokok sampel dari total populasi dalam satu blok yang diambil secara acak.

3. Pengamatan tandan buah segar tidak terpanen dan kualitas kutip brondolan, Pengamatan dilakukan dengan mengamati kualitas kerja pemanen (cutter) dan pembrondol (picker). Masing-masing kemandoran diambil sebanyak 2 kelompok kecil pemanen (KKP). Satu KKP terdiri atas 3 orang pemanen. Satu pemanen diikuti oleh satu orang pembrondol.

4. Pengamatan losses brondolan akibat pemotongan gagang panjang

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah brondolan yang terikut dalam potongan gagang panjang oleh pemanen. Pengamatan dilakukan di masing-masing kemandoran. Masing-masing kemandoran diambil 19 TPH sampel.

Data sekunder diperoleh dari data kebun yang diberikan oleh kasie administrasi kebun dan studi pustaka. Data sekunder yang diperoleh yaitu data curah hujan, produksi dan historis produksi, struktur organisasi, ketenagakerjaan, dan peta areal. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif.

Analisis Data dan Informasi

(25)

KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG

Letak Geografis

Gunung Sari Estate (GSE) adalah salah satu kebun kelapa sawit di bawah manajemen dari PT Ladangrumpun Suburabadi (PT LSI). PT Ladangrumpun Suburabadi merupakan salah satu anak perusahaan dari PT Minamas Gemilang, di bawah Sime Darby Group. PT Ladangrumpun Suburabadi terdiri atas Angsana Estate (ASE) dan Pabrik Kelapa Sawit Angsana (Angsana Factory). Gunung Sari Estate terletak di Desa Bayansari, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan dengan jarak ± 200 km dari Banjarmasin. Secara geografis, GSE berbatasan dengan ASE di sebelah utara, di sebelah timur berbatasan dengan KKPA 1 Blok C Desa Persiapan Makmur, di sebelah selatan berbatasan dengan KKPA 1 Desa Purwodadi dan Desa Bayansari, dan di sebelah barat berbatasan dengan PT Buana Karya Bakti (BKB) dan KKPA1.

Gunung Sari Estate terdiri atas tiga divisi, yaitu Divisi 1, Divisi 2, dan Divisi 3. Selama kegiatan magang, penulis melakukan semua kegiatan di Divisi 2. Sebelah utara Divisi 2 berbatasan dengan ASE; sebelah timur berbatasan dengan KKPA Desa Persiapan Makmur, Desa Persiapan Makmur dan KKPA Sebamban Kampung; sebelah selatan berbatasan dengan Blok D Desa Bayansari; dan sebelah barat berbatasan dengan Divisi 1 GSE.

Secara Geografis GSE terletak pada koordinat diantara 115033‟34” - 115039‟46” Bujur Timur dan 3041‟27” - 3037‟40” Lintang Selatan dengan ketinggian ± 15 m di atas permukaan laut (dpl). Peta wilayah GSE dapat dilihat pada Lampiran 4.

Keadaan Iklim dan Tanah

(26)

(rata-rata 110 mm). Rata–rata jumlah bulan basah (BB) dan bulan kering (BK) berturut–turut yaitu 8.66 dan 2.22 bulan. Menurut kelas iklim Schmidth-Ferguson, keadaan iklim di GSE termasuk dalam tipe iklim B, yaitu daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropika.

Berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan oleh Minamas Research Centre (MRC) pada tahun 2006, jenis tanah di GSE tergolong ke dalam ordo Oxisol dengan seri tanah MM-18 Petroferric Hapludox dan MM-19 Plinthic Hapludox. Ciri-ciri seri tanah MM-18 Petroferric Hapludox adalah memiliki regim kelembaban Udik (tidak pernah kering selama 90 hari kumulatif setiap tahun pada kedalaman 10-19 cm dari permukaan tanah) dan pada kedalaman  125 cm terdapat kontak petroferik (lapisan hasil akumulasi sesquioksida atau Fe-oksida yang mengeras seperti batu). Ciri-ciri MM-19 Plinthic Hapludox adalah memiliki regim kelembaban Udik (tidak pernah kering selama 90 hari kumulatif setiap tahun pada kedalaman 10 – 90 cm dari permukaan tanah) dan pada kedalaman  125 cm mempunyai  1 horison yang mengandung plintit (karatan-karatan besi yang telah mengeras seperti kerikil) sebesar  0.5 volumenya atau kontinyu.

Satuan peta lahan (SPL) merupakan hasil overlaping antara jenis tanah dengan topografi lahan. Satuan peta lahan merupakan satuan unit terkecil dari lahan yang memiliki jenis tanah dan topografi/ kemiringan lereng sama. Satuan peta lahan di GSE terdiri dari 3 SPL dengan deskripsi seperti yang tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Daftar Satuan Peta Lahan (SPL) di Gunung Sari Estate

SPL Seri Tanah Lereng (%) Luas

ha %

1 MM-18 3–8 912 35

2 MM-18 8–15 584 22

3 MM-19 3–8 1 121 43

Sumber: Departemen Riset Minamas Plantation (2006)

(27)

tergolong ke dalam kelas S3 (kurang sesuai/moderately suitable). Sedangkan kelas lahan pada SPL 3 tergolong ke dalam kelas S2 (sesuai/suitable).

Luas Areal dan Tata Guna Lahan

PT Ladangrumpun Suburabadi (PT LSI) tercatat sebagai Badan Hukum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 26

Nopember 1998 Nomor C-632.HT.03.02.Th. 1998 dan SK Kepala BPN No. 9-XI–2000 Tanggal 11 April 2000. Total luas areal Hak Guna Usaha (HGU)

PT LSI adalah 6 082 ha dengan luas areal yang sudah tertanam seluas 5 604 ha. PT Ladangrumpun Suburabadi (PT LSI) terdiri atas Angsana Estate (ASE), Gunung Sari Estate (GSE), dan Angsana Factory (ASF).

Total luas GSE adalah 2 832.602 ha. Penggunaan lahan tersebut terdiri atas areal pertanaman seluas 2 571.348 ha, areal Pabrik Angsana Mini Factory (AMF) 37.657 ha, areal jalan, jembatan dan parit 95.03 ha, dan daerah okupasi seluas 120 ha. Gunung Sari Estate terdiri atas tiga divisi yaitu Divisi 1, Divisi 2, dan Divisi 3. Luas divisi 1 adalah 918.144 ha, Luas Divisi 2 dan 3 berturut-turut 1 061.268 ha dan 853.190 ha.

Penulis melaksanakan kegiatan magang di Divisi 2 yang memiliki total luas lahan yang ditanami 990.321 ha. Keseluruhan luas lahan yang ditanami merupakan tanaman menghasilkan (TM) dengan tahun tanam 1995 dan 1996. Dalam pengaturan blok cara lama, Divisi 2 memiliki 34 blok yang masing-masing memiliki rata-rata luas 30 ha. Untuk pengaturan blok cara baru, Divisi 2 memiliki 15 blok baru, satu blok merupakan penggabungan dari 2 atau 3 blok yang lama dengan luas perblok 66 ha. Pengaturan blok yang baru digunakan untuk memudahkan dalam administrasi.

Keadaan Tanaman dan Produksi

(28)

136 pokok/ha. Populasi tanaman berdasarkan tahun tanam (1995, 1996, dan 1998) berkisar 129-131 dengan rata-rata 130 pokok/ha. Perubahan jumlah populasi tanaman disebabkan oleh serangan penyakit yang mengakibatkan tanaman mati, roboh, tersambar petir dan terkena longsor. Populasi tanaman kelapa sawit berdasarkan tahun tanam yang ada di Gunung Sari Estate terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Populasi Tanaman Kelapa Sawit Berdasarkan Tahun Tanam di Gunung Sari Estate

Tahun Tanam

Divisi 1 Divisi 2 Divisi 3 Total

Jumlah Pokok Luas (ha) Pokok/ ha Luas (ha) Pokok/ ha Luas (ha) Pokok/ ha Luas (ha) Pokok/ ha

1995 - - 594 129 - - 594 129 76 601

1996 86 133 396 130 356 127 838 129 107 981

1998 678 133 - - 461 129

1

139 131 149 431

Total 764 133 990 129 817 128

2

571 130 334 013

Sumber: Kantor Besar GSE (Mei, 2011)

Rata-rata jumlah pokok tanaman kelapa sawit di Gunung Sari Estate perhektar yaitu 130 pokok. Tanaman kelapa sawit di GSE ditanam pada beberapa tahun tanam, yaitu pada tahun 1995 (594 ha), tahun tanam 1996 (838 ha), dan tahun tanam 1998 (1 139 ha). Produksi dan produktivitas TBS di Gunung Sari Estate tahun 2005 - 2010 disajikan pada pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi dan Produktivitas TBS di Gunung Sari Estate Tahun 2005 – 2010

Tahun Produksi (ton) Produktivitas TBS (ton/ ha)

Berat Janjang Rata-Rata (kg)

2006 58 541 22.77 14.55

2007 53 175 20.68 15.13

2008 52 809 20.54 16.18

2009 43 680 16.99 21.17

2010 59 697 23.22 19.15

Sumber: Kantor Besar GSE (Mei, 2011)

Fasilitas Kesejahteraan Karyawan

(29)

sarana ibadah, poliklinik, penitipan anak, sarana pendidikan, balai karyawan dan sarana olah raga. Fasilitas rumah yang diberikan adalah perumahan staf dan perumahan karyawan. Perumahan staf terletak di emplasmen, sedangkan perumahan karyawan terletak di sekitar kantor divisi masing-masing. Rumah staf merupakan bangunan permanen, sedangkan rumah karyawan adalah bangunan semi permanen. Rumah karyawan terdiri atas dua tipe: tipe satu pintu (G1) untuk mandor 1, kerani divisi dan mantri, sedangkan tipe dua pintu (G2) untuk karyawan pada umumnya.

Fasilitas listrik dan air dikelola oleh masing-masing divisi. Perumahan staf dikelola oleh emplasmen dengan aliran listrik selama 24 jam, sedangkan perumahan di divisi mendapatkan aliran listrik selama 7 jam untuk hari biasa dan 8 jam untuk hari libur. Fasilitas sarana ibadah yang diberikan berupa masjid di masing-masing divisi dan gereja di Divisi 2. Sarana olahraga yang ada di emplasmen adalah lapangan voli, bulutangkis, tenis, tenis meja, bilyard, kolam renang anak, dan berbagai macam permainan untuk anak-anak, sedangkan sarana olah raga yang ada di masing-masing divisi adalah lapangan voli dan lapangan bola.

(30)

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

Gunung Sari Estate (GSE) dipimpin oleh seorang estate manager (EM) yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan dan perkembangan kebun yang dipimpinnya. Estate manager memiliki wewenang untuk mengkoordinir kebun yang dikelolanya serta mengambil setiap keputusan kegiatan operasional kebun.

Estate manager dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh staf-staf kebun, yaitu

kepala administrasi (kasie), senior asisten yang merangkap menjadi asisten divisi, dan asisten divisi. Kasie bertanggung jawab terhadap semua urusan administrasi kebun dan bersama dengan senior asisten bertugas mengelola gudang. Kasie membawahi para karyawan kantor besar. Senior asisten bertugas untuk mengelola traksi dan divisinya. Bila estate manager sedang tidak bertugas di kebun maka senior asisten bertugas untuk memimpin kebun. Asisten divisi menjalankan tugasnya di divisi yang dipimpinnya. Struktur organisasi Gunung Sari Estate dapat dilihat pada Lampiran 6.

Senior asisten biasa disebut asisten kepala (askep) bertugas untuk mengelola emplasmen, traksi dan gudang (bersama dengan kasie) serta mengorganisasi para asisten divisi. Selain itu, askep juga menjadi penanggung jawab sementara kebun apabila estate manager sedang tidak berada di kebun. Asisten divisi bertanggung jawab terhadap semua kegiatan, baik kegiatan administrasi maupun kegiatan operasional yang ada di divisi yang dipimpinnya. Dalam melaksanakan tugasnya, asisten divisi dibantu oleh mandor dan kerani divisi. Mandor bertugas mengorganisasi dan mengawasi kinerja karyawan kebun, sedangkan kerani divisi bertugas mengurus seluruh kegiatan administrasi di lapangan.

(31)
[image:31.842.33.749.149.531.2]

Tabel 4. Jumlah Karyawan di Gunung Sari Estate

No. Status Karyawan

Divisi

Traksi Kantor

Besar Total

1 2 3

L P L P L P L P L P L P Jumlah

...orang... Staf:

1. Manager 1 0 1 0 1

2. Kasi 1 0 1 0 1

3. Senior Asisten 1 0 1 0 1

4. Asisten Divisi 1 0 0 0 1 0 1 0 1

Non staf:

1. a. Mandor 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 3 0 3

b. Mandor 6 0 9 0 6 0 0 0 0 0 21 0 21

c. Pekerja langsung

Perawatan 20 20 21 71 25 15 0 0 0 0 60 78 172 Panen 46 2 41 42 49 11 0 0 0 0 140 50 191 d. Pekerja tidak langsung

SKU B 2 0 2 0 3 0 11 0 5 3 23 3 26

SKU H 9 3 9 4 7 4 15 0 14 15 56 28 80

2. Borongan

Total 84 25 83 117 92 30 26 0 19 18 303 190 494

(32)

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis

Perbaikan Infrastruktur

Perkebunan kelapa sawit menghasilkan produk dalam bentuk tandan buah segar (TBS) yang bersifat bulk. Untuk mengeluarkan TBS dari dalam blok ke tempat pengumpulan hasil (TPH) dan mengangkutnya ke pabrik pengolahan, mutlak diperlukan jaringan jalan yang dapat memenuhi beberapa persyaratan dan manfaat. Jaringan jalan tersebut yaitu pasar tikus, rintis tengah, collection road (CR) dan main road (MR).

Collection road merupakan jalan yang lurus dengan baris tanaman dan jalan

panen yang digunakan pemanen untuk mengumpulkan TBS. Collection road mempunyai panjang 800 - 1 000 m, bergantung pada kondisi di lapangan dengan arah utara - selatan. Main road berfungsi sebagai jalan utama bagi beberapa jalan koleksi lainnya yang merupakan rute pengangkutan utama untuk mengangkut TBS ke pabrik. Main road memiliki panjang 300 - 400 m (arah timur-barat), bergantung pada kondisi lapangan. Semua badan jalan harus berbentuk seperti batok tengkurap/punggung kerbau (cambering), agar tidak terjadi genangan air pada permukaan. Jalan yang lurus sebaiknya juga dibuat cambering dan seimbang pada kedua sisinya. Selama kegiatan magang, penulis melakukan perawatan jalan dan tunas pasar.

(33)

Tunas pasar. Tunas pasar merupakan kegiatan membuang pelepah tanaman kelapa sawit yang menjorok ke jalan. Tujuan tunas pasar adalah mengurangi hambatan penyinaran sinar matahari ke permukaan jalan akibat dihalangi oleh pelepah kelapa sawit sehingga dapat memperlama penyinaran matahari pada jalan yang berakibat jalan cepat kering bila basah. Aturan dalam tunas pasar adalah penunasan dilakukan seperlunya, hanya memotong pelepah yang menghalangi masuknya sinar matahari (jangan sampai over prunning). Prestasi kerja karyawan untuk rawat jalan tidak tentu karena bergantung pada banyaknya pokok yang akan ditunas. Rata-rata prestasi karyawan 60 m/HK. Selama menjadi karyawan penulis bertugas sebagai penyusun pelepah disebabkan oleh keterbatasan alat. Kegiatan perawatan jalan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Perawatan Jalan: a. Rawat Jalan Manual, b. Rawat Jalan dengan „Menggunakan Grader

Pengendalian Gulma

Gulma adalah tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat, dan kondisi yang tidak diinginkan manusia. Pada umumnya, gulma mudah melakukan regenerasi sehingga timbul persaingan dengan tanaman yang dibudidayakan dalam hal perolehan ruang, cahaya, air, dan nutrisi. Gulma juga mensekresikan zat kimia (alelopati) yang dapat merugikan tanaman yang dibudidayakan. Oleh karena itu, penting dilakukan pengendalian gulma untuk meningkatkan daya saing tanaman pokok dan melemahkan daya saing gulma. Pengendalian gulma harus memperhatikan teknis pelaksanaan di lapangan (faktor teknis), biaya yang diperlukan (faktor ekonomis), dan kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkannya.

(34)

Pengendalian gulma di GSE dilakukan pada piringan dan gawangan. Tidak semua gulma harus diberantas karena tanah yang gundul (bebas dari vegetasi) mendorong terjadinya erosi yang sangat merugikan. Jenis gulma yang harus tetap dipertahankan di gawangan yaitu pakis Nephrolepisbisserata, Cassia cobanensis, Euphorbia sp, Turnera subulata. Gulma-gulma tersebut dapat berfungsi sebagai inang musuh alami hama-hama kelapa sawit (beneficial plant). Oleh karena itu, keberadaan gulma-gulma tersebut harus dijaga. Jenis gulma dominan yang ditemukan di GSE adalah Imperata cylindrica, Sceliria sumatrensis, Mikania micrantha, Borreria alata, Ottochloa nodosa, Melastoma affine, dan Ageratum conyzoides.

Pengendalian gulma di GSE meliputi pengendalian gulma secara manual dan kimia. Teknik pengendalian gulma yang dilaksanakan bergantung pada jenis dan kerapatan gulma, cuaca, topografi lahan, ketersediaan tenaga kerja serta alat dan bahan. Pengendalian gulma di GSE dilakukan dengan rotasi 1 kali pengendalian gulma secara manual dan 3 kali pengendalian gulma secara kimia.

(35)
[image:35.595.159.439.84.292.2]

Gambar 2. Kegiatan Dongkel Anak Kayu (DAK)

Pengendalian gulma secara kimia. Pengendalian gulma secara kimia adalah pengendalian gulma dengan cara menyemprotkan herbisida yang telah dilarutkan dengan air pada gulma sasaran. Jenis herbisida yang digunakan di GSE adalah herbisida sistemik dengan merk dagang Prima Up dengan bahan aktif

Isopropilamina glifosat 480 g/l berbentuk cair berwarna kuning keemasan,

Kenlon dengan bahan aktif Triklopir butoksil etil eter 480 g/l berbentuk cair berwarna kuning bening, dan Starane dengan bahan aktif Fluroksipir 200g/l yang berbentuk cair berwarna ungu. Keuntungan pengendalian gulma secara kimia adalah dapat mengurangi penggunaan tenaga kerja dan dapat mengurangi pelukaan tanaman akibat penggunaan alat. Kelemahannya yaitu sangat bergantung pada cuaca, menyebabkan keracunan pada tanaman, dan adanya pengaruh samping pada penyemprot.

(36)

supervisi, supervisi lebih baik, mobilitas unit semprot yang tinggi, kualitas pencampuran herbisida lebih baik karena pengisian air dilakukan di traksi/sumur dan dapat dikontrol oleh asisten serta pengorganisasian kerja lebih mudah.

Berdasarkan cara kerjanya, tim semprot kebun dengan sistem BSS dibagi menjadi dua yaitu: tim semprot MHS untuk mengendalikan gulma di piringan, pasar rintis dan tempat pengumpulan hasil (TPH) serta tim semprot TSK untuk mengendalikan gulma di gawangan.

(1) Penyemprotan gulma piringan, pasar rintis, dan TPH

Tim semprot piringan, pasar rintis dan TPH menggunakan alat semprot CDA (Controlled Droplet Application). Di pasaran, alat CDA dikenal dengan nama Micron Herbi. Alat semprot Micron Herbi digunakan untuk sistem aplikasi cairan dengan volume rendah (ultra low volume). Tipe nozel yang digunakan adalah nozel warna kuning. Alat Micron Herbi mempunyai kapasitas 5 atau 10 l/knapsack. Herbisida yang digunakan adalah campuran Prima Up dan Starane dengan perbandingan 4 : 1. Konsentrasi campuran yang digunakan setelah dilakukan kalibrasi adalah 3.1%, artinya ada 31 ml herbisida dalam 1 liter air. Jenis gulma dominan yang ada di Divisi 2 adalah Axonopus compressus,

Cytrococcum arescens, Eleusine indica, dan Paspalum conjugatum.

Tim semprot piringan, pasar rintis dan TPH terdiri atas sembilan orang karyawan tetap perempuan. Penyemprotan piringan dilakukan secara selektif, artinya bila saat penyemprotan ditemukan piringan yang masih bersih sesuai standar, maka piringan tersebut dapat ditinggalkan. Kendala yang sering dihadapi adalah kerusakan pada alat semprot dan cuaca yang tidak menentu. Standar prestasi karyawan adalah 5 ha/HK. Prestasi karyawan bergantung pada kondisi lahan. Bila kondisi lahan bersemak, prestasi karyawan akan menurun dan sebaliknya. Prestasi karyawan rata-rata 5 ha/HK. Prestasi kerja penulis lebih kecil yaitu 1 ha/HK disebabkan keterbatasan alat, penulis melakukan penyemprotan ketika karyawan sedang istirahat.

(2) Penyemprotan gulma gawangan

(37)

piringan, pasar rintis dan TPH. Gawangan harus bebas dari anak kayu, pakis-pakisan (yang merugikan), keladi liar, pisang liar, bambu liar, kerisan, dan kentosan. Jenis gulma dominan yang ada di gawangan antara lain: Melastoma sp.,

Chromolaena odorata, dan gulma berkayu lainnya.

Penyemprotan gulma di gawangan menggunakan alat semprot punggung semi-otomatis RB 15 dengan kapasitas 15 l, dengan sistem aplikasi cairan volume rendah (ultra low volume). Tipe nozel yang digunakan adalah nozel cone warna putih. Herbisida yang digunakan untuk penyemprotan gulma di gawangan adalah Prima Up dan Starane dengan konsentrasi 0.33%, Kenlon dan Metaprima dengan konsentrasi 0.02%. Rotasi penyemprotan gawangan tiga kali dalam setahun.

Penyemprotan gulma di gawangan dilakukan oleh tim penyemprot yang terdiri atas 12 orang karyawan tetap wanita dan satu orang mandor dilengkapi dengan satu unit kendaraan roda empat (truk) untuk membawa tangki air, peralatan dan karyawan. Kendala-kendala yang sering dihadapi tim penyemprot gawangan adalah terjadinya kerusakan pada alat kerja seperti pada nozel dan pompa knapsack dan keadaan cuaca yang tidak menentu. Penyemprotan dilakukan block by block dengan standar prestasi kerja sebesar 3 ha/HK. Prestasi kerja karyawan rata-rata 3 ha/HK, sedangkan prestasi kerja penulis lebih kecil yaitu 1 ha/HK.

Aplikasi Janjang Kosong (JJK)

Aplikasi janjang kosong di lapangan dapat menambah unsur organik untuk tanah. Aplikasi janjang kosong akan meningkatkan penyerapan air dan daya menyimpan air tanah, memperbaiki struktur tanah, memacu pertumbuhan akar, dan dapat juga menjadi mulsa. Janjang kosong banyak mengandung unsur-unsur makro yang diperlukan oleh tanaman, seperti N, P, K, dan Mg serta mengandung unsur hara B, Cu, Zn, Fe, dan Mn. Pengaplikasian JJK di GSE mengikuti dosis yang dianjurkan oleh Minamas Research Centre (MRC). Dosis JJK perhektar yaitu 75 ton, diaplikasikan sebanyak ± 550 kg di antara dua pokok dalam satu baris.

(38)

pelangsiran dan penyusunan janjang. JJK diangkut oleh dump truck dari pabrik kelapa sawit (PKS), kemudian diletakkan di pinggir petak. Tumpukan JJK tersebut akan dilangsir oleh pekerja untuk disusun di gawangan antar pokok kelapa sawit. JJK disusun rapi berbentuk persegi dengan lebar 10 buah janjangan ke samping gawangan dan panjang 12 buah janjangan ke arah pasar rintis. Penyusunan JJK dibuat satu lapis agar tidak menjadi media hidup bagi hama kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros).

Pengaplikasian JJK di blok harus dilakukan sesegera mungkin setelah diangkut dari PKS agar hara yang terkandung tidak tercuci di jalan. Di samping itu JJK juga dapat merusak jalan karena JJK menyerap air. Alat-alat yang digunakan untuk mengaplikasikan JJK adalah angkong, gancu, dan atau tojok. Kendala yang sering dialami untuk mengaplikasikan JJK di lapangan adalah bentuk lahan yang bergelombang sehingga menyulitkan karyawan dan dosis pemupukan yang tidak teratur kadang lebih besar atau lebih kecil dari dosis yang direkomendasikan. Kegiatan pengaplikasian dan penyusunan JJK dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengaplikasian Janjang Kosong di Lahan: a. Pendistribusian JJK, „dan „b. Penyusunan JJK

Pengaplikasian JJK dilakukan oleh karyawan harian lepas (borongan) sesuai dengan Surat Perjanjian Kerja (SPK) dengan perusahaan. Upah untuk karyawan dihitung berdasarkan target prestasi kerja. Basis yang harus dicapai oleh karyawan adalah 5 ton/HK, dengan upah Rp 7 000,-/ton. Prestasi kerja karyawan adalah 7 ton/HK, sedangkan prestasi kerja penulis 2.5 ton/HK.

(39)

Aplikasi Limbah Cair Kelapa Sawit

Selain janjang kosong, GSE juga memanfaatkan limbah cair kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME) sebagai salah satu pupuk organik untuk membantu memberi tambahan hara bagi tanaman, menyediakan tambahan air dan memperbaiki sifat-sifat tanah. POME yang diaplikasikan di GSE memiliki

biological 0xygen demand (BOD) ≤1 000 ppm, kadar BOD sesuai dengan

peraturan yang telah ditetapkan oleh komisi penilai AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) daerah setempat. BOD adalah kebutuhan oksigen hayati yang diperlukan untuk merombak bahan organik. Semakin tinggi nilai BOD air limbah, maka daya saingnya dengan mikroorganisme atau biota yang terdapat pada kolam penampung limbah akan semakin tinggi. POME memiliki kadar BOD yang sangat tinggi, rata-rata berkisar 25 000 - 30 000 ppm. Kadar BOD yang sangat tinggi ini dapat mengubah keadaan normal air dan untuk pengembalian ke kolam penampung limbah harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu.

Pembuatan flatbed untuk aplikasi POME di kebun dilakukan pada gawangan mati/gawangan yang berselingan dengan jalan panen, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran panjang 3.2 m, lebar 2.4 dan kedalaman efektif 0.3 m, sehingga volume per flatbed adalah 2.304 m3, setara dengan 2.304 ton. Jumlah flatbed sesuai rekomendasi departemen riset adalah ± 150-160 flatbed/ha.

Dosis aplikasi POME berdasarkan anjuran departemen riset adalah 750 ton/ha/tahun dengan rotasi 3 kali setahun. Rata-rata jumlah flatbed di GSE adalah 109 flatbed/ha dengan volume aktual flatbed ± 2.3 ton/ flatbed. Perbedaan jumlah flatbed per ha dan volume per flatbed tersebut disebabkan oleh topografi GSE yang umumnya bergelombang yaitu antara 3–20% dan jenis tanah Oxisol, yang bertekstur pasir sehingga memilik daya jerap air yang tinggi serta dipengaruhi oleh pendangkalan flatbed karena endapan lumpur POME.

(40)

dibuang ke kanan kiri flatbed di luar piringan untuk menghindari kebocoran flatbed, sedangkan usaha antisipasi untuk mencegah luapan POME antara lain pembuatan parit isolasi dan tanggul pengaman di akhir jalur flatbed.

Karyawan yang bekerja pada aplikasi POME bertugas untuk mengatur dan menjaga aliran POME yang dipalikasikan serta membersihkan flatbed dari sampah dan pelepah sawit yang menghambat aliran POME. Standar prestasi kerja karyawan POME adalah 7 jam/HK, sedangkan supervisi yang dilakukan di luar jam kerja dihitung sebagai lebih borong dengan upah Rp 7 116,- /jam.

Pengambilan Contoh Daun

Pengambilan contoh daun atau leaf sampling unit (LSU) merupakan faktor kunci dalam penentuan dosis rekomendasi pupuk. Pengambilan sampel daun dilakukan pertama kali pada tanaman umur 3 tahun dan selanjutnya dilakukan sekali setahun untuk setiap LSU. Pengambilan contoh daun tahun ini bertujuan untuk menentukan rekomendasi pemupukan tahun depan. Pengambilan sampel daun dilakukan di Blok LSU, setelah pemupukan terakhir dengan Urea, TSP, MOP, Kieserite, dan abu janjang selesai dilakukan minimal 2–3 bulan sebelumnya. Aplikasi kaptan, dolomite, janjang kosong ataupun solid tidak mempengaruhi jadwal pengambilan sampel daun. Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan sampel daun, yaitu: kantong plastik hitam dan putih, cat biru, kertas label, parang, gunting, galah bambu, egrek, buku notes dan pena. Pengambilan sampel daun di GSE dilakukan pada tanggal 14–19 April 2011. Tiap divisi memiliki dua tim LSU yang terdiri atas 3 orang di masing-masing tim. Prestasi kerja tim LSU adalah 90 ha/tim. Pengambilan daun dilakukan dari pagi hari hingga selesai pada kondisi cuaca yang cerah, bila terjadi hujan pengambilan daun harus ditunda.

(41)

paling peka terhadap unsur hara. Pelepah daun ke-17 diegrek dan diturunkan, kemudian tiga helai anak daun sebelah kanan dan sebelah kiri pada pelepah jarum (peralihan anak daun muda dan tua) dalam salah satu pelepah dipotong daunnya sepanjang ± 25 cm. Contoh daun yang sudah dipotong ± 25 cm dibuang lidinya dan dipisahkan menjadi dua sub sampel (A dan B). Satu sub sampel terdiri atas helai daun dari sisi kanan lidi dan sub sampel lainnya dari helai daun sisi kanan lidi. Anak daun sebelah kanan dan kiri dipisahkan pada tempat yang berbeda, kemudian daun dipotong dengan ukuran 2-3 cm. Potongan sampel daun dikeringkan selama ± 5-7 jam pada suhu 80 0C. Daun dikatakan kering apabila sudah rapuh dan mudah dipatahkan dan warna masih nampak hijau. Daun yang telah dioven kemudian dikirim ke MRC untuk dianalisis sebagai bahan penentuan rekomendasi pemupukan.

Dalam pengambilan pohon sampel perlu diperhatikan bahwa pohon yang ada di pinggir jalan, bangunan, bersebelahan dengan pohon mati, pohon steril atau yang terserang penyakit, dan tumbuhnya abnormal tidah boleh diambil sebagai pohon sampel. Apabila pohon sampel termasuk dalam kriteria tersebut maka yang menjadi tanaman contoh bergeser dua tanaman ke depan atau ke belakang.

Selama pengambilan sampel daun, pertumbuhan vegetatif meliputi tinggi tanaman, panjang pelepah, lebar pelepah, dan tebal pelepah juga diamati. Selain itu juga dilakukan pengamatan visual terhadap defisiensi hara. Tiap tim diberi foto tentang defisiensi hara untuk mempermudah pengamatan. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pengambilan contoh daun adalah belum terampilnya tim sensus dalam menentukan pelepah ke-17, faktor ketelitian dalam pengukuran dan pengamatan tanaman yang tinggi sesuai dengan umur tanaman sehingga menyulitkan pengambilan pelepah. Standar prestasi kerja karyawan yang ditetapkan oleh perusahaan adalah 30 ha/HK sesuai dengan tingkat kerapatan sampel yang diambil dan kriteria yang diukur. Prestasi kerja karyawan dan penulis yaitu 30 ha/HK.

Pemupukan

(42)

langsung ke dalam tanah. Pemupukan pada tanaman kelapa sawit bertujuan untuk mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman, produksi tandan buah segar (TBS) secara maksimum dan ekonomis serta meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit. Pemupukan di Gunung Sari Estate (GSE) dimulai dengan kegiatan perencanaan pemupukan. Perencanaan pemupukan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya karena berhubungan langsung dengan penyediaan biaya, material pupuk dan tenaga kerja yang digunakan.

Perencanaan pemupukan di GSE dibagi menjadi tiga tahap yaitu: rencana kerja tahunan (RKT), rencana kerja bulanan (RKB) dan rencana kerja harian (RKH). Rencana kerja tahunan (RKT) digunakan untuk mengetahui besarnya biaya operasional berdasarkan: jenis dan dosis pupuk yang digunakan, jumlah tenaga kerja, peralatan dan perlengkapan serta ekstra fooding dalam satu tahun. Rencana kerja bulanan (RKB) digunakan untuk menentukan jenis dan jumlah pupuk yang akan diaplikasikan, persiapan lapangan dan persiapan peralatan dan perlengkapan pemupukan, ekstra fooding pada bulan tersebut. Rencana kerja harian (RKH) digunakan untuk menentukan jumlah tenaga kerja yang digunakan, kesiapan unit transpor untuk karyawan dan pengeceran pupuk dan pembuatan bon permintaan pupuk untuk blok yang akan dipupuk.

Perencanaan pupuk tersebut meliputi jenis dan dosis pupuk yang akan diaplikasikan, waktu pelaksanaan pemupukan, peralatan dan perlengkapan kerja yang digunakan, tenaga kerja yang dibutuhkan, kesiapan blok-blok yang akan dipupuk dan hal-hal administrasi dalam pemupukan. Seksi pemupukan dibuat terlebih dahulu oleh mandor pupuk sebagai rencana pergiliran waktu pelaksanaan pemupukan pada tiap blok untuk setiap jenis pupuk, berdasarkan interval waktu aplikasi masing-masing jenis pupuk.

Jenis dan dosis pupuk yang akan diaplikasikan ditetapkan berdasarkan rekomendasi pemupukan dari Departemen Riset Minamas, yaitu Minamas

Research Centre (MRC). Rekomendasi pemupukan tersebut disusun atas dasar

(43)

Sistem aplikasi pemupukan yang digunakan di GSE adalah Block Manuring

System (BMS), yaitu sistem pemupukan yang terkonsentrasi dalam hancak

pemupukan per kebun, dikerjakan blok per blok dengan sasaran mutu pemupukan yang lebih baik, supervisi lebih fokus dan produktivitas yang lebih tinggi. Mekanisme pelaksanaan BMS adalah hancak pemupuk tetap tiap blok dan setiap tanaman diketahui pemupuknya dan pergeseran ancak diatur sedemikian rupa sehingga berlangsung cepat dan efisien. Organisasi pemupukan tim BMS meliputi tim pengecer pupuk, penabur pupuk dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas pemupukan.

Kegiatan pemupukan dimulai dengan persiapan blok yang akan dipupuk. Persiapan tersebut meliputi persiapan piringan yang harus dalam keadaan bersih dan persiapan sarana lain seperti jalan dan jembatan pada main road dan collection road, pasar rintis untuk menunjang kelancaran transportasi dan pelaksanaan aplikasi pupuk di lapangan. Blok-blok yang akan dipupuk diusahakan berada dalam satu hamparan sehingga mempermudah pengawasan pelaksanaan pemupukan, mobilisasi pengecer dan penabur.

Pengeceran pupuk. Kendaraan pengangkut pupuk dari gudang sentral ke lapangan, sehari sebelum pemupukan harus sudah dipastikan kesiapannya. Pada pukul 06.30 WITA, mandor pupuk melakukan antrian pagi dengan para pengecer pupuk untuk memberikan informasi mengenai jenis pupuk, kebutuhan jumlah pupuk (tonase) dan blok-blok yang akan diaplikasi. Setelah antrian pagi dengan mandor pupuk, pengecer pupuk mulai memuat pupuk dari gudang sentral ke dalam kendaraan.

(44)

orang karyawan tetap laki-laki dengan standar kerja 2 ton/HK dan sisa tonase pupuk dianggap sebagai lebih borong dengan upah Rp 6 159/ton. Jika kondisi infrastruktur blok yang akan dipupuk kurang memadai seperti jalan kurang baik, jembatan rusak atau blok berbatasan dengan sungai maka pengeceran dapat dilakukan hanya pada satu titik saja.

Pupuk yang telah diecer di lapangan harus terjamin aman dari pencurian, pembuangan atau disembunyikan di gawangan/parit. Oleh karena itu, ada seorang karyawan yang bertanggung jawab terhadap keaman pupuk, sekaligus merangkap sebagai tenaga pengumpul eks goni pupuk dari pengecer pupuk. Pupuk yang telah diecer di lapangan harus selesai ditabur seluruhnya pada hari tersebut. Apabila pupuk tidak selesai ditabur karena hujan atau keadaan lainnya, maka sisa pupuk tersebut harus dibawa kembali ke gudang divisi. Gambar pengangkutan pupuk dapat dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Pengangkutan Pupuk Menggunakan Dump Truck

Untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam hancak pemupukan pada suatu blok, maka dibentuk satuan tugas pemupukan yang disebut kelompok kecil pemupuk (KKP). Masalah-masalah yang sering muncul dalam hancak pemupukan adalah areal kebun yang berbukit, kondisi barisan tanaman yang tidak lurus, barisan dalam satu rintis tidak tembus karena berbatasan dengan sungai, jurang, atau palung. Selain itu juga karena jumlah tanaman dalam satu baris tanaman bervariatif.

(45)

tangan, sepatu boot, topi dan masker untuk kesehatan dan keselamatan tim pemupuk. Selain itu pemupuk juga diberikan ekstra fooding. Alat-alat yang digunakan dalam pemupukan adalah bin pupuk dan takaran pupuk. Bin pupuk yang digunakan sebagai tempat pupuk yang akan ditabur, sedangkan takaran adalah alat untuk menabur pupuk. Takaran terbuat dari plastik melamin yang sudah dikalibrasi terlebih dahulu disesuaikan dengan jenis dan dosis pupuk.

Kegiatan pemupukan di GSE dimulai pada pagi hari dengan kondisi cuaca yang cerah. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan pemupukan adalah jenis dan dosis pupuk, persiapan blok yang akan dipupuk, sarana dan prasarana (jalan, jembatan, titi pasar rintis), alat-alat yang digunakan (APD, takaran, dan bin) serta alat transportasi untuk karyawan dan pengeceran pupuk ke lapangan.

Penaburan pupuk. Setelah menempati hancak pemupukan, masing-masing penabur di tiap KKP mulai membuka karung pupuk kemudian memasukkan pupuk ke dalam bin pupuk. Tiap penabur biasanya memupuk dua jalur tanaman (1 pasar rintis). Penaburan pupuk pada tanaman menghasilkan di atas rumpukan

pelepah, berbentuk “U” (U shape front stacking). Penaburan pupuk harus dilakukan secara merata dan tipis. Apabila ditemukan pupuk yang menggumpal maka pupuk harus dihancurkan.

Sistem pemupukan di GSE tidak menggunakan pelangsir pupuk, pemupuk keluar masuk blok untuk mengisi bin pupuk. Penaburan pupuk dimulai dari tanaman yang terdekat dari collection road timur menuju ke pasar tengah. Setelah selesai, penabur pindah ke collection road barat.

(46)

Gambar 5. Penaburan Pupuk Menggunakan Bin dan Takaran

Pengumpulan karung bekas pupuk. Karung bekas pupuk dikumpulkan oleh seorang penabur pupuk yang khusus dipekerjakan sebagai pengumpul dan pembersih pupuk yang tercecer di jalan (collection road). Karung bekas pupuk dikumpulkan dan digulung setiap 10 lembar karung. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan pengawasan kembali jumlah pupuk yang dibawa ke lapangan, selain itu juga untuk pemeriksaan apakah seluruh pupuk sudah ditabur dan tidak ada pupuk yang hilang. Gulungan karung eks pupuk tersebut dibawa oleh pengumpul ke sudut blok untuk memudahkan pengambilan karung eks pupuk oleh pengecer pupuk. Kemudian karung bekas pupuk tersebut diletakkan di gudang dan ditata rapi.

Pengendalian Hama dan Penyakit

(47)

Hama dan penyakit yang menyerang kelapa sawit di GSE terbilang masih di bawah batas ambang ekonomi yang berarti tidak merugikan secara ekonomi sehingga hanya dilakukan pengendalian. Pengendalian hama dan penyakit di GSE dilakukan dengan menggunakan pendekatan konsep pengendalian hama terpadu yaitu penggunaan beneficial plants dan burung hantu (Tyto alba).

[image:47.595.113.505.198.607.2]

Beneficial plants. Menurut Minamas Plantation Indonesia (2008), beneficial plants (tanaman berguna) adalah tanaman yang mempunyai unsur perangsang alamiah untuk menarik populasi musuh-musuh alami dari ulat api dan ulat kantong pada tanaman kelapa sawit. Beneficial plants dapat menyediakan madu/makanan bagi beberapa parasitoid dan predator dari hama, yang merupakan makanan tambahan penting untuk bertahan hidup dan berkembang biak. Tanaman ini juga menyediakan tempat berteduh yang mampu meningkatkan masa hidup predator ini lebih lama selama kondisi lingkungan yang buruk, yang memastikan kehadirannya sepanjang waktu pada areal tanaman kelapa sawit. Pertumbuhan Antigonon leptopus dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Pertumbuhan Antigonon leptopus pada Tiang Rambatan

Percobaan dari bagian proteksi tanaman Minamas Research Center (MRC), menunjukkan bahwa penanaman beneficial plant secara benar dan berkelanjutan dapat mengatasi serangan hama yang serius (kronis). Penggunaan beneficial plant ini diharapkan dapat mengurangi penggunaan bahan kimia sebagai pengendali hama. Terdapat empat spesies tanaman yang efektif dalam menekan serangan hama perusak daun pada tanaman kelapa sawit secara alami, yaitu Euphorbia

(48)

Euphorbia heterophylla adalah jenis tanaman yang paling efektif dalam mengendalikan serangan hama dibandingkan dengan ketiga jenis tanaman lainnya. Akan tetapi, jenis tanaman Euphorbia heterophylla sulit dikembangbiakkan karena sulit untuk mendapatkan bibit yang cukup. Secara alamiah, jenis tanaman Euphorbia heterophylla memiliki masa hidup yang pendek dan peka terhadap pH tanah yang masam. Sedangkan ketiga jenis yang lain tidak banyak memiliki kelemahan. Di GSE ketiga jenis tanaman ini paling banyak digunakan.

Pengendalian tikus (Rattus tiomanicus) dengan burung hantu (Tyto alba). Tikus (Rattus tiomanicus) adalah salah satu hama paling utama di kelapa sawit dan dapat menyebabkan kerusakan yang berat, baik pada tanaman menghasilkan maupun tanaman belum mengahasilkan. Serangan tikus yang paling sering terjadi adalah pada tanaman menghasilkan. Buah matang ataupun masih mentah akan dimakannya. Selanjutnya, brondolan dibawa ke semak-semak penutup tanah dan rumpukan pelepah. Walaupun hanya sebagian brondolan yang dimakan, tetapi akan menambah jumlah losses secara total dari semua brondolan yang dikumpulkan. Jika tidak terkontrol populasi tikus akan meningkat tajam dari < 60–300 ekor per ha dalam periode 6 bulan atau kurang. Dalam kondisi tersebut 5–15% tanaman dapat mati dari luas areal yang terserang. Perkembangan populasi tikus dapat mencapai 600–1 500 ekor per ha, dapat meningkatkan losses sampai 30% atau lebih dari luas areal yang terserang.

Ada tiga jenis tikus yang biasa menyerang perkebunan kelapa sawit, yaitu Rattus tiomanicus, Rattus rattus diardii dan Rattus argentiventer. Salah satu tindakan pengendalian tikus yang dilakukan oleh GSE adalah secara biologis dengan penggunaan burung hantu (Tyto alba). Burung hantu (Tyto alba) termasuk golongan burung buas/karnivora yang memakan mangsanya dalam kondisi hidup. Jenis makanannya sangat spesifik yakni berbagai jenis tikus dengan daya konsumsi terhadap tikus mencapa 99.4%.

(49)

dengan pohon-pohon besar atau pada areal di sekitar emplasmen dan diusahakan jauh atau membelakangi lampu penerangan serta aman dari gangguan manusia, agar burung hantu tidak mudah mengalami stres. Pembuatan nest box atau BOB

(Barn Owl Box) mewakili luas areal ± 20 hektar. Jumlah BOB yang ada di Divisi

2 adalah 31 BOB.

[image:49.595.116.507.178.568.2]

Pengendalian kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros). Pengendalian kumbang tanduk lebih dititikberatkan pada usaha pencegahan yang dapat menghambat perkembangan larva. Hama kumbang tanduk sering ditemukan berkembang biak di dalam batang/tunggul kelapa sawit yang telah lapuk. Pengendalian kumbang tanduk di GSE dilakukan dengan metode pengendalian secara fisik dengan cara pemasangan pherotraps. Pengendalian hama dengan menggunakan pherotraps di lapangan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Pengendalian Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros): a. Alat Pherotraps, b. Pemasangan Pherotraps di Lapangan Pherotraps dilakukan dengan cara trapping (perangkap) menggunakan sex pheromone (spesifik hanya untuk pengendalian serangga O. rhinoceros). Pada skala komersial (± 5 000 ha kelapa sawit), penggunaan metode pherotraps selain pengendaliannya efektif juga biaya pengendaliannya lebih murah atau dapat dihemat ± 76% bila dibandingkan metode kimiawi.Pemasangan pherotraps di GSE dilakukan dengan model pitfall trap (lubang perangkap). Pemasangan

pherotraps yaitu 1 unit trap/10 ha karena serangan kumbang tanduk di GSE cukup

ringan. Pada kenyataannya di lapangan pengendalian dengan metode pitfall trap banyak mengalami gangguan oleh manusia, yakni sering terjadinya pencurian baik ember plastik maupun kayu yang digunakan untuk alat trapping di lapangan.

(50)

Penunasan (Prunning)

Penunasan pelepah adalah pembuangan pelepah daun sebagai upaya pemeliharaan pelepah daun produktif dengan cara mengurangi jumlah pelepah yan

Gambar

Tabel 2. Populasi Tanaman Kelapa Sawit Berdasarkan Tahun Tanam di
Tabel 4. Jumlah Karyawan di Gunung Sari Estate
Gambar 2. Kegiatan Dongkel Anak Kayu (DAK)
Gambar 6. Pertumbuhan Antigonon leptopus pada Tiang Rambatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, buah yang lewat matang juga akan merugikan karena akan meningkatkan kandungan asam lemak bebas (ALB) yang dapat menurunkan kualitas minyak kelapa

Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida memiliki beberapa keunggulan antara lain mengurangi tenaga kerja; dapat mengendalikan gulma yang tumbuh bersamaan

Kelemahan dari sistem hanca giring adalah kondisi baik pokok maupun gawangan dan piringan kelapa sawit kurang terawat terutama karena adanya replanting (areal TM

Premi panen dibagi menjadi 3 jenis yaitu : premi siap borong, yaitu premi yang diberikan kepada pemanen apabila jumlah janjang panen sama dengan atau lebih dari jumlah

Manajemen panen dan transport di Afdeling 1 Bangun Bandar Estate telah dilakukan dengan baik, tetapi dalam beberapa hal belum memenuhi kriteria standar

Angka kerapatan panen (AKP) adalah jumlah angka yang menunjukkan tingkat kerapatan pohon matang panen di dalam suatu areal blok, dengan kerapatan panen dapat

Dari hasil analisis yang dilakukan, nilai akp estimasi dengan realisasi tidak berbeda nyata, hasil korelasi terhadap kualitas pemanen yang dinilai berdasarkan umur

Lewat matang yang disebabkan kurang bertanggung jawabnya pemanen pada hancanya, dapat diantisipasi dengan pemeriksaan hanca yang teliti oleh mandor panen terhadap