• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Teknis

Pemupukan Organik

Di dalam pengolahan TBS (tandan buah segar) di PKS, selain CPO dan PKO juga dihasilkan bahan sampingan (by-products) dalam bentuk limbah padatan yaitu janjang kosong (JJK) dan solid basah/ wet decanter solid (WDS) serta limbah cair (POME atau palm oil mill effluent). Ketiga jenis by-products ini diproduksi setiap hari di PKS dalam jumlah yang cukup besar (JJK + 23% TBS, WDS + 4% dan POME + 50% TBS). Penanganan dan pengelolaan ketiga jenis limbah ini secara ekonomis dan efektif sangat penting untuk menjaga kebersihan dan kelancaran pengolahan di PKS serta untuk menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan profit margin perusahaan melalui peningkatan produksi kelapa sawit (Manual Referensi Agronomi , 2004). Di bawah ini akan penulis uraikan aplikasi by products sebagai pupuk organik untuk kelapa sawit oleh Angsana Estate (ASE).

Aplikasi janjang kosong. Angsana Estate melakukan pemupukan organik yaitu dengan menggunakan janjang kosong kelapa sawit. Janjang kosong (JJK) merupakan sisa proses pengolahan tandan buah kelapa sawit oleh pabrik kelapa sawit (PKS). Produksi JJK PKS adalah sekitar 23% dari tandan buah segar (TBS). JJK yang diaplikasi adalah JJK segar yang diangkut langsung dari PKS dan segera diaplikasikan. JJK yang sudah lama menumpuk di lapangan lebih dari 1 minggu tetapi belum diaplikasikan akan kehilangan banyak hara terutama kalium (hilang tercuci), sehingga manfaatnya sebagai pupuk akan jauh berkurang. Aplikasi janjang kosong dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Aplikasi JJK (a) Pemuatan JJK Menuju Titik Aplikasi, (b) Titik Aplikasi JJK

Metode pengaplikasian JJK dilakukan secara manual. JJK diangkut dari PKS ke blok aplikasi dengan truk berkapasitas ± 4-5 ton dan ± 6-7 ton, kemudian ditumpuk di gawangan mati yang telah diberi pancang bambu berukuran 2 m. Masing-masing pancang digunakan untuk satu tumpuk JJK yang dibawa oleh truk. Aplikasi dilakukan satu kali per tahun. Untuk TBM diaplikasikan di piringan dan untuk TM di titik-titik pada gawangan mati (antara pohon). Dosis aplikasi JJK adalah 27 ton/ha/tahun atau 200 kg/titik aplikasi yang setara dengan 4 kali angkong. Penyusunan aplikasi JJK dilakukan satu lapis untuk mencegah perkembangbiakan hama Oryctes rhinocerosdan mempercepat pelapukan.

Tiap mandor JJK yang ada di masing-masing divisi ASE membawahi sekitar 5 hingga 7 karyawan. Standar prestasi kerja perusahaan untuk aplikasi JJK adalah 15 titik/HK untuk karyawan SKU. Namun pada saat magang, karyawan yang digunakan adalah karyawan borongan dengan prestasi kerja karyawan ± 38 titik/HK. Pada saat magang penulis hanya dapat mengaplikasikan satu titik JJK dan menata 15 titik JJK karena keterbatasan alat angkut yaitu angkong dan gancu. Harga borong untuk aplikasi JJK adalah Rp 1 250/ titik untuk TM dan Rp 1 500/titik untuk TBM.

Aplikasi palm oil mill effluent (POME). Selain janjang kosong, Angsana Estate juga memanfaatkan POME sebagai salah satu pupuk organik untuk membantu memberi tambahan hara bagi tanaman, menyediakan tambahan air dan memperbaiki sifat-sifat tanah. POME yang diaplikasikan di Angsana Estate mempunyai BOD ≤ 1 000 ppm, kadar ini sesuai dengan peraturan yang telah

ditetapkan oleh komisi penilai AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan) daerah setempat. BOD (Biological Oxygen Demand) adalah kebutuhan oksigen hayati yang diperlukan untuk merombak bahan organik. Semakin tinggi nilai BOD air limbah, maka daya saingnya dengan mikroorganisme atau biota yang terdapat pada kolam penampung limbah akan semakin tinggi. POME memiliki kadar BOD yang sangat tinggi, rata – rata berkisar 25 000 – 30 000 ppm. Hal ini telah merubah keadaan normal air dan untuk pengembalian ke kolam penampung limbah harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Pengujian terhadap kadar BOD di Angsana Estate dilakukan setiap enam bulan sekali.

Pembuatan flatbed untuk aplikasi POME di kebun yaitu pada gawangan mati/gawangan yang berselingan dengan jalan panen, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran panjang 3.2 m, lebar 2.4 m dan kedalaman efektif 0.3 m, sehingga volume per flatbed adalah 3.072 m3, setara dengan 3.072 ton. Jumlah flatbed sesuai rekomendasi departemen riset adalah ± 150-160 flatbed/ha.

Dosis aplikasi POME berdasarkan departemen riset adalah 750 ton/ha/tahun dengan rotasi 3 kali setahun. Namun, rata-rata jumlah flatbed di

Angsana Estate adalah 109 flatbed/ha dengan volume aktual flatbed ± 2.3 ton/flatbed. Perbedaan jumlah flatbed per ha dan volume per flatbed tersebut

disebabkan oleh topografi Angsana Estate yang umumnya bergelombang yaitu antara 3-20% dan jenis tanah oxisol, yang bertekstur pasir sehingga memiliki daya jerap air yang tinggi serta dipengaruhi oleh pendangkalan flatbed karena endapan lumpur POME.

POME yang dihasilkan oleh PKS dengan pH sudah mencapai + 7 kemudian dialirkan ke lapangan dengan menggunakan pompa dan dialirkan melalui pipa primer berukuran 6 inci ke blok-blok aplikasi. Dari blok aplikasi kemudian dialirkan ke dalam flatbed-flatbed dalam blok melalui pipa berukuran 4 inci. Aplikasi POME dan flatbed dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Aplikasi POME (a) Aplikasi POME, (b) Flatbed

Pengaplikasian POME dari kolam limbah ke flatbed dalam blok dilakukan selama 24 jam. Pada saat magang, aplikasi POME dilakukan oleh enam orang karyawan yang dibagi dalam dua shift, dua orang pada pagi hingga siang hari, dua orang dari siang hingga pagi hari berikutnya dan dua orang yang melakukan perawatan flatbed. Aplikasi POME tersebut harus diawasi secara ketat untuk mencegah terjadinya limpasan POME dari blok aplikasi ke parit/sungai. Untuk menghindari pendangkalan dan kerusakan flatbed maka secara periodik selama tiga bulan sekali dilakukan rehabilitasi atau pengurasan lumpur endapan POME kemudian dibuang ke kanan kiri flatbed di luar piringan untuk menghindari kebocoran flatbed, sedangkan usaha antisipasi untuk mencegah luapan POME antara lain pembuatan parit isolasi dan tanggul pengaman di akhir jalur flatbed. Selain itu, untuk menjaga konsistensi kualitas limbah cair dan air tanah dilakukan analisis laboratorium secara rutin dan menghentikan atau mengurangi aplikasi POME di saat hujan.

Karyawan yang bekerja pada aplikasi POME bertugas untuk mengatur dan menjaga aliran POME yang diaplikasikan serta membersihkan flatbed dari sampah dan pelepah sawit yang menghambat aliran POME. Standar prestasi kerja karyawan POME adalah 7 jam/HK, sedangkan subervisi yang dilakukan di luar jam kerja dihitung sebagai lebih borong dengan upah Rp 5 600/jam. Pada saat magang, prestasi penulis adalah 7 jam/HK.

Leaf Sampling Unit (LSU)

Leaf Sampling Unit (LSU) atau pengambilan contoh daun merupakan salah satu komponen penting dalam menentukan rekomendasi pemupukan selain faktor produksi, curah hujan, kesuburan tanah, konservasi lahan, serangan hama dan penyakit. Pengambilan contoh daun tahun 2010 ini bertujuan untuk menentukan rekomendasi pemupukan tahun 2010-2011. Pengambilan contoh daun pada kelapa sawit dimulai pertama kali pada tanaman berumur tiga tahun. Jadi, pengambilan contoh daun di Angsana Estate dilakukan pada kelapa sawit tahun tanam 2007 hingga tanaman tertua. Adapun alat dan bahan dalam pelaksanaan LSU adalah plastik kantong hitam, putih, plastik ukuran satu kilogram, gunting, cat, pensil, pisau, egrek, form LSU, map coklat, kuas pelepah, foto defisiensi unsur hara. Pengambilan contoh daun di Angsana Estate tahun 2010 dilakukan pada tanggal 30 Maret 2010 hingga tanggal 24 April 2010. Tiap divisi memiliki dua tim LSU yang terdiri 3 orang di masing-masing tim. Output tim LSU adalah 90 ha per tim. Pengambilan daun dilakukan pada pagi hari hingga selesai, pada kondisi cuaca cerah, bila terjadi hujan pengambilan daun harus ditunda.

Proses pengambilan contoh daun dimulai dengan menentukan daun yang akan digunakan sebagai contoh. Daun yang digunakan sebagai contoh adalah pelepah daun ke-17 karena pelepah daun ke-17 merupakan pelepah daun yang paling peka terhadap unsur hara. Pelepah daun ke-17 di egrek dan diturunkan, kemudian tiga helai anak daun sebelah kanan dan tiga helai anak daun sebelah kiri pada peralihan anak daun muda dan tua dalam satu pelepah dipotong daunnya sepanjang 20 cm. Anak daun sebelah kanan diletakkan pada plastik putih sedangkan anak daun sebelah kiri diletakkan pada plastik hitam, kemudian daun dipotong dengan ukuran 2-3 cm. Setelah itu, daun diserahkan ke pihak riset untuk dioven selama 24 jam dengan suhu 80º-110º C. Daun yang telah dioven kemudian dikirim ke MRC untuk dianalisis sebagai bahan penentuan rekomendasi pemupukan.

Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan oleh tim sensus dalam pengambilan contoh adalah tanaman yang dijadikan contoh tidak boleh tanaman yang ada di pinggir jalan, dekat perumahan, dekat sungai, rawa, parit dan tanaman sakit. Jika tanaman contoh termasuk dalam salah satu kriteria tersebut maka yang menjadi tanaman contoh bergeser dua tanaman ke depan atau ke belakang.

Pengambilan contoh daun diikuti dengan pengamatan vegetatif mengenai tinggi tanaman, panjang pelepah, lebar pelepah dan tebal pelepah. Selain itu juga dilakukan pengamatan visual terhadap defisiensi hara. Tiap tim diberi foto tentang defisiensi hara untuk mempermudah pengamatan. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pengambilan contoh daun adalah belum terampilnya tim sensus dalam menentukan pelepah ke-17, faktor ketelitian dalam pengukuran dan pengamatan dan tanaman yang tinggi sesuai dengan umur tanaman sehingga menyulitkan pengambilan pelepah.

Pengendalian Gulma

Gulma adalah tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat dan kondisi yang tidak diinginkan oleh manusia. Gulma biasa tumbuh di sekitar tanaman yang sedang dibudidayakan dan berasosiasi dengan tanaman budidaya tersebut secara khas. Gulma dapat tumbuh pada tempat yang miskin hara hingga tempat yang kaya akan hara. Dalam pertumbuhannya, gulma akan berkompetisi dengan tanaman budidaya dalam memperebutkan sarana tumbuh yaitu ruang, air, cahaya dan unsur hara.

Keberadaan gulma yang berlebihan dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi perkebunan kelapa sawit. Kerugian yang disebabkan oleh keberadaan gulma yang berlebihan yaitu: (a) menurunkan produksi karena kompetisi sarana tumbuh, (b) menurunkan mutu produksi karena terkontaminasi oleh bagian-bagian gulma, (c) mengeluarkan senyawa alelopati yang dapat

mengganggu pertumbuhan tanaman, (d) menjadi inang bagi hama, (e) mengganggu tata guna air, (f) meningkatkan biaya usaha perkebunan karena

ada kegiatan pengendalian gulma (Pahan, 2008). Oleh karena itu, keberadaan gulma yang berlebihan harus dikendalikan.

Namun, tidak semua gulma di gawangan harus diberantas, misalnya pakis Nephrolepis bisserata, Cassia cobanensis, Euphorbia sp., Turnera subulata. Gulma-gulma tersebut dapat berfungsi sebagai inang musuh alami hama-hama kelapa sawit (beneficial plant). Selain itu, tanah yang gundul (bebas dari vegetasi) tidak diinginkan karena dapat mendorong terjadinya kelembaban tanah yang rendah dan dapat meningkatkan erosi tanah yang sangat merugikan pertumbuhan tanaman kelapa sawit (Manual Referensi Agronomi, 2004). Oleh karena itu, keberadaan gulma-gulma tersebut harus dijaga. Jenis gulma dominan yang ditemukan di Angsana Estate adalah Imperata cylindrica, Scleria sumatrensis, Mikania micrantha, Borreria alata, Ottochloa nodosa, Melastoma malabatricum dan Ageratum conyzoides.

Kegiatan pengendalian gulma merupakan kegiatan rutin dilakukan sehingga membutuhkan sistem rotasi dalam pelaksanaannya. Penetapan rotasi diarahkan pada pendekatan konsep ambang ekonomis, artinya selama kerugian yang ditimbulkan oleh kehadiran gulma tersebut masih lebih kecil dari biaya yang harus dikeluarkan untuk pengendaliannya, maka pengendalian tidak perlu dilakukan. Rotasi yang teratur bertujuan untuk menjaga pertumbuhan atau penyebaran gulma agar tetap pada ambang ekonomis. Oleh karena itu, jumlah rotasi per tahun untuk satuan luas sangat berpengaruh terhadap biaya pengendalian gulma yang dibutuhkan. Menurut Manual Referensi Agronomi (2004), jumlah rotasi semprot per tahun dipengaruhi oleh umur tanaman, jenis gulma yang dominan, jenis dan herbisida yang digunakan, jenis tanah dan kerapatan gulma serta keadaan iklim.

Pengendalian gulma di Angsana Estate meliputi pengendalian gulma secara manual maupun kimia. Teknik pengendalian gulma yang dilaksanakan bergantung pada jenis dan kerapatan gulma, cuaca, topografi lahan, ketersediaan tenaga kerja serta alat dan bahan. Pengendalian gulma di Angsana Estate mempunyai rotasi 4 kali dalam setahun yaitu 1 kali pengendalian gulma secara manual dan 3 kali pengendalian gulma secara kimia.

Pengendalian gulma secara kimia. Pengendalian gulma secara kimia adalah pengendalian gulma dengan cara menyemprotkan bahan kimia (herbisida) yang telah dilarutkan dengan air pada gulma sasaran. Jenis herbisida yang digunakan oleh Angsana Estate adalah herbisida sistemik dengan merk dagang Kenlon dengan bahan aktif Triklopir butoksi etil eter 480 g/l yang berbentuk cair berwarna kuning bening, Prima Up dengan bahan aktif Isopropilamina glifosat 480 g/l yang berbentuk cair berwarna kuning keemasandan Starane dengan bahan aktif Fluroksipir 200 g/l yang berbentuk cair berwarna ungu.

Keuntungan menggunakan pengendalian gulma kimia adalah dapat mengurangi penggunaan tenaga kerja (prestasi kerja per HK tinggi) dan dapat mengurangi pelukaan tanaman akibat penggunaan alat. Kelemahan pengendalian gulma dengan kimia adalah kekurangtelitian penyemprot dapat menimbulkan keracunan pada tanaman, adanya pengaruh samping terhadap penyemprotdan kegiatan penyemprotan hanya dapat dilakukan jika cuaca mendukung.

Pengendalian gulma secara kimia di Angsana Estate dilakukan oleh tim semprot kebun dengan sistem BSS (Block Spraying System), yaitu sistem penyemprotan yang dikerjakan blok per blok dengan mutu penyemprotan yang lebih baik, subervisi lebih fokus dan produktivitas yang lebih tinggi. Peralatan dan perlengkapan yang digunakan oleh tim semprot kebun adalah a) satu unit kendaraan roda empat (truk atau wheel tractor), satu unit tangki untuk membawa larutan (jika menggunakan wheel tractor), b) satu unit trailer tambahan untuk membawa alat semprot dan tukang semprot (khusus whell tractor), c) 15 - 20 unit alat semprot (RB-15), diesel dan selang air untuk mengisi tangki air. Penggunaan unit semprot mempunyai beberapa keuntungan yaitu: penghematan penggunaan tenaga subervisi, subervisi lebih baik, mobilitas unit semprot yang tinggi, kualitas pencampuran racun lebih baik karena pengisian air dilakukan di traksi/sumur (pada sore hari) dan dapat dikontrol oleh asisten serta pengorganisasian kerja lebih mudah.

Pada saat magang, Angsana Estate sedang memulai penerapan RSPO (Rountable and Sustainable of Palm Oil) yaitu suatu pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan berdasarkan kelayakan ekonomi, sosial dan

lingkungan. Oleh karena itu, dalam setiap kegiatan operasionalnya, Angsana Estate sangat memperhatikan kelestarian dan keramahan lingkungan serta kesehatan dan keselamatan kerja (K3) karyawannya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya peraturan bahwa aplikasi pupuk anorganik dan kegiatan pengendalian gulma secara kimia tidak boleh melewati area buffer zone, yaitu meliputi area rawa, sungai dan parit yang terdapat di dalam atau pinggir blok. Batas area buffer zone ini adalah 30 m dari samping kiri dan kanan rawa, sungai dan parit. Hal ini bertujuan untuk menghindari tercemarnya sumber air akibat larutan kimia herbisida dan larutnya pupuk anorganik. Area buffer zone dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Buffer Zone

Dalam penerapan RSPO, keselamatan dan keamanan kerja (K3) karyawan di Angsana Estate juga sangat diperhatikan. Setiap karyawan dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) sesuai dengan kegiatan operasional yang dilakukan. Karyawan semprot juga mendapatkan APD berupa seragam, apron, pelindung kepala, kacamata, masker, sarung tangan dan boots seperti yang terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Alat Pelindung Diri Tim Semprot Angsana Estate

Berdasarkan cara kerjanya, tim semprot kebun dengan sistem BSS dibagi menjadi 2 yaitu: tim semprot untuk mengendalikan gulma di piringan, pasar rintis dan tempat pengumpulan hasil (TPH) serta tim semprot untuk mengendalikan gulma di gawangan.

Penyemprotan gulma piringan, pasar rintis dan TPH

Piringan adalah daerah di sekitar tanaman kelapa sawit yang berguna untuk tempat penyebaran pupuk, tempat jatuhnya brondolan dan tandan buah segar. Pasar rintis adalah jalan di antara dua jalur kelapa sawit yang berfungsi sebagai jalan untuk mengangkut buah ke TPH dan menjalankan kegiatan operasional lainnya. Tempat pengumpulan hasil atau TPH adalah tempat pengumpulan hasil panen sebelum hasil panen dikirim ke PKS. Ketiga sarana tersebut merupakan sarana-sarana yang paling penting dalam kegiatan perawatan dan produksi. Oleh karena itu, sarana-sarana tersebut memerlukan pemeliharaan yang berkesinambungan subaya dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Tim semprot piringan, pasar rintisdan TPH menggunakan alat semprot CDA (Controlled droplet application). Di pasaran, alat ini dikenal dengan nama

PELINDUNG KEPALA PELINDUNG MATA MASKER SERAGAM SARUNG TANGAN APPRON BOOTS

Micron Herbi atau merk lainnya dan umum dipergunakan di perkebunan. Alat semprot ini digunakan untuk sistem aplikasi cairan dengan volume rendah (Ultra low volume). Tipe nozel yang digunakan adalah nozel warna biru. Alat ini digerakkan dengan tenaga aki dan dinamo untuk memutar stiknya. Alat ini mempunyai kapasitas 10 l / knapsack. Bahan kimia (herbisida) yang digunakan adalah campuran Prima Up dan Starane dengan perbandingan 7.5 : 1.5. Konsentrasi campuran yang digunakan setelah dilakukan kalibrasi adalah 2.7%, artinya ada 27 ml herbisida dalam 1 l air.

Tim semprot piringan, pasar rintis dan TPH terdiri dari enam orang karyawan tetap perempuan. Dalam pelaksanaannya, penyemprotan herbisida menggunakan air hujan yang tertampung di parit-parit blok (road site pit) sebagai pelarutnya. Setelah disemprot, piringan harus bebas dari segala jenis gulma dan rumput-rumputan. Untuk mempermudah penyemprotan dan agar dihasilkan semprotan yang merata, penyemprotan piringan dilakukan searah jarum jam (ke kanan).

Penyemprotan piringan dilakukan secara selektif, artinya bila saat penyemprotan dijumpai piringan yang masih bersih sesuai standar, maka piringan tersebut dapat ditinggalkan. Standar prestasi karyawan adalah 5 ha/ HK. Namun biasanya prestasi kerja karyawan mencapai 7.5 ha /HK, sehingga selisih hektar antara prestasi dan standar dihitung sebagai premi dengan upah Rp 5 500/ ha. Prestasi penulis adalah 1 ha/HK karena keterbatasan alat.

Kendala-kendala yang sering dihadapi oleh tim semprot piringan, pasar rintis dan TPH adalah kerusakan pada alat semprot, kesulitan dalam penyediaan air pada musim kemarau, kualitas larutan herbisida yang kurang bagus karena penggunaan air-air keruh yang ada pada parit blok dan kondisi cuaca yang tidak menentu yang dapat mengurangi efektivitas penyemprotan. Penyemprotan piringan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Penyemprotan Piringan

Penyemprotan gulma gawangan

Gawangan adalah areal yang berada di luar piringan tanaman dan pasar rintis. Areal tersebut harus dikendalikan dari gulma yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman, tanaman inang hama serta menciptakan kondisi yang tidak terlalu lembab agar penyerbukan dapat berlangsung lancar dan mencegah berkembangnya penyakit tanaman. Selain itu, pengendalian gulma pada gawangan dapat memberi peluang cahaya matahari sampai ke permukaan tanah.

Pengendalian gulma gawangan adalah membersihkan gulma anak kayu yang merugikan tanaman maupun menyulitkan kegiatan lain yang ada di gawangan maupun piringan, pasar rintis dan TPH. Gawangan harus bebas dari anak kayu, pakis-pakisan (yang merugikan), keladi liar, pisang liar, bambu liar, kerisan dan kentosan. Jenis gulma dominan yang ada di gawangan antara lain: Melastoma sp., Chromolaena odorata, goloran dan gulma berkayu lainnya.

Penyemprotan gulma di gawangan menggunakan alat semprot punggung semi-otomatis RB 15 dengan kapasitas 15 l, dengan sistem aplikasi cairan volume rendah ( ultra low volume ). Tipe nozel yang digunakan adalah nozel warna hitam. Herbisida yang digunakan untuk penyemprotan gulma di gawangan adalah herbisida purna tumbuh yang sistemik dengan nama dagang Kenlon. Konsentrasi yang digunakan adalah 0.3%, sebanyak 3 ml herbisida dilarutkan dengan 1 l air. Rotasi penyemprotan gawangan tiga kali dalam setahun.

Penyemprotan gulma di gawangan dilakukan oleh tim semprot yang terdiri dari 15 orang karyawan tetap wanita dan satu orang mandor dilengkapi dengan satu unit kendaraan roda empat (truk) untuk membawa tangki air. Penyemprotan dilakukan block by block dengan standar prestasi kerja sebesar 3 ha/HK untuk areal tanaman TM dan 2 ha/HK untuk areal TBM. Prestasi kerja penulis pada saat magang adalah 5 ha/HK. Bila prestasi kerja karyawan melebihi standar prestasi kebun, diberikan premi sebesar Rp 11 000/ha. Kendala - kendala yang sering dihadapi tim semprot gawangan adalah terjadinya kerusakan pada alat kerja seperti pada nozel dan pompa knapsack. Selain itu, cuaca yang tidak menentu dengan intensitas hujan yang tinggi juga mengurangi efektivitas penyemprotan gulma. Tim semprot gawangan memasuki blok dan penyemprotan anak kayu dapat dilihat pada Gambar 6.

(a) (b)

Gambar 6. Aplikasi Pengendalian Gulma Secara Kimia (a) Tim Semprot Memasuki Blok, (b) Penyemprotan Anak Kayu

Pengendalian gulma secara manual. Pengendalian gulma secara manual adalah pengendalian gulma yang dilakukan dengan menggunakan alat seperti cados (cangkul dodos), arit, parang dan garukan. Pengendalian gulma secara manual ini untuk mengendalikan gulma yang ada di piringan, pasar rintis dan gawangan. Pengendalian manual ini mempunyai kelebihan yaitu dapat dilakukan kapan saja, tidak terpengaruh waktu dan cuaca serta hasil dapat langsung diketahui sehingga lebih mudah dalam melakukan pengawasan, sedangkan kelemahannya adalah terjadi kerusakan akar tanaman atau pelukaan yang disebabkan oleh penggunaan alat, tanah menjadi cekung sehingga pada waktu

hujan dapat menyebabkan genangan air dan memperbesar peluang erosi pada tanah miring.

Kegiatan pengendalian gulma di Angsana Estate umumnya dilakukan oleh tenaga kerja harian, borongan dan karyawan tetap. Kegiatan pengendalian gulma manual ini meliputi pekerjaan rawat piringan dan pasar rintis (pada TBM) dan babat tanaman pengganggu (BTP) pada TBM dan TM.

Rawat piringan dan pasar rintis

Pekerjaan ini biasa dilakukan oleh tenaga harian dan borongan. Piringan pada tanaman belum menghasilkan (TBM) mempunyai jari-jari 20 cm dari ujung daun terluar. Rawat piringan pada TBM tersebut menggunakan arit, parang dan garukan. Gulma yang biasanya terdapat di piringan TBM adalah kacangan, kentosan (berasal dari brondolan sawit yang tidak terkutip), Mikania micrantha, anak kayu dan rumput-rumputan. Rawat piringan manual dilakukan dengan membabat gulma dan rumput hingga pangkal, kemudian sisanya dapat dicados hingga akarnya. Goloran kacangan dan Mikania micrantha yang ada pada

Dokumen terkait