“Jika suatu bangsa di huni oleh masyarakat yang malas membaca, maka bersiap-siaplah negara tersebut mencetak generasi yang senang
PELANGI DI LANGIT DESA BAGOANG Oleh : Rona Roudhotul Jannah
“Pernah kulihat pelangi, mewarnai langit sehabis hujan…
Pernah kurasakan kesedihan, meski akhirnya aku tersenyum bahagia… Entah air mata apa yang mengalir deras dari kedua sudut mataku… Yang aku tahu ,bahagiaku pernah bersama dengan kalian…
Kalian para insan di Dusun 3 Desa Bagoang”. 1. Tentang Kita dan Bagoang
Pertama kali menapaki kaki di tanah Dusun 3 Desa Bagoang, kami sudah dimanjakan dengan hamparan sawah yang hijau. Suasana asri menyambut kedatangan kami dengan hangat. Di sinilah kami mengemban amanah dalam satu bulan lamanya, dengan tujuan bisa menjadikan desa ini lebih baik lagi lewat ilmu akademik maupun non akademik yang kami miliki. Dusun 3 Desa Bagoang ini letaknya memang lumayan jauh jaraknya dari dusun 1 dan dusun 2. Namun hal itu tak menjadikan dusun ini menjadi terpinggirkan. Justru semangat gotong royong dan sikap ramah tamah sangat terasa oleh masyarakat di sini.
Kami dari 11 mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang terdiri dari ketua kelompok kami yaitu Ahmad Syarif Hidayatullah alias Amay, kemudian Nurul Adha alias Uul, lalu Ika Tri Mustika alias Ika, Muhammad Syarif Hidayatullah alias Syarif, Mita Sukma Apriyani alias Mita, Muhammad Ilham Aldair alias Alda, Sahri Rahma Fitri alias Sahri atau ii, Alif Septritama Zhikhri alias Alif atau Cinko, Muhammad Fatih Akmal alias Fatih, Latifa Zahra alias Tifa, dan terakhir adalah saya, Rona Roudhotul Jannah alias Rona. Para pejuang Dusun 3 Desa Bagoang ini kami beri nama kelompok KKN Bima Sakti yang merupakan kepanjangan dari “Bijak, Transformatif, Solutif, dan Aktif”. Sebelumnya kami belum mengenal satu sama lain. Kelompok kami dibentuk lewat pihak PPM. Awalnya memang sedikit canggung, tapi kami mencoba untuk terus mengenal kepribadian kami masing-masing secara perlahan. Bersama dengan dua kelompok KKN dari UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu Gencar dan Barakat, yang juga ikut mendapatkan amanah mengabdi di Dusun 1 dan Dusun 2 Desa Bagoang, kami membuat acara pembukaan di Kantor Desa Bagoang bersama dengan Kepala Desa dan para tokoh masyarakat di Desa Bagoang. Dengan membaca Basmallah, pemotongan pita secara simbolis mengatakan bahwa kami siap mengabdi untuk Desa Bagoang.
2. Dunia Baruku
Hari pertama, kami melakukan perkenalan di tiga tempat pengajian anak-anak yang ada di Dusun 3 Desa Bagoang. Pengajian pertama berada di kediaman Bapak Eman, pengajian kedua berada di kediaman Bapak Ukik, dan terakhir pengajian anak-anak PAUD berada di kediaman Ibu Mimin. Di ketiga tempat pengajian tersebut kami saling memperkenalkan diri satu sama lain. Wajah lugu anak-anak di ketiga tempat pengajian tersebut memecahkan suasana hati kami. Rasa gembira atas kedatangan kami sangat kami rasakan. Alhamdulillah, perkenalan singkat kami dengan anak-anak pengajian di sini berjalan dengan baik. Keesokan paginya, kami melakukan perkenalan di SD Parung Kembang. Satu-satunya SD yang ada di dusun ini. Kami ditugaskan untuk mengajar di kelas 3 sampai dengan kelas 6. Karena ini adalah hari pertama kami bertemu dengan para siswa di sini, kami hanya memperkenalkan diri sambil diikuti dengan sedikit games agar mereka bisa lebih dekat dengan kami. Tak terasa bel di sekolah berdenting, waktunya siswa-siswi di SD Parung Kembang untuk istirahat. Suasana di sekolah ini sangat asri. Posisi sekolah ini berada di dataran tinggi, bersantai di belakang sekolah membawa kami seperti berada di atas bukit dengan dikelilingi oleh pepohonan yang tinggi. Selama istirahat, kami mencoba berbaur dengan para siswa SD Parung Kembang. Ada yang ikut bermain sepak bola, ada yang bermain kejar-kejaran, dan banyak lagi keseruan kami bermain dengan mereka. Cukup mudah untuk bisa dekat dengan mereka, padahal kami baru bertemu dengan mereka hanya dalam hitungan jam saja.
Selama satu minggu berada di dusun ini, kami fokus pada kegiatan mengajar. Entah itu mengajar mengaji maupun mengajar
sekolah di SD Parung Kembang. Mengajar di SD Parung Kembang kami laksanakan pada pagi hari, sedangkan untuk mengajar mengaji kami laksanakan setelah Shalat Maghrib. Kebetulan juga kami diberikan tempat tinggal yang berdekatan dengan rumah Bapak RW 005 yaitu Bapak Surya. Hal yang pertama kali kami rasakan ketika tinggal di rumah ini adalah sulitnya mendapatkan air bersih. Air di tempat tinggal kami cukup keruh dan sering tidak keluar airnya. Beruntungnya, Pak RW mau menghubungkan selang airnya dari keran rumahnya menuju kamar mandi tempat tinggal singgah kami. Kepedulian masyarakat di Dusun 3 Desa Bagoang ini juga sangat kami rasakan terhadap kami. Mereka selalu men-support kami untuk tetap sabar tinggal di lingkungan yang sulit air seperti ini. Bahkan mereka dengan senang hati menyediakan kamar mandinya untuk kami gunakan jika air di rumah singgah kami mendadak tidak keluar lagi. Mayoritas penduduk di dusun ini memang lebih memilih kali besar atau kali irigasi untuk keperluan mencuci, mandi, maupun buang air kecil dan buang air besar. Kamar mandi di setiap rumah pendudukpun masih sangat minim. Cukup sulit untuk mengubah kebiasaan masyarakat di sini yang sudah menjadi tradisi mereka secara turun-temurun. Tapi situasi seperti inilah yang menantang kami untuk terus maju membangun Dusun 3 Desa Bagoang, meski harus merasakan sulitnya kehidupan di dusun ini.
3. Kesalahpahaman
Semakin lama pengabdian ini kami jalani, kami sudah semakin mengenal diri kami sendiri satu sama lainnya. Kami semakin mengerti tingkah laku asli yang kami miliki. Ada yang suka menonton Drama Korea, ada yang sifatnya keibuan sehingga kita memanggilnya dengan sebutan Bunda, ada juga yang suka memberi lawakan atau lelucon sehingga tanpa ada dia rasanya tempat persinggahan kami ini terasa sangat sepi. Dan masih banyak lagi berbagai sifat kami yang baru kami ketahui setelah beberapa hari saling mengenal. Rasanya terlalu nyaman jika saya mengatakan bahwa mereka semua adalah teman, saya merasakan ikatan yang begitu kuat dari mereka yang lebih dari sekedar teman. Mereka lebih pantas saya sebut dengan keluarga.
Kamis pagi menyapa kami dengan embunnya. Sinar sang surya mulai menyelinap masuk ke dalam bilik bambu rumah singgah kami. Seperti biasa setiap pagi kami bersiap untuk mengajar di SD Parung Kembang. Namun hari ini tidak seperti biasanya, kami hanya tinggal ber-sepuluh. Salah satu teman kami yaitu Uul, kemarin izin pulang untuk mengurusi surat perpindahan adiknya. Sejak siang dia mengontak kami untuk minta dijemput di pertigaan Pasir Nangka. Di mana pertigaan itu adalah salah satu akses menuju Dusun 3 Desa Bagoang. Memang untuk menuju Dusun 3 Desa Bagoang ini tidak ada transportasi lain selain ojek yang mangkal di pertigaan Pasir Nangka tersebut. Sehingga setiap teman kami yang izin pulang selalu dijemput oleh salah satu teman kami di pertigaan Pasir Nangka itu. Perjalanan menuju dusun kami pun cukup menegangkan. Melewati hutan pohon karet yang sepi tanpa ada lampu penerangan jalan. Kami mengiyakan ketika Uul ingin meminta jemput di pertigaan Pasir Nangka tersebut. Sore harinya Uul mengabarkan telah sampai di Stasiun Tenjo, dan sedang menuju pertigaan Pasir Nangka dengan menaiki angkot. Tetapi angkot yang ditumpanginya masih ngetem untuk mencari penumpang yang lebih banyak. Dan waktupun sudah mulai dekat dengan adzan Maghrib. Kegiatan rutin kami setiap selesai Maghrib di malam Jum’at adalah yasinan di tempat pengajian. Namun untuk yang laki-lakinya dianjurkan oleh tokoh agama sekitar untuk yasinan di masjid. Niat kami, sambil menunggu kabar dari Uul, kami pergi untuk yasinan sebentar. Pikir kami mungkin sekitar jam 7 malam kami sudah selesai yasinan. Tapi ternyata diluar dugaan kami, kami selesai yasinan pukul 07.30 malam. Notif di handphone saya pun cukup banyak. Uul mengontak saya lewat Whatsapp, dia mengabarkan sudah menunggu lama di pertigaan Pasir Nangka. Apalagi kondisinya gelap dan sepi di sana. Dan dia memilih untuk menginap di salah satu kelompok KKN UIN Jakarta yang kebetulan tempat singgahnya berada di dekat pertigaan Pasir Nangka tersebut. Sedangkan di tempat singgah kami, terjadi adu argumen yang sangat hebat. Fatih bersikeras ingin menjemput Uul karena merasa sangat bersalah terhadapnya. Tapi kami mencoba untuk menahan Fatih agar berpikir ulang atas nasehat Pak RW yang menghimbau agar keluar malam tidak sendirian. Karena
kondisi jalan di sini melewati hutan yang gelap tanpa penerangan jalan. Yang kami takutkan pun sekarang adalah Malam Jum’at. Sebenarnya saya sendiri tidak membedakan antara Malam Jum’at dengan malam-malam yang lainnya. Tapi rasa khawatir terus mengusik hati saya. Di sisi lainpun saya merasa kasihan dengan Uul. Fatih yang sudah mengenakan helm, cukup bulat tekadnya untuk menjemput Uul. Dia sudah bersiap keluar dari pintu. Beberapa teman kami yaitu Syarif, Ii, dan Amay menarik Fatih kembali ke dalam. Saya juga ikut berdiri di depan pintu untuk menghalangi Fatih keluar dari rumah. Tapi yang keluar dari mulut Fatih adalah “Gua tahu apa yang harus gua lakukan” sambil berlalu keluar menuju motornya. Sementara Syarif dan Alda tidak tega melihat temannya keluar sendirian melewati hutan yang sepi dan gelap tanpa ada penerangan jalan. Pada akhirnya Syarif dan Alda ikut menemani Fatih menjemput Uul. Kami yang ada di rumah hanya bisa berdoa agar tidak terjadi sesuatu dengan mereka. Dan Alhamdulillah mereka kembali pulang dengan selamat. Beberapa di antara kami meminta maaf secara langsung dengan Uul. Kami berharap kesalahpahaman ini cukup terjadi sekali dalam masa pengabdian kami.
4. Malaikat Kecil dari Bagoang
Selang beberapa hari setelah insiden kesalahpahaman kami terhadap Uul, kami kembali fokus untuk kegiatan kami selanjutnya. Kami membuat acara penyuluhan DBD dan penyakit kulit. Kami bekerjasama dengan pihak Puskesmas setempat berusaha menjelaskan pada masyarakat tentang pencegahan DBD, dan bahayanya penyakit kulit karena kebiasaan masyarakat yang mandi di kali yang kotor. Kami berharap dengan adanya penyuluhan ini, masyarakat di Dusun 3 Desa Bagoang bisa lebih menjaga lingkungannya agar bisa terhindar dari penyakit DBD, serta mengurangi kebiasaannya mandi di kali yang kotor. Dan kami sangat bersyukur, antusias masyarakat di Dusun 3 Desa Bagoang sangat tinggi. Mereka mau mengikuti acara penyuluhan kami dengan sangat baik. Tidak hanya penyuluhan DBD dan penyakit kulit, lusanya kami membuat acara penyuluhan ASI yang diisi oleh Ibu Dosen Pembimbing kami yaitu Ibu Ay Maryani. Saya sangat salut