• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelantikan dan Program Organisasi ( Medio Era

Dalam dokumen ANTARA JAKARTA DAN YOGYAKARTA GERAKAN MA (Halaman 171-190)

Setiap organisasi pasti memiliki ketentuan agenda tahunan pergantian pengurus organisasi yang ditentukan oleh undang- undang organisasi. Begitu juga dengan organisasi mahasiswa Islam seperti HMI, PMII, dan IMM. Setiap dua atau satu tahun sekali mereka mengadakan pergantian pengurus sesuai aturan yang telah disepakati. Meski peraturan pemerintah NKK/BKK tetap berlangsung

78 Edward Aspinall, Opposing Suharto : Compromise,

Resistance, And Regime Change ( California: Stanford University Press,2005), hlm. 120.

dan semua gerakan ekstra-universiter mengkritisi kebijakan ini, namun pergantian pengurus tingkat pusat tetap bergulir. Dengan era tahun 1975 HMI telah dipimpin oleh Ridwan Saidi dari HMI FISIP UI. Lalu PMII sepertinya masa kepengurusan tingkat pusatnya cukup lama dari pergantian Zamroni menuju pelantikan Abduh Paddare. Kemudian tingkat pusat IMM masih dipimpin oleh Rosyad Sholeh dari IMM IAIN Yogyakarta.

Pada hasil keputusan Kongres V PMII tanggal 23-28 Desember tahun 1973 di Ciloto telah melahirkan Manifesto Independensi. Dengan manifesto ini diharapkan pengurus PMII jangan terlalu dalam berurusan politik praktis. Karena berdampak dalam kepengurusan organisasi. Maka dari itu, istilah “Pimpinan Pusat “ diganti menjadi “ Pengurus Besar” dan “ Pengurus Wilayah” diganti dengan “ Pengurus Koordinator Cabang”. Lalu susunan pengurus baru pusat meliputi : Abduh Paddare sebagai ketua umum dan Ahmad Bagja sebagai sekretaris jenderal. Kemudian ketetapan susunan pengurus baru ini berdasarkan hasil rapat formatur tertanggal 10 hingga 15 Januari

tahun 1974 di Hotel Matruh Jakarta.79

79 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 71.

Pada bulan Februari 1975 Ridwan Saidi melaporkan pidatonya dalam Dies Natalis ke-28 bahwa HMI telah membantu bimbingan siswa tingkat akhir disertai pendirian poliklinik oleh Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam ( LKMI ) kemudian memakmurkan mesjid-mesjid dengan pengajian yang dikoordinir Lembaga Dakwah

Mahasiswa Islam.80

Di tengah aktivitas kepengurusan Ridwan Saidi, ia melanjutkan perkumpulan HMI yang membahas forum Cipayung dengan mengundang Helmy Tanjung yaitu perwakilan Badan Koordinasi ( Badko ) HMI dari Sumatra Utara dan Alwaeni. Hal ini berdasar foto yang dikoleksi Chumaidi. Terlihat Ridwan Saidi memakai kaos bertuliskan “Holland” ketika mengisi acara sidang tersebut. Ridwan Saidi dengan khas rambut gondrong dan kaos oblong menandakan bahwa ia aktivis HMI sekaligus menikmati masa muda jamannya sesuai kondisi metropolis Jakarta. Kemudian Helmy Tanjung dan Al- Waeni juga berambut gondrong dan masa itu rambut gondrong menjadi sebuah tren anak muda. Helmy memakai baju berkain jeans

80 Agussalim Sitompul, Pemikiran HMI dan Relevansinya

Dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia ( Jakarta: Intergrita Press,1986), hlm. 160.

dan Al-Waeni memakai baju bermotif garis lurus. Kemudian

Chumaidi memakai kaos ala polo atau kaos golf.81

Pada kepengurusan besar PMII Abduh Paddare telah melakukan peneguhan Nilai Dasar Perjuangan PMII ( NDP ) dan

membentuk wadah alumni PMII.82 Sementara itu, IMM dibawah

Rosyad Sholeh dan Sudibyo Markoes lebih berkutat pada rekontribusi forum World Assembly Youth ( WAY ) dengan program

sosialisasi keluarga berencana ( family planning ) dan proyek

pemberdayaan seratus desa binaan di Yogyakarta.83

Menjelang periode 1977 kepengurusan PMII diketuai oleh Ahmad Bagja dan Muhyiddin Arubusman. Mereka dilantik pada bulan Oktober di Wisma Tanah Air Jakarta. Pada periode ini program

PB PMII mengadakan penyusunan buku pedoman kader.84

81 Data diperoleh dari koleksi foto pribadi Chumaidi Syarif

Romas.

82 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 73-75.

83 WAY ini bermarkas di Brussels negeri Belgia dan merupakan

NGO dari PBB. WAY Indonesia telah diwakili oleh Lukman Harun yaitu seorang aktivis Pemuda Muhammadiyah. Dalam Farid Fathoni, op.cit., hlm. 171.

84 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 95.

Lokakarya penyusunan buku ini diselenggarakan bulan Februari tahun 1979 di Jakarta.

Pada periode Bagja ini untuk pertama kali PB PMII telah mempunyai kantor sekretariat setelah cukup lama menggunakan

fasilitas perkantoran NU.85 Implementasi independensi PMII ini

adalah memiliki kantor sekretariat sendiri yakni beralamat jalan Salemba Tengah nomor 57 A yang terletak di wilayah Jakarta Pusat. Kemudian PB PMII periode ini juga menerbitkan sebuah majalah kecil atau bulletin bernama “ Generasi “ yang mampu terbit hingga edisi ke

25.86 Pendidikan pers mulai ditanamkan untuk kader PMII melalui

kreativitas penerbitan bulletin ini sehingga informasi dari segala dinamika kepengurusan PMII nasional dapat dipantau dengan mudah.

Pada pihak PB HMI periode 1977 telah dipimpin Chumaidi Syarif Romas yang berasal dari HMI IAIN Yogyakarta. Pada periodenya telah banyak mengadakan pendidikan kader dan jurnalistik melalui Lembaga Pers Mahasiswa Islam ( Lapmi ) disertai paduan suara ( vocal group ) yang digiatkan melalui Lembaga Seni

85 Ibid, hlm. 101.

86 Ibid, hlm. 102.

Mahasiswa Islam ( LSBMI ).87 Mengamati periode ini penulis telah

dipinjami koleksi foto dari Chumaidi Syarif. Foto ini menggambarkan sebuah suasana rehat dalam rangkaian rapat PB HMI Jakarta terlihat teman-teman Chumaidi telah memakai kaca hitam dengan duduk bersama sambil merokok. Chumaidi sendiri sedang memakai kaos dan teman-temannya berpose tertawa dengan kacamata hitam dan salah satu temannya ada yang mengenakan baju batik selain

mengenakan hem.88 Teman-teman PB HMI-nya bernama Asmuni dari

Solo, Nasution dan Siregar dari Sumatra Utara.

Pada periode Chumaidi pernah diusulkan beberapa anggota HMI telah banyak ingin mengkonsep standar busana khusus aktivis putra dan putri HMI tetapi usulan itu ditolak oleh sebagian anggota dengan alasan bahwa cukup dengan nilai-nilai substansi Islam saja. Kemudian pada saat Chumaidi menyambut tamu sesama gerakan mahasiswa yang berasal dari Malaysia bernama Persatuan Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia ( PKPIM ). Ia ingin menunjukkan kepada para aktivis PKIPM bahwa masyarakat Islam Indonesia memiliki keunikan tersendiri maka ia mengajak tamu PKPIM untuk

87 Agussalim Sitompul, op.cit, hlm. 332.

88 Data diperoleh dari koleksi foto pribadi Chumaidi Syarif

Romas.

berkunjung ke lokalisasi Binaria sehingga para anggota PKPIM merasa heran dengan ajakan Chumaidi ketika tiba dan datang melihat lokasi Binaria lalu diantara mereka saling tertawa terbahak-

bahak.89

E. Antara Pusat Dan Daerah

Pada era 1978 sampai menjelang 1985 terdapat beberapa kebijakan pemerintah Orde Baru yang menekan gerakan mahasiswa Islam sehingga permasalahan mereka semakin kompleks. Pertama,

agenda back to campus semakin menekan mahasiswa dengan

berusaha menghilangkan peran gerakan mahasiswa ekstra- universiter didalam lingkup kampus. Kedua, KNPI terlalu mendominasi elemen-elemen aspirasi gerakan mahasiswa sehingga harus meleburkan elemen tersebut dalam satu wadah yakni KNPI

yang dikendalikan oleh pemerintah.90 Perihal ini membuat menteri

pendidikan dan menteri pemuda dibenci oleh para kalangan aktivis mahasiswa. Ketiga, hirarki birokratisasi pemerintahan maupun perguruan tinggi negeri dikuasai Koprs Pegawai Negeri ( Kopri ) yang

89 Wawancara Chumaidi Syarif Romas, 7 Desember 2012, Pkl

17:07 WIB. Di kediamannya jalan. Bedukan RT 5 Desa Plered, Kecamatan Plered Bantul Yogyakarta.

90 Victor Tanja, op.cit, hlm. 81.

dikendalikan oleh Golkar sehingga pergerakan mahasiswa Islam juga tidak mempunyai akses aspirasi selain melakukan aksi protes. Keempat, asas tunggal Pancasila yang harus ditaati oleh semua organisasi politik maupun masyarakat.

Pada bulan Maret 1979 DPP IMM melakukan konferensi atau tanwir di Jakarta. Agenda ini untuk mengkaji serangkaian tantangan

umum organisasi Muhammadiyah.91 Pertama, perihal pengembangan

organisasi amal usaha Muhammadiyah seperti koperasi, rumah sakit, sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah. Kedua, artikulasi konsep dan makna dakwah Islam dalam politik ataupun sebaliknya. Ketiga, menyelesaikan program-program hasil Muktamar di Semarang. Tetapi agenda ini tidak tuntas dikarenakan perhatian utama lebih pada perencanaan untuk menyiapkan Muktamar IMM V

bulan Oktober 1979 di Jakarta.92

Periode 1979 IMM dibawah pimpinan Zulkabir telah mengalami kevakuman kepengurusan organisasi. Perihal ini disebabkan komunikasi antara poros Jakarta dan poros Yogyakarta kembali bergejolak sehingga terjadi kemampatan dalam proses negosiasi

91 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 202.

92 Ibid.

politik organisasi IMM. Persoalan pelik ini ditambah perbedaan persepsi antara DPP IMM dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pada akhirnya Muktamar V IMM telah gagal dan tidak jadi dilaksanakan. Kevakuman kepengurusan IMM ini terjadi hingga tahun 1986.

Tarik-menarik antara kalangan aktivis IMM Jakarta dengan kalangan aktivis IMM Yogyakarta dikarenakan masing-masing kelompok mempunyai argumen tersendiri. Pola sedemikian mirip yang dialami kepemimpinan semasa Slamet Sukirnanto pada tahun- tahun sebelumnya. Bahwa di wilayah ibukota Jakarta, suatu gerakan mahasiswa membutuhkan strategi pengorganisasian yang efektif dan efisien karena terdapat berbagai akses yang berasal dari elemen- elemen pimpinan maupun institusi seperti institusi Negara maupun institusi Masyarakat, sedangkan kalangan aktivis IMM Yogyakarta dinilai lamban bergerak dalam menanggapi wacana nasional. Oleh karena itu, muncul istilah dialektis dalam IMM bahwa poros Jakarta sebagai poros politik sedangkan poros Yogyakarta sebagai poros ideologi.93

93 Ibid, hlm. 204.

Pada bulan April 1981 PB PMII mengadakan Kongres VII di

Pusdiklat Pramuka daerah Cibubur.94 Pada periode ini telah terpilih

Muhyiddin Arubusman sebagai ketua umum. Ia seorang mahasiswa dari FKK Universitas Jakarta dan terpilih karena sebelumnya

menjabat sebagai Sekjen PB PMII.95 Pada Kongres ini kalangan

aktivis PMII melakukan serangkaian pengkajian. Pertama, mengkaji pemahaman dan praktikalisasi ajaran Aswaja yang cenderung dipahami secara sempit supaya lebih luas dalam kehidupan sehari-

hari.96 Kedua, mengkaji sistem kuliah SKS dengan memadukan

mekanisme organisasi yang efektif.97

Pada bulan Mei 1983 DPD IMM DKI mengadakan agenda silaturrahim nasional ( Silatnas ) di aula PP Muhammadiyah kawasan

Menteng Raya.98 Silatnas ini merumuskan rekonsiliasi

penyelenggaraan Muktamar IMM kepada pimpinan persyarikatan dan perguruan tinggi Muhammadiyah supaya memberikan atensi dan

94 Fauzan Alfas, op.cit, hlm. 112.

95 Ibid, hlm 113.

96 Ibid, hlm 115. 97 Ibid, hlm 117.

98 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 205.

basis terhadap IMM dengan tujuan pembinaan kader. Perumusan ini disetujui oleh Firdaus Abbas selaku pengurus DPD. Selanjutnya mereka mengirim utusan sebanyak delapan anggota menuju Yogyakarta dengan tujuan konsultasi penyelenggaraan Tanwir

kepada PP Muhammadiyah.99 Delapan anggota ini dipimpin oleh

Anwar Abbas beserta anggota yang mewakili dari berbagai daerah. Antara tahun 1982 sampai tahun 1983 Kementerian Pemuda dan Olahraga yang dijabat alumni HMI UI bernama Abdul Gafur mengirimkan instruksi kepada PB HMI. Ia telah memberi kebijakan kepada PB HMI supaya asas organisasi diganti menjadi asas Pancasila. Pesan kebijakan penggantian asas ini harus dijalankan ketika Kongres HMI era ini. Penggantian ini mutlak diberlakukan oleh pemerintah Orde Baru bagi segenap Ormas di Indonesia sehingga wacana ini terkenal dengan nama “ Asas Tunggal”. Pada opini lapisan bawah, wacana ini mengundang pro-kontra karena menyangkut idealisme dan identitas organisasi sehingga kalangan HMI telah menyinggung kembali polemik Piagam Jakarta. Meski Gafur akhirnya

99 Ibid.

berjanji bahwa penerapan asas tunggal tidak akan sampai

menghapus identitas HMI.100

Wacana asas tunggal membuat redaksi majalah Tempo mencium upaya pembubaran gerakan mahasiswa universiter sehingga dijadikan isu nasional oleh media ini. Dari isu ini Hisam Zaini yang menjabat wakil rektor III IAIN Syarif Hidayatullah telah menyatakan bahwa gerakan mahasiswa Islam universiter seperti HMI, PMII, dan IMM memiliki fungsi besar. Perihal ini disebabkan mereka mampu mendidik bidang kepemimpinan didalam kampus, karena bidang ini tidak dapat dijangkau pihak IAIN sehingga mereka

mempunyai pengaruh efektif bagi pengembangan kemahasiswaan.101

Maka gerakan mahasiswa Islam universiter dapat dijuluki sebagai kampus kedua ( second university ) pada masa ini.

Hisam menunjukkan contoh suasana pergerakan mahasiswa didalam kampus seperti spanduk HMI, IMM, dan PMII telah terpampang di area sudut kampus. Pada ruang pendaftaran mahasiswa terdapat meja kursi yang dipakai HMI untuk melayani

100 Tempo. “ Tidak, Mereka Tidak Akan Bubar ”. No.

14/Th.XIII/ 4 Juni 1983. hlm. 13.

101 Ibid, hlm 14.

pertanyaan para calon mahasiswa. Sementara itu, aktivis PMII dan IMM sibuk memperkenalkan buku soal ujian masuk kepada calon mahasiswa. Bahkan setiap calon mahasiswa disambut dengan mendaftarkannya atau memberi tahu tatacara pengisian blanko. Tidak hanya itu, para calon mahasiswa terkadang diajak mampir atau menginap oleh para aktivis bagi yang belum dapat kos ke

asrama atau markas pergerakan.102 Menurut Hisam, ketiga

organisasi ini memiliki fasilitas sekretariat di komplek IAIN dan sering menyelenggarakan bimbingan tes.

Wacana penerapan asas tunggal ini ditolak paling keras oleh HMI Cabang Yogyakarta terhadap pemerintah maupun PB HMI Jakarta yang masa ini diketuai Harry Azhar Aziz. Walaupun PB HMI telah banyak diprotes oleh cabang-cabangnya namun pihak pengurus besar tetap berpegang teguh dengan alasan keputusan hasil sidang pleno PB HMI. Dengan landasan tersebut, PB HMI memecat dan menutup cabang-cabang HMI yang tidak mendukung kebijakannya seperti cabang Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung dengan membentuk pengurus sementara atau transitif yang dilantik oleh PB

HMI.103 Dengan metode seperti ini telah menimbulkan perlawanan

yang bersifat sentimental terhadap PB HMI Jakarta.

Reaksi dari metode ini membuat sekelompok aktivis HMI Dagen Yogyakarta menyatakan sikap membuat HMI Majelis Penyelamat Organisasi ( MPO ) dengan ketetapan Islam sebagai asas

organisasi.104 Kepeloporan aktivis HMI Cabang Dagen Yogyakarta

yang mendirikan HMI MPO telah membuatnya diikuti sembilan cabang. Sembilan cabang tersebut dimulai dari cabang Jakarta, Bandung, Ujungpandang, Purwokerto, Tanjung Karang, Pekalongan,

Metro, dan Pinrang.105 Oleh karena pengikut pertama ( as-sabiqunal

al-awwalun ) pendirian HMI MPO adalah Cabang Jakarta maka

pendiriannya dilaksanakan di Jakarta meskipun ideologinya berasal dari Yogyakarta.

103 Rusli Karim, HMI MPO Dalam Kemelut Modernisasi Politik Di

Indonesia ( Bandung: Mizan,1997), hlm. 131.

104 Ibid. Menurut Rusli Karim telah terdapat tiga versi

penanggalan kelahiran HMI MPO. Pertama, semenjak adanya dua cabang HMI di Yogyakarta. Kedua, kelahiran HMI MPO bersamaan ketika terbitnya buku Berkas Putih yang tertanggal 10 Agustus 1986.

Ketiga, Berkas Putih berisi pernyataan kelahiran HMI MPO yang

tertanggal 15 Maret 1986.

Polemik ini akhirnya menimbulkan faksionalisasi yang bersifat institusional disebabkan kedua kubu kurang memiliki penjagaan stabilitas emosi karena faktor usia muda pada jenjang mahasiswa disamping faktor-faktor eksternal seperti instruksi pemerintah Orde

Baru dan dinamika pemikiran Islam di tanah air.106 Para pendiri HMI

MPO pada awalnya tidak berniat untuk menjadi organisasi mahasiswa yang terpisah dari hakekat HMI. Tujuan awal pendirian MPO hanyalah sejenis komite yang ingin mengembalikan HMI kepada asas Islam bukan Pancasila. Akan tetapi, pendirian tersebut dianggap sebagai parsialisasi lembaga sehingga PB HMI dan HMI MPO adalah terpisah bukan menyatu. Maka dari itu, muncul julukan PB HMI sebagai HMI ( Dipo ) dengan maksud alamat sekretariat PB HMI yang terletak di Jalan Diponegoro kawasan Menteng. Pada akhirnya HMI MPO memiliki anggaran dasar, falsafah perjuangan, Garis-Garis

Besar Rekayasa Organisasi ( GBRO ), dan Pedoman Training.107

Para aktivis pendiri HMI MPO adalah Eggi Sudjana, Tamsil Linrung, Masyhudi Muqorrobin, hingga Agusprie Muhammad. Mereka telah terpengaruh pemikiran tokoh HMI Bandung yaitu Endang

106 Ibid, hlm. 132. 107 Ibid, hlm. 134.

Saifuddin Anshari dengan bukunya “ Wawasan Islam”. Sedangkan Endang sendiri terpengaruh oleh pemikiran ulama Al-Maududi yang membahas dari bidang pendidikan, sosial hingga politik. Maka dari itu, HMI MPO secara definitif merupakan organisasi kader dengan

elemen dan tahapan asas perjuangan tauhid, ummah, jama’ah,

dakwah, uswah hasanah, tarbiyah, ilmiah, dasar ikhtiar, dan dasar

keimanan dengan tradisi bai’at.108

Pada periode 1986 hingga 1989 kepengurusan pusat IMM telah disetujui di Jakarta dengan ketua umum Nizam Burhanuddin dari aspirasi IMM Jakarta sedangkan perwakilan IMM Yogyakarta

diserahkan sepenuhnya kepada Immawan Wahyudi.109 Lalu pada

tahun 1988 sekelompok aktivis IMM Jakarta berpartisipasi dalam pembuatan film yang menggambarkan suasana Jakarta pada tahun

1966.110 Kemudian film ini diberi judul “ Jakarta 66”. Pada koleksi

Farid Fathoni telah tampak foto sekelompok aktivis mendukung pembuatan film ini. Mereka mengenakan jaket merah khas IMM sedang aktivis putri tidak terlihat satupun mengenakan kerudung

108 Ibid, hlm. 135.

109 Farid Fathoni, op.cit., hlm. 220. 110 Ibid, hlm. 231.

maupun jilbab. Mereka sedang bercanda sambil mengangkat

spanduk perihal Gestapu.111

Pada bulan September tahun 1991 ketua umum PB NU Abdurrahman Wahid atau sapaan akrab bernama Gus Dur telah melontarkan pernyataan unik di Wisma Suprapto Jakarta. Gus Dur mengusulkan bahwa HMI dan PMII sebaiknya digabung saja. Pernyataan tersebut membuat seluruh pengurus PMII gempar dalam agenda sarasehan generasi muda NU. Argumen Gus Dur menyampaikan perihal tersebut dikarenakan PMII dan HMI mempunyai asas yang sama yakni Pancasila dan sama-sama mahasiswa Islam maupun independen. Menurut Gus Dur, anggota HMI ternyata banyak anak-anak tokoh NU. Gus Dur menambahkan pernyataannya seperti dikutip dari dokumentasi Fauzan Alfas :

“ Para pengurus HMI sekarang ini 60 % anak-anak NU”. Mereka menguasai semua jajaran kepengurusan HMI, dari daerah sampai

tingkat pengurus besar seperti ketua umum PB HMI Yahya Zaini adalah putra tokoh NU Gresik.112

111 Data foto didapat dari koleksi dokumentasi pembukuan.

Farid Fathoni, ibid, hlm. 231.

Gagasan Gus Dur ini akhirnya dibahas dalam Kongres PMII bulan Oktober tahun 1991. Iqbal Assegaf sebagai ketua PB PMII masa ini memberi komentar “ tidak mungkin PMII melebur dalam HMI meski keduanya sesama organisasi Islam sebab PMII memiliki paradigma homogen yaitu Ahlu Sunnah Wal Jama’ah sedangkan di HMI lebih condong liberal karena mereka mewadahi mahasiswa Islam dengan berbagai alirannya, lalu PMII secara keislaman menganut pandangan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah pada lingkup ini saja telah

berbeda”.113 Iqbal juga menambahkan bahwa jika HMI dan PMII akan

difusikan sebaiknya semua Ormas Islam bukan hanya HMI dan PMII.114

Pada era 1980 hingga 1998 para alumni mantan aktivis HMI semakin kuat pada tingkat pemerintahan, Parpol, LSM dan Ormas sehingga mereka yang ingin reorganisasi memilih bergabung kembali pada Korps Alumni HMI ( KAHMI ) atau Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia ( ICMI ) yang didirikan pada bulan September tahun 1990 oleh insinyur mesin yang menjabat sebagai menteri riset dan

113 Ibid, hlm. 145.

114 Ibid.

teknologi yaitu Bacharuddin Jusuf Habibie.115 Sedangkan KAHMI

dipengaruhi oleh Mar’ie Mohammad yaitu seorang alumni HMI yang menjabat sebagai menteri keuangan sekaligus memiliki relasi dengan

ICMI.116 Dengan demikian HMI dan berbagai kalangan muslim

birokrat telah dekat dengan Presiden Soeharto. Hingga HMI diejek sebagai “ satpam kekuasaan “ pada level pergerakan mahasiswa karena Soeharto memberi sambutan dalam pembukaan kongres HMI.117

Hubungan KAHMI terhadap HMI ini terkadang membuat rumit setiap langkah lokal maupun nasional yang ingin dicapai HMI meskipun hubungan KAHMI sebatas aspiratif dan historis saja namun kenyataannya tidak bebas nilai sesuai dengan permintaan

115 ICMI sebagai kekuatan sipil Islam memiliki dua lembaga

sebagai ujung tombak intelektual kelas menengah yaitu Centre for Information and Development Studies ( CIDES ) sebagai lembaga penelitian dan Republika sebagai pers media massa. M.C.Ricklefs, Op.Cit, hlm. 632-633.

116 Edward Aspinall, “ The Indonesian Student Uprising 1998 “

Arief Budiman, Barbara Hatley & Damien Kingsbury (eds.). Reformasi : Crisis And Change in Indonesia ( Clayton: Monash Institute, 1999 ) hlm. 221.

117 Dicky Yanuar, “ Gerakan Mahasiswa 1998 Di Jakarta Pasca

Jatuhnya Rezim Orde Baru : Studi Kasus Forkot, FKMSJ, Dan HMI “. Tesis Program Pascasarjana Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia. 2005. hlm. 115.

kuasa alumni sebagai senior terhadap juniornya. Perihal ini disebabkan didalam organisasi KAHMI ternyata kepentingannya tidak

homogen dalam sebuah tujuan pergerakan.118

Sesungguhnya strukturasi alumni menjadi dilemalitas bagi HMI apalagi ketika Akbar Tandjung berusaha memperbaiki reputasi Golkar. Didukung sederet alumni dibelakang Habibie yang telah masuk birokrasi pemerintah seperti Fahmi Idris, Ekky Syachruddin,

Marwah Daud, Adi Sasono, dan Dewi Fortuna Anwar.119

Dalam dokumen ANTARA JAKARTA DAN YOGYAKARTA GERAKAN MA (Halaman 171-190)

Dokumen terkait