• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANTARA JAKARTA DAN YOGYAKARTA GERAKAN MA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANTARA JAKARTA DAN YOGYAKARTA GERAKAN MA"

Copied!
295
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Disusun oleh: Ahmad Mujahid Arrozy 08/268164/SA/14501

JURUSAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

(2)

UNDERGRADUATE THESIS

Written by:

Ahmad Mujahid Arrozy 08/268164/SA/14501

DEPARTMENT OF HISTORY

FACULTY OF CULTURAL SCIENCE

GADJAH MADA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

(3)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan pertama Kepada :

Para Angkatan Aktivis Gerakan Mahasiswa Pasca Reformasi 1998

supaya selalu menempuh asa menuju Indonesia yang lebih baik

Kedua, kepada Ayah, Ibu, dan keluarga penulis yang selalu

(4)

HALAMAN MOTTO

“ Sebaik-Baiknya Manusia Adalah Bermanfaat Bagi Orang Lain “

( Muhammad SAW )

“ Hakekat Normativitas Masyarakat Selalu Berbeda Terbalik maupun

Unik Dengan Realitas-Historis Masyarakat “

( Amin Abdullah )

“ Ketidaktahuan Adalah Musuh Bersama Bagi Umat Manusia “

( Paus Benekditus XIV )

(5)

PRAKATA

Bismillahirahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kekuatan

rohani maupun ragawi dalam menyelesaikan tugas studi sejarah ini.

Skripsi dengan judul Antara Jakarta dan Yogyakarta : Pola

Gerakan Mahasiswa Islam Pada Masa Orde Baru. Penulis

berkeinginan mendalami sisi pergerakan mahasiswa Islam. Dengan

harapan supaya pembaca dapat merefleksikan perbandingan aspek

normatif keagamaan dengan realita pergerakan keagamaan yang

terkadang tidak lepas dari aspek manusiawi, sehingga dapat

dipahami dan dimaklumi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada

Prof.Dr. Bambang Purwanto yang telah memberikan petunjuk ( clue )

dalam merintis penelitian ini melalui foto Akbar Tandjung dalam

buku Victor Tanja.

Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. Nuraini Setiawati

yang telah berkenan membimbing dan memberi arahan di tengah

keterbatasan penulis dari segi akademik. Ucapan terima kasih juga

penulis haturkan kepada Dr. Agus Suwignyo dan Dr. Sri Margana

(6)

UGM. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, penulis mengucapkan

terima kasih kepada staf pengajar Jurusan Sejarah FIB UGM seperti

Drs. Adaby Darban S.U. ( alm ), Drs. Arief Akhyat, M.A., Bahauddin

M.Hum., Dr. Mutiah Amini M.Hum., Drs. Mahmoed Effendi, M.A.,

Julianto Ibrahim M.Hum, Drs. Andrie Nurtjahjo, Waluyo M.Hum dan

Uji Nugroho M.Hum.

Perasaan maaf dan terima kasih sedalam-dalamnya dihaturkan

penulis kepada Syukriyanto AR ( Ayah ) dan Cholifah ( Ibu ) yang

telah mendukung secara moral, material, dan spiritual. Keluarga dan

saudara penulis yang membantu skripsi ini. Dimulai dari Arief

Hidayat & Khotijah, Diana & Natsir Tuasikal, Anis & Paryanto Rohma

S.Ag., dan adik kesayanganku yakni Mazia Rizki Izzatika. Keluarga

Besar Bani AR Fakhruddin dimulai Budhe Wasilah, Bulek Zahanah,

Ir. Agus Purwantoro & Wastiyah, Luthfi Purnomo & Subarkah,

Farkhan AR & Tatik, Fauzi AR & Uun Ilmiyatun, Nasrullah, Salman,

Falah Wijaya, Bang Hamdan ( alumnus HMI UII ), Bang Akmal (

alumnus HMI Trisakti ), Farida Utami, dan Khairunnisa.

Jazakumullah Khairan Katsira.

Ucapan terima kasih kepada tokoh-tokoh mantan alumni

(7)

Bapak Prof.Dr.H.M. Amien Rais, Bapak Dr.H. Chumaidi Syarif Romas

yang selalu bercanda, Bapak H. Said Tuhuleley, Ibu Hj. Hadiroh,

Bapak H. Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, Bapak K.H. Gus Masrur

Ahmad, Bapak H. Rosyad Sholeh, Bapak dr. Sudibyo Markoes, Ibu

Hj. Susilaningsih Kuntowijoyo, Bapak H. Syamsu Udaya, Bapak Dr.

Fajrul Falaakh, Bapak Dr. Hamdan Daulay, Bapak Prof. H. Agussalim

Sitompul, Bapak H. Immawan Wahyudi, dan Cak Mustafid.

Terima kasih atas bantuan, setiakawan, dan kekompakan

angkatan 2008. Endi Zulkarnaedi, Pradita Dukarno, Danu Dolethea,

Masdar Farid, Alif Ilhamsyah, dan Muhammad Muklis. Disusul oleh

Topan Arso, Himawan Priyambodo, Januar Wida, Aries Dwi, Abdul

Ghofur, Sidik Purwanto, Luthfi Firmansyah, Kristian Aditama,

Luthfia Farhani, Nurul Romdlani, Ekaningtyas, Septiana, Ratna

Kanya, dan Kartika Rini. Kemudian penggiat forum diskusi Histma

Pradita dan Wildan Sena Associates. Tak lupa ucapan terima kasih

kepada Bapak Sia Ka Mou atas sumbangan ilmu maupun materi.

Angkatan 2009. Tedy, Panji, Tantri, Toro, Adi Pandoyo dan

kawan-kawan lainnya.

Terima kasih atas bantuan rekan-rekan pergerakan

(8)

Fikar, Adhi Wicaksono, Faris Milzam, Rijal Ramdhani, Arizal Gresik,

Ghifari Yuristiadi, Dede Sugiarto, Afif Kulonprogo, Emiriyani, Kiki

Nurhadiyati, Herlina, Annisa Azwar, Warih Kartika, Yasfi Ilalang,

Hendra Filsuf, Astri Nur Faizah, Aulia Taarufi, Mbak Imi, Mbak Ana,

Bang Malik, Cak Makrus dan rekan-rekan IMM yang lain. Dari HMI

seperti Yasif, Angga, Dwi dan Dzikri. Dari PMII seperti Muyik dan

Yaswinda Feronica. Dari KMNU seperti Fajri. Dari GMNI seperti

Wahid. Dari Gertak seperti Faris dan Mita. Kemudian kepada para

akademisi sebagai pembina pergerakan yakni Prof. Dr. Munir

Mulkan, Dr. Robby Abror, Hanafi Rais M.I.P, Dr. Claudia Nef Saluz

dan Prof. Dr. Syamsul Hadi.

Komunitas Basket Sejarah FIB UGM seperti Ari, Adit, Fauzan

Adhim, Johanna, Titi Susanti, Adit, Ryan Beredo, Sholeh, Denis

Tuankota, Faisal, Ibnu Fauzan, Adi Nur Ahmad, S.M. Nur Fauziyah,

Fitria Mamonto, Yhaya Rasta, Siwi, Radesh, Amala, Nayla, Safrin,

Subek, dan kawan-kawan lain. Lanjutkan kemenangan kalian ! Lalu

rekan-rekan alumni Pondok Gontor seperti Noval Novriyansyah, Irfan

Ortrifa, Setyo Widodo, Zaim Pati, Agus Ngaglik, Fatih Bengkulu,

Cahya Pati dan Adlan Syibawaih. Kemudian rekan dan keluarga KKN

UGM Cianjur seperti Novi, Didit, Mustofa, Siti Nurjannah, dan

(9)

Terima kasih terakhir kepada Mbak Rika selaku sekretaris

Jurusan Sejarah FIB UGM, Mas Pongki selaku pustakawan FIB yang

humoris, dan para pustakawan Perpusnas Salemba Jakarta. Semoga

pahala selalu menyertai mereka sebagai penolong bagi penuntut ilmu

di perguruan tinggi.

Yogyakarta, 11 April 2013

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

B. Permasalahan & Ruang Lingkup……… 5

C. Pokok Kajian & Batasan Penelitian……… 7

D. Tujuan Penelitian………. 8

E. Tinjauan Pustaka………. 8

F. Metode & Sumber……… 13

G. Sistematika Pembahasan……….. 16

BAB. II KONDISI LINGKUNGAN METROPOLIT JAKARTA DAN KOSMOPOLIT YOGYAKARTA ……….. 34 A. Nuansa Metropolit Jakarta……….. 34

B. Nuansa Kosmopolit Yogyakarta……….. 40

C. Latar Belakang Pendirian Tiga Organisasi Mahasiswa Islam……….. 46 D. Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam……….. 47

(11)

BAB. III GERAKAN MAHASISWA ISLAM MENJELANG ORDE BARU………

90

A. Pergesekan Kekuatan Islam Dengan Kekuatan Komunis………..

104

B. KAMI Sebagai Gabungan Konsolidasi Mahasiswa Menjelang Orde Baru……….

107

BAB. IV GERAKAN MAHASISWA ISLAM DI JAKARTA PADA MASA ORDE BARU……….

135

A. Antara Salemba dan Rawamangun : Sebuah Ekspektasi dan Refleksi……….

135

B. Relasi Jakarta dan Yogyakarta Dari Konsensus Hingga Konflik………..

142

C. Koalisi dan Mobilisasi Massa……….. 154

D. Pelantikan dan Program Organisasi ( Medio Era 1970-An )………... 166 E. Antara Pusat dan Daerah………. 172

F. Kompleksitas Akhir Orde Baru……….. 185

BAB. V GERAKAN MAHASISWA ISLAM DI YOGYAKARTA PADA MASA ORDE BARU………. 190 A. Dari Kebaktian Sosial Hingga Reaktualisasi Pemikiran Islam……… 190 B. Nuansa Pengkaderan Akar Rumput……….. 201

C. Serba-Serbi HMI Komisariat IKIP……….. 210

D. Konsistensi Pergerakan Di Tengah Berbagai Tekanan dan Tantangan………. 222 E. Antara Daerah dan Pusat………. 230

F. Serba-Serbi PMII Sapen dan Demangan……… 234

G. Eksistensi HMI MPO……… 236

H. Komplikasi Akhir Orde Baru……… 238

BAB. VI KESIMPULAN……… 242

DAFTAR PUSTAKA……….. 245

DAFTAR INFORMAN……… 256

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran: Halaman

1 Yel-yel Aktivis Mahasiswa Islam……….. 267

2 Syair dan Puisi Aktivis Mahasiswa Islam………. 268

3 Catatan Ahmad Wahib Seputar Reaktualisasi

Pemikiran Islam……….

269

4 Foto Agenda HMI di Masjid Syuhada Yogyakarta…….. 270

5 Foto Pertunjukkan Seni HMI………. 271

6 Dokumen Pamflet HMI………. 272

7 Surat Kepengurusan PB HMI Kepada Presiden

Soekarno………..

273

8 Foto Audiensi DPP IMM Kepada Presiden Soekarno…. 274

9 Foto Anggota IMM Jakarta………. 275

10 Foto Audiensi Koalisi Pergerakan Mahasiswa Ekstra

Universiter Kepada DPR RI………

276

11 Foto Nurcholish Madjid, Ahmad Muhsin, Ridwan

Saidi, Ketika Sedang Mengisi Acara Pengkaderan PB

HMI Jakarta………

277

12 Foto Akbar Tandjung Sedang Menghisap Kretek……… 278

13 Foto Ridwan Saidi, Chumaidi Syarif dan Al-Waeni

Sedang Mengisi Acara Pengkaderan PB HMI…………..

279

14 Foto Suasana Rehat PB HMI Jakarta Partisipasi IMM

Dalam Pembuatan Film Jakarta 66………

(13)

15 Foto Suasana Pembukaan Konferensi Nasional di

Yogyakarta 1969 & Pertunjukkan Paduan Suara

Aktivis Putri IMM………..

281

16 Foto Said Tuhuleley Sedang Berdiskusi Dengan

Rekannya……….

282

17 Foto Said Tuhuleley Sedang Menghadiri Agenda

Pembukaan DEMA IKIP Yogyakarta………

283

18 Bagian Kegiatan Munas IMM 1971……… 284

19 Foto Emha Ainun Nadjib Mengisi Agenda Isra Mi’raj

Yang Diadakan HMI IKIP Yogyakarta………

285

20 Foto Malam Peringatan Isra Mi’raj Yang Diadakan

HMI FKIS IKIP Yogyakarta………

286

21 Foto Aktivis Putri HMI IKIP, Anisah dan Lutfiah

Lomba Kejuaraan Tenis Meja………

287

22 Foto Said Tuhuleley Bersama Teman-temannya HMI

IKIP Rekreasi Di Pantai Yogyakarta………

288

23 Foto Aktivis HMI IKIP Sedang Menyaksikan Layar

Tancep “Braga Stone”……….

289

24 Foto Said Tuhuleley Menandatangani Absensi Agenda

HMI……….

290

25 Souvenir Up-Grading Sekretariat & Cohati HMI

Yogyakarta di Berbah, Sleman……….

291

(14)

27 Foto Suasana Peserta MUNAS IMM Yogyakarta 1971.. 293

28 Foto Agenda Pelantikan Pengurus DPD IMM

Yogyakarta 1971-1974……….

294

29 Foto Aktivis HMI UII Yogyakarta Membuka

Bimbingan Tes 1983………...

(15)

DAFTAR ISTILAH

AD/ART : Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga Ahlu Sunnah

Wal Jamaah

: Paham aliran Islam Sunni yang bersandar Nabi Muhammad lalu diwariskan kepada ulama-ulama yang mendalami literatur ilmu-ilmu Islam seperti : Tauhid, Fiqh, dan lain sebagainya

Asas Tunggal : Kebijakan Pemerintah terhadap Orpol maupun Ormas untuk menganut asas Pancasila

Assabiqunal Awwalun

: Para pendiri dan Pengikut Pertama HMI MPO Batra : Basic Training atau latihan kader HMI Era

70-an

DPP ( S ) : Dewan Pimpinan Pusat Sementara Caretaker : Pengurus Pengganti Sementara Fact Finding

Commision

: Komisi Penyelidikan Fakta yang dibentuk PB HMI

HAM : Hak Asasi Manusia Harlah : Hari Ulang Tahun

HMI ( Dipo ) : Faksi HMI pro Asas Tunggal yan berkantor di Jalan Diponegoro Menteng

Immawan : Akronim sapaan akrab bagi aktivis putra IMM Immawati : Akronim sapaan akrab bagi aktivis putri IMM Kochi : Status Yogyakarta pada masa administrasi

kedudukan Jepang

Konfercab : Konferensi Cabang bagi HMI dan PMII Konfernas : Konferensi Nasional bagi IMM era 1969

Krismon : Krisis Moneter

KKN : Korupsi, Kolusi, Nepotisme

Mapaba : Masa Penerimaan Mahasiswa Baru atau masa penyambutan anggota baru bagi PMII

Maperca : Masa Penerimaan Calon Anggota bagi HMI

Makasa : Malam Kasih Sayang atau agenda malam keakraban dalam menyambut anggota baru bagi IMM

Maprata : Masa Perkenalan Calon Anggota Bagi Gerakan Mahasiswa Ekstra-universiter

Milad : Hari Ulang Tahun / Dies Natalis

(16)

pendidikan. Organisasi Sayap akar rumput yang merupakan bagian dari Orpol maupun Ormas

Orba : Orde Baru

Opvang : Penerimaan dan Peresmian Lembaga Baru

Ortom : Organisasi Otonom

PM : Perdana Menteri Jepang

Retooling : Pengaturan Kembali dalam komposisi kabinet

Rederessing : Perubahan Komposisi Keanggotan Dalam Parlemen

SKS : Sistem Kredit Semester Dalam Perkuliahan Nasional

Studie-Commisie : Komite Pembenahan Organisasi yang dibentuk oleh PB HMI

Tadabur Alam : Refleksi Alam sambil rekreasi bersama-sama Turba : Turun Ke Bawah, Melalui pemberdayaan

masyarakat atau bakti sosial Tritura : Tiga Tuntutan Rakyat

(17)

DAFTAR SINGKATAN

ADIA : Akademi Dinas Ilmu Agama AMPERA : Amanat Penderitaan Rakyat

ANRI : Arsip Nasional Republik Indonesia ARH : Arief Rachman Hakim

ASPRI : Asisten Presiden

BADKO HMI : Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam BAKIN : Badan Koordinasi Intelijen Negara

BAPERKI : Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia

BKK : Badan Koordinasi Kemahasiswaan

BPK : Badan Pendidikan Kader

BPS : Badan Pendukung Sukarnoisme

CGMI : Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia DEPARLU : Departemen Luar Negeri

DMUI : Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia DPR-RI : Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia

FDR : Front Demokrasi Rakyat FIPA : Fakultas Ilmu Pasti dan Alam

FIPIA : Fakultas Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam FKIE : Fakultas Keguruan dan Ilmu Ekonomi FKIS : Fakultas Keguruan dan Ilmu Sosial FORDEM : Forum Demokrasi

FPII : Front Pemuda Islam Indonesia GBRO : Garis Besar Rekayasa Organisasi

GEMUIS : Gerakan Muda Islam

GEMSOS : Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia GMKI : Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia GMNI : Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia GMNI-ASU : GMNI Ali Surachman

GP-Anshor : Gerakan Pemuda Anshor

GPII : Gerakan Pemuda Islam Indonesia

HIMA : Himpunan Mahasiswa Al-Jami’atul Al-Wasliyah HMI : Himpunan Mahasiswa Islam

HMI MPO : Himpunan Mahasiswa Islam Majelis

Penyelamat Organisasi IAIN : Institut Agama Islam Negeri

IAMY : International Assembly Moeslim Youth ICMI : Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia

(18)

IMADA : Ikatan Mahasiswa Djakarta

IMANU : Ikatan Mahasiswa Nahdhatul Ulama IMM : Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah IPMI : Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia

IPPNU : Ikatan Pelajar dan Pemuda Nahdhatul Ulama

ITB : Institut Teknologi Bandung

KAHMI : Korps Alumni HMI

KAMI : Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia

KAMMI : Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia KAPPI : Kesatuan Aksi Pelajar Pemuda Indonesia KAWI : Kesatuan Aksi Wanita Indonesia

KMB : Konferensi Meja Bundar KMI : Kesatuan Mahasiswa Islam

KMNU : Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama KOGALAM : Komando Siaga Umat Islam

KNPI : Komite Nasional Pemuda Indonesia KORAMIL : Komando Rayon Militer

KOPKAMBTIB : Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban KOPRI : Korps Pegawai Negeri

KOTRAR : Komando Tertinggi Aparatur Revolusi LAPMI : Lembaga Pers Mahasiswa Islam LAPUNU : Lembaga Pemenangan Pemilu NU LDMI : Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam LMND : Lembaga Mahasiswa Nasional Demokrat LMMY : Liga Mahasiswa Muslim Yogyakarta LSBMI : Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam

LP-Maarif NU : Lembaga Pendidikan Maarif Nahdhatul Ulama MALARI : Malapetaka Lima Belas Januari

MASYUMI : Majelis Syuro Muslimin Indonesia MAPABA : Masa Penerimaan Mahasiswa Baru MMI : Majelis Mahasiswa Indonesia

NASAKOM : Nasionalisme, Agama, dan Komunisme

NDP HMI : Nilai Dasar Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam

NEKOLIM : Neo Kolonialis, Komunis, dan Imperialis

NA : Nasyiatul A’isyiyah

NKK : Normalisasi Kehidupan Kampus NUS : National Union of Students

NU : Nahdhatul Ulama

PARKINDO : Partai Kristen Indonesia

PB : Pengurus Besar

(19)

Ilmu Pengetahuan Indonesia

PEPELRADA : Penguasa Pelaksana Dwikora Daerah Djakarta PELMASI : Pelopor Mahasiswa Sosialis Indonesia

PERSIS : Persatuan Islam

PESINDO : Pemuda Sosialis Indonesia PII : Pelajar Islam Indonesia

PKPMI : Persatuan Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia PMKRI : Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik

Indonesia

PMII : Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia PMNU : Persatuan Mahasiswa Nahdhatul Ulama PMY : Persyarikatan Mahasiswa Yogyakarta PMM : Persatuan Mahasiswa Muslim

PM : Pemuda Muhammadiyah

PNI : Partai Nasional Indonesia PNU : Partai Nahdhatul Ulama PSI : Partai Sosialis Indonesia

PSII : Partai Syarikat Islam Indonesia

PPMI : Perhimpunan Pergerakan Mahasiswa Indonesia PPMI : Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia

PPP : Partai Persatuan Pembangunan

PORPISI : Perserikatan Organisasi-Organisasi Pemuda Islam Indonesia

PRD : Partai Rakyat Demokrat

RRC : Republik Rakyat Cina

RPKAD : Resimen Pasukan Komando Angkatan Rakyat PRRI : Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia

RI : Republik Indonesia

RRI : Radio Republik Indonesia

SEMI : Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia

SOMAL : Sekretariat Bersama Organisasi Mahasiswa Lokal

STI : Sekolah Tinggi Islam UBK : Universitas Bung Karno

UII : Universitas Islam Indonesia

UKM : Unit Kegiatan Mahasiswa USAKTI : Universitas Trisakti

WMSA : World Moslem Student Association

(20)

ABSTRACT

An Islamic student movement each has different characteristics from ideological identity perspective and environmental conditions so makes to political, social, and cultural orientations. This study discuss comparational character of Islamic student movement between Jakarta and Yogyakarta with temporality on New Order ( 1966-1998 ).

The result of this study indicates that the Islamic student movement have a conflictual character models. Conflictual character was a dominant pattern that occurred among the Islamic student movement between the two cities. Islamic student movement cannot be separated from social life-student aspect which was a sub-structure of the middle class socio-urban structuration such as those alumni who work in government and corporate nor impact figures of Islamic society organizations. An Islamic student movement was able to have a method of organizing from the bottom up to the top. At the grassroots level has a social orientation such as social service and educational training cadres. While the upper level has a political orientation such hearings and lobby with authority. Some orientation options became an integral part in the dynamics of movement, thus causing differences in orientation between activist who hold headquarter with activist who were in the district through internal conflicts nor fellow movement.

Research this history using method of selection source based on discovery of archival documents, recorded an interview former of Islamic student activist Islam, photograph collection ex-activists Islamic student movement, video documentary recorded, and old stories sources reported on magazine and newspaper.

Keywords: Movement, Activist, Student, Islam, Comparison,

(21)

ABSTRAK

Setiap gerakan mahasiswa Islam masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda jika ditinjau dari identitas ideologi dan lokasi atau lingkungan sehingga menimbulkan orientasi politik, sosial, dan kultural. Studi ini membincang perbandingan karakter pergerakan mahasiswa Islam antara Jakarta dan Yogyakarta dengan temporalitas Orde Baru ( 1966-1998 ).

Hasil studi ini menunjukkan bahwa pergerakan mahasiswa Islam memiliki karakter dan model konfliktual. Karakter konfliktual ini menjadi pola dominan yang terjadi antar pergerakan mahasiswa Islam pada lingkup antara dua kota. Gerakan mahasiswa Islam juga tidak dapat lepas dari corak kehidupan sosial-kemahasiswaan yang merupakan sub-struktur kelas menengah dari strukturasi sosial-perkotaan, seperti alumni-alumni mereka yang bekerja di pemerintahan dan perusahaan maupun pengaruh tokoh-tokoh pimpinan Ormas Islam. Gerakan mahasiswa Islam mampu memiliki metode pengorganisasian dari bawah hingga atas. Pada tingkat bawah masyarakat memiliki orientasi sosial seperti bakti sosial dan latihan pendidikan kader, sedangkan pada tingkat atas memiliki orientasi politik seperti audiensi dan lobi dengan pemegang kekuasaan. Beberapa pilihan orientasi menjadi bagian integral dalam dinamika pergerakan hingga menyebabkan perbedaan orientatif antara aktivis yang memegang jabatan pusat dengan aktivis yang berada di daerah sehingga menimbulkan konflik internal maupun konflik sesama gerakan.

Penelitian sejarah ini menggunakan metode seleksi sumber informasi yang berdasar penemuan dokumen arsip, rekaman wawancara mantan aktivis mahasiswa Islam, koleksi foto mantan aktivis mahasiswa Islam, rekaman video dokumenter dan sumber berita masa lampau yang berupa majalah maupun surat kabar.

Kata Kunci: Gerakan, Aktivis, Mahasiswa, Islam, Perbandingan,

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gerakan mahasiswa Islam ( Islamic student movement ) adalah organisasi kalangan mahasiswa muslim yang berlandaskan ajaran dan ideologi Islam. Dalam sejarah pergerakan politik di Indonesia organisasi mahasiswa Islam terdiri dari onderbouw para organisasi politik dan organisasi masyarakat.1 Organisasi mahasiswa Islam yang dimaksud adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang lahir pada tahun 1947, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang lahir pada tahun 1960, dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang lahir pada tahun 1964. Tiga organisasi diatas masing-masing memiliki dinamika sejarah pergerakan dan pendidikan politik. Dengan dua contoh hasil penulisan sejarah HMI yang telah ditulis Agus Salim Sitompul dan sejarah IMM yang telah ditulis Farid Fathoni.2 Pada akhirnya lingkup kajian sejarah politik mereka

1 Lihat dalam Purnomo Sidi, “ Gerakan Mahasiswa 66 dan Perubahan Politik Indonesia “. Skripsi. Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada. 1996.

(23)

memberikan versi yang berbeda-beda tentang kiprah maupun peranan mereka dalam perubahan politik. Sebaliknya, kajian ini fokus pada pola dan perilaku pergerakan yang terpengaruh kondisi sosial-politik di lingkup perkotaan kemudian ditinjau dari perspektif sejarah sosial (social history perspective).3

Gerakan mahasiswa dalam kajian ilmu sosial adalah gerakan kota dimana kota lebih berpeluang mendapatkan akses dan kemudian menerima nilai-nilai baru dari sebuah tatanan modernitas. Kota menjadi agen modernisasi dengan infrastruktur yang menaunginya seperti : instansi pemerintahan, lembaga pendidikan dan penelitian, kawasan industri dan pabrik, pusat perbelanjaan dan perdagangan berupa pasar tradisional maupun swalayan, pusat hiburan, media massa yang menggaung seperti koran dan radio, disusul dengan terbukanya jasa komunikasi dan transportasi. Oleh karena itu, tidak heran jika kota terlebih dahulu menerima sosialisasi modernisasi karena letak perguruan tinggi sebagai institusi

3 Persepsi utama sejarah sosial adalah bagaimana masyarakat mengatur hubungan antar sesamanya, mempertahankan diri, mencari solusi dalam permasalahan situasi lingkungan jadi bukan figur pelaku sejarah yang diutamakan tetapi pola dan perilaku mereka dan terakhir adalah mengamati keterkaitan antara perilaku yang menghasilkan kejadian ( event ) dilingkupi situasi sosial. Lihat dalam Taufik Abdullah (ed), Sejarah Lokal di Indonesia (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1990) hlm.316.

(24)

pendidikan secara spasial umumnya berada di kota. Hal itu dapat dimaklumi karena perguruan tinggi akan mencetak tenaga kerja terdidik dan terampil yang pasti dibutuhkan pada masa industrialisasi di Indonesia. Maka dari itu, penelitian sejarah ini secara spesifik mengkaji pergerakan sosial yang terpengaruh oleh dinamika sosial-perkotaan baik itu bersifat politik, sosial, atau orientasi pribadi para aktivis mahasiswa Islam.

Menurut Ira Lapidus, kondisi buruk ekonomi era 1960-an membuat aktivis mahasiswa Islam menempuh pergerakan politik yang radikal. Meskipun pada tahun 1955 mereka menghadapi negosiasi dilematis dalam era Demokrasi Terpimpin yakni pertimbangan antara ideologi-normatif dengan realita krisis sosial-ekonomi.4 Oleh karena itu, terbesit dalam visi mereka untuk mendirikan negara Islam.5 Dengan demikian, proseduralisasi kesarjanaan menjadi hal yang mutlak dan bermula dari tahap kemahasiswaan. Tahap dan masa usia jenjang pendidikan tinggi ini membutuhkan artikulasi kepentingan politik Islam yang kemudian

5 Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies, (Cambridge: Cambridge University Press, 1988), hlm. 775.

(25)

membentuk gerakan mahasiswa Islam yang berafiliasi kepada ideologi Islam dalam perspektif formal dapat disebut lembaga atau organisasi mahasiswa. Hal ini telah menjadi ciri masyarakat modern dalam segmentasi Islam perkotaan.

Menurut Sartono Kartodirdjo, modernisasi di perkotaan menumbuhkan kolektivitas asosiasional. Perihal ini merupakan gejala munculnya lembaga modern termasuk gerakan mahasiswa Islam yang berbasis santri. Artinya santri masuk kota, baik dalam pengertian santri kota yang berasal dari sekolah-sekolah swasta Islam atau santri desa yang berasal dari pesantren pedesaan menuntut perguruan tinggi yang berada di kota. Kota besar menjadi representasi kehidupan Islam yang modern dan kosmopolit sedangkan kota kecil masih pada tahap transisi yakni pergeseran nilai antara komunalitas dan asosiasional.6

Dengan landasan tesis Sartono diatas maka Jakarta dan Yogyakarta dapat menjadi subjek penelitian sejarah ini mengingat Jakarta adalah pusat kekuasaan baik politis maupun bisnis sedangkan Yogyakarta merupakan kota kecil yang memiliki basis

6 Sartono Kartodirdjo, Sudewo, Hatmosuprobo, Perkembangan Peradaban Priyayi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1987) hlm. 166.

(26)

kelahiran dan pusat literatur pergerakan disertai lembaga pendidikan nasional maupun swadaya.

B. PERMASALAHAN & RUANG LINGKUP

Sejak transisi pemerintahan era Demokrasi Terpimpin menuju Orde Baru ( Orba ) maka agenda pemerintahan Orba penuh dengan sentuhan pembangunan fisik terutama pada tahun 1966 hingga tahun 1998. Maka pembangunan perkotaan di Jawa dengan menerapkan agenda liberalisasi melahirkan modernisasi dengan contoh pembangunan fisik seperti pasar modern seperti mall, restoran, pusat-pusat hiburan, pertokoan, kantor-kantor pergedungan milik pemerintah maupun swasta, reklame, manufaktur dan berbagai macam industrialisasi. Dengan konstruksi semacam itu, melahirkan asumsi bahwa gerakan mahasiswa Islam selalu terpengaruh kondisi sosial-politik yang terjadi pada wilayah perkotaan sehingga perlu menyelidiki pola pergerakan mereka.

(27)

Lalu seperti apa pergerakan mereka ketika menjelang masa Orde Baru sebagai fondasi latar belakang kronologis ? Lalu seperti apa pergerakan mahasiswa Islam di Jakarta ? Kemudian seperti apa gerakan mahasiswa Islam di Yogyakarta ? Apakah terdapat keterkaitan dan perbedaan model pergerakan mahasiswa Islam antara Jakarta dan Yogyakarta yang kemudian dapat dibandingkan secara karakter ? Dari beberapa jawaban permasalahan ini sehingga nampak pola pergerakan ( pattern of movement ) dari tiga kelompok organisasi mahasiswa Islam.

(28)

C. POKOK KAJIAN & BATASAN PENELITIAN

Inti kajian sejarah ini adalah deskripsi pola gerakan yang sistematis dan kronologis sesuai dengan sumber-sumber sejarah yang ditemukan. Maka konsepsi pergerakan sosial yang berlaku adalah berasal dari induktivikasi realita sosial masing-masing model pergerakan mahasiswa Islam yang meliputi HMI ( 1947 ), PMII ( 1960 ), dan IMM ( 1964 ). Peter Burke menyatakan bahwa pergerakan sosial ( social movement ) dapat diamati dalam narasi sejarah sehingga mampu memberikan deskripsi tahapan eksistensi suatu gerakan.7

Pergerakan dalam pengertian kajian ini yaitu apa yang telah terjadi dalam dinamika pergerakan mahasiswa Islam yang terpengaruh dalam kondisi sosial-perkotaan era Orde Baru dimana perihal tersebut bersifat politis maupun sosial karena pergerakan mahasiswa Islam selalu terlibat situasi politik dua kota tersebut.

(29)

D. TUJUAN PENELITIAN

Kajian sejarah ini berusaha mengisi historiografi sejarah politik gerakan mahasiswa dengan menyelidiki komparasi pergerakan Jakarta dan Yogyakarta. Sartono Kartodirdjo mengungkapkan proses politik sebagai kompleksitas hubungan antara ideologi dan otoritas, ideologi dan mobilisasi, solidaritas dan loyalitas, dan antara pemimpin dan pengikut. Sesuai dengan tesis Sartono bahwasanya dengan mengamati proses politik maka akan terlihat pola-pola kecenderungan gerakan baik itu di tingkat lokal maupun nasional.8

Dari penyelidikan pergerakan ini maka terdapat pola pergerakan secara struktur lokal maupun nasional secara narasi-historis sekaligus mampu mengamati sinkronisasi norma Keislaman dengan realita pergerakan mahasiswa Islam.

E. TINJAUAN PUSTAKA

Pada tahap petunjuk awal kajian ini perlu digunakan buku patokan secara faktual yang mengupas Gerakan Mahasiswa Islam yakni disertasi Yudi Latif yang berjudul “Inteligensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Inteligensia Muslim Abad Ke-20”. Konsep genealogi

8

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: Gramedia, 1992), hlm. 47.

(30)

yang ditawarkan Yudi Latif memberikan identifikasi turun-menurun secara silsilah tentang kaderisasi intelektual muslim. Buku ini berusaha menggambarkan transmisi kaderisasi intelektual muslim melalui sebab-sebab kemunculan dan dinamika organisasi mahasiswa Islam. Seperti Lafran Pane mengapa mendirikan HMI. Yudi Latif dalam buku ini memaparkan dengan jelas bahwa terjadi inisiatif reformasi pendidikan dari akar rumput ( educational reform from grass root ) yang mempunyai nilai-nilai Keislaman, Kemodernan, dan Kebangsaan. Akan tetapi, buku ini mempunyai beberapa kekurangan yakni terlalu kaku dengan teori Foucault yang menyatakan bahwa genealogi merupakan pengamatan sejarah dalam kepedulian era sekarang . Dan buku ini sangat ilmiah-historis namun fakta sejarah yang akan dikutip didalamnya sangat tumpang tindih dengan teori-teori sosiologi yang ditawarkan Yudi Latif sehingga pembaca awam akan sangat sulit membedakan dimana fakta sejarah dan mana pernyataan teori sosial. Meskipun tidak mengkaji pola pergerakan tetapi disertasi ini memberikan perbandingan yang berarti bagi kajian ini.

(31)

menduduki pemerintahan di Indonesia. Akan tetapi, pada wilayah struktur Islam yakni antara elit hingga akar rumput sedang gencar melakukan diskursus pembaharuan Islam kemudian disertai dengan pergerakannya.

(32)

Moeis, Hosein Djajadiningrat, dan Natsir. Hal inilah menurut Deliar Noer bahwa setiap gerakan Islam modernis mempunyai keterikatan dan jaringan tersendiri meskipun mempunyai pandangan dan orientasi yang berbeda terhadap Islam dan Kenegaraan.

Ketiga adalah catatan Soe Hok Gie yang menceritakan dinamisasi pergerakan mahasiswa pada umumnya. Dari catatan ini sedikit banyak menyinggung tentang HMI dan PMII yang selalu bersaing dengan GMNI, PMKRI, CGMI, dan GMKI. Catatan Gie telah disunting dan diterbitkan oleh LP3ES pada tahun 1983. Gie sebagai aktivis Gerakan Mahasiswa Sosialis ( Gemsos ) mempunyai artikulasi kemanusiaan dan politik melihat kondisi sosial-politiknya. Ia pun menulis dalam catatan hariannya selama dua belas tahun dari tahun 1957 hingga tahun 1969. Betapa tidak, bahwa kehidupan aktivis gerakan mahasiswa Islam maupun Sekuler telah tergambar secara jelas dalam catatan ini.

(33)

usia muda. Oleh karena itu, catatan harian Gie ini sebagai pembanding fakta dan perspektif catatan harian Wahib. Gie menceritakan kronologi pergerakan mahasiswa di Jakarta sedangkan Wahib melakukan reaktualisasi pemikiran Islam di Yogyakarta. Walaupun kedua catatan harian yang ditulis aktivis ini, isi tulisannya bukan tentang deskripsi orde baru namun gejala dan pola umumnya menggambarkan tentang pola pergerakan mahasiswa. Apalagi kedua penulis ini sebenarnya aktif pada tahap transisi pergeseran kekuasaan yakni dari Demokrasi Terpimpin menuju ke Orde Baru.

(34)

F. METODE & SUMBER

Menurut sejarawan Kuntowijoyo, proses penelitian sejarah memiliki lima tahap yang dimulai dari pemilihan topik, pengumpulan data sebagai sumber primer maupun sekunder, seleksi sumber berupa kritik data dan kredibilitas sumber. Kemudian dilengkapi interpretasi dalam bentuk penulisan yang diatur secara kronologis.9 Oleh karena itu, fakta yang diseleksi dalam narasi sejarah ini adalah fakta sosial atau fakta kegiatan sosial politik maupun sosial-kemahasiswaan namun mereka terlingkupi oleh kegiatan rutinitas yang dipengaruhi ideologi Islam atau situasi dua kota Jakarta dan Yogyakarta masa Orde Baru. Burke menyatakan bahwa fase kegiatan rutinitas dalam gerakan sosial ( social movement ) memberikan gambaran penting sejauh apa pergerakan itu dapat bertahan, berubah, atau berkembang.10

Demikian dengan perbandingan situasi dua kota di Jawa yakni antara Jakarta dengan Yogyakarta yang secara spesifik memiliki

9

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2005) hlm.90.

(35)

kekhasan dan muatan modernisasi sehingga mempengaruhi gaya hidup para penggiat gerakan mahasiswa Islam. Dalam hal ini akan masuk pada unit sejarah perbandingan. Mengenai sejarah perbandingan ( comparative history ), Sartono Kartodirdjo menekankan bahwa perlu mengamati perbandingan berdasarkan pola, struktur, dan tendensi tertentu.11

Mengenai modernisasi, Sartono memberikan beberapa aspek teoritis yakni mulai dari tesis Weber yang menyatakan perubahan suatu komunitas dari tradisionalitas menuju rasionalitas.12 Kemudian perubahan itu akan mengalami institusionalisasi. Tesis Parsons juga menyatakan terdapat perubahan orientasi yakni dari orientasi kolektivitas berubah menjadi orientasi kepada diri sendiri. Lalu dari partikularitas menuju universalitas. Dari orientasi askriptif menuju orientasi kekaryaan atau prestasi.

Dalam penelitian sejarah ini, penulis menggunakan metode sejarah kritis. Yakni dengan menemukan dan membaca dokumen-dokumen sebagai sumber secara heuristik.13 Dokumen-dokumen

11 Sartono Kartodirdjo, op. cit., hlm.78. 12 Ibid., hlm.164.

(36)

yang dimaksud adalah suratkabar, bulletin gerakan mahasiswa, foto, poster dan brosur kegiatan, artikel opini, dan laporan-laporan umum. Dengan pembacaan kritik eksternal untuk menyeleksi masalah otentisitas sumber.14 Kemudian sumber-sumber itu didapat dari Perpustakaan Daerah Yogyakarta, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Ampera Raya, Perpustakaan Nasional Salemba, Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( PDII LIPI ) kawasan Gatot Subroto Jakarta, Jogja Library Center kawasan Malioboro Yogyakarta beserta dokumen-dokumen pribadi mantan aktivis gerakan mahasiswa Islam. Tahap selanjutnya prosedur kritik internal untuk seleksi masalah kredibilitas fakta sejarah.15

Metode kedua adalah sejarah lisan atau oral history dengan teknik wawancara. Wawancara dilakukan dengan mantan aktivis dan penggiat gerakan mahasiswa Islam. Dengan metode ini diharapkan mengerti karakter pergerakan sosial yang berbeda sesuai dengan situasi masyarakat, kebudayaan, kepribadian, dan watak yang

14 Louis Goottschalk, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Susanto (Yogyakarta: UI-Press,1986), hlm.80.

(37)

diwawancarai.16 Hoopes juga menyatakan bahwa sejarah lisan dapat memberikan hasil yang penting dalam sejarah sosial.

Ketiga studi pustaka sumber sekunder adalah buku-buku penelitian sejarah yang relevan bagi subjek penelitian ini. Hal ini sebagai penunjang baik dalam hal fakta maupun analisis. Goottschalk juga menyarankan bahwa sumber sekunder hanya untuk menjelaskan dan mendukung latarbelakang yang sesuai dengan fakta sejaman terutama tentang eksplorasi subjeknya. Sumber-sumber sekunder dapat ditemukan di Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya dan Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada.

G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Urutan penulisan ini disusun sebagai berikut. Bab. I merupakan bab pendahuluan yang menjelaskan latar belakang dan motivasi dari penelitian ini. Disusul dengan ruang lingkup dan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode dan sumber, dan sistematika pembahasan. Dalam bab pendahuluan ini dijelaskan tentang prosedur, metode, dan subjek penelitian.

(38)

Pada bab. II, menarasikan latar belakang berdirinya HMI, PMII, dan IMM. Pada bab III, menceritakan pergerakan mahasiswa Islam menjelang Orde Baru sebagai pintu masuk menuju Orde Baru. Pada bab IV, menarasikan pergerakan mahasiswa Islam di kota Jakarta. Pada bab V, menarasikan pergerakan mahasiswa Islam di Kota Yogyakarta.

(39)

BAB II

Kondisi Lingkungan Metropolitan Jakarta Dan Kosmopolitan Yogyakarta Sepanjang Orde Baru

A. Nuansa Metropolit Jakarta

Sejak kemerdekaan 1945 Jakarta dideklarasikan sebagai

ibukota Republik Indonesia meskipun di bulan Oktober 1945 status

ibukota dipindah ke Yogyakarta untuk sementara karena situasi

politik peperangan. Pada aspek sejarah politik, Jakarta sejak era

kolonial menjadi ibukota koloni Hindia Belanda dengan nama

Batavia. Karena posisinya yang strategis selain sebagai pelabuhan

maupun kota metropolis-perdagangan. Oleh karena itu, Jakarta

sebagai ibukota republik diresmikan sebagai Daerah Khusus Ibukota

( DKI ).

Jakarta terletak di ujung barat daya Pulau Jawa berbatasan

bagian Utara dengan Laut Jawa. Wilayah administrasi Daerah

Khusus Ibukota ( DKI ) Jakarta berbatasan dengan Propinsi Jawa

Barat bagian Barat, Timur, dan Selatan. Jakarta secara astronomis

(40)

Timur ( BT ).1 Kemudian iklim di Jakarta cenderung berudara panas dengan suhu udara rata-rata 27 .

Menurut dokumentasi Peraturan Pemerintah ( PP ) No. 45

tahun 1974, DKI Jakarta telah mempunyai luas lahan 63.700 ha.

Dengan luas wilayah keseluruhan berkisar 650,40 kilometer persegi.

Lalu dibagi menjadi lima administrasi wilayah kota yaitu : Jakarta

Pusat ( 54, 89 km ), Jakarta Barat ( 131, 41 km ), Jakarta Utara (

136, 96 km ), Jakarta Timur ( 182, 01 km ), dan Jakarta Selatan

( 145, 13 km ).2 Kondisi tanah di Jakarta termasuk dataran rendah

dengan ukuran kerendahan 0-7 meter dibawah permukaan air laut.

Karena permukaan tanah di Jakarta lebih rendah daripada air laut

maka ketika musim hujan selalu tergenang air. Kondisi curah hujan

di Jakarta mempunyai pola rata-rata yang terendah pada bulan

Agustus berkisar 22,7 mm sedangkan pola yang tertinggi pada bulan

Februari yaitu 399,8 mm dengan kelembapan udara rata-rata 76 %.

Aspek kependudukan Jakarta terutama yang beragama Islam

telah tercatat di sensus 1971 dengan usia-usia mahasiswa antara

20-29 tahun telah berjumlah 347994 orang dari jumlah keseluruhan

1 Ensiklopedia Nusantara, Profil Propinsi RI : DKI Jakarta , ( Jakarta : Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara,1993), hlm. 33.

(41)

421117 penduduk.3 Kemudian yang berusia antara 30-39 tahun telah berjumlah 269695 orang dari total keseluruhan 318335

penduduk.4

Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia mempunyai

ketertarikan ( interest ) bagi rakyat Indonesia yakni dengan tujuh

elemen berikut. Elemen lingkaran pertama Jakarta adalah pusat

pemerintahan RI meliputi : Kantor dan Istana Negara, Sekretariat

Negara, Departemen dan Kementerian Negara, Lembaga Negara,

Badan Negara, dan Komisi Negara. Disertai oleh Parlemen Negara dan

Institusi Militer Negara.

Elemen lingkaran kedua Jakarta adalah pusat bisnis meliputi

perusahaan nasional, swasta maupun perusahaan asing yang

masing-masing mempunyai kantor dan gedung di Jakarta. Lalu

layanan Perbankan, Asuransi, Gedung Pertemuan, Perhotelan dan

Penginapan menjadi fasilitas utama dalam proses transaksi bisnis.

Dalam proyek Indonesianisasi, Pemerintah Orde Baru membentuk

3 Badan Pusat Statistik, “ Sensus Penduduk D.K.I Jakarta

Raya Tahun 1971”, Seri No. 09. Hlm 3-8.

4 Ibid.

(42)

fasilitas Bursa Efek Jakarta ( Jakarta Stock Exchange ) yang telah

berdiri pada tahun 1977.5

Dengan begitu Jakarta menjadi kota yang membutuhkan

pegawai maupun karyawan. Maka muncul kebutuhan kepemilikan

tempat tinggal dengan elemen lingkaran ketiga adalah pemukiman,

perumahan dinas maupun swasta hingga properti kelas menengah

keatas. Karena hidup berkeluarga dan untuk membina pendidikan

bagi anak-anak maka muncul kebutuhan jenjang pendidikan formal.

Muncul dengan elemen lingkaran keempat Jakarta adalah pusat

institusi pendidikan yang dikelola oleh Negara maupun Swasta.

Maka pada tahap pendidikan tinggi terdapat dua perguruan

tinggi Jakarta yang paling berpengaruh dalam gerakan mahasiswa

Islam yaitu Universitas Indonesia ( Universiteit Indonesia ) yang

diresmikan pada tahun 1950.6 Lokasi kampus-kampus UI mulai dari

Salemba, Rawamangun, Pegangsaan, hingga Depok. Kemudian

Akademi Dinas Ilmu Agama ( ADIA ) yang berubah resmi menjadi

Institut Agama Islam Negeri ( Al-Jami’ah Al-Islamiyah Al-Hukumiyah )

5 Robert Cribb, Audrey Kahin (eds.), Historical Dictionary of

Indonesia (Maryland: Scarecrow Press, 2004), hlm. 401.

6 www.ui.ac.id/id/profile/page/sejarah, 8 Februari 2013, 20 : 32.

(43)

Syarif Hidayatullah Ciputat pada tanggal 24 Agustus 1960.7 Secara orisinalitas pendidikan tinggi merupakan konsep Barat yang

diperkenalkan pada abad 19.8 Maka tidak heran kegiatan mahasiswa

era Demokrasi Parlementer berupa kegiatan sosial seperti piknik,

olahraga, seni musik, pers mahasiswa, dan kelompok studi.

Elemen lingkaran kelima Jakarta adalah pusat perdagangan

dan perbelanjaan yang meliputi : pasar tradisional maupun modern (

mall ). Kemudian elemen kelima adalah sarana jasa transportasi

umum dan transportasi pribadi yang membutuhkan pembangunan

infrastruktur jalan-jalan raya, tol, jembatan sungai maupun

jembatan gantung ( flyover ). Fasilitas publik yang lebih megah

seperti bandara internasional Cengkareng, stasiun kereta Jatinegara

dan Pasar Senen, terminal bus Lebak Bulus dan Kampung

Rambutan.

Elemen lingkaran keenam adalah sarana hiburan dan rekreasi

umum ( entertainment ) seperti Gedung Bioskop Kramat, Kebun

Binatang Ragunan, Mall Sarinah, kawasan pertokoan, kafe, bioskop,

7 www.uinjkt.ac.id/index.php/tentang-uin.html, 8 Februari

2013, 20:42.

8 Burhan Magenda, “ Gerakan Mahasiswa dan Hubungannya

dengan Sistem Politik : Suatu Tinjauan “ Farchan Bulkin (ed). Analisa

Kekuatan Politik Di Indonesia ( Jakarta: Seri Prisma-LP3ES, 1988 )

(44)

dan kedai kopi di bilangan Menteng Huis hingga lokalisasi seperti

Binaria. Dengan begitu akses warga Jakarta menjadi lebih lancar jika

menghasilkan pendapatan yang standar apalagi diatas rata-rata.

Elemen lingkaran ketujuh adalah industri-industri nasional

maupun asing yang mulai berdiri di Jakarta maupun kota-kota

satelitnya ( sub-urban towns ) seperti : Depok, Tangerang, Bekasi,

Bogor hingga melebar menuju Karawang dan Subang. Interkoneksi

antar kota seperti ini membutuhkan pembangunan jalan raya. Antara

tahun 1967 hingga 1977 telah disebut lingkaran Jabotabek.9 Mulai

dari Bogor telah dirintis pembangunan jalan tol jurusan

Jakarta-Bogor-Ciawi ( Jagorawi ).10 Dari jurusan tol Jagorawi tersebut

menghubungkan pemukiman elit mulai dari arah Jakarta Selatan

seperti Kebayoran Baru.

Elemen-elemen tersebut menjadi lingkungan ( milieu ) bagi

gerakan mahasiswa Islam di Jakarta hingga mempengaruhi gaya

hidup gerakan mahasiswa Islam.

9 Robert Cribb, Audrey Kahin (eds.), op.cit, hlm. 202.

10 Ibid.

(45)

B. Nuansa Kosmopolit Yogyakarta

Yogyakarta berasal dari wilayah pecahan kerajaan Mataram

Islam tahun 1755 yang telah dibagi dua yaitu Kasultanan Yogyakarta

dan Kasunanan Surakarta.11 Nama asli kota ini adalah

Ngayogyakarto Hadiningrat. Hamengkubuwono merupakan identitas

pemimpin bagi Kasultanan kerajaan ini. Kemudian disisi sebelah

Barat terdapat wilayah Adikarto yang merupakan teritori Kadipaten

Pakualaman tepatnya di Kabupaten Kulonprogo. Kadipaten ini

dipimpin oleh adipati Pakualaman secara silsilah.

Semenjak rentangan tahun 1887, 1921, dan tahun 1940 status

administrasi pemerintahan Yogyakarta merupakan pemerintahan

Swapraja yang mempunyai hukum kontrak dengan Gubernur

Jenderal Van Heutz ( 1851-1924 ) yang dalam versi administrasi

Hindia Belanda bernama Vorstenlanden termasuk Kasunanan

Surakarta. Lalu era administrasi pendudukan Jepang, Yogyakarta

diberi kedudukan sebagai Kochi.

Karena prakarsa Sultan Hamengkubuwono IX atas

perpindahan ibukota republik kepada Yogyakarta pada tanggal 4

Januari 1946. Perihal ini disebabkan daerah Jakarta dinilai tidak

aman dan Perdana Menteri Syahrir mendapat ancaman akan

(46)

dibunuh. Perpindahan Jakarta menuju Yogyakarta menyebabkan

kota ini menjadi basis republik dengan anggota aparatur Negara yang

berpindah telah berjumlah hampir 50.000 orang.12

Karena peranan Sultan Hamengkubuwono IX dalam

memperjuangkan kemerdekaan republik dengan Yogyakarta pernah

menjadi ibukota sementara di tahun 1945. Maka sejak tahun 1946

Yogyakarta dihormati sebagai propinsi Daerah Istimewa ( Special

Territory ).13 Pengukuhan dan peresmiannya dinyatakan pada

Undang-Undang No. 22 tahun 1948 dan undang-undang no.3 tahun

1950.14

Dengan wewenang keistimewaan tersebut Sultan Yogyakarta

dan adipati Pakualaman ditetapkan berhak memiliki dua jabatan.

Pertama, jabatan simbol kultural sebagai derajat kemaharajaan

Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman.

12 Selain itu peranan Sultan Hamengkubuwono IX adalah

melakukan restrukturisasi birokrasi Kasultanan hingga menghapus jabatan patih yang dinilai ganda. Kemudian melakukan deklarasi maklumat 5 September 1945, 30 Oktober 1945, dan nomor 18 tahun 1946. Lihat selengkapnya dalam Julianto Ibrahim, Harlem Siahaan, Waluyo, “ Swapraja dan Revolusi : Proses Pengukuhan Yogyakarta Sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta Pada Masa Revolusi ( 1945-1950 ) “. Laporan Penelitian Universitas Gadjah Mada. 2003. hlm. 78.

13 Robert Cribb & Audrey Kahin (eds.), op. cit.

(47)

Kedua, jabatan administrasi publik dengan Sultan Yogyakarta

sebagai gubernur dan adipati Pakualaman sebagai wakil gubernur

propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ( DIY ).

Yogyakarta secara geografis terletak di tengah pulau Jawa

bagian selatan. Bentuk teknis Yogyakarta dalam perspektif pemetaan

( mapping ) mirip dengan bentuk segitiga dengan puncak Gunung

Merapi ( 2.911 M ) pada bagian Utara. Dibawahnya terdapat wisata

Pesanggrahan Kaliurang sebagai tempat rekreasi yang sering

digunakan berbagai organisasi termasuk HMI, PMII, dan IMM.

Menurut pakar geografi Soewadi, Propinsi Yogyakarta merupakan

fluvio-vulkanik-foot plain dari Gunung Merapi lalu mengalir

sungai-sungai seperti Gadjah Wong di Timur, Code di Tengah, dan Winongo

di Barat. Dan sebelah selatan Yogyakarta merupakan pegunungan

plateu yang membujur ke arah Timur-Barat hingga terhenti dengan

adanya patahan di Pantai Parangtritis.15 Pantai ini juga menjadi

wisata rekreasi alam atau tadabbur ‘alam bagi gerakan mahasiswa

Islam.

Kemudian batas-batas wilayah administrasi Daerah Istimewa

Yogyakarta ( DIY ). Dari bagian Tenggara dan Timur Laut berbatasan

15 Soewadi, Kota Yogyakarta, Sekarang dan Dimasa Datang (

Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM,1979), hlm.15.

(48)

dengan Wonogiri dan Klaten. Lalu bagian Barat Laut dan Barat

berbatasan dengan Magelang dan Purworejo. Dan bagian Selatan

berbatasan dengan Laut Selatan atau Samudera Indonesia.

Yogyakarta secara astronomis terletak antara 7 53’- 8 Lintang

Selatan ( LS ) dan 110 5’- 110 48’ Bujur Timur ( BT ).16

Jumlah keseluruhan wilayah administrasi DIY 3.185, 81 Km

. Oleh karena itu, Yogyakarta telah terbagi menjadi beberapa daerah

meliputi satu Kotamadya dan empat Kabupaten dengan luas wilayah

masing-masing sebagai berikut : Kotamadya Yogyakarta seluas 32,50

Km dengan 14 Kecamatan, Kabupaten Sleman seluas 574,82

Km dengan 17 Kecamatan, Kabupaten Bantul seluas 506,85

Km dengan 17 Kecamatan, Kabupaten Kulon Progo seluas 586,28

Km dengan 12 Kecamatan, dan Kabupaten Gunung Kidul 1485,36

Km dengan 13 Kecamatan.17

Yogyakarta secara perekonomian sosial mempunyai potensi

perkebunan terutama tanaman tebu dan tembakau. Lalu diikuti

industri agribisnis seperti pabrik gula ( P. G ) salah satunya P.G.

16 Kantor Pusat Data Propinsi DIY, “ Monografi DIY Tahun

1979 ”, 1981. hlm. 3.

(49)

Madukismo dan pabrik cerutu Tarumartani. Kemudian kerajinan

tangan ( handycraft ) seperti di daerah Manding, kerajinan perak (

silvercraft ) seperti di daerah Kotagedhe, industri maupun pedagang

busana batik seperti di daerah Gondomanan maupun Ngasem. Arena

perbelanjaan di kawasan Malioboro. Dan salah satu tempat kuliner

masakan tradisional yaitu gudeg di daerah Wijilan.

Yogyakarta terkenal sebagai kota pendidikan dan pergerakan

kader bangsa karena mempunyai institusi pendidikan modern

bumiputera dari swadaya masyarakat. Perintisan itu dimulai oleh

Muhammadiyah ( 1912 ) dan Taman Siswa ( 1922 ).18 Dengan begitu,

Yogyakarta secara tidak langsung menjadi kota kosmopolit yang perlu

memiliki perguruan tinggi sebagai tahap pengembangan

pembangunan bangsa.19 Maksud dari kosmopolit tersebut

menunjukkan partikularitas dalam Islam dengan tujuan universal

berpadu dengan nuansa pusat nilai dan institusi Jawa seperti

keraton Yogyakarta. Proses masyarakat kota ini saling berpadu

sehingga mengundang etnik lain untuk bersama-sama menuntut

ilmu.

18 Bambang Purwanto, Djoko Suryo, Soegijanto Padmo (eds.),

Dari Revolusi ke Reformasi : 50 Tahun Universitas Gadjah Mada (

Yogyakarta: Pusat Studi Pariwisata UGM, 1999), hlm. 1.

(50)

Pasca kemerdekaan, tahapan itu tercapai dengan berdirinya

Universitas Gadjah Mada ( UGM ) pada tanggal 17 Februari 1946.20

Lalu menyusul perubahan resmi Sekolah Tinggi Islam ( STI ) menjadi

Universitas Islam Indonesia ( UII ) pada tanggal 4 Juni 1948.21

Kemudian pada tanggal 9 Mei 1960 telah diresmikan Institut Agama

Islam Negeri ( Al-Jami’ah Al-Islamiyah Al-Hukumiyah ) Sunan Kalijaga

Yogyakarta.22 Dan yang terakhir Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (

IKIP ) Yogyakarta diresmikan pada tanggal 21 Mei 1964.23 Keempat

perguruan tinggi tersebut menjadi basis epistemik pergerakan

mahasiswa Islam di Yogyakarta.

Beranjak pada aspek kependudukan usia-usia mahasiswa

muslim di Yogyakarta dengan sensus tahun 1971 yang mencatat

bahwa usia-usia 20 hingga 29 tahun berjumlah 30059 orang dari

keseluruhan 37729 penduduk dan usia 30 hingga 39 tahun

berjumlah 18085 orang dari keseluruhan 21495 penduduk.24 Hal

20 Ibid, hlm 10.

21 www.uii.ac.id/universitas/rectors.html , 8 Februari 2013,

20:23.

22 www.uin-suka.ac.id/page/1 , 8 Februari 2013, 20:24.

23 www.uny.ac.id/profil/sejarah-uny , 8 Februari 2013, 20:17.

24 Badan Pusat Statistik, “ Sensus Penduduk D.I.Jogyakarta

(51)

tersebut pada sensus lingkup perkotaan. Sedangkan sensus pada

lingkup pedesaan berjumlah 9927 orang dari keseluruhan 105876

penduduk antara usia 20 hingga 29 tahun.25 Kemudian yang berusia

antara 30 sampai 39 tahun berjumlah 126851 orang dari

keseluruhan 132756 penduduk.26

C. Latar Belakang Pendirian Tiga Organisasi Mahasiswa Islam Sepanjang dua puluh dua tahun lamanya dari Kemerdekaan

Republik Indonesia tahun 1945 hingga masa Demokrasi Terpimpin

tahun 1966 pergerakan organisasi mahasiswa telah berdiri dan

mengalami dinamika pergerakan tersendiri. Dalam mengawal

Republik yang masih muda telah terjadi pertentangan antar

strukturasi kekuasaan. Pergerakan mahasiswa masing-masing

mengalami hambatan masing-masing dari sebuah penyelenggaraan

demokrasi. Pada masa Demokrasi Terpimpin, Partai Politik ( Parpol )

merupakan proseduralisasi untuk merebut basis massa. Lalu secara

otomatis telah tercipta organisasi-organisasi sayap ( onderbouw )

yang mempunyai landasan ideologi. Seperti : PNI dengan GMNI, PKI

(52)

dengan CGMI, PSI dengan Gemsos, dan HMI dengan Masjumi.27 Konstruksi semacam ini sengaja diciptakan untuk mempertahankan

basis massa pada segmentasi kemahasiswaan dan yang kedua untuk

kaderisasi atau pendidikan politik akar rumput.

I. Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam

Pertemuan empat belas mahasiswa Sekolah Tinggi Islam ( STI ) di

Yogyakarta seperti Lafran Pane, Kamoto Zarkasji, Dahlan Husein,

Suwali, Jusdi Ghazali, Mansjur, M. Anwar, Hasan Basri, Marwan,

Zulkarnaen, Tajeb Razak, Toha Mashudi, dan dua mahasiswi yakni

Bidron Hadi dan Maisaroh Hilal. Diantara mereka yang paling

menonjol adalah Lafran Pane yang mempunyai gagasan untuk

mendirikan HMI. Lalu Lafran Pane juga bertemu dengan

pengajar-pengajar STI mereka yang merupakan cendekiawan Islam modernis

seperti Kahar Muzakkir, Mohammad Rasjidi, Fathurrahman Kafrawi,

Kasman Singodimedjo, dan Prawoto Mangkusasmito.

27 Dijelaskan bahwa masing-masing gerakan mahasiswa

(53)

Para tokoh-tokoh muslim tadi menurut tipologi Deliar Noer

merupakan corak kaum muda yang modernis lebih mengutamakan

pembaharuan dalam paradigmatika Islam daripada mempertahankan

tradisi.28 Maka tentu saja lebih rasional dan material dalam proses pembangunan agama Islam dengan diktum “ Merujuk kembali ke

Al-Quran dan As-Sunnah“.29 Dalam contoh tipologinya telah disebutkan

berbagai perkumpulan ulama Minangkabau dan organisasi

masyarakat Islam seperti Muhammadiyah dan Persatuan Islam.

Maka ini menurun kepada HMI, dari semua orang-orang yang

berkecimpung dalam pendirian HMI. Mereka mempunyai hubungan

kultural secara pemikiran Islam dengan Muhammadiyah entah

mereka dapat dari organisasi maupun pendidikan Muhammadiyah.

Bahkan seperti Maisaroh Hilal merupakan aktivis Aisyiyah yang

28 Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia ( Jakarta: LP3ES,1996), hlm. 7.

29 Islam Modernis secara aliran pemikiran bersumber

orisinalitas wahyu yang diturunkan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Prinsip modernisme dalam Islam adalah orisinalitas akidah dan integrasi ilmu dan agama dalam bidang pendidikan masyarakat Islam. Para pelopornya di Arab, Mesir, dan India antara lain : Moh. Abdul Wahhab, Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Sir

Mohammad Iqbal. Lihat dalam Gibb, H.A.R. Aliran-Aliran Modern

Dalam Islam Terj. Machnun Husein( Jakarta: Rajawali Pers,1991)

(54)

merupakan organisasi otonom Muhammadiyah. Maka tidak heran

dalam perjalanan HMI telah banyak alumni-alumninya kembali ke

persyarikatan Muhammadiyah menjadi pengurus atau anggota.

Seperti Lukman Harun, Amien Rais, Hadiroh Ahmad, Wasilah

Sutrisno, Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, Susilaningsih

Kuntowidjojo, Dawam Rahardjo, dan lain sebagainya. Kenyataan ini

diperkuat dengan Yogyakarta sebagai basis pergerakan Islam

modernis. Yakni antara lain seperti Muhammadiyah dan HMI. Hal ini

juga diperkuat dengan pernyataan Said Tuhuleley bahwasanya

secara pemikiran Islam, HMI sama dengan Muhammadiyah.30

Dalam bidang politik Islam, HMI juga juga mempunyai

hubungan kultural dengan Masjumi seperti Mohammad Natsir,

Wachid Hasjim, Anwar Tjokroaminoto, Wondoamiseno, dan Mas

Mansur. Akan tetapi dalam pernyataan organisasi HMI sama sekali

tidak ada perjanjian formal dengan Masyumi. Meskipun

alumni-alumninya telah banyak yang meneruskan di Masyumi seperti

Mintaredja yang merupakan mantan aktivis HMI Fakultas Hukum

UGM.

30 Wawancara Said Tuhuleley, 2 Oktober 2012, Pkl 19:15 WIB.

Di kediamannya Komplek Pesantren Mahasiswa Budi Mulia, Perumahan Banteng 3, Sleman Yogyakarta.

(55)

Para alumni-alumni HMI setuju dengan cita-cita Masyumi

maka HMI telah dianggap oleh publik sebagai underbow dari

Masyumi dan memang kala itu Masyumi menjadi satu-satunya partai

umat Islam Indonesia. Hal itu tertera pada Kongres Umat Islam

perdana di Madrasah Mu’allimin Yogyakarta pada tahun 1945. Maka

HMI secara otomatis terdapat keterikatan politik Islam bersama

Masyumi meskipun secara formal tidak diakui oleh Pengurus Besar

HMI terutama Dahlan Ranuwihardjo yang dekat dengan Soekarno.31

Hal ini menyangkut posisional HMI yang selalu dijaga relatif-netral

pada elit kekuasaan nasional maupun tingkat masyarakat sehingga

mampu merekrut anggota mahasiswa muslim baik dari kalangan

modernis maupun tradisionalis.32 Dan dalam Majalah Media 1955,

HMI mempunyai komitmen selalu memelihara hubungan dengan

partai-partai Islam dimanapun juga, meskipun dengan syarat tidak

terikat dan tidak dipengaruhi dan tentu saja mempunyai hak

31 Yudi Latif, Inteligensia Muslim : Genealogi Inteligensia Muslim

Indonesia Abad Ke-20 (Bandung: Mizan,2005), hlm. 426.

(56)

pandangan sendiri.33 Bahkan menurut pengakuan Ahmad Muhsin, HMI sebagai intervensor Partai-Partai Islam.34

Pasca menerima saran dalam beberapa diskusinya, Lafran Pane

bersama tokoh-tokoh muslim pada bulan Nopember tahun 1946

mengumpulkan dan mengundang para mahasiswa muslim di tiga

kampus Yogyakarta. Yakni Sekolah Tinggi Islam, Balai Perguruan

Tinggi Indonesia Gadjah Mada, dan Sekolah Tinggi Teknik.

Konsolidasi tersebut untuk menyampaikan gagasan dan prakarsa

berdirinya HMI. Kemudian disusul pada tanggal 5 Februari 1947,

Pane mengambil jam kuliah Tafsir yang diisi almarhum ulama Husein

Yahya untuk mendirikan HMI. Sebagian yang dikumpulkan berasal

dari kalangan aktivis Persyarikatan Mahasiswa Yogyakarta ( PMY )

dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia ( GPII ). Akan tetapi pada

penyampaian gagasan awal Pane yang disuarakan GPII telah ditolak

Masyumi karena Pane dianggap asing dan belum dikenal oleh

khalayak publik Islam.

33 Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. “ Sedjarah

Ringkas H.M.I “ Media edisi Djakarta, Pebruari 1955. hlm. 43.

34 Wawancara Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, 24 Oktober

2012, Pkl 16:35 WIB. Di Kauman Gondomanan, Kompleks Masjid Besar, Alun-Alun Utara, Yogyakarta.

(57)

Maka pada tanggal 5 Februari 1947 HMI didirikan dan pada

bulan November segera melaksanakan Kongres pertamanya dengan

kesimpulan bahwa Islam dan Nasionalisme adalah tidak berlawanan

tetapi beriringan sehingga dibutuhkan orientasi perjuangan Islam

dan nasionalisme yang inklusif. Apalagi sebelumnya umat Islam telah

terjajah oleh politik Hindia Belanda maka tidak boleh ada alternatif

lain kecuali melawan dan mempertahankan dalam kerangka

nasionalisme dengan tujuan Keislaman.35 Pada tanggal 30 November

1947 telah dilaksanakan Kongres Pertama HMI Yogyakarta. Dengan

formatur kepengurusan dan anggota pertama sebagai berikut :

1. H.S. Mintaredja Sebagai Ketua langsung ditugaskan di

Jakarta berasal dari mahasiswa UGM

2. Ahmad Tirtosudiro Sebagai Wakil Ketua langsung

ditugaskan di Jakarta berasal dari mahasiswa UGM

3. Usuludin Hutagalung ( Jakarta ) sebagai Anggota

4. M. Sanusi ( Jakarta ) Sebagai Bendahara

5. Amin Syahri ( Yogyakarta ) Sebagai Anggota

6. Anton Timur Jailani ( Jakarta ) Sebagai Anggota

35 Wawancara Agussalim Sitompul, 12 September 2012, Pkl

(58)

7. Tejaningsih ( Jakarta ) Sebagai Anggota

8. Siti Baroroh Baried ( Yogyakarta ) Sebagai Anggota

9. Usep Ranuwihardja ( Jakarta ) Sebagai Anggota

Pada seminar sejarah HMI pada tanggal 27 hingga 30

Nopember 1975 yang dirapatkan oleh mantan pimpinan senior HMI

seperti Dahlan Ranuwihardjo, Agussalim Sitompul, Malik Fadjar,

Husein Anuz, dan Malik Mubin.36 Mereka mampu membawa

beberapa kesimpulan bahwasanya latar-belakang pendirian HMI

disebabkan beberapa peristiwa.

Pertama, Persyarikatan Mahasiswa Yogyakarta ( PMY ) tidak

memperhatikan kepentingan mahasiswa yang beragama Islam. Yakni

tidak pernah menyelenggarakan ceramah-ceramah keagamaan.

Kemudian tidak memikirkan kebutuhan beribadah sholat maghrib

dari pukul 16.30 hingga 20.30 di Balai Perguruan Tinggi Gadjah

Mada.37 Akan tetapi, PMY tetap menjadi embrio pendirian HMI

karena berhasil mengumpulkan mahasiswa Islam. Dan PMY telah

diketahui oleh para mahasiswa muslim merupakan sayap organisasi

dari Partai Sosialis Islam ( PSI ), dibentuknya PMY hanya sekadar

36 Agussalim Sitompul, Pemikiran HMI dan Relevansinya

Dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia ( Jakarta: Intergrita

Press,1986), hlm. 11.

(59)

merupakan strategi kepentingan politik PSI untuk menguasai

mahasiswa muslim.38 Kedua, menurut pernyataan Agussalim

Sitompul adalah penjajahan ekonomi-politik Belanda terhadap kaum

muslimin sehingga terdapat antithesis dakwah Islam bagi pembawa

misionaris dan zending. Kemudian pengaruh sekularistik yang

tumbuh di tengah-tengah perguruan tinggi Indonesia. Lalu

tertutupnya proses ijtihad keislaman di tengah kaum muslimin. Dan

yang terakhir Sarekat Dagang Islam, Muhammadijah, dan Persatoean

Oemat Islam secara politis tergabung dalam kepartaian unitaristik.39 Pada Kongres HMI selanjutnya di Bogor. Telah menetapkan

beberapa kelompok pemegang penting berdirinya HMI yakni :

1. Lafran Pane sebagai Pemrakarsa

2. Para pendiri dan penyebar HMI di wilayah Indonesia Barat :

Lafran Pane ( Yogyakarta ), Karnoto Zarkasyi ( Desa Jambu,

Ambarawa ), Dahlan Husein ( Palembang ), Maisaroh Hilal (

cucu Ahmad Dahlan dari putrinya Aisyah Hilal kemudian

ikut suaminya di Singapura ). Suwali ( Jember ), Yusdi

Ghozali ( Semarang ), Mansyur Siti Zainab ( Adik Dahlan

Husein ), M. Anwar ( Malang ), Hasan Basri ( Surakarta ),

38 Ibid. hlm. 12.

(60)

Zulkarnaen ( Semarang ), Tajeb Razak ( Jakarta ), Toha

Mashudi ( Malang ), Bidron Hadi ( Kauman, Yogyakarta ),

dan pencatat sejarah HMI Anton Timur ( Jakarta ).

Konsep dan gerakan himpunisasi sebagai HMI mendapatkan

respon yang bagus dalam militansi Keislaman. Dengan tujuan

islamisasi para mahasiswa dibingkai Kemodernan ide-ide Islam

beserta institusi-institusinya.40 Dengan konsepsi himpunisasi Islam tersebut menurut Dahlan Ranuwihardjo dengan mudah HMI dapat

membina para mahasiswa yang berlatar-belakang modernis maupun

tradisionalis seperti warga Muhammadiyah, Persis ( modernis ) dan

NU ( tradisionalis ). Namun orientasi modernisitas dalam Islam tetap

menjadi orientasi utama dalam paradigma gerakan HMI. Kemudian

konsep himpunisasi Islam diturunkan melalui lembaga-lembaga

pengembangan mahasiswa Islam. Beberapa lembaga turunan HMI

yang tersohor dan berpengaruh seperti : Lembaga Dakwah

Mahasiswa Islam ( LDMI ), Lembaga Pers Mahasiswa Islam ( LAPMI ),

dan Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam ( LSBMI ).

Berdasarkan terbitan Majalah Media yang dicetak oleh HMI

pada tahun 1955. Beralamat di Jalan Tidar Yogyakarta. Pada awal

40 Yudi Latif, Inteligensia Muslim : Genealogi Inteligensia Muslim

(61)

pendiriannya, aktivis HMI selalu melakukan usaha-usaha

penyebaran HMI. Dengan menyelenggarakan ceramah-ceramah HMI

dengan pembicara-pembicara yang tersohor sehingga menjadi

populer dengan pertimbangan subjek materinya. Disamping itu

mengadakan malam kesenian yang membuat khalayak ramai

kalangan mahasiswa.

Dari proses agenda-agenda tersebut telah terbentuk Pengurus

Besar pertama HMI yang berkedudukan di Yogyakarta. Dibentuk

berdasarkan Kongres Pertama pada bulan Desember tahun 1947.41

Dari peletakan dasar tersebut, pada tahap itu HMI langsung mampu

membuat Cabang di Klaten dan Solo. Maka semakin semaraklah

nama HMI di kalangan mahasiswa Yogyakarta, Klaten dan Solo. Dan

tentu saja mempunyai kantor sekretariat yang mentereng dan

mempunyai bibliotik yang menerbitkan majalah dengan nama

“Kriterium”.

Didalam Majalah Media HMI tahun 1955 terdapat catatan

sejarah ringkas HMI yang menyatakan bahwa pandangan aktivis HMI

sangat tidak setuju dengan ajaran Komunis. Karena menurut

anggapan mereka adalah menafikan Tuhan maka dari itu

41 Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. “ Sedjarah

Ringkas H.M.I “ Media edisi Djakarta, Pebruari 1955. hlm. 41.

(62)

bertentangan dengan prinsip Islam yang bertuhan secara tunggal.

Oleh karena itu, dalam misi perpolitikan nasional awal HMI adalah

memecah kekuatan Front Demokrasi Rakjat ( FDR ) dan

menjatuhkan kabinet Amir Sjafrudin yang mempunyai latar belakang

komunis.42 Lalu HMI juga mendesak Hatta untuk membentuk

kabinet presidensial. Maka dalam Kongres Pemuda, HMI menjadi

rival politik Pemuda Sosialis Indonesia ( Pesindo ) yang merupakan

organisasi sayap Sosialis-Komunis.43

Ulasan majalah ini begitu bangga dengan seniornya yakni

saudara Ahmad W.K. yang menjadi Ketua HMI . Dan turut memimpin

penumpasan pemberontakan Komunis pada bulan September tahun

1947 melalui Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia ( PPMI )

42 Pada saat itu Partai Komunis Indonesia ( PKI ) telah

dipimpin oleh kalangan tua yang berorientasi internasional ortodoks. Yang berlatar belakang aktivis Komunis tahun 1920an yang bebas tahanan. Salah satunya adalah Amir Syarifuddin yang menjabat sebagai menteri pertahanan dan para pengikutnya membentuk gerakan pemuda bawah tanah yang diberi nama Pemuda Sosialis Indonesia ( Pesindo ). Amir juga membentuk polisi militer sebagai kekuatan militer yang selalu setia kepadanya. Lihat dalam Ricklefs,

M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 ( Jakarta: Serambi,2004),

hlm. 445.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui (1) perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model

Android 5.0 Lollipop for Samsung Galaxy S5 is currently available for users in However, Samsung has released the Note 4 user manual for the updated rich (3),cara update get rich

Subjek studi kasus pertama pada hari 1 pemberian terapi pasien mengatakan skala nyeri 4, tetapi setelah 3 hari subjek studi kasus mengalami penurunan nyeri dengan

dilakukan penyapihan siklosporin dan steroid yang dipantau selama 1-2 tahun dengan hasil 2 pasien tetap dalam keadaan remisi, 2 pasien mengalami relaps 1 kali tetapi responsif

Persediaan minimum di dalam gudang yang harus dimiliki oleh perusahaan sebesar 7,04 ton kemudian perusahaan harus melakukan pemesanan kembali pada saat persediaan di dalam

Sangat rendahnya dukungan keluarga inti terlihat implisitnya dukungan keluarga inti pada faktor eksternal prokrastinasi akademik, tidak disebutkan secara

Jadi kurang efektifnya pemberian antibakteri alami (sidawayah) pada konsentrasi yang berbeda, secara peredaman, dapat disebabkan oleh ada- nya penetrasi obat ke dalam tubuh dan

Semangat awal dari pengawasan pemilu yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat bersama organisasi pemantau pemilu dan peserta pemilu, menjadi ambigu dengan dilembagakannya