• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Program Pengelolaan Diabetes Mellitus

2.2.2. Pelatihan Jasmani

Kegiatan fisik pada diabetes (tipe 1 ataupun 2) akan mengurangi risiko kejadian kardiovaskular dan meningkatkan harapan hidup. Kegiatan fisik akan meningkatkan rasa nyaman, baik secara fisik, psikis maupun social dan tampak sehat. Kemajuan teknologi agak bersebrangan dengan anjuran untuk melakukan

kegiatan fisik, karena akan membuat seseorang kurang bergiat. Mengingat hal ini, maka harus dibuat suatu kegiatan fisik yang terencana dengan baik dan teratur bagi diabetes (Yunir & Soebardi, 2009).

Prinsip latihan jasmani bagi diabetisi, persis sama dengan prinsip latihan jasmani secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti: frekuensi, intensitas, durasi dan jenis.

1. Frekuensi : jumlah olah raga perminggu sebaiknya dilakukan teratur 3-5 kali 2. Intensitas : ringan dan sedang yaitu 60-70% MHR ( Maximun Heart Rate ) 3. Time : 30-60 menit

4. Tipe/Jenis : Olahraga endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda (Yunir & Soebardi, 2009).

Tabel 2.3. Aktivitas Fisik Sehari-hari Aktivitas Fisik

Kurangi Aktivitas Hidari aktivitas sedenter

Misalnya, menonton televise, menggunakan internet, main game komputer

Persering Aktivitas

Mengikuti olahraga rekreasi dan beraktivitas fisik tinggi pada waktu liburan

Misalnya, jalan cepat, golf, olah otot, bersepeda, sepak bola

Aktivitas Harian

Kebiasaan bergaya hidup sehat

Misalnya, berjalan kaki ke pasar (tidak menggunakan mobil), menggunakan tangga (tidak menggunakan lift), menemui rekan kerja (tidak hanya melalui telepon internal), jalan dari tempat parkir

Sumber: PERKENI, 2011

2.2.3. Edukasi

Edukasi kepada pasien dan keluarganya bertujuan dengan memberikan pemahaman mengenai perjalanan penyakit, pencegahan, penyulit, dan penatalaksanaan DM, akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan

15

keluarga dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan. Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus (PERKENI, 2011).

2.2.4. Pengobatan

Resistensi insulin merupakan dasar dari diabetes tipe 2, dan kegagalan sel

β mulai terjadi sebelum berkembangnya diabetes yaitu dengan terjadinya ketidakseimbangan antara resistensi insulin dan sekresi insulin. Fungsi sel β

menurun sebesar kira-kira 20% pada saat terjadi intoleransi glukosa. Dengan demikian jelas bahwa pendekatan pengobatan diabetes tipe 2 harus memperbaiki resistensi insulin dan memperbaiki fungsi sel β (Arifin, 2011).

Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan, yaitu: 1. Obat hipoglikemik oral

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:

a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion c. Penghambat glukoneogenesis (metformin)

d. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa. e. DPP-IV inhibitor

2. Suntikan a. Insulin

b. Agonis GLP-1/incretin mimetic

Ada obat yang bekerja mempengaruhi produksi glukosa di hepar, ada yang berpengaruh pada ambilan glukosa di otot. Ada obat yang bekerja terhadap

hiperglikemia pada keadaan puasa dan ada yang bekerja pada hiperglikemia postprandial. Penting juga diperhatikan efek samping dan interaksi masing-masing obat. Keuntungan dari pemakaian obat kombinasi adalah kita memberi obat dengan mekanisme kerja yang berbeda, yang bersifat potensiasi (seperti diketahui patofisiologi DM tipe 2 adalah kompleks; efek samping dari masing-masing obat akan berkurang karena dosis obat yang diberikan lebih kecil. Disamping pengobatan yang bertujuan mengendalikan glukosa darah, pada pasien DM tipe 2 perlu juga diperhatikan koreksi berbagai faktor risiko penyakit pembuluh darah yang sering terjadi pada resistensi insulin, hiperinsulinemia dan diabetes mellitus tipe 2 misalnya pengobatan hipertensi, koreksi dislipidemia dan sebagainya (Arifin, 2011).

2.3. PROLANIS (Program Pengelolaan Penyakit Kronis)

PROLANIS adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien (PROLANIS, 2010).

Prolanis adalah sebuah program manajemen penyakit kronis yang merupakan bagian dari Askes. Program dimulai pada 2010 dan berfokus pada manajemen mandiri diabetes. Ini merupakan bagian dari layanan konsultasi dan pemeriksaan bulanan dari rumah sakit ke Pusat Kesehatan yang memberikan manfaat kepada pasien dari segi waktu tunggu yang lebih rendah secara signifikan dan lebih banyak waktu untuk berkonsultasi dan memberikan pendidikan kepada pasien. Ini adalah perubahan positif bagi mereka yang diasuransikan oleh Askes tetapi menimbulkan pertanyaan adanya ketidakadilan akses terhadap informasi dan pendidikan bagi mereka tidak diasuransikan oleh Askes (Soewondo, Ferrario and Tahapary, 2013).

Pelayanan yang diberikan oleh Prolanis seperti pelayanan obat untuk penyakit diabetes pasien selama satu bulan, mengingatkan jadwal konsultasi dan

17

pengambilan obat, memberi informasi dan pengetahuan tentang penyakit diabetes secara teratur dan terstruktur pemantauan status kesehatan secara intensif serta adanya kegiatan kunjungan rumah (home visit)bagi peserta (PROLANIS, 2010).

Kunjungan rumah diberlakukan untuk pemberian informasi/edukasi kesehatan diri dan lingkungan bagi peserta PROLANIS dan keluarga. Sehingga pengobatan terhadap pasien dapat terus dijalankan jika pasien tidak dapat hadir pada waktu yang telah ditentukan untuk penanganan penyakitnya

Dokter akan memantau kepatuhan pasien terhadap program pengelolaan penyakit kronis ini untuk mengetahui apakah pasien benar-benar melakukan apa yang direncanakan. Komitmen peserta dalam mengikuti Prolanis juga merupakan hal yang sangat penting. Peserta diharapkan mengikuti segala ketentuan pengobatan yang telah direncanakan, karena jika tidak ada komitmen dari pasien maka program ini akan gagal.

Dengan adanya Prolanis, target peningkatan status kesehatan,pengetahuan, kemampuan, dan kesadaran peserta dalam rangka pemeliharaan kesehatan secara mandiri dapat terwujud secara maksimal. Target ini juga didasarkan pada panduan klinis yang berlaku. Indikator keberhasilan program ini adalah terwujudnya Profil Kesehatan Peserta melalui pemantauan berkesinambungan terhadap peserta.

BAB 1 PENDAHULUAN

Dokumen terkait