• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelembagaan Komisi Yudisial di Indonesia

BAB III KOMISI YUDISIAL DALAM REFORMASI PERADILAN DI INDONESIA

C. Pelembagaan Komisi Yudisial di Indonesia

Komisi Yudisial adalah lembaga tinggi negara yang sama posisinya dengan lembaga tinggi negara yang lain. Bersamaan dengan amandemen UUD 1945 sebagai genealogi kemunculan Mahkamah Konstitusi, maka Komisi Yudisial juga merupakan lembaga yang dilahirkan dari reformasi lembaga hukum di negeri ini.94

92

Ahsin Thohari, Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, (Jakarta: ELSAM-Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 2004), Cet. Pertama, hlm.147-148.

93

Titik Triwulan Tutik, Eksistensi, Kedudukan dan Wewenang Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007), Cet. Pertama, hlm. 80.

94

Fajlurrahman Jurdi, Komisi Yudisial dari Delegitimasi hingga Revitalisasi Moral Hakim, (Jakarta: PUKAP, 2007), Cet. Pertama, hlm. 137.

Sebagai lembaga tinggi negara, Komisi Yudisial mendapatkan tugas dan kewenangannya dalam UUD dan dituangkan/dijabarkan lebih lanjut dalam UU No. 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial.95

Kekuasaan kehakiman bukan suatu lembaga yang dapat menuntaskan segala persoalan yang menyangkut kekuasaan kehakiman. Beberapa aspek yang sering menjadi persoalan didalam kekuasaan kehakiman adalah menyangkut pengangkatan, promosi, mutasi, pemberhentian, dan tindakan atau hukuman terhadap hakim.beberapa aspek tersebut sering tidak terkelola dengan baik, sehingga mempunyai pengaruh yang besar terhadap kinerja kekuasaan kehakiman secara keseluruhan. Persoalan semakin menjadi pelik apabila aspek- aspek tersebut menyangkut hakim agung. Hal ini dikaitkan denga kenyataan bahwa jabatan hakim agung adalah jabatan yang sangat strategis, sehingga beberapa kepentingan sering ingin memanfaatkannya.96

Perubahan UUD 1945 memang telah mengubah sistem kekuasaan kehakiman dengan menempatkan MA dan MK sebagai puncak system kekuasaan kehakiman di Indonesia. Lalu dimana posisi KY yang dinobatkan sebagai lembaga Negara yang mandiri dan bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lain? Kehadiran berbagai state auxiliary institutions

(lembaga Negara bantu) telah menandai transisi demokrasi. Saat ini sudah lebih dari 20-an lembaga Negara bantu terbentuk. Jumlah ini di masa depan diprediksi akan semakin bertambah. Pembentukan lembaga bantu itu dilakukan menurut dasar hukum yang berbeda. Ada yang didasarkan UUD 1945, antara lain Komisi Yudisial dan Komisi Pemilihan Umum, dan ada pula bedasarkan undang-undang, antara lain Komisi Penyiaran Indonesia dan Badan

95

Fajlurrahman Jurdi, Komisi Yudisial dari Delegitimasi hingga Revitalisasi Moral Hakim, (Jakarta: PUKAP, 2007), Cet. Pertama, hlm. 137.

96

Ahsin Thohari, Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, (Jakarta: ELSAM-Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 2004), Cet. Pertama, hlm. 157-158.

Perlindungan Konsumen, maupun berdasarkan Keppres, antara lain Komisi Ombutsman Nasional.97

Keberadaan lembaga Komisi Yudisial dalam sistem kelembagaan Negara Republik Indonesia merupakan lembaga Negara (constitusional organ) karena kewenangan Komisi Yudisial diberikan langsung oleh UUD. Menurut Pasal 24B Ayat (4) menyatakan bahwa

“Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan Undang-undang”.98 Dalam struktur kelembagaannya, Komisi Yudisial adalah dewan yang terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua yang merangkap anggota, dan tujuh orang anggota. Keanggotaannya terdiri dari 7 (tujuh) orang yang berkedudukan sebagai pejabat Negara. Keanggotaan KY tersebut terdiri atas unsure mantan hakim, praktisi hukum, akademisi, dan anggota masyarakat. Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh anggota Komisi Yudisial. Mereka diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR, untuk masa jabatan 5 tahun dan setelahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan untuk setiap lowongan keanggotaan KY, oleh DPR diusulkan 3 orang.99

Pasal 27 UU Komisi Yudisial, menetukan bahwa untuk dapat menjadi anggota KY harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) Warga Negara Indonesia, (2) bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (3) berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 68 (enam puluh delapan) tahun, (4) mempunyai pengalaman dibidang hukum paling singkat

97

Titik Triwulan Tutik, Eksistensi, Kedudukan dan Wewenang Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007), Cet. Pertama, hlm. 105-106.

98

Titik Triwulan Tutik, Eksistensi, Kedudukan dan Wewenang Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007), Cet. Pertama, hlm. 109.

99

Titik Triwulan Tutik, Eksistensi, Kedudukan dan Wewenang Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007), Cet. Pertama, hlm. 109.

15 (lima belas) tahun, (5) memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, (6) sehat jasmani dan rohani, (7) tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan, dan (8) melaporkan daftar kekayaan.100

Selain persyaratan tersebut juga melakukan pendaftaran dan administrasi serta seleksi kualitas dan integritas calon anggota KY oleh panitia seleksi yang dibentuk Presiden. Agar anggota Komisi Yudisial menjalankan fungsinya secara jujur dan bai, maka anggota Komisi Yudisial dilarang merangkap menjadi: (1) pejabat Negara atau penyelenggara Negara menurut peraturan perundang-undangan, (2) hakim, (3) advokat, (4) notaries dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), (5) pengusaha, pengurus, atau karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau badan usaha swasta, (6) pegawai negeri, atau (7) pengurus partai politik.101

Proses pemberhentian dengan hormat keanggotaan Komisi Yudisial dari jabatannya dilakukan Presiden atas usul Komisi Yudisial apabila: (1) meninggal dunia, (2) permintaan sendiri, (3) sakit jasmani atau rohani terus menerus, atau (4) berakhir masa jabatannya. Sedangkan pemberhentian tidak dengan hormat keanggotaan Komisi Yudisial dari jabatannya dilakukan oleh Presiden dengan persetujuan DPR, atas usul Komisi Yudisial karena: (1) melanggar sumpah jabatan, (2) dijatuhi hukuman pidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, (3) melakukan perbuatan tercela, (4) terus-menerus melalaikan

100

Titik Triwulan Tutik, Eksistensi, Kedudukan dan Wewenang Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007), Cet. Pertama, hlm. 109- 110.

101

Titik Triwulan Tutik, Eksistensi, Kedudukan dan Wewenang Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007), Cet. Pertama, hlm. 110.

kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya, atau (5) melanggar larangan rangkap jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.102

Pengaturan mengenai pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial merupakan hal penting, setidaknya karena dua alasan. Pertama, Komisi Yudisial memiliki fungsi yang membutuhkan kualitas anggota yang baik, terutama integritas yang kokoh. Hal ini disebabkan untuk dapat melakukan pengawasan dan rekruitmen Hakim Agung dengan baik, anggota Komisi Yudisial harus mempunyai kualitas dan integritas yang tidak meragukan. Kedua, konstitusi menyatakan bahwa Komisi Yudisial bersifat mandiri. Agar dapat mandiri setidaknya pihak yang memiliki kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan adalah pihak yang dapat menjamin kemandirian tersebut. Persyaratan dan pemberhentian diatur secara ketat dan mekanisme untuk mengangkat dan memberhentikannya dilakukan dengan memenuhi prinsip transparansi, partisipasi, akuntabilitasi, dan sebagainya.103

Perekrutan hakim, khususnya hakim agung, akan selalu mengundang pemegang kekuasaan politik ikut serta di dalamnya. Kekuasaan eksekutif – dalam hal ini Presiden – dan kekuasaan legislatif – dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) – selalu berlomba- lomba untuk ikut terlibat di dalam perekrutan hakim agung agar dapat mendudukkan orang- orang yang dikehendaki sebagai hakim agung yang dapat memperjuangkan kepentingan- kepentingannya di kemudian hari. Oleh karena itu, untuk menghindarkan kekuasaan

102

Titik Triwulan Tutik, Eksistensi, Kedudukan dan Wewenang Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007), Cet. Pertama, hlm. 110-111.

103

Sirajuddin dan Zulkarnain, Komisi Yudisial dan Eksaminasi Publik Menuju Peradilan yang Bersih dan Berwibawa, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), Cet. Pertama, hlm. 95.

kehakiman dari beberapa persoalan tersebut, berbagai lembaga pernah mewacanakannya kepada publik di Indonesia.104

1. Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH)

Perlunya suatu lembaga khusus yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman sesungguhnya bukan merupakan gagasan yang benar-benar baru di Indonesia. Pada tahun 1968, ketika dilaksanakan pembahasan Rancangan Undang- Undang (RUU) tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, sempat diusulkan pembentukan lembaga yang diberi nama Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH). Majelis ini mempunyai fungsi untuk memberikan pertimbangan dan mengambil keputusan terakhir mengenai saran-saran atau usul-usul yang berkaitan dengan pengangkatan, promosi, mutasi, pemberhentian, dan tindakan atau hukuman jabatan hakim, yang diajukan baik oleh Mahkamah Agung maupun Departemen Kehakiman. Akan tetapi, gagasan tersebut tidak menjadi kenyataan, karena setelah disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, rumusan MPPH tidak muncul dalam satu pasal pun.105

2. Dewan Kehormatan Hakim (DKH)

Gagasan untuk membentuk lembaga khusus yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman tidak pernah padam. Gagasan kembali muncul dan kali ini memperoleh akomodasi yang cukup dan memberikan harapan ketika Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman disahkan. Dalam Penjelasan

104

Ahsin Thohari, Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, (Jakarta: ELSAM-Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 2004), Cet. Pertama, hlm. 158.

105

Ahsin Thohari, Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, (Jakarta: ELSAM-Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 2004), Cet. Pertama, hlm. 158-159.

Umum Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 dinyatakan sebagai berikut: “Untuk meningkatkan check and balance terhadap lembaga peradilan antara lain perlu diusahakan agar putusan-putusan pengadilan dapat diketahui secara terbuka dan transparan oleh masyarakat dan dibentuk Dewan Kehormatan Hakim yang berwenang mengawasi perilaku hakim, memberikan rekomendasi mengenai perekrutan, promosi dan mutasi hakim serta menyusun kode etik (code of conduct) bagi para hakim”.106

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 berisi beberapa ketentuan yang sangat progresif apabila dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelumnya. Undang-undang ini sebenarnya merupakan bagian dari kesadaran bahwa persoalan pembinaan lembaga peradilan yang selama ini dilakukan oleh eksekutif dianggap memberi peluang bagi kekuasaan (eksekutif) melakukan intervensi ke dalam proses peradilan serta berkembangnya kolusi dan praktik-praktik negatif dalam proses peradilan.107

Susunan kelembagaan baru Komisi Yudisial terbagi menjadi dua bagian. Pertama, unsur Anggota Komisi Yudisial yang berjumlah tujuh orang yaitu Ketua (Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H.), Wakil Ketua (H. Imam Anshori Saleh, S.H., M.Hum.), Ketua Bidang Rekrutmen Hakim (Dr. Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M.H.), Ketua Bidang Pengawas Hakim dan Investigasi (Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si.), Ketua Bidang Pencegahan dan Pelayanan Masyarakat (H. Abbas Said, S.H., M.H.), Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Penelitian, dan Pengembangan (Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum.), dan Ketua Hubungan Antar Lembaga (Dr. Ibrahim, S.H., LL.M.). Anggota Komisi Yudisial dipilih oleh DPR melalui mekanisme panitia seleksi yang dibentuk oleh Pemerintah terlebih dahulu. Kedua,

106

Ahsin Thohari, Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, (Jakarta: ELSAM-Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 2004), Cet. Pertama, hlm. 159.

107

Ahsin Thohari, Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, (Jakarta: ELSAM-Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 2004), Cet. Pertama, hlm. 159-160.

unsur Sekretariat Jenderal. Hal ini sesuai dengan Pasal 11 UU No. 22 Tahun 2004 dikatakan bahwa: (1) Komisi Yudisial dibantu oleh Sekretariat Jenderal yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal, (2) Sekretaris Jederal dijabat oleh pejabat pegawai negeri sipil. Adapun tugas Sekretaris Jenderal sebagaimana Pasal 12 adalah memberikan dukungan teknis administrative kepada Komisi Yudisial. Dalam menjalankan tugasnya, Sekretaris Jenderal sebagai eleson I dibantu oleh lima orang eleson II dan pejabat lain.108

Dokumen terkait