• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ilmu pengetahuan yang dipelajari tidak terlepas dari konsep.Ilmu pengetahuan terdiri dari banyak konsep yang terus dikembangkan untuk kepentingan manusia.Ketika belajar tentang ilmu pengetahuan, secara tidak langsung yang dipelajari adalah sebuah konsep.Konsep tersebut kemudian berkembang sejalan dengan tingkat pendidikan.Setiap konsep berhubungan dengan konsep lainnya, misalnya konsep percepatan yang konstan terdapat dalam konsep gerak lurus berubah beraturan.Dalam mempelajari hubungan antara dua konsep biasanya terjadi salah tafsiran. Menurut Van de Breg (1991), seringkali para pelajar hanya menghafalkan definisi konsep tanpa memperhatikan hubungan antara konsep dengan konsep-konsep lainnya. Dengan demikian konsep baru tidak masuk jaringan konsep yang telah ada dalam kepala siswa, tetapi konsep tersebut berdiri sendiri tanpa hubungan Mikonsepsi (Paul, 2005) adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh para ahli.Beberapa peneliti lebih suka mengunakan istilah konsep alternatif, karena dengan istilah itu menunjukan keaktifan dan peran siswa mengontruksikan pengetahuan mereka.Selain itu, konsep yang dianggap salah tersebut dalam banyak hal dapat membantu dalam memecahkan persoalan hidup mereka.Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu, misalnya siswa berpendapat bahwa pada saat seseorang mendorong mobil dan mobil belum

bergerak. Kemudian konsep ini diasumsikan tidak ada gaya yang bekerja pada mobil tersebut. Konsep ini merupakan konsep yang salah meskipun mobil tidak bergerak, tetapi pada mobil bekerja gaya dorong yang terjadi akibat dorongan orang tersebut.

Dengan konsep lainnya, maka konsep tersebut tidak bisa digunakan dan tidak ada artinya sehingga miskonsepsipun terjadi ketika konsep tersebut tetap dipertahankan.

C. Miskonsepsi

Miskonsepsi terdapat dalam semua bidang sains, seperti fisika, kimia, biologi dan bumi antariksa.Dalam bidang fisika, semua sub bidang juga mengalami miskonsepsi seperti mekanika, termodinamika, bunyi dan gelombang, optika, listrik dan magnet, dan fisika modern.Miskonsepsi ada yang mudah dibetulkan, tetapi ada yang sangat sulit, terlebih bila konsep itu memang berguna dalam kehidupan yang nyata.Miskonsepsi terjadi di semua jejang pendidikan, dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi, bahkan juga terjadi pada guru atau dosen.

Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan naif. Novak (1984), mendefenisikan miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak diterima. Brown (1989;1992), menjelaskan

miskonsepsi sebagai suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang sekarang diterima. Feldsine (1987), menemukan miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan hubungan tidak benar antara konsep-konsep. Hanya Fowler (1987), menjelaskan dengan rinci arti miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, pengunaan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar. Pengertian-pengertian miskonsep dari ahli-ahli tersebut dikutip dari Paul Suparno (2005).

Miskonsepsi sendiri terbentuk karena adanya konsep yang salah dipahami, atau salah diartikan.Van Den Berg (1991) menjelaskan perkembangan konsep menurut psikologi kognitif, para ahli menyatakan bahwa manusia tidak lahir dengan kepala kosong seperti tape kaset yang dapat diisi, tetapi bahwa waktu lahir pun bayi sudah punya isi otak yang memungkinkan untuk belajar dari lingkungan. Bayi tidak belajar secara pasif dengan menyerap stimulus (informasi) apa saja dari lingkungannya, tetapi otaknya sudah selektif dengan memilih informasi apa yang masuk dan dengan mencari hubungan antara unsur-unsur yang berlainan. Rupanya ada struktur otak yang sejak semula sudah mengatur lalu lintas informasi didalamnya dan lalu lintas informasi dengan dunia luar.Struktur itupun tidak tetap, tetapi berkembang dengan pengalaman dan umur.Sekitar 70 tahun Piaget sudah mulai menerangkan konsep kognitif tersebut dengan istilah dari biologi, yaitu asimilasi (assimilation) dan akomodasi (accommodation).Dengan asimilasi informasi yang masuk otak jadi diubah

sampai cocok dengan struktur otak sendiri, misalnya seorang anak kecil sudah mengenal konsep kucing sebagai sesuatu yang bergerak dengan 4 kaki dan ekor. Jika anak tersebut melihat seekor kucing, tidak usah setiap kucing diberi nama sendiri. Ciri-ciri umum kucing diperhatikan sedangkan cirri-ciri khas setiap individu kucing diabaikan.Pengamatan disesuaikan dengan struktur konsep kucing dalam otak. Dengan proses asimalasi lalu lintas informasi dalam otak bisa lebih efesien. Tetapi asimilasi dapat menyebabkan kekeliruan, misalnya kalau anak kecil tadi melihat seekor anjing dan berkata kepada ibunya “itu kucing.” Hasil pengamatan jadi diubah dan disesuaikan dengan konsep yang sudah ada.

Akomodasi (accommodation) adalah bahwa struktur otak sendiri menyesuaikan dengan hasil pengamatan, misalnya pada suatu saat anak kecil akan membedakan antara kucing dan anjing. Struktur otak berubah sampai ada dua konsep, jika kucing dan anjing dibedakan berdasarkan cirinya.Sebelum terjadi perubahan konsep anak tersebut mungkin melihat perbedaan kucing dan anjing dengan matanya sendiri, tetapi tidak menyadari bahwa pengamatan tentang perbedaan tersebut tidak masuk ke otak.

Sejak lahir manusia sudah berpengalaman dengan peristiwa fisika.Anak kecil melihat gerak ataupun membuat gerakan dengan melemparkan permainannya.Anak mengamati air yg mengalir, hujan yang jatuh.Anak merasakan berat benda, anak menjajaki lingkungannya secara aktif termasuk peristiwa-peristiwa fisika. Otakpun terus-menerus berkembang melalui proses

asimilasi dan akomodasi, dengan isi otak semula dan perkembangannya sejak lahir dalam otak manusia “prakonsepsi” (preconception) atau sejenis “teori anak” mengenai peristiwa-peristiwa fisika.

Banyak peneliti menemukan bahwa siswa telah mempunyai miskonsepsi atau konsep alternatif sebelum mereka memperoleh pelajaran formal. Menurut Clement (1987), dalam Suparno (2005), jenis miskonsepsi yang terjadi adalah, bukan pengertian yang sama selama proses belajar mengajar, tetapi suatu konsep awal (prakonsepsi) yang dibawa siswa ke kelas formal. Dari sini tampak pengalaman siswa dengan konsep-konsep itu sebelum pembelajaran formal dikelas, sangat mewarnai miskonsepsi yang dipunyai.Hal ini juga berarti, siswa sebenarnya sejak awal, bahkan sejak kecil, sudah mengkontruksi konsep-konsep lewat pengalaman hidup mereka.Semenjak kecil, siswa sudah belajar untuk mengetahui sesuatu, bukan hanya sejak sekolah formal.

Menurut banyak peneliti (Suparno, 2005), miskonsepsi ternyata terdapat dalam semua bidang sains, seperti fisika (Comins, 1987; Gilbert dkk., 1982; Mohapatra, 1998), biologi (Marek dkk., 1994), kimia (Pendley dan Brets, 1994), dan astronomi (Comins, 1993 dalam Wandersee, Mintzes, dan Novak, 1994). Miskonsepsi dalam fisika pun meliputi banyak subbidang seperti mekanika, termodinamika, optika, bunyi, dan gelombang, listrik dan magnet, dan fisika modern.Dari pengalaman miskonsepsi sulit dibenahi atau dibetulkan terlebih bila miskonsepsi itu dapat membantu memecahkan persoalan tertentu. Misalnya,

kesalahan mengerti massa dengan berat, agak sulit dipecahkan karena pengertian yang salah tersebut berguna dalam kehidupan sehari-hari. Miskonsepsi itu juga tidak hilang dengan metode mengajar klasik, yaitu ceramah (Clements, 1987), maka mereka menganjurkan untuk menggunakan cara mengajar baru, yang lebih menantang pengertian siswa, menimbulkan keraguan dalam pikirannya, dan kebingungan terhadap konsep awal yang dipegangnya. Beberapa ahli menyarankan menggunakan peristiwa anomali, yaitu peristiwa yang bertentangan dengan konsep yang dibawa siswa.

Miskonsepsi juga menghinggapi semua level siswa, mulai dari siswa sekolah dasar sampai dengan mahasiswa (Gill-Perez, 1990; Brown, 1989).Bahkan, dari beberapa penelitian, miskonsepsi banyak terjadi pada guru-guru, sehingga menyebabkan miskonsepsi pada siswa lebih besar.Miskonsepsi juga terdapat pada buku fisika yang dijual di pasaran. Akibatnya, baik guru dan siswa yang menggunakan buku itu akan mengalami miskonsepsi juga. Oleh sebab itu, pembetulan miskonsepsi perlu dilakukan di semua level dan sasaran tersebut. Inilah tantangan dunia pendidikan fisika.

Dokumen terkait