• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PARA PIHAK TERHADAP

G. Pertanggungjawaban Para Pihak dan Keadaan Overmacht

1. Tentang Pemahaman Overmacht

Secara mendasar pemahaman overmacht dapat dicermati dari Pasal 1244 Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang menyatakan demikian :

Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk padanya.

dan Pasal 1245 Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang di dalamnya menyatakan:

Tidak ada penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang menjadi kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.

Terhadap kedua pasal tersebut maka dapat diindentifikasi beberapa hal pokok mengenaiovermachtadalah sebagai berikut :

(i) Adanya suatu peristiwa yang tak diduga-duga; (ii) Adanya suatu keadaan yang memaksa;

(iii) Debitur terhalang memenuhi prestasi oleh sebab peristiwa dan keadaan tersebut;

(iv) Debitur harus mampu membuktikannya;

yang oleh Subekti mengenai pokok-pokok dalam definisi overmacht tersebut ditambahkan dengan kejadian yang tak disengaja dan terhadap kejadian tersebut tak dapat dipertanggung jawabkankepada debitur.261

Mengenai unsur “kejadian yang tak disengaja” dapat pula diartikan bahwa atas terjadinya overmacht tersebut bukan disebabkan oleh adanya kesalahan dari pihak debitur, yakni suatu kesalahan (schuld) yang mengandung tindakan-tindakan yang tidak dilandasi oleh itikad baik maupun tidak bertindak “als een goed huisvader”.262

Untuk selanjutnya perlu untuk diterangkan bahwa yang dimaksudkan dengan “suatu hal atau peristiwa yang tak diduga-duga” adalah termasuk pula suatu keadaan yang tidak dapat diketahui pada waktu perjanjian tersebut dibuat, setidak- tidaknya tidak dipikul resikonya oleh si debitur.263

Selain kedua pasal tersebut di atas, mengenai overmacht juga terkandung dalam Pasal 1444 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berikut ini :

(i) Jika barang tertentu yang menjadi pokok suatu persetujuan musnah, tak dapat diperdagangkan, atau hilang hingga tak diketahui sama sekali apakah barang itu masih ada atau tidak, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang di luar kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya.

(ii) Bahkan meskipun debitur lalai menyerahkan suatu barang, yang sebelumnya tidak ditanggung terhadap kejadian-kejadian yang tak terduga, perikatan tetap hapus jika barang itu akan musnah juga dengan cara yang sama di tangan kreditur, seandainya barang tersebut sudah diserahkan kepadanya. (iii) Debitur diwajibkan membuktikan kejadian tak terduga yang

dikemukakannya.

(iv) Dengan cara bagaimananpun suatu barang hilang atau musnah, orang yang mengambil barang itu sekali-kali tidak bebas dari kewajiban untuk mengganti harga;

dan Pasal 1445 yang di dalamnya mengatur sebagai berikut :

262R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Op. Cit, hlm. 54. 263Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata,Op. Cit, hlm. 99.

Jika barang yang terutang musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang di luar kesalahan debitur, maka debitur, jika ia mempunyai hak atau tuntutan ganti rugi mengenai barang tersebut, diwajibkan memberikan hak dan tuntutan tersebut kepada kreditur.

yang dengan demikian selain hal-hal pokok yang disebutkan di atas, melalui kedua pasal terakhir ini dapat ditambahkan beberapa hal pokok yang menyebabkan terjadinya overmacht yakni, Punahnya benda, Keluar dari perdagangan (buiten de handel), dan Hilangnya barang (verloren gaan der zaak).264

Dengan demikian dapat diformulasikan melalui pokok-pokok pemahaman dibawah ini tentangovermachtyakni sebagai berikut :

(i) Overmacht adalah suatu peristiwa yang tak diduga-duga terjadinya yang menimbulkan keadaan yang memaksa bagi debitur untuk tak memenuhi prestasinya, serta menjadi terhalang ketika akan melaksanakan prestasinya. (ii) Overmachtadalah dapat juga menyangkut suatu peristiwa atau tentang suatu

keadaan yang tidak dapat diketahui dan diprediksikan akan terjadi pada saat perjanjian tersebut dibuat.

(iii)Overmacht adalah dapat terjadi karena adanya kesalahan debitur dalam menunaikan kewajiban dalam perjanjian dengan bertindak tanpa itikad baik dan bertindak tanpa “als een goed huisvader”.

(iv) Overmacht dapat terjadi oleh sebab musnahnya barang pokok perjanjian termasuk karena barang tidak dapat lagi diperdagangkan yang mana terjadi bukan karena kesalahan pihak debitur.

264

(v) Keadaan Overmacht dapat membebaskan debitur dari pertanggung jawaban kegagalan pemenuhan prestasi.

(vi) Keadaan overmacht akan memiliki kekuatan hukum jika debitur mampu membuktikan bahwa peristiwa tersebut sebagai fakta hukum bagi dirinya. Selanjutnya terhadap peristiwa sebagai sumber lahirnya keadaan overmacht menurut Koesoemadi dapat diperinci sebagaimana berikut :265

(i) Peristiwa yang terjadi karena keadaan alam.

Keadaan memaksa yang disebabkan oleh suatu peristiwa alam yang tidak dapat diduga dan dihindari oleh setiap orang karena bersifat alamiah tanpa unsur kesengajaan. Sebagai contoh : banjir, tanah longsor, gempa bumi, badai, gunung meletus, dan sebagainya.

(ii) Peristiwa yang terjadi karena keadaan darurat.

Keadaan memaksa yang ditimbulkan oleh situasi atau kondisi yang tidak wajar, keadaan khusus yang bersifat segera dan berlangsung dengan singkat, tanpa dapat diprediksi sebelumnya. Sebagai contoh : peperangan, blokade militer ataupun ekonomi, pemogokan, epidemi, terorisme, ledakan, kerusuhan massa, termasuk di dalamnya adanya kerusakan suatu alat yang menyebabkan tidak terpenuhinya suatu perikatan.

(iii) Peristiwa yang terjadi karena kebijakan atau peraturan pemerintah.

265 Rahmat SS. Soemadipradja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa : Syarat-

syarat Pembatalan Perjanjian Yang Disebabkan Keadaan Memaksa / Force Majeure, (Jakarta : Penerbit Nasional Legal Reform Program, 2010), hlm. 9.

Keadaan memaksa yang disebabkan oleh suatu keadaan dimana terjadi perubahan kebijakan pemerintah atau hapus atau dikeluarkannya kebijakan yang baru, yang berdampak pada kegiatan yang sedang berlangsung. Sebagai contoh : terbitnya suatu peraturan pemerintah (pusat maupun daerah) yang menyebabkan suatu obyek perjanjian menjadi tak mungkin untuk dilaksanakan.

Terkait dengan perjanjian tentang jual beli bahan bakar minyak, jika seandainya dalam perjanjian jual beli bahan bakar minyak antara PT. Prayasa Indomitra Sarana dengan PT. Buma Niaga Perkasa tidak disepakati mengenai kemungkinan keadaan overmacht, para pihak akan tetap dapat mempergunakan keadaanovermacht tersebut sebagai alasan yang “halal” untuk melepaskan tanggung jawab terhadap kegagalan pemenuhan prestasi sebagaimana hukum memberikan penghargaan yang sama kepada debitur untuk mempertahankan hak-hak kontraktualnya dengan mengajukan eksepsi yang salah satunya sebagaimana diatur dalam Pasal 1244, 1245, 1444 dan Pasal 1445 Kitab Undang Undang Hukum Perdata.266