• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. Pemaknaan Lirik Lagu “Dari Mata Sang Garuda” menurut

dikotomi-dikotomi Saussure

Objek dari penelitian ini adalah lirik lagu “Dari Mata Sang Garuda” yang

secara keseluruhan dapat ‘dibedah’ dengan menggunakan dikotomis Saussure yaitu

pandamgan tentang signifier (penanda) dan signified (petanda); langue (bahasa) dan

parole (ujaran); associative (paradigmatik) dan syntagmatic (sintagmatik); synchronic

dan diachronic (diakronik) ; serta form (bentuk) dan content (isi). Pada lirik lagu ini

akan dimaknai menurut struktur lagunya.

Dalam lirik lagu “Dari Mata Sang Garuda”, kelima bagian dari teori tanda

Ferdinand De Saussure adalah sebagai berikut:

1. Signifiernya (penanda) adalah lirik lagu atau kata-kata yang terdapat dalam

judul lagu “Dari Mata Sang Garuda” mulai dari judul lagu sampai dengan bait

terakhir. Signifiednya (petanda) adalah makna tersembunyi atau konsep yang

ada dalam kata-kata yang digunakan oleh penulis lirik lagu tersebut, sehingga

akan tercipta sebuah pesan yang ingin disampaikan.

2. Languenya (bahasa) adalah keseluruhan unsur-unsur berupa kata dalam

hubungannya satu sama lain yang dimaknai dengan tingkat kebahasaan

sehari-hari. Sedangkan parolenya berupa kalimat-kalimat yang merupakan ekspresi

3. Associative (paradigmatik) dan syntagmatic, sintagmatik adalah kumpulan

tanda yang berurutan dalam lirik lagu “Dari Mata Sang Garuda”. Sintagmatik

ditandai dengan kalimat-kalimat yang dibangun dengan panduan kata-kata

yang terdapat pada lirik lagu ini. Associative atau paradigmatik adalah

terdapatnya kata-kata pada lirik lagu ini yang digunakan untuk memberikan

makna yang memiliki hubungan saling menggantikan, selama tidak merusak

hubungan sintagmatik.

4. Synchronic dan diachronic (diakronik), pendekatan sinkronik mempelajari

keseluruhan arti bahasa yang ada pada lirik lagu “Dari Mata Sang Garuda”

tanpa mempersoalkan waktu. Sedangkan pendekatan diakronik adalah melihat

unsur waktu yaitu masa kini dimana pada lagu “Dari Mata Sang Garuda” ini,

adanya ungkapan yang ditunjukkan pada seorang yang digunakan oleh anak

muda.

5. Form (bentuk) adalah keseluruhan dari isi lirik lagu “Dari Mata Sang Garuda”

yang mempunyai unsure bahasa yang terasa ambigu. Ambiguitas ini

didasarkan pada makna suatu kata. Setiap kata dapat saja mengandunglebih

dari satu makna. Dapat saja sebuah kata mengacu pada sesuatu yang berbeda

sesuai dengan lingkungan pemakainya. Dengan kata lain, sifat konstruksi yang

dapat diberi lebih dari satu tafsiran. Sedangkan content (isi) yang ada dalam

lirik lagu “Dari Mata Sang Garuda” ini mengandung wacana tentang

nasionalisme kebangsaan penulis lagu terhadap bangsa dan negaranya.

1. Judul Lagu

“Dari Mata Sang Garuda”

Pada judul lagu tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian

kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda.

Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat

yang menandakan bahwa dalam penanda “Dari Mata Sang Garuda” merupakan wujud

dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu

sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Dari Mata Sang

Garuda”.

Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada

setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam judul “Dari Mata Sang Garuda”,

yaitu ‘Dari’; ‘Mata’: ‘Sang’; ‘Garuda’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang

menjadi baris judul dari lagu tersebut, yaitu “Dari Mata Sang Garuda”. Pada baris

judul “Dari Mata Sang Garuda” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh

sekumpulan tanda dari kata ‘Dari’; ‘Mata’; ‘Sang’; ‘Garuda’. Sehingga menghasilkan

sebuah baris kalimat “Dari Mata Sang Garuda” yang kemudian menghasilkan sebuah

tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Dari Mata Sang Garuda” tidak akan

menjadi “Dari Mata Sang Garuda” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata

‘Dari’; ‘Mata’; ‘Sang’; ‘Garuda’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda

yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang

membentuk sebuah kalimat.

Pada kalimat Dari Mata Sang Garuda, secara denotasi kata dari mempunyai

arti kata asal. Kata mata mempunyai arti pancaindra yang dipergunakan untuk

melihat. Kata sang adalah sebuah kata yang digunakan untuk menyebut sesuatu yang

diagungkan. Kata garuda mempunyaiarti seekor burung besar sejenis elang berwarna

cokelat yang menjadi lambang atau simbol bangsa Indonesia. Secara konotatif kalimat

Dari Mata Sang Garuda mempunyai makna memandang bangsa Indonesia melalui

bangsa dan sekaligus sebagai alat pemersatu bangsa, karena pada simbol burung

garuda ini terdapat pedoman dan semboyan bangsa Indonesia. Pedoman bangsa

Indonesia adalah Pancasila, sedangkan semboyannya yaitu Bhineka Tunggal Ika yang

artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Di atas perbedaan-perbedaan itu, kita diikat

oleh satu identitas yang sama yaitu identitas sebagai warga negara Indonesia yang

senasib sepenanggungan, yang rela berkorban demi membela bangsa dan negara.

2. Bait Pertama baris ke satu

Coba berdiri di puncak gunung tertinggi

Pada kalimat tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian

menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang

kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda.

Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat

yang menandakan bahwa dalam penandaCoba berdiri dipuncak gunung tertinggi”

merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi

lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Coba berdiri

dipuncak gunung tertinggi”.

Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada

setiap kata yang tersusun dari baris kalimat “Coba berdiri di puncak gunung

tertinggi”, yaitu ‘Coba’; ‘berdiri’; ‘di puncak’; ’gunung’; ‘tertinggi’. Parole-nya

sendiri terletak pada kalimat dari baris tersebut, yaitu “Coba berdiri dipuncak gunung

tertinggi”. Pada baris judul “Coba berdiri dipuncak gunung tertinggi” merupakan baris

kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘Coba’; ‘berdiri’; ‘di puncak’;

‘gunung’; ‘tertinggi’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Coba berdiri di

puncak gunung tertinggi” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat

menjadi “Coba berdiri di puncak gunung tertinggi” tanpa adanya sekumpulan tanda

dari kata-kata ‘Coba’; ‘berdiri’; ‘di puncak’; ‘gunung’; ‘tertinggi’, dan hal tersebut

tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak

adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat.

Secara Denotasi, kalimat Coba berdiri di puncak gunung tertinggi

mempunyai arti, kata coba yang berarti mengajak atau menawarkan untuk melakukan

sesuatu. Kata berdiri mempunyai arti posisi badan dan kaki tegak lurus menginjak

tanah. Kata di puncak berarti awalan di- menyatakan tempat, puncak yang berarti

pucuk yang paling atas. Kata gunung mempunyai arti bukit yang besar dan tinggi.

Secara harfiah, jika sedang berdiri di puncak gunung, maka segala sesuatu yang

berada di bawah gunung itu akan terlihat. Semua yang ada di bawah gunung itu

digambarkan sebagai segala sesuatu yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Secara

Konotatif, kalimat Coba berdiri di puncak gunung tertinggi mempunyai arti ajakan

untuk melihat secara menyeluruh atas segala sesuatu yang dimiliki oleh bangsa

Indonesia. Sumber daya alam yang berlimpah serta kebudayaan yang beraneka ragam,

itu semua merupakan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia yang harus dijaga dan

dipertahankan oleh generasi penerus bangsa. Dari kalimat Coba berdiri di puncak

gunung tertinggi dapat diketahui bahwa yang bisa dikatakan memiliki hubungan

paradigmatik yaitu di puncak, kata di puncak menjadi bermakna sebab ia memang

bisa dibedakan dengan ‘coba’ ‘ berdiri’ ‘gunung’ ‘tertinggi’, kata di puncak

dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘coba’ ‘

berdiri’ ‘gunung’ ‘tertinggi’. Kata di puncak menghasilkan rangkaian yang

membentuk sintagma , dan melalui cara ini di puncak bisa dikatakan memiliki

2. Bait pertama baris kedua

Tak sadarkah semua telah kita miliki

Pada kalimat tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian

menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang

kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda.

Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat

yang menandakan bahwa dalam penandaTak sadarkah semua telah kita miliki”

merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi

lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Tak sadarkah

semua telah kita miliki”.

Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada

setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam judul “Tak sadarkah semua telah

kita miliki”, yaitu ‘Tak’; ‘sadarkah’: ‘semua’; ‘telah’; ‘kita’; ‘miliki’. Parole-nya

sendiri terletak pada kalimat yang menjadi baris judul dari lagu tersebut, yaitu “tak

sadarkah semua telah kita miliki”. Pada baris “Tak sadarkah semua telah kita miliki”,

merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘Tak’;

‘sadarkah’: ‘semua’; ‘telah’; ‘kita’; ‘miliki’. Sehingga menghasilkan sebuah baris

kalimat “Tak sadarkah semua telah kita miliki” yang kemudian menghasilkan sebuah

tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Tak sadarkah semua telah kita miliki”

tidak akan menjadi “Tak sadarkah semua telah kita miliki” tanpa adanya sekumpulan

tanda dari kata-kata Tak’; ‘sadarkah’: ‘semua’; ‘telah’; ‘kita’; ‘miliki’, dan hal

tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena

tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat.

Pada baris kalimat Tak sadarkah semua telah kita miliki secara denotasi,

ingat akan keadaan yang sebenarnya, dengan akhiran -kah yang menyatakan

pertanyaan. Semua berarti seluruh. Kata telah memiliki arti sudah. Kita berarti kata

ganti orang pertama, kedua dan ketiga. Miliki berasal dari kata milik yang berarti

kepunyaan. Secara konotatif, kalimat Tak sadarkah semua telah kita miliki

mempunyai arti apakah para generasi bangsa Indonesia tidak menyadari bahwa segala

sesuatunya telah dimiliki oleh bangsa ini. Indonesia memiliki kekayaan alam yang

berlimpah serta adat istiadat yang beraneka ragam yang berasal dari berbagai

suku-suku bangsa yang ada. Oleh sebab itu seharusnya kita bersyukur atas segala sesuatu

yang dimiliki oleh bangsa kita. Dan sebagai generasi penerus bangsa, kita harus bisa

menjaga dan mempertahankan apa yang telah dimiliki oleh bangsa kita. Makna

keseluruhan dari bait pertama adalah sebuah pertanyaan yang menyadarkan generasi

penerus bangsa Indonesia , apakah mereka tidak menyadari atas segala sesuatunya

telah dimiliki oleh bangsanya. Atas semua kekayaan yang dimiliki oleh bangsa

Indonesia. Baik itu kekayaan alam yang berlimpah maupun kekayaan budaya serta

adat istiadat yang beraneka ragam. Semua itu merupakan kekayaan yang telah

dimiliki oleh bangsa Indonesia yang harus dijaga dan dipertahankan oleh generasi

penerus bangsa Indonesia. Dari kalimat Tak sadarkah semua telah kita miliki,

dapat diketahui bahwa yang bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik yaitu

sadarkah, kata sadarkah menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan

‘tak’ ‘semua‘ ‘telah‘ ‘kita’ ‘miliki’, kata sadar kah dikombinasikan dengan

elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘tak’ ‘semua‘ ‘telah‘ ‘kita’ ‘miliki’. Kata

sadarkah menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini sadarkah bisa

dikatakan memiliki hubungan paradigmatik dengan insyaf dan tahu keadaan

2. Bridge bait kedua baris pertama Dari mata sang garuda

Pada bridge baris pertama tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah

petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah

penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai

menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Dari Mata Sang

Garuda” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan

yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi

“Dari Mata Sang Garuda”.

Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada

setiap kata yang tersusun dari baris kalimat “Dari Mata Sang Garuda”, yaitu ‘Dari’;

‘Mata’: ‘Sang’; ‘Garuda’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi baris

bridge dari lagu tersebut, yaitu “Dari Mata Sang Garuda”. Pada baris “Dari Mata Sang

Garuda” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata

‘Dari’; ‘Mata’; ‘Sang’; ‘Garuda’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Dari

Mata Sang Garuda” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai.

Baris kalimat “Dari Mata Sang Garuda” tidak akan menjadi “Dari Mata Sang Garuda”

tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘Dari’; ‘Mata’; ‘Sang’; ‘Garuda’, dan

hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat,

karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat.

Pada kalimat Dari Mata Sang Garuda, secara denotasi kata dari mempunyai

arti kata asal. Kata mata mempunyai arti pancaindra yang dipergunakan untuk

melihat. Kata sang adalah sebuah kata yang digunakan untuk menyebut sesuatu yang

cokelat yang menjadi lambang atau simbol bangsa Indonesia. Secara konotatif kalimat

Dari Mata Sang Garuda mempunyai makna memandang bangsa Indonesia melalui

simbol negara yaitu burung garuda. Simbol burung garuda merupakan identitas

bangsa dan sekaligus sebagai alat pemersatu bangsa, karena pada simbol burung

garuda ini terdapat pedoman dan semboyan bangsa Indonesia. Pedoman bangsa

Indonesia adalah Pancasila, sedangkan semboyannya yaitu Bhineka Tunggal Ika yang

artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Di atas perbedaan-perbedaan itu, kita diikat

oleh satu identitas yang sama yaitu identitas sebagai warga negara Indonesia yang

senasib sepenanggungan, yang rela berkorban demi membela bangsa dan negara.

3. Bridge bait kedua baris kedua

Memandang luas dari langit yang tinggi

Pada bridge baris kedua tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah

petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah

penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai

menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Memandang luas

dari langit yang tinggi” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan

bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang

bermakna menjadi “Memandang luas dari langit yang tinggi”.

Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada

setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Memandang luas dari langit yang

tinggi”, yaitu ‘memandang’; ‘luas’: ‘dari’; ‘langit’; ‘yang’; ‘tinggi’. Parole-nya

sendiri terletak pada kalimat yang menjadi baris bridge kedua dari lagu tersebut, yaitu

“Memandang luas dari langit yang tinggi”. Pada baris kalimat “Memandang luas dari

dari kata ‘memandang’; ‘luas’: ‘dari’; ‘langit’; ‘yang’; ‘tinggi’. Sehingga

menghasilkan sebuah baris kalimat “Memandang luas dari langit yang tinggi” yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat

“Memandang luas dari langit yang tinggi” tidak akan menjadi “Memandang luas dari

langit yang tinggi” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘memandang’;

‘luas’: ‘dari’; ‘langit’; ‘yang’; ‘tinggi’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah

tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang

membentuk sebuah kalimat.

Kalimat memandang luas dari langit yang tinggi, secara denotasi kata

memandang berasal dari kata pandang yang artinya lihat, dengan awalan me- yang

menunjukkan kata kerja. Luas yang berarti besar dan lebar. Dari mempunyai arti kata

asal. Langit adalah yang membentang di atas bumi. Kata yang merupakan kata

keterangan. Tinggi berarti tidak rendah. Secara konotatif, kalimat memandang luas

dari langit yang tinggi mempunyai arti melihat atau menilai sesuatu tidak hanya dari

satu sudut pandang saja, tetapi secara menyeluruh. Segala perbedaan yang ada

bukanlah penghalang untuk bersatu, namun justru sebagai pengikat satu rasa senasib

sepenanggungan. Dari kalimat memandang luas dari langit yang tinggi, dapat

diketahui bahwa yang bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik yaitu

memandang, kata memandang menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan

dengan ‘luas’ ‘dari‘ ‘langit‘ ‘yang’ ‘tinggi’, kata memandang dikombinasikan

dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘luas’ ‘dari‘ ‘langit‘ ‘yang’

‘tinggi’,. Kata memandang menghasilkan rangkaian sintagma, dan melalui cara ini

sadarkah bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik dengan melihat dan

4. Bridge bait kedua baris ketiga Bersatulah untuk

Pada bridge baris ketiga tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah

petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah

penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai

menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Bersatulah untuk”

merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi

lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Bersatulah

untuk”.

Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada

setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Bersatulah untuk”, yaitu

‘bersatulah’; ‘untuk’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi baris

bridge ketiga dari lagu tersebut, yaitu “Bersatulah untuk”. Pada baris kalimat

“Bersatulah untuk” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda

dari kata ‘bersatulah’; ‘untuk’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat

“Bersatulah untuk” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai.

Baris kalimat ‘Bersatulah untuk” tidak akan menjadi “Bersatulah untuk” tanpa adanya

sekumpulan tanda dari kata-kata ‘bersatulah’; ‘untuk’, dan hal tersebut tidak akan

menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya

sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat.

Kalimat Bersatulah untuk, secara denotasi kata bersatulah berasal dari kata

satu yang berarti tunggal. Kata untuk mempunyai arti bagi, dengan awalan ber- dan

akhiran -lah. Bersatulah untuk berarti sebuah perintah untuk menjadi satu. Secara

Indonesia untuk menyatukan rasa senasib sepenanggungan, rela berkorban demi

membela bangsa dan negara. Makna keseluruhan dari bait kedua adalah banyaknya

perbedaan yang ada dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air, hendaknya tidak

menjadi halangan bagi masyarakat Indonesia untuk bersatu. Karena sesunggunya

perbedaan suku, etnis, budaya, agama dan sebagainya telah diikat oleh satu lambang

negara yaitu burung garuda, yang di dalamnya terdapat semboyan bangsa Indonesia

yaitu Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Selain

berfungsi sebagai lambang negara, burung garuda merupakan alat pemersatu bangsa

Indonesia. Oleh sebab itu, janganlah memandang segala perbedaan yang ada itu

sebagai penghalang untuk bersatu, namun justru menjadi alasan untuk menyatukan

rasa, senasib sepenanggungan sebagai sesama bangsa Indonesia.

5. Reff bait keenam baris pertama

Indonesia kobarkan semangatmu

Pada reff baris pertama tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah

petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah

penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai

menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Indonesia kobarkan

semangatmu” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan

yang menjadi lirik lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi

“Indonesia kobarkan semangatmu”.

Langue-nya merupakan merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada

setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam “Indonesia kobarkan semangatmu”,

yaitu ‘Indonesia’; ‘kobarkan’; ‘semangatmu. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat

semangatmu”. Pada baris kalimat “Indonesia kobarkan semangatmu” merupakan baris

kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘Indonesia’; ‘kobarkan’;

‘semangatmu’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Indonesia kobarkan

semangatmu” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris

kalimat “Indonesia kobarkan semangatmu” tidak akan menjadi “Indonesia kobarkan

semangatmu” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘Indonesia’; ‘kobarkan’;

‘semangatmu’ , dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna

dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah

kalimat.

Kalimat Indonesia kobarkan semangatmu secara denotasi, kata Indonesia

yang berarti segenap lapisan bangsa Indonesia. Kata kobarkan mempunyai arti

gejolak dari dalam diri untuk menghidupkan atau menyalakan sesuatu. Semangatmu

berasal dari kata semangat yang artinya sesuatu yang mendorong badan untuk

berkemauan, bersikap dan berperilaku, mu yaitu kamu sebagai kata ganti orang

Dokumen terkait