• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Biogas dari Limbah Ternak Babi 1 Volume Gas Limbah Ternak Bab

TAHAP III Produktivitas Ternak Babi:

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 1 Karakteristik Peternak

4.4 Pemanfaatan Biogas dari Limbah Ternak Babi 1 Volume Gas Limbah Ternak Bab

Volume gas yang dihasilkan dari limbah ternak babi, diukur setiap hari. Cara pengukuran dilakukan dengan cara mencatat langsung dari jumlah gas yang tertampung pada tabung penampung gas dengan menggunakan rumus silinder.

Produksi gas pada penelitian ini (Gambar 19) mulai terlihat pada hari kedua, hal ini ditandai dengan terangkatnya drum penampung gas setinggi 40 cm dengan volume gas 105 630 ml. Pada hari ketiga produksi biogas yang dihasilkan semakin meningkat, ditandai dengan terangkatnya drum penampung gas setinggi 50 cm dengan volume gas sebesar 132 037 ml. Untuk melihat apakah gas sudah dapat menyala, kran gas pada tabung penampung gas dibuka ternyata gas belum menyala dan tercium bau seperti bau belerang, hal ini mengindikasikan bahwa gas yang terbentuk masih didominasi oleh gas karbondioksida (Simamora et al. 2006).

Gambar 19 Produksi biogas setiap hari.

Produksi gas pada hari kedelapan mencapai puncaknya yaitu pada ketinggian drum 69 cm dengan volume gas 182 211 ml, tetapi saat kran dibuka

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 180000 200000 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 Pr o d u ksi B io g as (m l/ h ar i) Hari ke-

dan dicoba dinyalakan pada kompor apinya ternyata masih sangat lemah dan hanya bertahan selama tiga menit serta gasnya masih berbau.

Pada hari kedelapanbelas produksi gas ditandai dengan terangkatnya drum penampung gas setinggi 69 cm dengan volume gas 182 211 ml. Kran gas dibuka dan dicoba dinyalakan pada kompor khusus biogas yang dipinjam dari Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Utara, ternyata gas yang dihasilkan dapat menyala dengan konstan dan berwarna biru terang.

Produksi biogas selanjutnya baru terbentuk pada hari keduapuluh setelah dua hari kemudian, hal ini dapat disebabkan model rancangan drum yang digunakan sebagai reaktor pencerna pada pembuatan biogas, tidak menggunakan lubang pengontrolan (Hamni 2008). Lubang pengontrolan berfungsi sebagai alat pengaduk atau pemecah buih. Terbentuknya buih pada permukaan dalam digester dapat menghambat terbentuknya gas atau gas yang dihasilkan kurang (Sihombing

et al. 1981). Menurut Haryati (2006) proses pengadukan akan sangat menguntungkan karena apabila tidak diaduk bahan solid akan mengendap pada dasar tangki dan akan terbentuk busa pada permukaan yang akan menyulitkan keluarnya gas. Lubang pengontrolan digunakan sebagai tempat pengambilan sampel dan kontrol temperatur (Kota 2009).

Hasil uji memasak telah dilakukan dalam satu urutan waktu (Tabel 11), dengan volume biogas yang digunakan dan waktu yang dibutuhkan untuk memasak. Memasak selama 45 menit, volume gas yang terpakai 182 000 ml. Tabel 11 Volume biogas dan waktu memasak

Jenis Kegiatan Banyak Bahan Biogas (ml) Waktu (menit) Memasak Air 2 liter air 45 000 20

Telur Goreng 1 butir 27 000 (+79 000) 10 Mie Kuah 1 bungkus 31 000 15 Total 103 000 (182 000) 45

Pengujian aplikasi biogas selanjutnya dilakukan dengan cara merebus air sampai mendidih menggunakan pembakaran biogas. Volume air yang sama dilakukan juga perebusan air menggunakan kayu bakar dan kompor minyak tanah. Besarnya volume kayu bakar dan minyak tanah yang digunakan untuk

mendidihkan air akan menjadi nilai kesetaraan nilai biogas dengan kayu bakar dan minyak tanah (Tabel 12).

Tabel 12 Perbandingan aplikasi biogas, kayu bakar dan minyak tanah Sumber Kalor Vol. air (L) Waktu (mnt) Vol. Bahan Bakar Harga (Rp) Biogas 2 20 45 000 ml -

Kayu bakar 2 12 1 300 gram 6 000/5kg Minyak tanah 2 16 350 ml 10 000/liter

Tabel 12 memperlihatkan bahwa dengan penggunaan volume air yang sama, waktu yang diperlukan untuk mendidikan air berbeda-beda pada setiap sumber kalor yang digunakan. Waktu memasak yang dibutuhkan lebih lama menggunakan biogas (20 menit) dibandingkan dengan menggunakan minyak tanah (16 menit) dan dengan kayu bakar (12 menit).

Waktu memasak yang lebih lama (16 menit) dengan menggunakan biogas, dapat disebabkan oleh lubang kompor biogas yang digunakan lebih kecil. Kompor minyak tanah lebih cepat waktu memasaknya dari pada penggunaan biogas, hal ini dapat disebabkan juga lubang kompor lebih besar. Penggunaan kayu bakar adalah yang tercepat dari pada menggunakan biogas dan kompor minyak tanah. Hal ini dapat disebabkan sebaran panas lebih luas dan dibantu oleh penggunaan tungku yang terbuat dari batu bata. Hasil aplikasi penggunaan biogas untuk memasak yaitu waktu memasak biogas lebih lama di bandingkan dengan minyak tanah dan kayu bakar sama seperti yang dilakukan Kota (2009).

Gas yang dihasilkan dari instalasi biogas ini dapat dimanfaatkan langsung oleh petani. Adapun efisiensi dari penggunaan gas ini dapat dihitung berdasarkan hasil konversi dengan minyak tanah dan kayu bakar (Tabel 12). Gas yang dipakai untuk memasak 2 liter air adalah 45 000 ml (45 liter) jika disetarakan dengan pemakaian minyak tanah untuk memasak 2 liter air adalah 350 ml, harga minyak tanah untuk 350 ml adalah Rp3 500. Pemakaian kayu bakar untuk memasak 2 liter air adalah 1 300 gram (1.3 kg), harga 1 300 gram kayu bakar adalah Rp1 560.

4.4.2 Analisa Tekno Ekonomi Biogas

Biaya satu unit alat biogas (Tabung pencerna, tabung pengumpul gas, dan kompor gas) adalah Rp1 750 000. Perawatan alat biogas dilakukan setiap enam bulan (terutama pengecatan) sebesar Rp250 000. Penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk 4-6 anggota keluarga dibutuhkan 2 liter BBM/hari (Hamni 2008). Harga minyak tanah per liter di Desa Sumarayar Rp10 000. Kebutuhan BBM satu bulan adalah Rp600 000, untuk setahun Rp7 200 000.

Produksi biogas setiap hari dari penelitian ini 182 liter setara dengan 1.4 liter BBM, satu liter BBM Rp10 000 diperoleh pendapatan sebesar Rp14 000, untuk satu bulan Rp420 000, setahun Rp5 040 000. Keuntungan pada tahun pertama adalah Rp5 040 000 – Rp2 250 000 (biaya alat biogas dan perawatan) adalah Rp2 790 000.

4.4.3 Lumpur Keluaran Biogas Limbah Ternak Babi (Sludge)

Pembuatan biogas dari limbah ternak babi selain menghasilkan gas bio sebagai hasil utama, juga menghasilkan lumpur keluaran biogas (sludge) yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada tanaman. Sludge telah mengalami proses fermentasi anaerob sehingga dapat langsung digunakan untuk memupuk tanaman, karena pada proses fermentasi dalam digester konsentrasi N, P, dan K meningkat. Sludge yang dihasilkan dapat lebih ditingkatkan kualitasnya dengan memisahkan antara pupuk organik padat dan pupuk organik cair (Wahyuni 2008). Pemanfaatan sludge sebagai pupuk dapat memberikan keuntungan yang sama dengan penggunaan kompos (Simamora et al. 2006).

Hasil analisis kimia kandungan unsur hara yang terkandung dalam sludge

asal kotoran ternak babi pada penelitian ini adalah 0.44% N, 0.23% P dan 0.06% K, hasil ini masih lebih rendah dibandingkan dengan lumpur keluaran biogas asal kotoran sapi dimana unsur utama adalah 1.82% N, 0.73% P, dan 0.41% K (Widodo et al. 2006). Hasil analisis kimia kandungan unsur hara yang terkandung dalam sludge asal kotoran ternak babi yang rendah ini dapat disebabkan kualitas bahan makanan penyusun ransum lebih rendah (Lampiran 12).

4.5 Pengaruh Penggunaan Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik

Dokumen terkait