• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA 1 Keadaan Umum Minahasa

2.5 Peternakan dalam Sistem Usahatan

Usahatani terpadu atau farming system dapat diartikan sebagai suatu sistem usahatani yang terdiri dari beberapa komponen usaha tani yang saling berinteraksi dan terintegrasi satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan tertentu. Soewardi (1978) mendefinisikan usahatani terpadu sebagai suatu bentuk pemanfaatan sumber daya bertujuan ganda dan berimbang dengan seleksi jenis tanaman maupun ternak didasarkan pada usaha pemenuhan keseluruhan tujuan

dengan memperhatikan skala prioritas. Komponen usahatani yang dipadukan harus saling bersinergis untuk mencapai produksi yang optimal (Direktorat Jendral Peternakan Deptan 2008)

Ranaweera et al. (1993) menyatakan bahwa untuk memperkecil kesenjangan antara pemenuhan kebutuhan hidup dan pertumbuhan penduduk diperlukan suatu teknologi yang dapat menciptakan lingkungan stabil dan dapat menopang meningkatnya kebutuhan manusia. Salah satu teknologi yang dapat digunakan adalah dengan mengkombinasikan antara usahatani tanaman dan usaha ternak atau dikenal dengan sistem integrasi tanaman-ternak.

Keragaman integrasi ternak dalam usahatani perlu mendapat pengkajian lebih dalam yaitu menyangkut analisa kwantitatif yang membahas tentang potensi ternak dalam usahatani untuk setiap tipe daerah atau wilayah (Puslitbangnak, 1980). Hal ini perlu diketahui, mengingat keanekaragaman situasi agroklimat dan juga sosial budaya masyarakat setempat.

Ternak merupakan komponen penting dalam sistem usahatani. Kebutuhan hidup pokok bagi keluarga petani dipenuhi dari tanaman pangan, namun produksi ternak seringkali merupakan suatu yang penting bagi petani memperoleh uang tunai, tabungan, penyediaan pupuk, tenaga kerja ternak serta merupakan bahan makanan berkualitas bagi anggota keluarga (Knipsheer, 1987).

Masalah yang dihadapi dalam usaha pengembangan ternak tradisonal adalah ketepatan pengalokasian sumberdaya. Pengalokasian termasuk jenis ternak pada suatu daerah dan para peternak yang mempunyai kondisi yang sangat beragam. Selama struktur produksi didominasi oleh usaha ternak skala kecil yang berorientasi pada usahatani keluarga, maka program pengembangan ternak tradisional harus didasarkan pada pendekatan sistem pertanian secara menyeruruh. Ini berarti pendekatan ternak harus sejalan dengan pendekatan keilmuan terpadu dan secara daerah spesifik, dimana petani hidup dan bekerja. Melepaskan pengembangan ternak dari total sistem pertanian akan membuat program pengembangan pertanian menjadi tidak seimbang (Sabrani et al. 1981).

Menurut Siregar et al. (1981) dalam pendekatan usahatani sebagai sistem, sedikitnya ada dua hal yang perlu mendapatkan perhatian. Pertama, adalah struktur dari sistem tersebut dan kedua, fungsi dari komponen-komponen

pembentuk sistem itu sendiri. Fungsinya sebagai sistem usahatani, ternak akan berintegrasi dengan lahan, komoditi lain yang diusahakan dan dengan petani sebagai pengelola usahatani.

Interaksi ternak dengan lahan mempunyai tiga aspek sebagai berikut : 1) adaptasi ternak secara biologis, 2) kemampuan lahan menghasilkan makanan ternak atau potensi pakan dari suatu daerah, dan 3) pola pemeliharaan dan daya tampung areal yang tersedia. Interaksi ternak dengan petani, menyangkut empat aspek penting yaitu: 1) keserasian ternak dengan tujuan petani, 2) kesenangan petani dan keterampilan memelihara ternak, 3) kemampuan petani dari segi waktu dan tenaga kerja pemelihara dan 4) keadaan sosial budaya lingkungan setempat (Siregar et al. 1981).

Atmadilaga (1982) mengkaji keterkaitan ternak dan lahan dari segi keterpaduan pembangunan. Kebutuhan pangan dan pembagian sektoral yang berorientasi pada komoditi, mempunyai implikasi penggunaan lahan, dan keterpaduan sektor pertanian tidak langsung secara fungsional. Kecenderungan adalah masing-masing menjadi terbenam dalam kepentingan komoditinya dalam arti sempit. Kebersamaan penggunaan lahan sebagai basis ekosistem pertanian, posisi peternakan sangat dipengaruhi bahkan tergantung pada sisa peluang sub sektor pertanian tanaman pangan. Akhirnya pengusahaan ternak akan mengendalikan ketersedian pakan dari limbah pertanian dan dari lahan yang secara defakto diluar garapan sektor peternakan.

Deskripsi integrasi ternak dan tanaman yang menyangkut pendistribusian pemanfaatan tenaga kerja secara merata sepanjang tahun. Proses produksi berbagai jenis ternak dan tanaman mempunyai aturan dan persyaratan waktu yang khas tersendiri. Proses ini mendorong terciptanya keanekaragaman didalam pertanian. Bila dalam usahatani mampu diciptakan kombinasi tanaman dan ternak secara baik, tidak akan ada tenaga kerja yang menganggur selama periode menunggu pertumbuhan tanaman. Bila suatu tanaman sedang tumbuh dan tidak membutuhkan perawatan, tenaga kerja dapat dicurahkan untuk tanaman lain atau mengusahakan ternak.

Permasalahan dalam usahatani di Indonesia pada umumnya pelaku usahatani adalah petani kecil, dengan kriteria sebagai berikut : (1) Berusahatani

dalam lingkungan tekanan penduduk lokal, (2) Mempunyai sumber daya yang terbatas dan tingkat hidup yang rendah, (3) Produksi usahatani yang bercorak subsisten dan (4) Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan lainnya. Selain itu, lahan yang dimiliki petani sempit dan terbatas.

Pengembangan sistem integrasi tanaman ternak bertujuan untuk : 1) mendukung upaya peningkatan kandungan bahan organik lahan pertanian melalui penyediaan pupuk organik yang memadai, 2) mendukung upaya peningkatan produktivitas tanaman, 3) mendukung upaya peningkatan produksi daging dan populasi ternak, dan 4) meningkatkan pendapatan petani atau pelaku pertanian. Melalui kegiatan ini, produktivitas tanaman maupun ternak menjadi lebih baik sehingga akan meningkatkan pendapatan petani peternak (Kariyasa 2005).

Tahapan kegiatan penelitian yang telah dilakukan seperti pada Gambar (6).

Gambar 6 Bagan alur kegiatan penelitian.

Ransum Peternak (bervariasi): Konsentrat, jagung, dedak.

RAL 6 perlakuan & 4 ulangan TAHAP V

Nilai Ekonomis Pola Integrasi Ternak Babi dengan Tanaman Ubi Jalar

Gasbio, sludge, brangkasan, ubi jalar, ternak babi.

Dampak bagi lingkungan = zero waste

Pemupukan Ubi Jalar Peubah yang diukur:

Bobot umbi total/lubang tanam Bobot brangkasan/lubang tanam Bobot umbi dapat dipasarkan ≥ 150 g/umbi

Kandungan Gizi (Analisis Lab.) TAHAP IV P0 = Tanpa Pupuk P1 = 100% anorganik 20 g/lubang P2 = 50% anorganik 10 g/lubang P3 = 50% organik 150 g/lubang P4 = 100% organik 300 g/lubang P5 = 50% anorganik + 50% organik/lubang

Biogas: kapasitas digester 200 liter. Bahan baku isian dan air (1:1). Hasil akhir biogas = sludge

Pemanfaatan Limbah Ternak Babi Peubah yang diukur:

Volume gas

Sludge

TAHAP III

Dokumen terkait