• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan III. Pemanfaatan

Dalam dokumen danau limboto (Halaman 23-44)

a. Komitmen Pemerintah dan Masyarakat

Kebijakan nasional dalam pengelolaan danau diperlukan sebagai landasan untuk mendorong terlaksananya strategi maupun rencana aksi yang bertujuan untuk memantapkan posisi dan fungsi danau sebagai sistem penyangga kehidupan bagi generasi kini dan mendatang. Kebijakan ditetapkan berdasarkan aspek--aspek pengelolaan yang akan mendukung terciptanya kondisi yang baik dari danau di Indonesia. Kebijakan yang merupakan pengembangan wujud visi dan misi tersebut di atas adalah sebagai berikut: Konservasi, Rehabilitasi, dan Pemanfaatan yang Bijaksana

Konservasi, rehabilitasi, dan pemanfaatan secara bijaksana (wise use) sangat penting untuk tercapainya pengelolaan dan pemanfaatan danau secara berkelanjutan. Konservasi yang dimaksud meliputi kegiatan perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari untuk memelihara keberlanjutan fungsi lingkungan sebagai penyangga kehidupan dan keanekaragaman hayatinya.

Rehabilitasi dilakukan untuk memperbaiki dan mengembalikan fungsi danau yang mengalami kerusakan. Karena sifat-sifat danau yang khas, rehabilitasi akan membutuhkan persiapan-persiapan yang matang, masa pelaksanaannya sangat panjang, dan biaya yang tinggi. Pemanfaatan yang bijaksana adalah pemanfaatan danau secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kekayaan alami ekosistem. Sedangkan pemanfaatan yang berkelanjutan adalah cara manusia memanfaatkan suatu sumberdaya sehingga diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya untuk generasi kini sambil memelihara berbagai potensinya untuk generasi mendatang.

Danau adalah salah satu bentuk sumberdaya yang dikaruniakan oleh Sang Pencipta untuk menunjang kehidupan seluruh mahluk hidup di bumi ini, termasuk manusia. Oleh karenanya, adalah suatu kewajiban bagi kita semua untuk menjaga eksistensi danau beserta segala potensi yang ada di dalamnya sebagai salah satu usaha untuk menjamin kelangsungan hidup generasi kini dan mendatang. Danau Limboto yang indah ini sudah berabad-abad menjadi saksi bisu sejarah yang menghidupi rakyat Gorontalo disekitar danau dengan kekayaan flora dan faunanya. Danau Limboto merupakan bagian penting dari ekosistem perairan kota Gorontalo. Danau Limboto berfungsi sebagai penyedia air bersih, habitat tumbuhan dan satwa, pengatur fungsi hidrologi, pencegah bencana alam, stabilisasi sistem dan proses-proses alam, penghasil sumberdaya alam hayati, penghasil energi, sarana transportasi, rekreasi dan olahraga, sumber perikanan (baik budidaya maupun perikanan tangkap), sumber pendapatan, pengendali banjir, dan sebagai sarana penelitian dan pendidikan. Selain itu, juga berfungsi sebagai tempat hidup organisme baik berupa beberapa jenis organisme air khas Gorontalo. Danau Limboto adalah salah satu sumberdaya alam yang menjadi kebanggaan dan sumber mata pencaharian penduduk Gorontalo umumnya khususnya masyarakat sekitarnya.

Manfaat-manfaat tersebut di atas tidak sepenuhnya dapat dinikmati karena dua masalah pokok yaitu penyusutan luas dan pendangkalan danau. Penyusutan luas dan pendangkalan terutama disebabkan kurangnya air yang tertahan dan sedimentasi akibat penggundulan hutan di bagian hulu. Tekanan pertumbuhan penduduk di sekitar danau telah mempercepat penyusutan luas dan pendangkalan karena illegal fishing, penimbunan sampah dan illegal logging. Lahan-lahan di kawasan Danau sebagian telah diokupasi oleh masyarakat yang menimbulkan kerawanan sosial. Perkembangan tanaman eceng gondok yang semakin meluas serta menurunnya kualitas air danau menyebabkan penurunan keragaman genetik ikan dan biota air.

Degradasi nilai dan fungsi dari suatu danau akan memberikan dampak negatif pada aspek sosial ekonomi terutama bagi masyarakat sekitarnya. Masyarakat

sebagai pengguna danau akan mempunyai rasa memiliki, apabila mereka sadar dan peduli akan manfaat danau bagi kehidupan.

Mengingat ekosistem danau memiliki multi fungsi dan manfaat, maka pengelolaan danau harus dilaksanakan secara terencana dan penuh kehati-hatian agar potensi danau dapat termanfaatkan secara optimal dan kegiatannya diprioritaskan pada kawasan danau yang memiliki potensi pemanfaatan tinggi serta kawasan yang telah mengalami degradasi, selain itu kegiatan pengelolaan danau juga harus diprioritaskan bagi kesejahteraan masyarakat.

Komunitas masyarakat yang sadar akan pentingnya suatu kawasan danau (khususnya bagi kehidupan manusia), serta mempunyai kemauan dan kemampuan untuk memanfaatkan danau secara bijaksana, akan memelihara keberadaan danau dengan berbagai fungsi dan nilai pentingnya. Berdasarkan pada prinsip ini maka danau dapat terjaga dengan sendirinya oleh komunitas masyarakat.

Pengalaman menunjukkan bahwa pengelolaan danau yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan khususnya masyarakat lokal, lebih memberikan kepastian keberlanjutan pengelolaan dibandingkan kegiatan serupa yang dilakukan tanpa peran aktif masyarakat lokal. Peran aktif masyarakat dalam pengelolaan danau harus dimulai sejak identifikasi isu pengelolaan, penentuan alternatif pengelolaan isu danau, implementasi rencana kegiatan, hingga monitoring dan evaluasi efektivitas pengelolaan berdasarkan kriteria yang disepakati.

Danau dimanfaatkan oleh beragam pemangku kepentingan, akibatnya pengelolaan danau menjadi rawan konflik dan di beberapa tempat memicu rusaknya sumberdaya hayati. Oleh sebab itu, pengelolaan danau harus dilakukan secara terpadu yang melibatkan semua pemangku kepentingan.

Selama ini, pengelolaan danau masih dilakukan secara sektoral dan regional serta belum memiliki kejelasan mengenai peran dan pembagian tanggung jawab bagi masing-masing pemangku kepentingan. Evaluasi dari kegiatan seringkali

didasarkan pada kepentingan masing-masing sektor sehingga tidak jarang menimbulkan konflik diantara para pengguna.

Secara umum, untuk pengelolaan (perencanaan, implementasi kegiatan, monitoring dan evaluasi) yang terintegrasi diperlukan kerja sama yang kuat antara pemerintah, swasta, lembaga penelitian, lembaga pendidikan dan masayarakat setempat.

Secara nasional, danau mempunyai nilai dan fungsi yang penting baik ditinjau dari segi lingkungan maupun perekonomian. Tata laksana yang baik sangat penting dalam pelaksanaan pengelolaan danau secara terpadu untuk mengakomodasi berbagai kelompok masyarakat yang mempunyai kepentingan yang berbeda. Pelaksanaan prinsip-prinsip pengelolaan secara bijaksana dan transparan harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama yang dilandasi oleh ilmu pengetahuan dan teknologi (baik yang berasal dari kearifan lokal maupun hasil penggalian dan pengembangan baru, bersifat terbuka dan bukan berdasarkan pada kepentingan kelompok tertentu.

Dalam rangka penanganan danau khususnya Danau Limboto berbagai komitmen telah direkomendasikan. Rekomendasi tersebut adalah:

Pembentukan tim atau badan pengelola danau Limboto melalui perda.

Penyusunan neraca SDA spasial dan tata ruang danau Limboto

Pemetaan kondisi fisik dan sosial ekonomi masyarakat di sekitar danau Limboto

Melakukan penghijauan pada catchment area untuk mengurangi erosi dan sedimentasi

Membuat batas terluar danau untuk mempertahankan luasan yang ada

Melakukan pendataan kembali tentang kepemilikan lahan dan status lahan yang dipegang oleh masyarakat

Sinergitas program penanganan danau Limboto melalui koordinasi antar instansi

Menyusun perda pengelolaan ekosistem danau

Pembentukan kawasan lestari

Sosialisasi pemanfaatan danau dengan asas lestari dan berkesinambungan yang terus menerus kepada masyarakat

Pemberdayaan masyarakat pesisir danau Limboto

Penyelamatan danau Limboto sebagai program prioritas tahun 2006

Melibatkan negara/lembaga donor dalam mendukung penanganan dan penyelamatan danau

b. Pembangunan Berwawasan lingkungan

Pengelolaan sumberdaya alam merupakan salah satu program strategi pembangunan berkelanjutan di Indonesia, sebagaimana dirumuskan dalam salah satu agenda program strateginya, yaitu; penanganan pada konservasi keanekaragaman hayati, pengembangan bioteknologi dan pengelolaan terpadu wilayah pesisir dan lautan. Ketiga aspek tersebut diarahkan pada upaya-upaya pelestarian dan perlindungan keanekaragaman biologi pada tingkat genetik, spesies dan ekosistem serta menjamin kekayaan alam, fauna dan flora di seluruh kepulauan Indonesia. Kesadaran akan pentingnya menjaga keanekaragaman hayati ini sangat diperlukan tidak saja untuk kepentingan bangsa Indonesia, melainkan juga untuk kepentingan secara global. Dengan demikian, upaya-upaya pengelolaan sumberdaya alam harus diarahkan tidak saja untuk kepentingan jangka pendek nasional tapi juga untuk kepentingan jangka panjang dalam skala yang lebih luas. Dalam konteks ini, sebagaimana upaya pengelolaan sumberdaya tanah, aspek penataan ruang menjadi penting untuk memfasilitasi proses-proses pemanfaatan dan pelestarian fungsi-fungsi lingkungan. Selanjutnya, pengembangan sistem pendataan dan informasi sumberdaya alam menjadi syarat mutlak berbagai upaya pengelolaan sumberdaya alam.

Pokok bahasan konsep pembangunan yang berkelanjutan dalam banyak hal membantu kita mengarahkan pada tujuan akhir pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Pendekatan ekosistem dapat dilihat sebagai salah satu cara untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan, Secara umum, konsep ekosistem ditandai dengan studi tentang jenis-jenis mahluk hidup dan lingkungan fisiknya sebagai satu kesatuan terintegrasi. Dalam pengelolaan lingkungan, kepentingan pendekatan ekosistem adalah pada pendekatan yang komprehensif, menyeluruh dan terpadu. Konsep ini diyakini sebagai suatu konsep sistem, termasuk pula bagian-bagian yang menyusunnya serta hubungan atau keterkaitan antar bagian tersebut yang dapat diartikan sebagai komponen abiotik, biotik dan budaya (culture) yaitu bahwa manusia juga merupakan bagian dari ekosistem.

Kepulauan Indonesia yang luas memberikan kekayaan ekosistem terestrial yang terbentang dari pantai hingga pegunungan tinggi termasuk didalamnya ekosistem perairan darat, seperti sungai, danau, situ dan rawa yang kemudian dibedakan menjadi ekosistem alami seperti hutan alam dan ekosistem binaan seperti hutan tanaman, perkebunan, sawah dan pemukiman. Keragaman ekosistem tersebut merupakan modal dasar dalam melaksanakan pembangunan, namun seiring dengan bertambahnya populasi penduduk yang merupakan salah satu komponen ekosistem yang bersifat dinamis maka perubahan kondisi ekosistem akibat perubahan fungsi lahan yang semakin meningkat. Perubahan tersebut akan mempengaruhi kondisi ekosistem baik di lokasi tempat terjadinya perubahan maupun di sekitarnya dan mengakibatkan posisi ekosistem tersebut menjadi rentan. Mengingat hal tersebut perlu adanya penataan ekosistem yang dapat membantu dalam usaha pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga kekayaan ekosistem dapat terus terjaga seiring dengan meningkatnya pembangunan dengan konsep pembangunan yang bekrelanjutan.

Dasar legalitas dalam kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan ekosistem adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam undang-undang tersebut diamanatkan bahwa konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.

Sedangkan batasan sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun nonhayati yang saling tergantung dan mempengaruhi satu sama lain, dalam hal ini sumber daya alam hayati sendiri adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama unsur hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.

Unsur ekosistem lain di luar faktor biotik dan abiotik adalah culture (budaya) yaitu sebaran penduduk, mata pencaharian dan pola hidup masyarakat, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan juga akan mempengaruhi tatanan ekosistem dalam posisi yang rentan pada suatu daerah aliran sungai. Struktur dan kedinamisan ekosistem merupakan akibat dari proses perubahan. Banyak pergeseran tajam yang seringkali terjadi sangat berpengaruh terhadap struktur ekosistem. Akibat perubahan ini dapat menghambat pengelolaan yang telah ditentukan atau kebijakan pada level perencanaan. Prinsip ini memerlukan pengelolaan ekosistem dan perencanaan yang fleksibel terutama apabila timbul kejadian-kejadian yang tidak diperkirakan akibat perubahan komponen dan struktur ekosistem sehingga ekosistem berada dalam posisi yang rentan pada suatu daerah aliran sungai (DAS) yang merupakan satuan unit pengelolaan ekosistem.

Dalam konteks DAS, pembangunan yang berkelanjutan dapat dicapai apabila perangkat kebijaksanaan yang akan diterapkan pada pengelolaan DAS dengan mempertimbangkan bahwa kebijakan pengelolaan DAS perlu dibuat dan dilaksanakan oleh semua aktor yang terlibat dalam aktivitas pengelolaan sumber daya alam pada skala DAS dan saling menyadari dampak apa yang akan ditimbulkan oleh aktivitas yang akan dilakukannya. Dengan demikian, dapat dilakukan evaluasi dini terhadap gejalagejala terjadinya degradasi lingkungan dan tindakan perbaikan yang diperlukan dapat segera dilaksanakan.

Pengelolaan DAS dalam imbangannya dengan pengelolaan ekosistem adalah suatu formulasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi terhadap sumberdaya alam dan manusia yang terdapat pada daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan kerusakan sumberdaya air dan tanah. Termasuk dalam pengelolaan DAS identifikasi keterkaitan antara tata guna lahan, tanah dan air dan keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS yang perlu mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan pada dan di luar daerah aliran sungai.

Program penyelamatan Danau Limboto merupakan program yang sangat penting bagi masyarakat di Provinsi Gorontalo, khususnya masyarakat di pesisir Danau Limboto. Danau Limboto merupakan sumberdaya alam yang sangat terkait dengan hajat hidup masyarakat. Secara ekologis danau merupakan habitat dari berbagai biota air, juga berfungsi sebagai pengendali banjir. Secara ekonomi Danau Limboto merupakan sumber mata pencaharian petani dan nelayan di sekitarnya, juga berfungsi sebagai sarana transportasi dan obyek wisata.

Dengan upaya penyelamatan ini diharapkan Danau Limboto dapat memberikan manfaat yang secara berkelanjutan, baik manfaat ekonomi maupun manfaat ekologis.

Dalam upaya penyelamatan Danau Limboto perlu dilakukan kajian lingkungan eksternal dan internal sehingga upaya yang dilakukan tersebut efektif dalam mencapai sasaran. Kondisi dan karakteristik lingkungan eksternal dan internal perlu dianalisis sehingga dapat diketahui dampak penting ditimbulkan dan dapat ditetapkan rencana-rencana strategis yang mungkin dapat dilakukan.

Untuk mengetahui kondisi eksternal dan internal yang dibutuhkan dalam upaya penyelamatan Danau Limboto, dilakukan analisis SWOT sebagaimana tertera pada Tabel 5.

4. Permasalahan

IV. Permasalahan

a. Meta Masalah

Meta masalah yang dihadapi adalah (1) pendangkalan dan penyusutan luas, (2) penurunan kualitas air danau, (3) perkembangan eceng gondok, (4) penurunan volume air, (5) penurunan produktivitas perikanan, (6) banjir, (7) perusakan hutan dan lahan, dan (8) perusakan hutan riparian.

a.1. Pendangkalan dan penyusutan luas Danau Limboto

Laju pendangkalan danau akibat erosi dari sungai-sungai yang bermuara di danau ini sangat besar. Pada tahun 1932, rata-rata kedalaman Danau Limboto 30 meter dengan luas 7.000 Ha. Pada tahun 1955 kedalaman danau menurun menjadi 16 meter. Dan dalam tempo 30 tahun, (tahun 1961) rata-rata kedalaman Danau Limboto telah berkurang menjadi 10 meter dan luasanya menyusut

menjadi 4.250 Ha. Pada tahun 1990 – 2008 kedalaman Danau Limboto tinggal rata-rata 2,5 meter dan luasnya yang tersisia tinggal 3.000 Ha.

Dalam kurun waktu 52 tahun Danau Limboto berkurang 4304 ha (62.60 %). Jika kita hitung per tahunnya, tingkat penyusutan danau mencapai 65.89 hektar. Diperkirakan pada tahun 2025 Danau Limboto lenyap dari muka bumi Gorontalo. Pendangkalan ini selain dipicu oleh erosi sungai dan lahan, juga disebabkan oleh para nelayan yang selama bertahun-tahun membangun perangkap ikan yang menggunakan gundukan tanah dari darat serta batang-batang pohon. Pendangkalan danau menyebabkan munculnya tanah-tanah timbul di kawasan perairan danau. Tanah-tanah timbul ini selanjutnya diokupasi dan dikapling oleh masyarakat yang seakan-akan hak miliknya dan dimanfaatkan untuk berbagai peruntukan seperti sawah (637 hektar), ladang (329 hektar), perkampungan (1272 hektar), dan peruntukan lainnya (42 hektar). Hal ini menimbulkan kerawanan sosial karena konflik antar masyarakat kemungkinan besar dapat terjadi dalam memperebutkan kawasan danau.

Penyusutan luas dan pendangkalan terutama disebabkan kurangnya air yang tertahan dan sedimentasi akibat penggundulan hutan di bagian hulu. Tekanan pertumbuhan penduduk di sekitar danau telah mempercepat penyusutan luas dan pendangkalan, seperti illegal logging, penimbunan sampah, dan illegal fishing. Perkembangan terakhir menunjukkan sebagian wilayah permukaan danau sudah ditempati oleh masyarakat.

a.2. Penurunan Kualitas Air Danau

Berbagai aktivitas masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan danau juga mengancam dan memperburuk kelestarian fungsi danau. Saat ini kualitas air Danau Limboto mengalami penurunan akibat limbah domestik, aktivitas budidaya yang dilakukan di dalam danau, dan sedimentasi danau akibat erosi di daerah hulu sungai. Monitoring kualitas air danau menunjukkan beban pencemaran organik yang tinggi dari sumber aliran yang melalui kawasan perkotaan tersebut,

seperti terlihat pada kandungan oksigen terlarut di Sungai Alo 0,77 mg/l, Sungai Biyonga 0,94 mg/l, dan kandungan total nitrogennya adalah 2,69 mg/l, sementara total fosfornya 1,44 mg/l. Akibat eutrofikasi berbagai tanaman pengganggu tumbuh subur yang banyak menyerap air dan dapat mempercepat pendangkalan danau.

Masukan bahan organik dan hara ini menyebabkan kondisi perairan danau menjadi subur, seperti terlihat dari hasil perhitungan Indeks Status Kesuburan yang menunjukkan perairan Danau Limboto termasuk kedalam kategori perairan eutrofik ke hypereutrofik. Hal ini sejalan dengan fakta di lapangan dimana tampak tumbuhan air dan fitoplankton sangat melimpah di Danau Limboto (LIPI, 2007).

Gambar 12. Status Trofik di Danau Limboto

Tingkat cemaran organik yang tinggi juga terindikasi dari kelimpahan biota benthik, khususnya dari kelas tubificidae yang tinggi di dasar perairan danau. Kawasan pemukiman juga berkembang di lingkungan sekitar danau, bahkan di beberapa bagian tepian danau, pemukiman penduduk secara langsung bersentuhan dengan badan air danau.

Sumber potensial cemaran bahan organik lainnya di Danau Limboto adalah dari budidaya jaring apung dan jaring tancap yang berkembang di badan air danau

tersebut. Dari hasil perhitungan Indeks Kimia Kirchoff, perairan Danau Limboto masih termasuk kedalam perairan yang tercemar ringan (LIPI, 2007). Meskipun demikian masalah pencemaran ini perlu mendapat perhatian khusus karena terdeteksinya kandungan logam merkuri dalam konsentrasi yang tinggi di badan perairan danau tersebut.

Gambar 13. Nilai Indeks Kimia Kirchoff di Danau Limboto a.3. Perkembangan Eceng Gondok

Eceng gondok di Danau Limboto tumbuh meluas. Luas sebaran eceng gondok mencapai sekitar 30 % dari luasan danau.

Menurut informasi penduduk, penyebaran eceng dan jenis tanaman mengapung lainnya sangat dipengaruhi oleh musim. Hal ini berkaitan dengan hembusan angin yang berbeda pada tiap musim. Eceng gondok akan bergerak dari Barat-Utara ke Timur dan Selatan. Pergeseran tersebut sejalan dengan perubahan musim khususnya arah mata angin dimana eceng gondok akan terdeposisi di bagian selatan danau.

Gambar 15. Peta penyebaran Eceng Gondok a.4. Penurunan Produktivitas Perikanan

Masyarakat nelayan di kawasan perairan Danau Limboto saat ini melaporkan telah terjadi penurunan produktivitas perikanan di perairan Danau Limboto. Hasil survei memperlihatkan kecenderungan berkurangnya populasi dan jenis-jenis ikan di danau, namun belum ada data penurunan tersebut. Namun demikian, berbagai fenomena kerusakan lingkungan perairan danau, meliputi pendangkalan dan penyusutan luas genangan air, punahnya vegetasi tumbuhan tenggelam, laju pencemaran bahan organik, dapat menjadi indikator penurunan produktivitas perikanan tersebut.

Gambar 16. Jenis-jenis Ikan yang hampir punah di Danau Limboto

Hal lain yang dapat menjelaskan terjadinya penurunan tingkat produktivitas perikanan danau yaitu eksploitasi sumber daya perikanan secara berlebihan. Hal ini terlihat dari pertambahan jumlah nelayan di danau. Penurunan produktivitas perikanan di Danau Limboto kemungkinan juga disebabkan cara penangkapan yang kurang ramah lingkungan yaitu penggunaan racun (potas), setrum, bom ikan dan alat penangkap skala besar.

Pokok permasalahan yang perlu diperhatikan di perairan Danau Limboto adalah semakin menurunnya populasi ikan seperti ikan huluu, payangga, gabus, udang dan sebagainya dan bahkan ada yang punah seperti mangaheto (ikan sejenis bobara warna merah), Botua (ikan jenis mujair berwarna putih tanpa sisik), Bulaloa (ikan jenis bandeng tulang sedikit berwarna putih bersisik), dan Boidelo (mirip ikan tuna bersisik dan berwarna abu-abu). Dulu bermacam-macam ikan air tawar dapat dijumpai didanau ini. Kini yang tersisa hanya mujair, nila, gabus atau sepat.

a.5. Banjir

Pendangkalan danau dan kerusakan hutan menyebabkan terjadinya banjir. Setiap tahun terjadi pendangkalan danau setinggi 46.66 cm dan penyempitan danau sebesar 66.66 hektar dan terjadi penurunan muka air normal danau sebesar kurang lebih 1,75 cm. Penurunan daya tampung danau, menyebabkan terjadi banjir. Banjir terjadi setiap tahun di wilayah hilir selama tiga tahun terakhir.

Gambar 17. Hidrograph banjir DAS Sungai Bone di lokasi dekat muara Sungai Tamalate (Tr= 25 Thn). Sumber: BWS II Gorontalo

Gambar 18. Hidrograph banjir DAS Sungai Alo-Pohu (Tr= 25 Thn) Sumber: BWS II Gorontalo

Gambar 19. Hidrograph Sungai Bolango pada pertemuan Sungai Bolango dan Sungai Polanggua (Tr= 25 Thn) Sumber: BWS II Gorontalo

a.6. Perusakan Hutan Dan Lahan

Daerah tangkapan air (catchment area) DAS Limboto telah mengalami degradasi yang serius. Banyak kegiatan pertanian di DAS Limboto berada di kawasan hutan lindung. Kegiatan lahan pertanian yang banyak berkembang adalah

pertanian lahan kering untuk tegalan (palawija), kebun kelapa, kemiri dan sebagainya. Luas lahan pertanian tersebut mencapai 40.58 % dari luas wilayah DAS Limboto. Kegiatan perladangan berpindah, pembakaran lahan, penebangan liar dan pengembalaan liar marak dilakukan oleh berbagai pihak.

Gambar 20. Pengrusakan Hutan dan Tebing

Berdasarkan klasifikasi hutan, sebagian besar daerah tangkapan air hujan pada DAS LBB ternyata telah lama dilegalisasi menjadi Hutan Produksi Terbatas (HPT) atau Limited Production Forest yang telah mendorong secara formal eksploitasi hutan secara besar-besaran. Luas hutan di DAS Limboto hanya 14.893 hektar (16.37 % dari luas DAS) jauh di bawah persayartan minimum (30 %). Kerusakan hutan memperbesar tingkat erosi tanah dan menyebabkan lahan-lahan yang ada menjadi kritis. Berdasarkan RTL-RLKT DAS Limboto, 2004, tingkat erosi di DAS Limboto mencapai angka 9.902.588,12 ton/tahun atau rata-rata 108.81 ton/ha/tahun. Sedimentasi di Danau Limboto sebesar 0.438 mm/tahun. Luas lahan kritis mencapai angka 26.097 hektar lahan kritis terdiri dari 12.573 hektar lahan kritis di dalam kawasan hutan dan 13.524 ha di luar kawasan hutan.

Laju pendangkalan danau akibat erosi dari sungai-sungai yang bermuara di danau ini sangat besar. Pada tahun 1932, rata-rata kedalaman Danau Limboto 30 meter dengan luas 7.000 Ha. Pada tahun 1955 kedalaman danau menurun

Dalam dokumen danau limboto (Halaman 23-44)

Dokumen terkait