• Tidak ada hasil yang ditemukan

danau limboto

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "danau limboto"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

1. Pendahuluan

I. Pendahuluan

a. Gambaran Umum a.1. Lokasi

Danau Limboto adalah salah satu asset sumberdaya alam yang dimiliki Provinsi Gorontalo saat ini. Danau Limboto telah berperan sebagai sumber pendapatan bagi nelayan, pencegah banjir, sumber air pengairan dan obyek wisata.

Gambar 1. Kondisi Danau Limboto

Areal danau ini berada pada dua wilayah yaitu + 30 % wilayah Kota Gorontalo dan + 70 % di wilayah Kabupaten Gorontalo dan menjangkau 5 kecamatan. Danau Limboto kini berada pada kondisi yang sangat memperihatinkan karena mengalami proses penyusutan dan pendangkalan akibat sedimentasi yang mengancam keberadaannya dimasa yang akan datang. Semakin berkurangnya luasan perairan danau menyebabkan semakin menurunnya fungsi danau sebagai kawasan penampung air sehingga berpotensi terjadinya banjir dan kekeringan di sekitar wilayah kawasan danau bahkan di luar kawasan Danau Limboto.

(2)

Danau Limboto terletak di bagian tengah Provinsi Gorontalo dan secara astronomis, DAS Limboto terletak pada 122° 42’ 0.24” – 123° 03’ 1.17” BT dan 00° 30’ 2.035” – 00° 47’ 0.49” LU. DAS Limboto merupakan bagian dari Satuan Wilayah Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (SWP-DAS) Bone-Bolango yang luasnya 91.004 ha dan termasuk salah satu DAS Prioritas dari DAS Kritis di SWP-DAS Bone-Bolango. Danau Limboto, merupakan cekungan rendah atau laguna, yang merupakan muara sungai-sungai, diantaranya: Ritenga, Alo Pohu, Marisa, Meluopo, Biyonga, Bulota, Talubongo dan sungai-sungai kecil dari sisi selatan: Olilumayango, Ilopopala, Huntu, Hutakiki, Langgilo.

] Gambar 2. Peta Topografi DAS Limboto

(3)

Gambar 3. Peta Topografi dan Bathimetri Danau Limboto a.3. Luas, Kedalaman dan Iklim

Pada tahun 1932 rata-rata kedalaman Danau Limboto 30 meter dengan luas 7.000 Ha, dan tahun 1961 rata-rata kedalaman Danau berkurang menjadi 10

(4)

meter dan luas menjadi 4.250 Ha. Sedangkan tahun 1990 – 2008 kedalaman Danau Limboto rata-rata tinggal 2,5 meter dengan luas 3.000 Ha.

Gambar 4. Pendangkalan Danau Limboto

Pendangkalan danau terutama diakibatkan adanya erosi dan sedimentasi akibat usaha-usaha pertanian yang tidak mengindahkan konservasi tanah dan kegiatan pembukaan hutan (illegal logging) di daerah hulu sungai (tangkapan air) terutama pada DAS Limboto juga kegiatan budidaya perikanan yang kurang ramah lingkungan.

Kawasan Danau Limboto dan daerah aliran sungainya (DAS) terletak pada daerah bayang-bayang hujan selama 44 tahun terakhir (1961-2005) sebesar 1.426 mm per tahun. Curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm (bulan kering) terjadi selama 3 bulan yaitu pada bulan Agustus, September dan Oktober. Sedangkan curah hujan di atas 100 mm ( bulan basah) terjadi selama 9 bulan, yaitu bulan Januari-Juli dan bulan November – Desember. Menurut klasifikasi Iklim Oldeman dan Darmijati (1977), kawasan Danau Limboto dan sekitarnya termasuk dalam Zona Agroklimat E2. Dengan demikian musim kemarau cukup panjang, yaitu antara Agustus – Oktober. Jumlah hari hujan dalam setahun berkisar antara 172 – 216 hari, dengan rata – rata hari hujan sebanyak 194 hari per tahun dan rata hari hujan per bulan selama setahun 16,2 hari. Jumlah hari hujan di atas, rata – rata

(5)

hari hujan per bulan selama 9 bulan, pada bulan Januari – Juli dan November – Juni. Nilai Evapotranspirasi rata – rata bulanan di kawasan Danau Limboto dan sekitarnya, berkisar antara 127 – 145 mm. Sedangkan jumlah rata – rata setahunnya sebesar 1652,8 mm. Keadaan iklim di wilayah Sub DAS Limboto sebagai berikut :

• Temperatur rata-rata bulanan : 22,2° C – 31,3° C.

• Kelembaban udara relatif tahunan rata-rata : 81.

• Kelembaban udara rata-rata bulanan: 77 – 83.

• Kecepatan angin rata-rata bulanan : 1,17 – 2,48 m/detik.

• Penyinaran angin rata-rata bulanan : 4,4 – 7,1 jam/hari.

• Penyinaran tertinggi pada bulan.

• Penyinaran terendah pada bulan.

• Type iklim menurut Schmidt dan Ferguson : C.

• Type iklim menurut Oldeman termasuk E 1 < 3) bulan basah, < 2 bulan kering, dan D1 (3-4 BB, 3-5 BK).

• Nilai erosifitas hujan (R) pada berbagai stasiun curah hujan pada DAS Limboto adalah : Penakar Hujan Biyonga = 889,96. Penakar Hujan BMG Bandara Djalaludin = 665,32

(6)

Gambar 6. Existing Danau Limboto a.4. Volume Air dan Debit Air

Volume danau ditunjukkan pada Tabel 1. Dari tabel tersebut terlihat bahwa volume danau yang diperoleh dari studi ini sedikit lebih besar dibanding volume yang didapat dari hasil studi JICA tahun 2003. Salah satu penyebab perbedaan volume ini adalah akibat perbedaan kerapatan jarak antara jalur Untuk Danau Limboto hubungan antara elevasi dengan luas genangan dan sounding yang digunakan. Dalam studi JICA (2003) jarak antar jalur sounding adalah sekitar 500 meter, sedang dalam studi ini (2008) jarak antar jalur sounding jauh lebih rapat yaitu sekitar 125 meter (4 x lebih rapat).

(7)
(8)

Gambar 7. Volume Danau Limboto

Danau Limboto adalah bagian dari sistem DAS Limboto yang merupakan sisa dari sebuah laguna yang menghubungkan dengan laut melalui daerah muara sungai Bolango-Bone. Karena posisinya tersebut, muka air Danau Limboto dapat dipengaruhi kondisi banjir Sungai Bolango dan bahkan banjir Sungai Bone. Karena sistem sungai yang saling terkait ini, maka dalam analisa hidrologi danau perlu diperhitungkan bagaimana pengaruh DAS Limboto, DAS Bolango dan DAS

(9)

Bone terhadap danau. Dengan demikian dalam analisa hidrologi, yang perlu diperhitungkan adalah pengaruh seluruh sungai di Wilayah Sungai Limboto-Bolango-Bone. Secara singkat gambaran umum masing-masing DAS adalah sebagai berikut :

DAS Danau Limboto

DAS Danau Limboto memiliki daerah aliran seluas 920 km2, termasuk luas

permukaan danau yang bervariasi, mulai sekitar 25 km2 dalam musim kemarau

sampai 50 km2 pada waktu banjir dalam musim hujan. Daerah penutupan hutan

yang tidak terganggu saat ini diperkirakan mencakup 20% dari luas total DAS, sementara sekitar 66% dari daerah tersebut terdiri atas penggunaan lahan pertanian. Sekitar 20 anak sungai mengalir ke dalam danau dari utara, barat, dan selatan.

DAS Sungai Bolango

Sungai Bolango memiliki luas total daerah aliran kurang lebih 520 km2. Tutupan

hutan mencakup kurang lebih 46% dari luas wilayah sungai. Sungai Bolango memiliki aliran dasar yang baik. Dimasa lalu, Sungai Bolango mengalir ke Danau Limboto, arah aliran berubah ketika terjadi sesar yang mengangkat lahan di Limboto. DAS Bolango-Bone juga didominasi (80%) oleh wilayah dengan kemiringan lereng lebih dari 40%. Artinya, DAS ini juga rentan terhadap proses degradasi yang cepat jika kawasan hulu dari catchment area-nya tidak dikelola secara tepat. DAS ini sangat rentan terhadap banjir. Ini terlihat jelas pada frekuensi banjir yang terjadi di Kota Gorontalo.

DAS Sungai Bone

Sungai Bone memiliki luas total daerah aliran sebesar 1.331 km2. Tutupan lahan

utamanya adalah hutan yang tidak terganggu (84%). Daerah aliran sungainya terutama terdiri atas daerah tinggi dan kawasan berpegunungan. Rata-rata ketinggian wilayah sungai ini kurang Iebih 700 m. Pola drainasenya dipengaruhi oleh kondisi geologi, dengan banyak sesar utama yang berarah timur ke barat

(10)

maupun utara ke selatan. Semua sungai utama di DAS ini mengalir sepanjang tahun, dan memiliki aliran dasar yang baik. Limpasan lebih tinggi di wilayah sungai ini dibandingkan di tempat yang lain, karena lerengnya yang terjal, tempatnya tinggi, dan tanahnya dangkal.

Sekitar 23 anak sungai mengalir ke dalam Danau Limboto dari arah utara, barat, dan selatan. Dari seluruh sungai tersebut hanya satu sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu sungai Biyonga, dengan daerah aliran yang cukup kecil seluas 68 km2. Sub DAS ini mengalirkan air dari rangkaian pegunungan yang

lebih tinggi di sebelah Utara dan memiliki mata air permanen. Anak Sungai yang terbesar adalah sungai Alo – Molalahu (348 km2) dan sungai Pohu (156 km2).

Anak- anak sungai tersebut mengalirkan air hujan dengan cepat, sehingga sangat sedikit air yang ditahan sebagai aliran dasar tanah. Gambar 8 dan Gambar 9.

Gambar 8. Sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) Limboto

Inlets Danau Limboto Berdasarkan pengamatan ada sekitar 23 sungai dan saluran yang masuk danau Limboto selain saluran kecil lainnya dan drainase sawah di sebelah timur, utara dan barat danau. Disamping itu yang menjadi sumber air lainnya bagi danau Limboto adalah air hujan yang jatuh langsung ke danau dan air tanah.

(11)

Data yang dilaporkan oleh JICA Stusy Team (2001) menunjukan bahwa sungai Biyonga, Meluopo dan Alo – Pohu merupakan sungai -sungai utama pembawa sedimen ke danau. Dari ketiga sungai tersebut, sungai Biyonga mengkontribusikan 56% dari total sedimen yang masuk ke danau.

Gambar 9. Peta Inlets Danau Limboto

Outlet Danau Limboto. Debit rata-rata outlet danau adalah 8,20 m3/det dengan

maksimal tercatat 39,70 m3/det dan debit minimal tercatat 0,10 m3/det.

(12)

b.Fungsi dan Manfaat Danau

Danau Limboto memiliki banyak fungsi dan manfaat yaitu sebagai penyedia air bersih, habitat tumbuhan dan satwa, pengatur fungsi hidrologi, pencegah bencana alam, stabilisasi sistem dan proses-proses alam, penghasil sumberdaya alam hayati, penghasil energi, sarana transportasi, rekreasi dan olahraga, sumber perikanan, sumber pendapatan, pengendali banjir, dan sebagai sarana penelitian dan pendidikan.

Beberapa fungsi dan manfaat danau secara ekosistem adalah sebagai berikut : 1. Sebagai sumber plasma nutfah yang berpotensi sebagai penyumbang

bahan genetik.

2. Sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora/fauna yang penting.

3. Sebagai sumber air yang dapat digunakan langsung oleh masyarakat sekitarnya (rumah tangga, industri dan pertanian).

4. Sebagai tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari air hujan, aliran permukaan, sungai-sungai atau dari sumber-sumber air bawah tanah.

5. Memelihara iklim mikro, di mana keberadaan ekosistem danau dapat mempengaruhi kelembaban dan tingkat curah hujan setempat.

6. Sebagai sarana tranportasi untuk memindahkan hasil-hasil pertanian dari tempat satu ke tempat lainnya.

7. Sebagai sarana rekreasi dan obyek pariwisata. Dua hal lain yang ditawarkan ekosistem danau adalah :

1. Sebagai sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri.

2. Sebagai sistem pembuangan yang memadai dan paling murah.

Sebagai sumber air paling praktis, danau sudah menyediakannya melalui terkumpulnya air secara alami melalui aliran permukaan yang masuk ke danau, aliran sungai-sungai yang menuju ke danau dan melalui aliran di bawah tanah yang secara alami mengisi cekungan di muka bumi ini. Bentuk fisik danau memberikan daya tarik sebagai tempat membuang yang praktis. Jika semua dibiarkan demikian, maka akan mengakibatkan danau tak akan bertahan lama berada di muka bumi.

(13)

2. Karakteristik

II. Karakteristik

a. Kualitas Fisika-Kimia Perairan

Kualitas lingkungan perairan Danau Limboto pada umumnya cukup baik untuk kehidupan ikan. Kecerahan perairan berkisar antara 15 -125 cm, dan pH berkisar antara 7,99 sehingga termasuk danau alkalis. Kadar kesadahan di danau tinggi, berkisar antara 157,28 mg/l, sedangkan kekeruhan umumnya rendah berkisar antara 3,32 NTU. Kadar Nitrat dan Nitrit di perairan ini berkisar antara 0,433 mg/l dan 0,018 mg/l, sedang kandungan sisa organik juga tinggi (15,97 mg/l), nilai yang cukup tinggi untuk suatu perairan umum. Perincian dapat dilihat pada Tabel 2

Suhu perairan berkisar antara 25,0-32,9°C, dimana suhu tersebut layak untuk kegiatan perikanan. Derajat keasaman (pH) perairan berkisar antara 7,0 – 8,5 yang artinya perairan netral cenderung alkalis. pH yang demikian ini dapat mendukung kegiatan perikanan seperti pendapat Boyd (1982) yaitu berkisar antara 6,0 – 9,0. Daerah pegunungan sekitar danau merupakan pegunungan kapur yang agak gundul sehingga aliran air dari daerah tersebut yang mengandung kapur yang dapat meningkatkan pH perairan danau.

Total alkalinitas berkisar antara 56,7- 252 mg/I CaCO3 eq yang berarti Danau Limboto termasuk perairan yang sadah. Hal ini memungkinkan karena sekitar Danau Limboto merupakan kapur yang agak gundul. Konsentrasi N-NO2

(14)

berkisar antara 0,008-0,345 mg/I dan konsentrasi tertinggi terjadi pada bulan November.

Tabel 2. Kualitas Fisika–Kimiawi Perairan Danau Limboto Tahun 2008

Hasil dekomposisi bahan organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan air yang mati. Konsentrasi N-NO3 antara 0,034-1,579 mg/L dan tertinggi terjadi pada bulan September. Hal ini kemungkinan proses dekomposisi bahan dan nitrifikasi telah berjalan sempurna dan menghasilkan nitrat. Konsentrasi N-NO3 merupakan salah satu indikator tingkat kesuburan perairan yang tinggi. Konsentrasi N-NH4 berkisar 0-1,416 mg/L dan N-NH3 berkisar 0 – 1,337 mg/I yang mana konsentrasi tertinggi terjadi pada bulan November. Konsentrasi N-NH4 yang tinggi merupakan salah satu indikator kesuburan perairan yang tinggi. Fosfat dapat digunakan langsung oleh fitoplankton dan tumbuhan air (Effendi, 2003). Senyawa fosfat di perairan sebagian besar terikat oleh partikel yang akan mengendap ke perairan. Zat anorganik mengalami proses dekomposisi dan senyawa fosfat dapat lepas kembali ke dalam perairan pada, kondisi anaerob. Sebagian besar senyawa fosfat terdapat dalam bentuk kaloid yang dapat hilang

(15)

bersama keluaran air danau (Wetzel, 2001). Tinggi rendahnya kandungan fosfat di dalam perairan merupakan pendorong terjadinya dominasi fitoplankton tertentu. Konsentrasi P-PO4 berkisar 0,029 – 5,192 mg/I dan konsentrasi tertinggi pada bulan Mei. Konsentrasi fosfat yang tinggi dapat mendorong terjadinya blooming alga dan tumbuhan air. Kandungan P-PO4 yang tinggi di perairan kemungkinan berasal dari limbah domestik, limbah pertanian, aliran air permukaan di lahan pertanian, serta hasil dekomposisi tumbuhan air yang telah mati.

Berdasarkan hasil pengukuran nutrien di Danau Limboto maka Danau Limboto dapat dikatakan sebagai danau yang subur dan telah mengalami eutrofikasi. Berdasarkan konsentrasi N-NO3 yang berkisar 0,034-1,579 dengan rataan 0,419 mg/I termasuk eutrofik, konsentrasi P-PO4 yang berkisar 0,095-5,192 mg/I dengan rata-rata 1,383 mg/I termasuk eutrofik, jumiah klorofil a berkisar 3,47 – 32,3 mg/m3 dengan rata-rata 19,87 mg/m3 termasuk meso – eutrofik,

produktivitas primer yang berkisar 106,8 – 1.171, 87 mg/m3/hari dengan rata-rata

523,2 mg/m3/hari termasuk meso-eutrofik, kecerahan yang berkisar 0,1 – 0,9 m

dengan rata-rata 0,42 m termasuk eutrofik (Golman & Horne, 1983; Lander c/a/am Suwignyo, 1983; Volundeir cla/am Effendi, 2003; Wetzel, 2001). Berdasarkan kriteria di atas maka Danau Limboto dapat digolongkan dalam kriteria meso-eutrofik menuju eutrofik. Danau Limboto merupakan suatu perairan yang dangkal dan subur. Kesuburan danau terutama disebabkan oleh masukan nutrien yang berasal dari limbah rumah tangga di sekitar danau dan dari daerah tangkapannya (catchment area).

(16)

b. Keanekaragaman Hayati b.1. Flora

Jenis tumbuhan air yang ditemukan pada tahun 2006 di Danau Limboto ada 9 jenis yaitu Enceng gondok (Eichhornia crassipes), Kangkung Air (Ipomoea

Aquatica), Plambungo (Ipomoea Crassicaulis), Rumput (Panicum Repens, Scirpus Mucronatus), Tumbili (Pistia Stratiotesh), Hydrila (Hydrilla Ververticalata), Teratai (Nelumbium sp) dan Kiambang (Azolla Pinata). Lihat

Tabel 3.

Tabel 3. Jenis-jenis tumbuhan air di Danau Limboto.

Enceng gondok dan beberapa tumbuhan lainnya seperti rumput dan kangkung air di manfaatkan juga sebagai perangkap ikan yang disebut bibilo. Bibilo merupakan sejenis rumpon yang terbuat dari tumbuhan air seperti enceng gondok dengan luas mencapai sekitar 300 m2 dipagari dengan bambu. Ikan-ikan

akan datang dan berkumpul pada bibilo memanfaatkan enceng gondok sebagai tempat mencari makan dan berlindung. Bibilo di panen setelah 3-4 bulan untuk mengambil ikan yang hidup di dalamnya. Ikan yang biasa ditemukan antara lain gabus, nila, saribu/sepat, mujair, betok serta udang kecil.

(17)

Bentos atau organisme dasar yang ditemukan di Danau Limboto terdiri dari kelas Gastropoda dan Pelecypoda. Kelas Gastropoda yang ditemukan terdiri dari ordo Tarebia, Lymnaca Mangatifera dan Chironomus. Ordo yang paling banyak ditemukan adalah Tarebia.

Tanaman air yang paling menonjol menutupi danau Limboto adalah eceng gondok. Jenis gulma ini akan mempercepat pendangkalan danau, rawa/waduk, kompetitor tanaman padi, mengganggu transportasi air, sebagai habitat vektor penyakit dan mengurangi estetika perairan. Disamping itu, dengan laju pertumbuhan yang cepat akibat terjadinya eutrofikasi dapat mempercepat penutupan permukaan suatu perairan. Lebih lanjut biomasa dari tumbuhan yang mati akan mengendap sebagai bahan organik dan mempercepat pendangkalan dasar perairan karena sulit terurai akibat terbatasnya zat asam. Apabila suatu saat senyawa-senyawa ini mengalami proses pengangkatan ke permukaan dapat membahayakan organisme perairan di atasnya, seperti perikanan karamba atau jaring apung. Dalam situasi yang demikian kehadiran tumbuhan air tersebut berubah statusnya menjadi gulma perairan yang berbahaya.

b.2. Fauna

Laporan Sarnita (1994) tercatat ada 12 jenis ikan yang menghuni Danau Limboto yang 4 jenis di antaranya merupakan jenis endemik. Jenis-jenis tersebut adalah sebagai berikut:

(18)

Selain jenis ikan yang berhasil di identifikasi oleh sarnita diatas ada ada

beberapa species lokal yang biasa di temui di danau limboto, seperti: ikan betok, lele, kepala timah, dan seribu.

c. Komponen Sosial, Ekonomi dan Budaya

Danau Limboto sangat dibanggakan oleh masyarakat Gorontalo disamping sebagai sumber mata pencaharian juga merupakan salah satu obyek wisata yang memiliki panorama indah, terlebih apabila dilihat dari puncak bukit yang berada di sekelilingnya.

Danau Limboto telah dimanfaatkan sejak dulu oleh penduduk Gorontalo. Pemanfaatan Danau Limboto pada masa penjajahan Belanda terlihat dengan adanya bangunan pelabuhan dan pasar ikan. Bangunan pelabuhan dan pasar ikan didirikan tahun 1932 dan digunakan sebagai tempat pelelangan ikan dari Danau Limboto.

Perkembangan Danau Limboto rnengalami penurunan dari tahun ke tahun. Adanya proses geologi dan campur tangan manusia merupakan penyebabnya. Penurunan luas maupun kedalaman danau terjadi pada periode 1930-an hingga tahun 1970-an. Pada tahun 70-an luas danau diperkirakan sekitar 3.500 ha. Luas

(19)

danau relatif stabil hingga menjelang abad 20. Luas danau berfluktuasi mengikuti musim.

Fluktuasi luas danau berpengaruh terhadap sikap penduduk di sekitarnya. Adanya perubahan danau menimbulkan daerah bantaran danau yang berubah-ubah. Kecenderungan masyarakat di sekitar danau memanfaatkan danau sebagai salah satu sumber mata pencaharian ikan dan memiliki areal tersendiri, sehingga daerah bantaran danau menjadi suatu daerah yang dimiliki secara individual.

Kepemilikan lahan dibagian bantaran secara sah akan merubah struktur danau, sehingga luas danau maksimum akan terbatas sampai pada batas kepemilikan lahan. Sikap masyarakat di sekitar Danau Limboto nampaknya agak apatis. Pada umumnya penduduk menerima apa adanya. Akan tetapi, bedasarkan aspirasi masyarakat mengenai pengembangan danau melalui survei lapangan menunjukkan bahwa seluruh responden menghendaki danau dilestarikan. Hal ini berarti masyarakat di sekitar menyadari pentingnya keberadaan danau.

c.1. Penduduk

Secara administratif, Danau Limboto dikelilingi oleh tujuh kecamatan. Yaitu Kecamatan Limboto, Limboto Barat, Telaga, Tilango, Telaga Biru dan Batudaa yang merupakan wilayah Kabupaten Gorontalo serta Kecamatan Kota Barat yang merupakan wilayah Kota Gorontalo. Jumlah penduduk terbanyak pada tahun 2008 terdapat pada Kecamatan Limboto dengan jumlah penduduk sebanyak 68.314 jiwa.

(20)

Gambar 11. Karamba Jaring Apung

Mata Pencaharian Penduduk di wilayah DAS Limboto sebagian besar adalah petani 26.099 KK (74,49%), kemudian berturut-turut buruh 11.526 KK (34,63%), pegawai/pensiunan ABRI 2.223 KK (15,46%), lain-lain 3.465 KK (9,64%), pedagang 2.842 KK (7,8%) dan yang paling kecil adalah pengrajin yang hanya mencapai 255 KK (1,07%). Tingkat pendapatan petani rata-rata di wilayah DAS Limboto adalah sebesar Rp. 1.176.250,-/kapita/tahun.

Salah satu penyebab sedimentasi pada Danau Limboto adalah penggunaan area konservasi hutan menjadi lahan pertanian. Sedangkan aktivitas penduduk di Kabupaten Gorontalo ini sebagian besar adalah pertanian yang meliputi usaha tani tanaman pangan (padi dan jagung), pekarangan dan peternakan. Hal ini menjadi sangat komplek karena akibat sedimentasi tersebut dan pendangkalan di Danau Limboto, beberapa areal ladang jagung dan persawahan tadah sering terendam banjir. Genangan banjir ini selain menimbulkan kerugian secara material juga moril petani terganggu dalam melakukan usaha tani karena banjir dapat datang sewaktu-waktu.

Pendidikan. Sarana pendidikan baik secara kuantitas dan kualitas yang memadai tentunya sangat diperlukan oleh suatu daerah dalam rangka

(21)

meningkatkan mutu sumber daya manusianya. Gambaran secara umum mengenai fasilitas pendidikan untuk tingkat TK dan SD yang ada di Kabupaten Gotontalo disajikan pada tabel 4. Fasilitas pendidikan tersedia sampai tingkat SMA walaupun berada di daerah perdesaan. Tiap kecamatan mempunyai paling sedikit satu SMA dan lebih dari dua SMP. Distribusi pengajar/guru berbeda antara kecamatan, tetapi statistik menunjukkan rasio murid/guru pada umumnya antara 12 sampai16 murid per guru.

Tabel 4. Fasilitas Pendidikan dan jumlah Guru.

Kesehatan. Ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai dengan pelayanan yang terjangkau oleh masyarakat merupakan prakondisi yang mutlak diperlukan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat menuju sasaran peningkatan kualitas sumber daya manusia di daerah ini. Gambaran mengenai ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan di desa-desa daerah studi disajikan pada Tabel 5

(22)

Tenaga kerja. Penduduk yang berumur lebih 15 tahun adalah 448.000 orang di seluruh Provinsi Gorontalo atau 66 % dari seluruh penduduk yang ada. Dari jumlah tersebut, sekitar 65 % atau 295.000 orang ikut di tenaga kerja pasar sebagai penduduk aktif. Dapat dicatat bahwa 261.000 orang bekerja di Kabupaten Gorontalo. Disamping sektor ekonomi yang mayoritas, sektor pertanian menyerap sebanyak 160.000 orang atau 64 % dari total angkatan kerja dan 24 % kerja di sektor jasa. Sektor industri menyerap hanya 12 %. Struktur tenaga kerja sedikit berbeda dengan struktur nasional, yaitu 43 % pertanian, 18 % industri dan 39 % jasa. Pendapatan regional per kapita GRDP (Gross

Regional Domestic Product) dari Kabupaten Gorontalo dan Kotamadya

Gorontalo adalah sebesar Rp. 1.160.000,- hingga Rp. 2.390.000,-/orang/tahun, yang hanya 18-38 % terhadap ukuran nasional.

Kegiatan ekonomi dari Kabupaten Gorontalo adalah khusus produk pertanian dan Kota Gorontalo khusus jasa dan perdagangan. Sektor-sektor lain, seperti peternakan menyerap angkatan kerja 10%, perikanan 7%, kehutanan 26%, pertanian bukan makanan 18%.

(23)

3. Pemanfaatan

III. Pemanfaatan

a. Komitmen Pemerintah dan Masyarakat

Kebijakan nasional dalam pengelolaan danau diperlukan sebagai landasan untuk mendorong terlaksananya strategi maupun rencana aksi yang bertujuan untuk memantapkan posisi dan fungsi danau sebagai sistem penyangga kehidupan bagi generasi kini dan mendatang. Kebijakan ditetapkan berdasarkan aspek--aspek pengelolaan yang akan mendukung terciptanya kondisi yang baik dari danau di Indonesia. Kebijakan yang merupakan pengembangan wujud visi dan misi tersebut di atas adalah sebagai berikut: Konservasi, Rehabilitasi, dan Pemanfaatan yang Bijaksana

Konservasi, rehabilitasi, dan pemanfaatan secara bijaksana (wise use) sangat penting untuk tercapainya pengelolaan dan pemanfaatan danau secara berkelanjutan. Konservasi yang dimaksud meliputi kegiatan perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari untuk memelihara keberlanjutan fungsi lingkungan sebagai penyangga kehidupan dan keanekaragaman hayatinya.

Rehabilitasi dilakukan untuk memperbaiki dan mengembalikan fungsi danau yang mengalami kerusakan. Karena sifat-sifat danau yang khas, rehabilitasi akan membutuhkan persiapan-persiapan yang matang, masa pelaksanaannya sangat panjang, dan biaya yang tinggi. Pemanfaatan yang bijaksana adalah pemanfaatan danau secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kekayaan alami ekosistem. Sedangkan pemanfaatan yang berkelanjutan adalah cara manusia memanfaatkan suatu sumberdaya sehingga diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya untuk generasi kini sambil memelihara berbagai potensinya untuk generasi mendatang.

(24)

Danau adalah salah satu bentuk sumberdaya yang dikaruniakan oleh Sang Pencipta untuk menunjang kehidupan seluruh mahluk hidup di bumi ini, termasuk manusia. Oleh karenanya, adalah suatu kewajiban bagi kita semua untuk menjaga eksistensi danau beserta segala potensi yang ada di dalamnya sebagai salah satu usaha untuk menjamin kelangsungan hidup generasi kini dan mendatang. Danau Limboto yang indah ini sudah berabad-abad menjadi saksi bisu sejarah yang menghidupi rakyat Gorontalo disekitar danau dengan kekayaan flora dan faunanya. Danau Limboto merupakan bagian penting dari ekosistem perairan kota Gorontalo. Danau Limboto berfungsi sebagai penyedia air bersih, habitat tumbuhan dan satwa, pengatur fungsi hidrologi, pencegah bencana alam, stabilisasi sistem dan proses-proses alam, penghasil sumberdaya alam hayati, penghasil energi, sarana transportasi, rekreasi dan olahraga, sumber perikanan (baik budidaya maupun perikanan tangkap), sumber pendapatan, pengendali banjir, dan sebagai sarana penelitian dan pendidikan. Selain itu, juga berfungsi sebagai tempat hidup organisme baik berupa beberapa jenis organisme air khas Gorontalo. Danau Limboto adalah salah satu sumberdaya alam yang menjadi kebanggaan dan sumber mata pencaharian penduduk Gorontalo umumnya khususnya masyarakat sekitarnya.

Manfaat-manfaat tersebut di atas tidak sepenuhnya dapat dinikmati karena dua masalah pokok yaitu penyusutan luas dan pendangkalan danau. Penyusutan luas dan pendangkalan terutama disebabkan kurangnya air yang tertahan dan sedimentasi akibat penggundulan hutan di bagian hulu. Tekanan pertumbuhan penduduk di sekitar danau telah mempercepat penyusutan luas dan pendangkalan karena illegal fishing, penimbunan sampah dan illegal logging. Lahan-lahan di kawasan Danau sebagian telah diokupasi oleh masyarakat yang menimbulkan kerawanan sosial. Perkembangan tanaman eceng gondok yang semakin meluas serta menurunnya kualitas air danau menyebabkan penurunan keragaman genetik ikan dan biota air.

Degradasi nilai dan fungsi dari suatu danau akan memberikan dampak negatif pada aspek sosial ekonomi terutama bagi masyarakat sekitarnya. Masyarakat

(25)

sebagai pengguna danau akan mempunyai rasa memiliki, apabila mereka sadar dan peduli akan manfaat danau bagi kehidupan.

Mengingat ekosistem danau memiliki multi fungsi dan manfaat, maka pengelolaan danau harus dilaksanakan secara terencana dan penuh kehati-hatian agar potensi danau dapat termanfaatkan secara optimal dan kegiatannya diprioritaskan pada kawasan danau yang memiliki potensi pemanfaatan tinggi serta kawasan yang telah mengalami degradasi, selain itu kegiatan pengelolaan danau juga harus diprioritaskan bagi kesejahteraan masyarakat.

Komunitas masyarakat yang sadar akan pentingnya suatu kawasan danau (khususnya bagi kehidupan manusia), serta mempunyai kemauan dan kemampuan untuk memanfaatkan danau secara bijaksana, akan memelihara keberadaan danau dengan berbagai fungsi dan nilai pentingnya. Berdasarkan pada prinsip ini maka danau dapat terjaga dengan sendirinya oleh komunitas masyarakat.

Pengalaman menunjukkan bahwa pengelolaan danau yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan khususnya masyarakat lokal, lebih memberikan kepastian keberlanjutan pengelolaan dibandingkan kegiatan serupa yang dilakukan tanpa peran aktif masyarakat lokal. Peran aktif masyarakat dalam pengelolaan danau harus dimulai sejak identifikasi isu pengelolaan, penentuan alternatif pengelolaan isu danau, implementasi rencana kegiatan, hingga monitoring dan evaluasi efektivitas pengelolaan berdasarkan kriteria yang disepakati.

Danau dimanfaatkan oleh beragam pemangku kepentingan, akibatnya pengelolaan danau menjadi rawan konflik dan di beberapa tempat memicu rusaknya sumberdaya hayati. Oleh sebab itu, pengelolaan danau harus dilakukan secara terpadu yang melibatkan semua pemangku kepentingan.

Selama ini, pengelolaan danau masih dilakukan secara sektoral dan regional serta belum memiliki kejelasan mengenai peran dan pembagian tanggung jawab bagi masing-masing pemangku kepentingan. Evaluasi dari kegiatan seringkali

(26)

didasarkan pada kepentingan masing-masing sektor sehingga tidak jarang menimbulkan konflik diantara para pengguna.

Secara umum, untuk pengelolaan (perencanaan, implementasi kegiatan, monitoring dan evaluasi) yang terintegrasi diperlukan kerja sama yang kuat antara pemerintah, swasta, lembaga penelitian, lembaga pendidikan dan masayarakat setempat.

Secara nasional, danau mempunyai nilai dan fungsi yang penting baik ditinjau dari segi lingkungan maupun perekonomian. Tata laksana yang baik sangat penting dalam pelaksanaan pengelolaan danau secara terpadu untuk mengakomodasi berbagai kelompok masyarakat yang mempunyai kepentingan yang berbeda. Pelaksanaan prinsip-prinsip pengelolaan secara bijaksana dan transparan harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama yang dilandasi oleh ilmu pengetahuan dan teknologi (baik yang berasal dari kearifan lokal maupun hasil penggalian dan pengembangan baru, bersifat terbuka dan bukan berdasarkan pada kepentingan kelompok tertentu.

Dalam rangka penanganan danau khususnya Danau Limboto berbagai komitmen telah direkomendasikan. Rekomendasi tersebut adalah:

• Pembentukan tim atau badan pengelola danau Limboto melalui perda.

• Penyusunan neraca SDA spasial dan tata ruang danau Limboto

• Pemetaan kondisi fisik dan sosial ekonomi masyarakat di sekitar danau Limboto

• Melakukan penghijauan pada catchment area untuk mengurangi erosi dan sedimentasi

• Membuat batas terluar danau untuk mempertahankan luasan yang ada

• Melakukan pendataan kembali tentang kepemilikan lahan dan status lahan yang dipegang oleh masyarakat

• Sinergitas program penanganan danau Limboto melalui koordinasi antar instansi

• Menyusun perda pengelolaan ekosistem danau

• Pembentukan kawasan lestari

(27)

• Sosialisasi pemanfaatan danau dengan asas lestari dan berkesinambungan yang terus menerus kepada masyarakat

• Pemberdayaan masyarakat pesisir danau Limboto

• Penyelamatan danau Limboto sebagai program prioritas tahun 2006

• Melibatkan negara/lembaga donor dalam mendukung penanganan dan penyelamatan danau

b. Pembangunan Berwawasan lingkungan

Pengelolaan sumberdaya alam merupakan salah satu program strategi pembangunan berkelanjutan di Indonesia, sebagaimana dirumuskan dalam salah satu agenda program strateginya, yaitu; penanganan pada konservasi keanekaragaman hayati, pengembangan bioteknologi dan pengelolaan terpadu wilayah pesisir dan lautan. Ketiga aspek tersebut diarahkan pada upaya-upaya pelestarian dan perlindungan keanekaragaman biologi pada tingkat genetik, spesies dan ekosistem serta menjamin kekayaan alam, fauna dan flora di seluruh kepulauan Indonesia. Kesadaran akan pentingnya menjaga keanekaragaman hayati ini sangat diperlukan tidak saja untuk kepentingan bangsa Indonesia, melainkan juga untuk kepentingan secara global. Dengan demikian, upaya-upaya pengelolaan sumberdaya alam harus diarahkan tidak saja untuk kepentingan jangka pendek nasional tapi juga untuk kepentingan jangka panjang dalam skala yang lebih luas. Dalam konteks ini, sebagaimana upaya pengelolaan sumberdaya tanah, aspek penataan ruang menjadi penting untuk memfasilitasi proses-proses pemanfaatan dan pelestarian fungsi-fungsi lingkungan. Selanjutnya, pengembangan sistem pendataan dan informasi sumberdaya alam menjadi syarat mutlak berbagai upaya pengelolaan sumberdaya alam.

Pokok bahasan konsep pembangunan yang berkelanjutan dalam banyak hal membantu kita mengarahkan pada tujuan akhir pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Pendekatan ekosistem dapat dilihat sebagai salah satu cara untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan, Secara umum, konsep ekosistem ditandai dengan studi tentang jenis-jenis mahluk hidup dan lingkungan fisiknya sebagai satu kesatuan terintegrasi. Dalam pengelolaan lingkungan, kepentingan pendekatan ekosistem adalah pada pendekatan yang komprehensif, menyeluruh dan terpadu. Konsep ini diyakini sebagai suatu konsep sistem, termasuk pula bagian-bagian yang menyusunnya serta hubungan atau keterkaitan antar bagian tersebut yang dapat diartikan sebagai komponen abiotik, biotik dan budaya (culture) yaitu bahwa manusia juga merupakan bagian dari ekosistem.

(28)

Kepulauan Indonesia yang luas memberikan kekayaan ekosistem terestrial yang terbentang dari pantai hingga pegunungan tinggi termasuk didalamnya ekosistem perairan darat, seperti sungai, danau, situ dan rawa yang kemudian dibedakan menjadi ekosistem alami seperti hutan alam dan ekosistem binaan seperti hutan tanaman, perkebunan, sawah dan pemukiman. Keragaman ekosistem tersebut merupakan modal dasar dalam melaksanakan pembangunan, namun seiring dengan bertambahnya populasi penduduk yang merupakan salah satu komponen ekosistem yang bersifat dinamis maka perubahan kondisi ekosistem akibat perubahan fungsi lahan yang semakin meningkat. Perubahan tersebut akan mempengaruhi kondisi ekosistem baik di lokasi tempat terjadinya perubahan maupun di sekitarnya dan mengakibatkan posisi ekosistem tersebut menjadi rentan. Mengingat hal tersebut perlu adanya penataan ekosistem yang dapat membantu dalam usaha pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga kekayaan ekosistem dapat terus terjaga seiring dengan meningkatnya pembangunan dengan konsep pembangunan yang bekrelanjutan.

Dasar legalitas dalam kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan ekosistem adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam undang-undang tersebut diamanatkan bahwa konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.

Sedangkan batasan sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun nonhayati yang saling tergantung dan mempengaruhi satu sama lain, dalam hal ini sumber daya alam hayati sendiri adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama unsur hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.

(29)

Unsur ekosistem lain di luar faktor biotik dan abiotik adalah culture (budaya) yaitu sebaran penduduk, mata pencaharian dan pola hidup masyarakat, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan juga akan mempengaruhi tatanan ekosistem dalam posisi yang rentan pada suatu daerah aliran sungai. Struktur dan kedinamisan ekosistem merupakan akibat dari proses perubahan. Banyak pergeseran tajam yang seringkali terjadi sangat berpengaruh terhadap struktur ekosistem. Akibat perubahan ini dapat menghambat pengelolaan yang telah ditentukan atau kebijakan pada level perencanaan. Prinsip ini memerlukan pengelolaan ekosistem dan perencanaan yang fleksibel terutama apabila timbul kejadian-kejadian yang tidak diperkirakan akibat perubahan komponen dan struktur ekosistem sehingga ekosistem berada dalam posisi yang rentan pada suatu daerah aliran sungai (DAS) yang merupakan satuan unit pengelolaan ekosistem.

Dalam konteks DAS, pembangunan yang berkelanjutan dapat dicapai apabila perangkat kebijaksanaan yang akan diterapkan pada pengelolaan DAS dengan mempertimbangkan bahwa kebijakan pengelolaan DAS perlu dibuat dan dilaksanakan oleh semua aktor yang terlibat dalam aktivitas pengelolaan sumber daya alam pada skala DAS dan saling menyadari dampak apa yang akan ditimbulkan oleh aktivitas yang akan dilakukannya. Dengan demikian, dapat dilakukan evaluasi dini terhadap gejalagejala terjadinya degradasi lingkungan dan tindakan perbaikan yang diperlukan dapat segera dilaksanakan.

Pengelolaan DAS dalam imbangannya dengan pengelolaan ekosistem adalah suatu formulasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi terhadap sumberdaya alam dan manusia yang terdapat pada daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan kerusakan sumberdaya air dan tanah. Termasuk dalam pengelolaan DAS identifikasi keterkaitan antara tata guna lahan, tanah dan air dan keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS yang perlu mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan pada dan di luar daerah aliran sungai.

(30)

Program penyelamatan Danau Limboto merupakan program yang sangat penting bagi masyarakat di Provinsi Gorontalo, khususnya masyarakat di pesisir Danau Limboto. Danau Limboto merupakan sumberdaya alam yang sangat terkait dengan hajat hidup masyarakat. Secara ekologis danau merupakan habitat dari berbagai biota air, juga berfungsi sebagai pengendali banjir. Secara ekonomi Danau Limboto merupakan sumber mata pencaharian petani dan nelayan di sekitarnya, juga berfungsi sebagai sarana transportasi dan obyek wisata.

Dengan upaya penyelamatan ini diharapkan Danau Limboto dapat memberikan manfaat yang secara berkelanjutan, baik manfaat ekonomi maupun manfaat ekologis.

Dalam upaya penyelamatan Danau Limboto perlu dilakukan kajian lingkungan eksternal dan internal sehingga upaya yang dilakukan tersebut efektif dalam mencapai sasaran. Kondisi dan karakteristik lingkungan eksternal dan internal perlu dianalisis sehingga dapat diketahui dampak penting ditimbulkan dan dapat ditetapkan rencana-rencana strategis yang mungkin dapat dilakukan.

Untuk mengetahui kondisi eksternal dan internal yang dibutuhkan dalam upaya penyelamatan Danau Limboto, dilakukan analisis SWOT sebagaimana tertera pada Tabel 5.

(31)

4. Permasalahan

IV. Permasalahan

a. Meta Masalah

Meta masalah yang dihadapi adalah (1) pendangkalan dan penyusutan luas, (2) penurunan kualitas air danau, (3) perkembangan eceng gondok, (4) penurunan volume air, (5) penurunan produktivitas perikanan, (6) banjir, (7) perusakan hutan dan lahan, dan (8) perusakan hutan riparian.

a.1. Pendangkalan dan penyusutan luas Danau Limboto

Laju pendangkalan danau akibat erosi dari sungai-sungai yang bermuara di danau ini sangat besar. Pada tahun 1932, rata-rata kedalaman Danau Limboto 30 meter dengan luas 7.000 Ha. Pada tahun 1955 kedalaman danau menurun menjadi 16 meter. Dan dalam tempo 30 tahun, (tahun 1961) rata-rata kedalaman Danau Limboto telah berkurang menjadi 10 meter dan luasanya menyusut

(32)

menjadi 4.250 Ha. Pada tahun 1990 – 2008 kedalaman Danau Limboto tinggal rata-rata 2,5 meter dan luasnya yang tersisia tinggal 3.000 Ha.

Dalam kurun waktu 52 tahun Danau Limboto berkurang 4304 ha (62.60 %). Jika kita hitung per tahunnya, tingkat penyusutan danau mencapai 65.89 hektar. Diperkirakan pada tahun 2025 Danau Limboto lenyap dari muka bumi Gorontalo. Pendangkalan ini selain dipicu oleh erosi sungai dan lahan, juga disebabkan oleh para nelayan yang selama bertahun-tahun membangun perangkap ikan yang menggunakan gundukan tanah dari darat serta batang-batang pohon. Pendangkalan danau menyebabkan munculnya tanah-tanah timbul di kawasan perairan danau. Tanah-tanah timbul ini selanjutnya diokupasi dan dikapling oleh masyarakat yang seakan-akan hak miliknya dan dimanfaatkan untuk berbagai peruntukan seperti sawah (637 hektar), ladang (329 hektar), perkampungan (1272 hektar), dan peruntukan lainnya (42 hektar). Hal ini menimbulkan kerawanan sosial karena konflik antar masyarakat kemungkinan besar dapat terjadi dalam memperebutkan kawasan danau.

Penyusutan luas dan pendangkalan terutama disebabkan kurangnya air yang tertahan dan sedimentasi akibat penggundulan hutan di bagian hulu. Tekanan pertumbuhan penduduk di sekitar danau telah mempercepat penyusutan luas dan pendangkalan, seperti illegal logging, penimbunan sampah, dan illegal fishing. Perkembangan terakhir menunjukkan sebagian wilayah permukaan danau sudah ditempati oleh masyarakat.

a.2. Penurunan Kualitas Air Danau

Berbagai aktivitas masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan danau juga mengancam dan memperburuk kelestarian fungsi danau. Saat ini kualitas air Danau Limboto mengalami penurunan akibat limbah domestik, aktivitas budidaya yang dilakukan di dalam danau, dan sedimentasi danau akibat erosi di daerah hulu sungai. Monitoring kualitas air danau menunjukkan beban pencemaran organik yang tinggi dari sumber aliran yang melalui kawasan perkotaan tersebut,

(33)

seperti terlihat pada kandungan oksigen terlarut di Sungai Alo 0,77 mg/l, Sungai Biyonga 0,94 mg/l, dan kandungan total nitrogennya adalah 2,69 mg/l, sementara total fosfornya 1,44 mg/l. Akibat eutrofikasi berbagai tanaman pengganggu tumbuh subur yang banyak menyerap air dan dapat mempercepat pendangkalan danau.

Masukan bahan organik dan hara ini menyebabkan kondisi perairan danau menjadi subur, seperti terlihat dari hasil perhitungan Indeks Status Kesuburan yang menunjukkan perairan Danau Limboto termasuk kedalam kategori perairan eutrofik ke hypereutrofik. Hal ini sejalan dengan fakta di lapangan dimana tampak tumbuhan air dan fitoplankton sangat melimpah di Danau Limboto (LIPI, 2007).

Gambar 12. Status Trofik di Danau Limboto

Tingkat cemaran organik yang tinggi juga terindikasi dari kelimpahan biota benthik, khususnya dari kelas tubificidae yang tinggi di dasar perairan danau. Kawasan pemukiman juga berkembang di lingkungan sekitar danau, bahkan di beberapa bagian tepian danau, pemukiman penduduk secara langsung bersentuhan dengan badan air danau.

Sumber potensial cemaran bahan organik lainnya di Danau Limboto adalah dari budidaya jaring apung dan jaring tancap yang berkembang di badan air danau

(34)

tersebut. Dari hasil perhitungan Indeks Kimia Kirchoff, perairan Danau Limboto masih termasuk kedalam perairan yang tercemar ringan (LIPI, 2007). Meskipun demikian masalah pencemaran ini perlu mendapat perhatian khusus karena terdeteksinya kandungan logam merkuri dalam konsentrasi yang tinggi di badan perairan danau tersebut.

Gambar 13. Nilai Indeks Kimia Kirchoff di Danau Limboto a.3. Perkembangan Eceng Gondok

Eceng gondok di Danau Limboto tumbuh meluas. Luas sebaran eceng gondok mencapai sekitar 30 % dari luasan danau.

(35)

Menurut informasi penduduk, penyebaran eceng dan jenis tanaman mengapung lainnya sangat dipengaruhi oleh musim. Hal ini berkaitan dengan hembusan angin yang berbeda pada tiap musim. Eceng gondok akan bergerak dari Barat-Utara ke Timur dan Selatan. Pergeseran tersebut sejalan dengan perubahan musim khususnya arah mata angin dimana eceng gondok akan terdeposisi di bagian selatan danau.

Gambar 15. Peta penyebaran Eceng Gondok a.4. Penurunan Produktivitas Perikanan

Masyarakat nelayan di kawasan perairan Danau Limboto saat ini melaporkan telah terjadi penurunan produktivitas perikanan di perairan Danau Limboto. Hasil survei memperlihatkan kecenderungan berkurangnya populasi dan jenis-jenis ikan di danau, namun belum ada data penurunan tersebut. Namun demikian, berbagai fenomena kerusakan lingkungan perairan danau, meliputi pendangkalan dan penyusutan luas genangan air, punahnya vegetasi tumbuhan tenggelam, laju pencemaran bahan organik, dapat menjadi indikator penurunan produktivitas perikanan tersebut.

(36)

Gambar 16. Jenis-jenis Ikan yang hampir punah di Danau Limboto

Hal lain yang dapat menjelaskan terjadinya penurunan tingkat produktivitas perikanan danau yaitu eksploitasi sumber daya perikanan secara berlebihan. Hal ini terlihat dari pertambahan jumlah nelayan di danau. Penurunan produktivitas perikanan di Danau Limboto kemungkinan juga disebabkan cara penangkapan yang kurang ramah lingkungan yaitu penggunaan racun (potas), setrum, bom ikan dan alat penangkap skala besar.

Pokok permasalahan yang perlu diperhatikan di perairan Danau Limboto adalah semakin menurunnya populasi ikan seperti ikan huluu, payangga, gabus, udang dan sebagainya dan bahkan ada yang punah seperti mangaheto (ikan sejenis bobara warna merah), Botua (ikan jenis mujair berwarna putih tanpa sisik), Bulaloa (ikan jenis bandeng tulang sedikit berwarna putih bersisik), dan Boidelo (mirip ikan tuna bersisik dan berwarna abu-abu). Dulu bermacam-macam ikan air tawar dapat dijumpai didanau ini. Kini yang tersisa hanya mujair, nila, gabus atau sepat.

(37)

a.5. Banjir

Pendangkalan danau dan kerusakan hutan menyebabkan terjadinya banjir. Setiap tahun terjadi pendangkalan danau setinggi 46.66 cm dan penyempitan danau sebesar 66.66 hektar dan terjadi penurunan muka air normal danau sebesar kurang lebih 1,75 cm. Penurunan daya tampung danau, menyebabkan terjadi banjir. Banjir terjadi setiap tahun di wilayah hilir selama tiga tahun terakhir.

Gambar 17. Hidrograph banjir DAS Sungai Bone di lokasi dekat muara Sungai Tamalate (Tr= 25 Thn). Sumber: BWS II Gorontalo

(38)

Gambar 18. Hidrograph banjir DAS Sungai Alo-Pohu (Tr= 25 Thn) Sumber: BWS II Gorontalo

Gambar 19. Hidrograph Sungai Bolango pada pertemuan Sungai Bolango dan Sungai Polanggua (Tr= 25 Thn) Sumber: BWS II Gorontalo

a.6. Perusakan Hutan Dan Lahan

Daerah tangkapan air (catchment area) DAS Limboto telah mengalami degradasi yang serius. Banyak kegiatan pertanian di DAS Limboto berada di kawasan hutan lindung. Kegiatan lahan pertanian yang banyak berkembang adalah

(39)

pertanian lahan kering untuk tegalan (palawija), kebun kelapa, kemiri dan sebagainya. Luas lahan pertanian tersebut mencapai 40.58 % dari luas wilayah DAS Limboto. Kegiatan perladangan berpindah, pembakaran lahan, penebangan liar dan pengembalaan liar marak dilakukan oleh berbagai pihak.

Gambar 20. Pengrusakan Hutan dan Tebing

Berdasarkan klasifikasi hutan, sebagian besar daerah tangkapan air hujan pada DAS LBB ternyata telah lama dilegalisasi menjadi Hutan Produksi Terbatas (HPT) atau Limited Production Forest yang telah mendorong secara formal eksploitasi hutan secara besar-besaran. Luas hutan di DAS Limboto hanya 14.893 hektar (16.37 % dari luas DAS) jauh di bawah persayartan minimum (30 %). Kerusakan hutan memperbesar tingkat erosi tanah dan menyebabkan lahan-lahan yang ada menjadi kritis. Berdasarkan RTL-RLKT DAS Limboto, 2004, tingkat erosi di DAS Limboto mencapai angka 9.902.588,12 ton/tahun atau rata-rata 108.81 ton/ha/tahun. Sedimentasi di Danau Limboto sebesar 0.438 mm/tahun. Luas lahan kritis mencapai angka 26.097 hektar lahan kritis terdiri dari 12.573 hektar lahan kritis di dalam kawasan hutan dan 13.524 ha di luar kawasan hutan.

Laju pendangkalan danau akibat erosi dari sungai-sungai yang bermuara di danau ini sangat besar. Pada tahun 1932, rata-rata kedalaman Danau Limboto 30 meter dengan luas 7.000 Ha. Pada tahun 1955 kedalaman danau menurun menjadi 16 meter. Dan dalam tempo 30 tahun, (tahun 1961) rata-rata kedalaman Danau Limboto telah berkurang menjadi 10 meter dan luasanya menyusut

(40)

menjadi 4.250 Ha. Pada tahun 1990 – 2008 kedalaman Danau Limboto tinggal rata-rata 2,5 meter dan luasnya yang tersisia tinggal 3.000 Ha.

Dalam kurun waktu 50 tahun Danau Limboto berkurang 4304 ha (62.60 %). Jika kita hitung per tahunnya, tingkat penyusutan danau mencapai 65.89 hektar. Diperkirakan pada tahun 2025 Danau Limboto lenyap dari muka bumi Gorontalo. Pendangkalan ini selain dipicu oleh erosi sungai dan lahan, juga disebabkan oleh para nelayan yang selama bertahun-tahun membangun perangkap ikan yang menggunakan gundukan tanah dari darat serta batang-batang pohon. Pendangkalan danau menyebabkan munculnya tanah-tanah timbul di kawasan perairan danau. Tanah-tanah timbul ini selanjutnya diokupasi dan dikapling oleh masyarakat yang seakan-akan hak miliknya dan dimanfaatkan untuk berbagai peruntukan seperti sawah (637 hektar), ladang (329 hektar), perkampungan (1272 hektar), dan peruntukan lainnya (42 hektar). Hal ini menimbulkan kerawanan sosial karena konflik antar masyarakat kemungkinan besar dapat terjadi dalam memperebutkan kawasan danau.

Penyusutan luas dan pendangkalan terutama disebabkan kurangnya air yang tertahan dan sedimentasi akibat penggundulan hutan di bagian hulu. Tekanan pertumbuhan penduduk di sekitar danau telah mempercepat penyusutan luas dan pendangkalan, seperti illegal logging, penimbunan sampah, dan illegal fishing. Perkembangan terakhir menunjukkan sebagian wilayah permukaan danau sudah ditempati oleh masyarakat.

(41)

Bagian Hulu

• Pembakaran hutan, penebangan liar, peladangan berpindah, perambahan hutan termasuk pencurian kayu.

• Sistem pengolahan lahan serta kawasan tidak menerapkan kaidah konservasi dan masih bersifat tradisional.

• Program pemerintah tentang pengelolaan DAS masih bersifat parsial, tumpang tindih, konflik kepentingan, kurang membangun sistim kordinasi lintas sektor dan setengah hati.

• Penataan pemukiman penduduk yang tidak teratur

• Belum adanya batas dan aturan jalur hijau sepanjang DAS

• Rendahnya pendidikan masyarakat

• Peran kelembagaan masyarakat tingkat desa dan kecamatan rendah

• Struktur dan fisik tanah yang mudah erosi

• Perilaku aparatur yang memback up proses perambahan hutan

• Rendahnya koordinasi tingkat aparatur berwenang dalam melaksanakan pengawasan maupun penegakan hukum bagi yang merusak hutan/kawasan.

Bagian Tengah

• Pengolahan lahan tanpa memperhatikan aspek konservasi.

• Pemukiman masyarakat peladang sekitar bantaran sungai.

• Pembukaan lahan dengan tanaman musiman.

• Vegetasi yang kurang.

• Tingkat kesadaran masyarakat kurang terhadap lingkungan.

• Pengikisan bibir sungai yang terkadang lahan perkebunan dan rumah tempat tinggal masyarakat yang menjadi korban.

• Terjadi perubahan aliran sungai.

• Kurangnya peran serta seluruh pihak dalam mendorong gerakan konservasi, perlindungan, pengawasan, dan sebagainya.

Bagian Hilir

• Kurangnya koordinasi antar sektor/lintas sektor pemerintah.

• Perladangan dibantaran sungai menggunakan teknologi pola tanam monokultur.

• Tingginya laju pemukiman dibantaran sungai dan masyarakat yang bermukim dipesisir danau semakin masuk ke areal kawasan danau.

• Tingginya angka eksploitasi kawasan berakibat penataan ruang yang semraut.

(42)

• Perilaku menggunakan alat tangkap perikanan yang tradisional “olate, bibilo, tiopo” dan sejumlah alat tangkap dengan bahan materialnya terbuat dari kayu, bamboo pasir dan pelepah daun kelapa.

• Tingginya angka ketergantungan ekonomi pada kawasan danau berakibat rebutan kaplingan lahan pada tepian danau limboto

• Penambangan galian C dan tingginya angka budidaya jaring apung serta karamba.

• Perilaku yang menjadikan sungai sebagai TPA sampah.

• Lemahnya penegakan aturan hukum terhadap oknum yang melakukan perilaku menyimpang

• Rendahnya sumber daya manusia

• Konflik kepentingan yang beragam khususnya di Danau Limboto

• Penguasaan jaring apung dan lahan seputar pesisir bukan oleh masyarakat setempat namun juga oleh para oknum pejabat.

b. Masalah substantif

Masalah substantif yaitu masalah-masalah yang tanpak secara nyata mempengaruhi kondisi Danau Limboto. Beberapa masalah yang substantif adalah, sebagai berikut :

1. Pendangkalan dan penyusutan danau 2. Perkembangan eceng gondok

3. Penurunan kualitas air Danau Limboto. 4. Penurunan populasi dan jenis biota perairan

5. Okupasi tanah timbul di kawasan Danau Limboto oleh masyarakat 6. Kerusakan DAS Limboto

c. Masalah Formal

Masalah formal adalah masalah-masalah yang harus segera ditangani atau menjadi prioritas karena menimbulkan dampak yang besar terhadap danau. Berdasarkan identifikasi masalah, maka masalah utama yang harus segera ditangani adalah :

1. Pendangkalan Danau Limboto akibat sedimentasi 2. Penurunan populasi dan jenis ikan

3. Penurunan kualitas air danau akibat pencemaran dan pertumbuhan eceng gondok

4. Okupasi kawasan danau oleh masyarakat

(43)

d. Pengkajian Masalah

Gambar 21. Kausal Lup permasalahan Danau Limboto

Berdasarkan hubungan interaksi masalah Danau Limboto tersebut di atas, maka disusun analisis masalah sesuai dengan Iceberg Theory untuk menentukan struktur permasalahan secara spesifik dan masalah-masalah pokok yang harus di tangani baik jangka pendek maupun jangka panjang (Gambar 12).

(44)

Gambar 22. Teori Gunung Es masalah Danau Limboto

5. Rencana Aksi

V. Rencana Aksi

a. Visi dan Misi Danau Limboto

Dalam rangka pengelolaan dan pelestarian Danau Limboto secara berkelanjutan di Provinsi Gorontalo, maka perlu ditetapkan Visi dan Misi. Visi dan Misi Danau Limboto adalah sebagai berikut:

Visi

“ Danau Limboto lestari tahun 2015” Misi

• Mengembalikan dan mempertahankan fungsi-fungsi danau secara lestari untuk kesejahteraan rakyat.

• Membangkitkan kesadaran dan kemandirian masyarakat dalam pengelolaan danau.

• Mewujudkan koherensi kebijakan pengelolaan danau. b. Strategi

(45)

b.1. Lingkup Pengelolaan

Lingkup kesatuan wilayah ekosistem perairan danau meliputi badan air danau dan lingkungan di kawasan daerah tangkap airnya, sehingga sistem pengelolaan lingkungan perairan Danau Limboto harus merupakan bagian dari sistem pengelolaan Wilayah Sungai Limboto-Bolango-Bone. Sebagai contoh Dalam pengembangan konsep pengelolaan sumberdaya perikanan FAO menyarankan untuk membagi wilayah pengelolaan kawasan wilayah sungai kedalam tiga klaster, yaitu pengelolaan kawasan pedesaaan, pengelolaan kawasan sub DAS atau klaster orde sungai, serta pengelolaan DAS secara keseluruhan. Mengikuti konsep demikian pengelolaan lingkungan perairan danau dapat ditempatkan pada konteks pengelolaan kawasan pedesaan atau kawasan sub DAS, dimana keterlibatan masyaraakat lokal sangat diperlukan sebagai subjek sekaligus juga objek dari pengelolaan itu sendiri mengikuti aturan-aturan pengelolaan yang lebih luas di tingkat DAS secara keseluruhan.

Berdasarkan cara pandang perairan danau sebagai sumberdaya yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat umum secara berkelanjutan menempatkan kepentingan sektor-sektor sebagai matrik sasaran pengelolaan dengan sektor lingkungan sebagai faktor pengikatnya. Dengan demikian pengelolaan perairan danau juga harus meliputi upaya-upaya koordinasi untuk pencapaian sasaran-sasaran sektoral secara optimal dengan memperhatikan batasan daya dukung lingkungan perairan danau. Informasi dan pengetahuan mengenai ekosistem perairan danau, meliputi struktur komponen dan proses ekologi serta sosial ekonomi masyarakat sangat diperlukan, baik untuk menentukan batasan daya dukung lingkungan maupun untuk penetapan nilai kepentingan setiap sektor yang terlibat.

b.2. Kelembagaan

Strategi kelembagaan pada dasarnya untuk mendorong pengembangan kelembagaan pengelolaan perairan danau yang bersifat partisipatif. Peran

(46)

pemerintah melalui departemen atau dinas, misalnya Dinas Pekerjaan Umum atau Balai Pengelola Wilayah Sungai sangat diharapkan untuk bertindak sebagai fasilitator pengembangan kelembagaan pengelolaan partisipatif tersebut. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

• Pembentukan forum untuk pertemuan-pertemuan koordinatif yang melibatkan semua pemangku kepentingan untuk penyusunan kerangka kelembagaan, meliputi visi, misi, tujuan, sasaran, serta strategi-strategi pengelolaan, termasuk di dalamnya program-pogram implementasi kebijakan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Pertemuan demikian juga harus menyepakati bentuk kelembagaan serta yang akan dibentuk beserta struktur organisasi di dalamnya;

• Memperjuangkan aspek legal kesepakatan pengelolaan yang telah ditetapkan untuk dijadikan undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan daerah yang bersifat mengikat;

• Untuk implementasi kebijakan serta strategi pencapaian sasaran selanjutnya disusun master plan kawasan perairan danau. Penyusunan master plan juga memerlukan keterlibatan masyarakat, pemangku kepentingan, serta pemerintah, ditambah tenaga-tenaga ahli terkait yang dapat memberikan masukan-masukan informasi untuk pengambilan keputusan yang akurat. Suatu tim ad hoc perlu dibentuk untuk maksud tersebut, dan karena memerlukan dana yang cukup besar kegiatan penyusunan master plan kawasan danau ini sebaiknya difasilitasi oleh pemerintah. Penetapan zona-zona peruntukan yang telah disusun sebagai bagian laporan kegiatan ini diharapkan dapat menjadi acuan utama dalam penyusunan master plan kawasan danau ini. Master plan selanjutnya harus digunakan sebagai dasar pengembangan kawasan perairan danau;

• Pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan sosialisasi peraturan-peraturan pengelolaan danau, pencerahan aspek fungsi lingkungan danau, informasi teknolgi penangkapan, pengolahan hasil tangkap, dan status terkini pasar, serta pelaksanaan insentif pembangunan masyarakat berbasis sumberdaya perairan danau yang berkelanjutan;

• Pengembangan sistem monitoring dan evaluasi lingkungan danau yang diintegrasikan dengan sistem informasi lingkungan danau. Dana dan informasi tentang lingkungan danau, meliputi aspek biofisik dan sosial ekonomi masyarakat sangat penting untuk acuan dalam pengambilan keputusan pengelolaan danau. Demikian juga keterbukaan akses data dan informasi tersebut melalui suatu sistem informasi sangat penting untuk pemberdayaan masyarakat serta masukan-masukan ilmiah serta kepemerintahan yang baik.

(47)

c. Kelembagaan

Kecenderungan pengelolaan lingkungan perairan secara berkelanjutan yang populer saat ini adalah yang bersifat co-management atau partisipatif, yaitu sistem pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah yang bertindak sebagai fasilitator sementara prakarsa-prakarsa tindakan pengelolaan diserahkan kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan melalui mekanisme permusyawarahan. Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam implementasi pengelolaan partisipatif tersebut, yaitu :

• Keberadaan masyarakat lokal/nelayan berdasar kepentingan dan kapasitas yang dimiliki didorong untuk menjadi pelaku aktif dalam implementasi sistem pengelolaan, termasuk di dalamnya upaya pendanaan sistem pengelolaan sehingga dapat bersifat mandiri;

• Mekanisme pemecahan konflik kepentingan melalui forum musyawarah dan pengembangan kriteria-kriteria pengelolaan sumberdaya perairan danau yang disepakati oleh semua fihak;

• Keberadaan pemerintah untuk mengakomodasi dan fasilitas aspek legal sistem pengelolaan yang disepakati melalui pembentukan peraturan-peraturan pemerintah dan penegakan hukum, serta insentif atau bantuan lain.

• Badan air danau merupakan bagian integral dari sistem aliran sungai secara keseluruhan, sehingga sistem pengelolaan perairan danau harus merupakan bagian dari kesatuan pengelolaan wilayah aliran sungai secara terpadu.

d. Program

Program penyelamatan Danau Limboto merupakan program yang sangat penting bagi masyarakat di Provinsi Gorontalo, khususnya masyarakat di pesisir Danau Limboto. Danau Limboto merupakan sumberdaya alam yang sangat terkait dengan hajat hidup masyarakat. Secara ekologis danau merupakan habitat dari berbagai biota air, juga berfungsi sebagai pengendali banjir. Secara ekonomi Danau Limboto merupakan sumber mata pencaharian petani dan nelayan di sekitarnya, juga berfungsi sebagai sarana transportasi dan obyek wisata. Dalam upaya penyelamatan Danau Limboto perlu dilakukan kajian

(48)

lingkungan eksternal dan internal sehingga upaya yang dilakukan tersebut efektif dalam mencapai sasaran. Kondisi dan karakteristik lingkungan eksternal dan internal perlu dianalisis sehingga dapat diketahui dampak penting ditimbulkan dan dapat ditetapkan rencana-rencana strategis yang mungkin dapat dilakukan. d.1. Pendekatan

Pelaksanaan program dilakukan berdasarkan beberapa pendekatan yaitu:

• Pendekatan ilmiah, dalam setiap kegiatan diterapkan inovasi teknologi untuk memecahkan masalah.

• Pendekatan partisipatif, masyarakat terlibat langsung dalam pelaksanaan program dengan pengawalan dan pengawasan dari instansi terkait.

• Pendekatan integratif dan koordinatif, program dilakukan secara terpadu oleh berbagai stakeholders.

d.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Program penyelamatan Danau Limboto terdiri atas 4 sub program dengan 14 kegiatan. Rincian kegiatan disajikan pada Lampiran 1.

A. Program Penataan Kawasan Danau Limboto 1. Penetapan Zonasi Danau Limboto

Latar Belakang

• Mengingat ekosistem danau memiliki multi fungsi dan manfaat, maka pengelolaan danau harus dilaksanakan secara terencana dan penuh kehatihatian agar potensi danau dapat termanfaatkan secara optimal dan kegiatannya diprioritaskan pada kawasan danau yang memiliki potensi pemanfaatan tinggi serta kawasan yang telah mengalami degradasi, selain itu kegiatan pengelolaan danau juga harus diprioritaskan bagi kesejahteraan masyarakat.

• Komunitas masyarakat yang sadar akan pentingnya suatu kawasan danau (khususnya bagi kehidupan manusia), serta mempunyai kemauan dan kemampuan untuk memanfaatkan danau secara bijaksana, akan memelihara keberadaan danau dengan berbagai fungsi dan nilai

(49)

pentingnya. Berdasarkan pada prinsip ini maka danau dapat terjaga dengan sendirinya oleh komunitas masyarakat.

• Pengelolaan demikian dapat terwujud apabila telah ada batasan yang jelas dan akurat peruntukan wilayah /zona bagi berbagai kepentingan tersebut, kejelasan zona meliputi batas daerah terluar danau dan bantaran danau, zona pemanfaatan/ budidaya/ areal penangkapan, zona konservasi/ lindung. Pengalaman menunjukkan bahwa pengelolaan danau yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan khususnya masyarakat lokal, dan kejelasan wilayah masing-masing lebih memberikan kepastian keberlanjutan pengelolaan danau

Tujuan : Tertatanya zonasi danau limboto Ruang Lingkup Kegiatan :

1. Persiapan (pengupulan data yang meliputi data batasan danau limboto) 2. Sosialisasi penetapan zonasi danau limboto ke masayarakat

3. Pengukuran dan pemasangan batas danau dan zonasi pemanfatan 4. Evaluasi

Input: Dana untuk alokasi Sumber Daya Manusia, Tenaga Ahli, dan Teknologi. Output: Zonasi danau limboto yang jelas dan akurat

Outcome: Peningkatan kesadaran masyarat di pesisir danau terhadap pelestarian lingkungan Danau Limboto

Benefit: Tumbuhnya partisipasi stakhoelder (pemerintah, swasta dan masyarakat) dalam Penyelamatan Danau Limboto.

Impact: Meningkatkan kualitas lingkungan danau.

2. Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Danau Limboto Latar Belakang

• Danau adalah salah satu bentuk sumberdaya yang dikaruniakan oleh Sang Pencipta untuk menunjang kehidupan seluruh mahluk hidup di bumi ini, termasuk manusia. Oleh karenanya, adalah suatu kewajiban bagi kita semua untuk menjaga eksistensi danau beserta segala potensi yang ada di dalamnya sebagai salah satu usaha untuk menjamin kelangsungan hidup generasi kini dan mendatang.

• Degradasi nilai dan fungsi dari suatu danau akan memberikan dampak negatif pada aspek sosial ekonomi terutama bagi masyarakat sekitarnya. Masyarakat sebagai pengguna danau akan mempunyai rasa memiliki, apabila mereka sadar dan peduli akan manfaat danau bagi kehidupan.

(50)

Selama ini, pengelolaan danau masih dilakukan secara sektoral dan regional serta belum memiliki kejelasan mengenai peran dan pembagian tanggung jawab bagi masing-masing pemangku kepentingan. Evaluasi dari kegiatan seringkali didasarkan pada kepentingan masing-masing sektor sehingga tidak jarang menimbulkan konflik diantara para pengguna.

• Danau dimanfaatkan oleh beragam pemangku kepentingan, akibatnya pengelolaan danau menjadi rawan konflik dan di beberapa tempat memicu rusaknya sumberdaya hayati. Oleh sebab itu pengelolaan danau harus dilakukan secara terpadu yang melibatkan semua pemangku kepentingan

Tujuan : Terbentukmya kelembagaan yang formal dalam pengelolaan dan penyelamatan Danau Limboto.

Ruang Lingkup Kegiatan : 1. Persiapan

2. Pembentukan kelembagaan yang melibatkan seluruh stakholder 3. Sosialisasi kelembagaan dan perannanya kepada masyarakat 4. Evaluasi

Input: Dana untuk alokasi Sumber Daya Manusia, Tenaga Ahli, dan Teknologi. Output: Lembaga Pengelola Danau Limboto

Outcome: Peningkatan kesadaran masyarat di pesisir danau terhadap pelestarian lingkungan Danau Limboto

Benefit: Tumbuhnya partisipasi stakhoelder (pemerintah, swasta dan masyarakat) dalam Penyelamatan Danau Limboto.

Impact: Meningkatkan kualitas lingkungan danau.

3. Penyusunan Sistem Informasi Manajemen Danau Limboto Latar Belakang

• Penanganan Danau Limboto masih bersifat parsial dan masih bersifat sektoral. Selama ini ternyata belum disadari bahwa penanganan Danau Limboto sebenarnya merupakan wewenang Pemerintah Provinsi karena berada pada 2 diwilayah administrasi yaitu Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo.

Gambar

Gambar 1. Kondisi Danau Limboto
Gambar 3. Peta Topografi dan Bathimetri Danau Limboto a.3. Luas, Kedalaman dan Iklim
Gambar 4. Pendangkalan Danau Limboto
Gambar 5. Kondisi Danau Limboto Tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Ketika sebuah switch menerima paket, switch menempatkan paket tersebut ke dalam antrian paket di port masuk. Kemudian switch akan mengecek paket pertama dan mencocokan

Mempunyai dua pasang sisi sejajar tidak sama panjang, sudut-sudut yang berhadapan sama besar dan mempunyai satu simetri lipat.. Mempunyai sepasang sisi sejajar sama

Persentase kelamin jantan meningkat seiring dengan peningkatan konserasi madu dalam media perendaman, dimana persentase tertinggi (81,43%) dijumpai pada konsentrasi madu

Sedangkan pada kontrol tidak terdapat nyamuk yang ma- ti.Kesimpulan yang di peroleh dalam penelitian ini yaitu Pada konsetrasi 60 % dan 70 % ekstrak daun mojo (Aegle

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui spesies serangga hama yang terdapat pada Tanaman rambutan (Nephelium lappaceum) di Gampong Lamsiteh Cot Kecamatan

Aloei Saboe Kota Gorontalo, setelah diukur dengan menggunakan chi square didapatkan bahwa tidak terdapat pengaruh dimana setelah diuji nilai X 2 yang diperoleh

Berdasarkan uji t, disimpulkan bahwa di antara atribut inovasi dan pengalaman wajib pajak terhadap minat penggunaan online tax filing system pada wajib pajak orang