Pemeriksaan audiometri
Oleh : Meilisa Sri Suzana
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini
menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap
frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai
prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat
ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
a. Definisi
Audiometri berasal dari kata
audir
dan
metrios
yang berarti mendengar dan
mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur
ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan
lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level
pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan
audiometri, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes
audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan
pendengeran atau seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan
ketajaman pendngaran.
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis
dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :
1) Audiometri nada murni
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang
dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500,
1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi
yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga
orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk menukur
ketajaman pendengaran melalui hntaran udara dan hantran tulang pada tingkat
intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran tulang dan
hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan
derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah
orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan
nilai ambang baku pendengaran untuk nada muri.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran
frekwuensi 20-20.000 Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting
untuk memahami percakapan sehari-hari.
pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
2) Audiometri tutur
Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mrngukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
a) Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan tepat.
Kriteria orang tuli :
Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB
Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak (ada cairan dalam telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk menentukan penyabab kurang pendengaran.
b. Manfaat audiometri
1) Untuk kedokteran klinik, khususnya penyakit telinga 2) Untuk kedokteran klinik Kehakiman,tuntutan ganti rugi
3) Untuk kedokteran klinik Pencegahan, deteksi ktulian pada anak-anak c. Tujuan
Ada empat tujuan (Davis, 1978) : 1) Mediagnostik penyakit telinga
2) Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari, atau dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan, apakah butuh alat pembantu mendengar atau pndidikan khusus, ganti rugi (misalnya dalam bidang kedokteran kehkiman dan asuransi).