• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan yang Berkelanjutan

1 PENDAHULUAN

2.2 Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan yang Berkelanjutan

15 Pengertian pemanfaatan sumberdaya perikanan adalah pemanfaatan sumberdaya ikan dan biota air lainnya untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan pangan manusia. Sumberdaya perikanan adalah jenis sumberdaya yang dapat diperbaharui. Artinya bahwa apabila kita dapat mengelola dan menjaga dengan baik dan juga disertai restocking, maka keberadaan sumberdaya tersebut akan tetap terjaga dan lestari, sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang hidup sekarang dan juga sekaligus tidak mengabaikan kebutuhan generasi yang akan datang (Bintoro, 2005).

Kata berkelanjutan dalam memanfaatan sumberdaya berasal dari bahasa Inggris

sustainable yang berarti meneruskan tanpa henti-hentinya atau terus menerus sehingga

sustainable dapat diartikan sesuatu yang dapat dimanfaatkan secara terus menerus atau berkelanjutan (Munasinghe, 1993). Dalam bidang perikanan istilah “pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan” (sustainable fisheries utilization) muncul karena adanya isu global tentang terbatasnya sumberdaya perikanan di satu pihak dan kebutuhan akan sumberdaya perikanan yang terus meningkat akibat semakin bertambahnya jumlah penduduk dunia di lain pihak.

Sumberdaya ikan bersifat dapat pulih/diperbaharui (renewable resources), yang memiliki kemampuan regenerasi secara biologis, akan tetapi apabila tidak dikelola secara hati-hati dan menyeluruh akan mengarah kepada pengurasan sumberdaya ikan yang akhirnya mengancam keberlanjutan sumberdaya. Untuk itu dalam pengelolaan sumberdaya perikanan rente ekonomi yang sebesar-besarnya hendaknya diperoleh tanpa melakukan pengurasan terhadap sumberdaya ikan itu sendiri. Prinsip pembangunan yang berkelanjutan hendaknya diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan (Munasinghe, 1993).

Perhatian pembangunan perikanan yang berkelanjutan dimulai pada awal tahun 1990- an yang merupakan proses dari terjadinya beberapa perubahan (Fauzi dan Anna, 2002) :

1) Meningkatnya perhatian terhadap lingkungan dari para stakeholder sebagai akibat

Rio summit yang menyerukan diperlukannya perbaikan secara global terhadap

pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan.

2) Terjadinya collapse dari beberapa perikanan dunia seperti anchovy, tuna dan salmon yang menyadarkan orang tentang konsekuensi yang ditimbulkan tidak hanya ekologi, namun juga konsekuensi sosial dan ekonomi.

16 3) Pemberdayaan para stakeholder yang menuntut diperlukan pandangan yang lebih

luas (holistik) mengenai pengelolaan perikanan.

The World Commission on Environment and Development (WCED), 1987

mendefinisikan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini, tanpa menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya.

Menurut Monintja (1997) perikanan tangkap yang berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai usaha penangkapan ikan yang perlu memiliki beberapa persyaratan khusus antara lain:

1) Produk-produk dapat diterima oleh masyarakat konsumen (marketable).

2) Usaha penangkapan menunjukkan keragaman yang menguntungkan (profitable). 3) Usaha penangkapan tidak mengganggu habitat serta kegiatan-kegiatan sub sektor

lainnya (environmental friendly).

4) Usaha penangkapan akan dapat berjalan terus menerus tanpa mengganggu kelestarian spesies sasaran (sustainable).

Keberlanjutan (sustainability) hendaknya dijadikan salah satu tujuan dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan karena hal ini telah diamanatkan dalam Deklarasi yang dihasilkan oleh United Nations Conference on Environment and Development yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brasil, pada tahun 1992 dimana Indonesia merupakan salah satu peserta. Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan keserasian antara laju kegiatan pembangunan dengan daya dukung (carrying capacity) lingkungan alam untuk menjamin tersedianya aset sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang minimal sama untuk generasi mendatang (UNCED, 1992).

Pembangunan berkelanjutan mengandung tiga dimensi utama yang meliputi dimensi ekonomi, ekologi dan sosial, jadi suatu kegiatan pembangunan dinyatakan berkelanjutan, apabila kegiatan pembangunan secara ekonomis, ekologis, dan sosial politik bersifat berkelanjutan (Gambar 2). Berkelanjutan secara ekonomis berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital (capital maintenance), dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara ekologis mengandung arti, bahwa kegiatan dimaksud harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya alam

17 termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity), sehingga diharapkan pemanfaatan sumberdaya dapat berkelanjutan. Sementara itu, berkelanjutan secara sosial politik mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan. Dengan demikian jelas bahwa konsep pembangunan berkelanjutan hanya bisa dilaksanakan apabila pembangunan harus berorientasi pada kepentingan dan mendapatkan dukungan dari masyarakat yang terkena dampaknya (Doring, 2001).

Gambar 2 Tiga dimensi keberlanjutan (Doring, 2001).

Bertambahnya penduduk dunia menyebabkan meningkatnya kebutuhan protein hewani sehingga hal ini juga meningkatkan level eksploitasi sumberdaya perikanan yang mana akan menyebabkan tercapainya tingkat eksploitasi penuh (fully exploited)pada sumberdaya perikanan. Pada tahap ini pemanfaatan sumberdaya harus lebih hati-hati karena tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan sudah seimbang dengan daya dukung sumberdaya perikanan tersebut.

Sustainability Triangle

Ecological Integrity Economic stability

Careful Development Use

Evaluation Education

18 Pada tahap ini pertimbangan yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan sudah bergeser ke arah pertimbangan ekologi. Munasinghe (1993) juga mengemukakan tentang konsep

sustainable development yang mempertimbangkan tiga (3) isu utama yaitu ekonomi (economic), sosial (social),dan lingkungan (environmental)(Gambar 3).

Gambar 3 Hubungan antar sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam konsep

sustainable development (Munasinghe, 1993)

Dwiponggo (1987), FAO (1995), dan Bintoro (1995) mengemukakan bahwa berdasarkan status pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat dibagi menjadi enam (6) kelompok yaitu :

(1) Unexploited; Sosial Lingkungan Ekonomi Efisiensi Pertumbuhan Stabilitas Kemelaratan Konsultasi Budaya Biodiversitas Sumber daya alam Polusi Partisipasi Pemerataan - Pemerataan antar pengguna - Tenaga kerja - Penilaian - Internalisasi

19 Stok sumberdaya perikanan belum tereksploitasi (masih perawan). Aktivitas penangkapan sangat dianjurkan untuk mendapatkan keuntungan dari produksi.

(2) Lightly exploited;

Stok sumberdaya baru tereksploitasi sedikit (<25% MSY). Peningkatan jumlah upaya penangkapan sangat dianjurkan karena tidak mengganggu kelestarian sumberdaya. CPUE mungkin masih bias meningkat.

(3) Moderately exploited;

Stok sumberdaya sudah tereksploitasi setengah dari MSY. Peningkatan jumlah upaya penangkapan masih dianjurkan tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya CPUE mungkin mulai menurun.

(4) Fully exploited;

Stok sumberdaya sudah tereksploitasi mendekati nilai MSY. Peningkatan jumlah upaya penangkapan sangat tidak dianjurkan walaupun jumlah tangkapan masih bias meningkat karena akan mengganggu kelestarian sumberdaya CPUE pasti menurun.

(5) Over exploited;

Stok sumberdaya sudah menurun karena tereksploitasi melebihi nilai MSY. Upaya pengkapan harus diturunkan karena kelestarian sumberdaya sudah terganggu.

(6) Depleted

Stok sumberdaya dari tahun ke tahun jumlahnya menurun drastis. Upaya penangkapan sangat dianjurkan untuk dihentikan karena kelestarian sumberdaya sudah sangat terancam.

Pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan, erat hubungannya dengan konsep pengembangan perikanan (fisheries development) dan pengelolaan perikanan (fisheries management). Pada tahap awal ketika sumberdaya perikanan belum tereksploitasi (unexploited) atau baru saja tereksploitasi (lightly exploited), pemanfaatan sumberdaya yang dikenal pada tahap ini adalah pengembangan (development), yaitu mengupayakan peningkatan eksploitasi sumberdaya perikanan untuk mendapatkan keuntungan. Satu-satunya pertimbangan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan pada tahap ini adalah orientasi ekonomi semata yang diwujudkan dengan peningkatan produksi. Selanjutnya oleh karena adanya peningkatan

20 eksploitasi terus menerus terhadap sumberdaya tersebut, kondisi stok berubah statusnya menjadi tereksploitasi menengah (moderately exploited) (Garcia et al., 1999).

Pada kondisi ini, jumlah pihak-pihak yang terlibat (utamanya nelayan) semakin bertambah sehingga upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak hanya sektor ekonomi semata yang menjadi pertimbangan tetapi juga unsur sosial. Paradigma pemanfaatan sumberdaya bergeser dari fisheries development yang mempertimbangkan ekonomi semata tetapi menjadi ke arah fisheries management yang mempertimbangkan pemerataan distribusi keuntungan kepada pihak-pihak yang terlibat (Garcia et al., 1999).

Satu rumusan perikanan masa depan yang sudah menjadi komitmen internasional adalah terciptanya perikanan yang berkelanjutan (sustainable fisheries) yang tidak semata memperhatikan aspek ekologis (environmentally friendly), tetapi juga berdimensi ekonomi (economically sound), dan berdimensi sosial (socially just) (Dahuri, 2002). Walaupun harus diakui bahwa pengintegrasian secara seimbang ketiga hal tersebut adalah suatu hal yang tidak mudah dilakukan. Charles (2001) menambahkan bahwa selain unsur sosial dan ekonomi, perikanan yang berkelanjutan (sustainable fisheries) harus juga memperhatikan aspek ekologi, komunitas, dan institusi.

Model pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan (lestari) ini harus diterapkan pada sumberdaya yang statusnya sudah fully exploited. Jika hal ini diabaikan, cepat atau lambat, sumberdaya perikanan akan menjadi lebih tangkap (over exploited) dan bahkan turun drastis oleh karena tidak terkontrolnya tingkat eksploitasi yang melebihi daya dukung sumberdaya perikanan tersebut. Selanjutnya punahnya (extinct) sumberdaya perikanan tinggal menunggu waktu saja (Garcia et al., 1999). Garcia et al., (1999) menambahkan bahwa aktivitas perikanan tangkap cenderung mengikuti aturan pengembangan umum (common development pattern), yaitu seiring dengan ditemukannya sumberdaya perikanan, pada awalnya, stok sumberdaya tersebut dalam kurun waktu tertentu dalam keadaan belum tereksploitasi sampai tereksploitasi sedikit (lightly exploited). Kondisi ini bergerak ke arah berkembang (moderately exploited) oleh karena adanya teknologi penangkapan, infrastruktur, dan permintaan pasar yang menyebabkan meningkatnya tingkat upaya penangkapan dan produksi.

Selanjutnya, terus meningkatnya permintaan pasar menyebabkan semakin banyaknya pihak-pihak yang ingin terlibat dalam aktivitas perikanan tangkap pada sumberdaya tersebut yang ditandai dengan semakin terdorongnya masyarakat untuk menginvestasikan dananya dalam

21 mengembangkan infrastruktur, pengucuran kredit, pengadaan armada penangkapan, dan industri pengolahan dan pemasaran menyebabkan tercapainya puncak produksi yaitu kondisi dimana sumberdaya tereksploitasi secara penuh (full exploited). Oleh karena terbatasnya daya dukung sumberdaya, produksi akan mengalami penurunan, selanjutnya perbaikan dan penguatan sumberdaya (Gambar 4) (Garcia et al., 1999).

Gambar 4 Kecenderungan perikanan tangkap mengikuti aturan pengembangan umum (Garcia et al., 1999)

Melihat kondisi beberapa sumberdaya perikanan dunia semakin tertekan akhir-akhir ini, badan dunia pemerhati masalah makanan dan pertanian yaitu FAO rupanya sadar tentang pentingnya konsep “pemanfaatan yang berkelanjutan” dengan mengeluarkan code of conduct for responsible fisheries (CCRF) pada tahun 1995 yaitu cara-cara bagaimana melakukan kegiatan eksploitasi sumberdaya perikanan yang bertanggung jawab (responsible) dengan memperhatikan prinsip-prinsip berkelanjutan (sustainability) (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001a).

Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya tidak melebihi kemampuan sumberdaya untuk memperbaharui diri. Tingkat pemanfaatan masing-masing sumberdaya perikanan berbeda tergantung pada ukuran besarnya masing-masing sumberdaya perikanan. Pauly (1983)

Belum berkembang Waktu Turun Puncak Berkembang Perbaikan dan penguatan Tingkat produksi

22 mengemukakan bahwa produksi ikan pada waktu tertentu dapat dijadikan indikator dari ukuran stok ikan pada saat itu sehingga pengelolaan stok ikan untuk periode berikutnya dapat ditentukan. Dengan bertambahnya tekanan pada stok ikan karena adanya aktivitas penangkapan, konsep pertumbuhan alami harus tetap dipertahankan yang artinya jumlah kematian ikan akibat penangkapan dan kematian alami tidak boleh lebih besar dari proses penambahan stok ikan itu sendiri. Dengan kata lain bahwa jumlah tangkapan tertinggi suatu jenis ikan (tangkapan maksimum lestari/MSY) ditambah dengan jumlah kematian alami ikan tersebut tidak boleh melebihi jumlah penambahan stok ikan tersebut (Pauly, 1983).

Kemampuan sumberdaya perikanan untuk memperbaharui diri mereka melalui pertumbuhan dan rekrutmen sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya dalam hal pengadaan sumber makanan, persaingan antar dan inter spesies, lingkungan yang sehat dan sesuai, dan adanya predator. Jika aktivitas penangkapan dilakukan dengan tidak hati-hati walaupun jumlahnya tidak melebihi daya dukung suatu sumberdaya perikanan, maka aktivitas penangkapan tersebut cepat atau lambat akan membahayakan kemampuan sumberdaya perikanan dalam memperbaharui diri (Pauly, 1983).