• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal yang berkelanjutan di perairan Tegal Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal yang berkelanjutan di perairan Tegal Jawa Tengah"

Copied!
235
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

DEMERSAL YANG BERKELANJUTAN DI

PERAIRAN TEGAL JAWA TENGAH

MOHAMMAD IMRON

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Demersal yang Berkelanjutan di Perairan Tegal Jawa Tengah ” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya terbitan dari penulis lain telah disebutkan dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Februari 2008

Mohammad Imron

(3)

ABSTRACT

MOHAMMAD IMRON. Sustainable Demersal Fisheries in Central Java - Tegal. Supervised by JOHN HALUAN, M. FEDI A. SONDITA, ARI PURBAYANTO, DANIEL R. MONINTJA

The demersal fish landing in Indonesia are mostly based on the operation of fishing gear such as trawl, dogol or cantrang, arad etc. Eventhough trawl and the traditional seines are very effective but actually they are not selective. Thus, if those gears are not controlled and properly managed, it may impact negatively to demersal fish resources. Consequently, the depletion of demersal fish-stocks may be followed by the reduction of the welfare of fisher community. Therefore, the exploitation of fish resources must be carefully managed particularly for the demersal fish-stock. Formulating the alternative strategies in demersal fishing is the aim of this dissertation. Studies on potency analysis, level of the demersal fishing, biology and economy considerations, and model of demersal fishing in Tegal City are conducted in this study in order to generate a sustainable demersal fisheries.

The demersal fish landing in 2005, for rays and sea-snakehead, have exceeded its Maximun Sustainable Yield (MSY) level (more than 100%), i.e. 104.21% and 103.91% respectively. Other demersal fishes have also been categorized as heavily fished (66.8 to 100% of MSY). Based on TAC (80% MSY), most of the landing are approaching TAC value. Therefore, the fishing must be managed to avoid the degradation of demersal fish resource.

Indeed, the demersal fisheries has economic beneficiary to the fishers and also to the stakeholders. But, the demersal fisheries have also reached its optimum economic value. Thus, the demersal fishing must now be controlled and managed correctly. Financially, the operation of dogol or cantrang is still feasible except for arad.

Based on the study, to reassume the sustainable demersal fisheries, the operation of arad and dogol or cantrang must be reorganized. Not only the fishers and the owners, the stakeholders must also be involved in managing the demersal fisheries in Tegal thus any policy taken in the management of demersal fishing could be respected.

(4)

RINGKASAN

MOHAMMAD IMRON. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Demersal yang

Berkelanjutan di Perairan Tegal Jawa Tengah. Dibimbing oleh JOHN HALUAN, M.

FEDI A. SONDITA, ARI PURBAYANTO, DANIEL R. MONINTJA.

Dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan, informasi tentang alat tangkap yang selektif sangat penting terutama untuk penentuan jenis dan ukuran ikan yang akan ditangkap. Pengurangan hasil tangkapan yang tidak diinginkan atau by-catch merupakan persyaratan bagi unit penangkapan ikan yang bertanggung jawab, sesuai dengan code of conduct for responsible fisheries. Alat tangkap jenis trawl hingga saat ini masih merupakan jenis alat tangkap yang paling efektif dan ekonomis untuk menangkap berbagai jenis komoditi ikan dan udang. Alat tangkap ini mempunyai nilai selektivitas yang paling rendah dibandingkan dengan alat tangkap lainnya, karena sangat beragamnya hasil tangkapan, baik dari segi ukuran ikan maupun jenis ikannya. Hal ini mengakibatkan kelestarian sumberdaya ikan demersal menjadi terancam. Apalagi dengan banyaknya alat tangkap yang sejenis atau hasil modifikasi dari trawl seperti arad, yang banyak dimiliki oleh nelayan dan dioperasikan disekitar perairan pantai, menjadikan sumberdaya ikan demersal semakin berkurang dan mengganggu kelestariannya.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk merumuskan alternatif strategi pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan dengan membuat pola pemanfaatan melalui beberapa kajian mulai dari potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal secara biologi dan ekonomi serta analisis kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di perairan Tegal dan sekitarnya.

Penelitian ini mulai dari tahap pengumpulan bahan-bahan pustaka untuk penyusunan proposal sampai dengan penulisan disertasi dilakukan selama 12 bulan. Tahap awal dari penelitian ini adalah kajian-kajian pustaka yang telah dilakukan selama 2 bulan. Pengambilan data primer dan sekunder dilakukan di Kota Tegal, dilakukan pada bulan Maret - Mei 2006 di Kota Tegal. Obyek penelitian ini adalah unit-unit penangkapan arad dan dogol/cantrang milik nelayan di Kota Tegal. Alat dan bahan penelitian ini antara lain adalah : data sheet, kuisioner, alat tulis, kamera foto, program komputer, unit-unit penangkapan jaring arad di Kota Tegal, alat ukur, dan lain-lain.

Metodologi penelitian ini adalah metode deskriptif dan survei langsung di lapangan. Pengumpulan data dilakukan melalui kajian pustaka, wawancara dan survei langsung di lapangan. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Untuk mendapatkan data sumberdaya ikan demersal, digunakan data time series dan upaya penangkapan ikan demersal selama kurun waktu 10 tahun terakhir. Data lainnya yang dikumpulkan adalah data tentang unit penangkapan jaring arad dan unit penangkapan lainnya yang menangkap ikan demersal. Sedangkan untuk mengetahui tentang kelayakan usaha dan mengetahui tingkat kesejahteraan nelayan, data yang diambil adalah data tentang lingkungan dan kondisi sosial ekonomi nelayan.

(5)

perlu dijaga dan dikelola kondisi sumberdaya ikan, khususnya ikan demersal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan alternatif strategi pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan melalui beberapa kajian mulai dari potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal secara biologi dan ekonomi serta model pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di perairan Tegal dan sekitarnya.

Tingkat pemanfaatan pada tahun terakhir (tahun 2005), untuk ikan pari dan ikan beloso sudah melebihi batas potensi lestari (lebih dari 100 %), yakni masing-masing sebesar 104, 21 % dan 103,91 %. Untuk ikan lainnya pada umumnya sudah dalam kategori padat tangkap (66,8 – 100 % dari maximum sustainable yield atau MSY). Dari ketentuan Total Allowable

Catch (TAC) atau Jumlah Tangkapan yang diperbolehkan (JTB), yakni tidak melebihi

ketentuan 80 % MSY, umumnya sudah mendekati nilai TAC nya, sehingga hal ini juga memerlukan pengelolaan yang baik agar tidak semakin terjadi degradasi penangkapan yang lebih besar lagi terhadap sumberdaya perikanan demersal.

Sumberdaya ikan demersal telah memberikan manfaat secara ekonomi, baik kepada nelayan selaku pelaku utama maupun berbagai pihak lainnya yang terkait. Pemanfaatan secara ekonomi tersebut telah mendekati nilai batas optimumnya sehingga perlu dikelola dengan lebih baik agar bisa berkelanjutan. Hasil analisis finansial, alat tangkap dogol/cantrang masih layak untuk dioperasikan sedangkan alat tangkap arad tidak layak lagi, karena cenderung merugi.

Agar kondisi sumberdaya ikan demersal tetap lestari, maka perlu pengurangan unit penangkapan arad dan dogol/cantrang karena kedua alat tersebut sudah melebihi alokasi jumlah unit penangkapan yang sebaiknya dioperasikan berdasarkan hasil perhitungan beberapa komponen terkait. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan demersal sangat ditentukan oleh berbagai pihak terkait. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan demersal di Kota Tegal sebaiknya mengikut sertakan nelayan dan pengusaha/juragan dan pihak terkait lainnya, sehingga arah kebijakan yang akan diambil menjadi tepat sasaran dan bermanfaat.

Kondisi aktual pada tahun 2005, jumlah alat tangkap arad dan dogol/cantrang, masing-masing sebanyak 359 unit arad dan 347 unit dogol/cantrang. Jumlah ini unit penangkapan ikan yang dioperasikan saat ini sudah sangat melebihi kapasitas potensi sumberdaya ikan demersal di perairan Kota Tegal dan sekitarnya. Hasil analisis, jumlah unit penangkapan arad yang jumlah unit penangkapan arad dan dogol yang layak dioperasikan di perairan Kota Tegal dan sekitarnya, masing-masing hanya sekitar :

- Dogol : Pada kondisi MSY : 26 ; MEY : 35 dan Open Access : 18 - Arad : Pada kondisi MSY : 74 ; MEY : 33 dan Open Access : 66

Kondisi jumlah unit penangkapan ikan yang sudah melebihi kapasitas tersebut maka perlu segera dilakukan pengelolaan yang baik agar potensi sumberdaya ikan demersal yang ada tetap terjaga dan dapat dimanfaatkan dimasa-masa mendatang. Untuk itu perlu dilakukan pengaturan penangkapan ikan demersal di perairan Tegal dengan melakukan beberapa opsi seperti :

- Pengurangan dan pengaturan pengoperasian jaring arad dan dogol sesuai dengan musim penangkapan. ikan demersal

- Perbaikan teknologi dari alat penangkapan arad dan dogol

- Perluasaan daerah penangkapan lain, untuk meningkatkan produksi

- Penggunaan alat tangkap lain seperti tramelnet, rawai, agar keragaman hasil tangkapan ikan unggulan/ekonomis penting lainnya (seperti cucut, kerapu, dan lain-lain).

(6)

Sebagai langkah awal yang harus dilakukan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di perairan Tegal agar berkelanjutan adalah dengan melakukan pengurangan unit penangkapan arad dan memperluas daerah penangkapan bagi unit penangkapan dogol/cantrang. Jumlah unit penangkapan arad dan dogol/cantrang yang ada saat ini sudah melebihi kapasitas sumberdaya perikanan demersal yang ada pada perairan Kota Tegal, sehingga tidak menguntungkan lagi. Pengurangan ini dapat dilakukan dengan cara yang persuasif dan dengan cara pengalihan pada teknologi penangkapan ikan lainnya yang lebih ramah lingkungan, terutama untuk penangkapan arad. Para nelayan arad sebaiknya diberi pengarahan agar kembali mengoperasikan jaring trammel net. Jaring trammel net memiliki target penangkapan yang sama dengan jaring arad, yakni ditujukan untuk menangkap udang. Memang kalau dilihat dari faktor produktivitas alat tangkapnya, jaring arad memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan alat tangkap trammel net. Namun apabila dibandingkan dari sudut keramahan lingkungannya, maka jaring trammel net jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan jaring arad.

Unit penangkapan dogol/cantrang, dapat dilakukan perluasan daerah penangkapan ikan, karena kondisi kapalnya memungkinkan untuk menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh dan lebih luas. Hal ini dimungkinkan dengan telah selesainya pembangunan pelabuhan perikanan Tegalsari yang memungkinkan kapal-kapal ikan berukuran gros tonase yang cukup besar (yang memiliki draft kapal kurang dari 2 meter) dapat bersandar dan membongkar hasil tangkapannya di kolam pelabuhan perikanan tersebut. Kecenderungan jumlah hasil tangkapan yang terus menurun, membuat para jurangan dan memilik kapal dogol/cantrang memperbesar unit penangkapannya sehingga dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih luar dan lebih jauh. Hal harus segera dilakukan oleh pemda setempat adalah :

1) Perlu pengurangan unit penangkapan arad dan dogol/cantrang karena kedua alat tersebut sudah melebihi alokasi jumlah unit penangkapan yang sebaiknya dioperasikan berdasarkan hasil perhitungan beberapa komponen terkait.

2) Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan demersal sangat ditentukan oleh berbagai pihak terkait. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan demersal di Kota Tegal sebaiknya mengikut-sertakan juga nelayan dan pengusaha/juragan dan pihak terkait lainnya, sehingga arah kebijakan yang akan diambil menjadi tepat sasaran dan bermanfaat.

(7)

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulisan ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

DEMERSAL YANG BERKELANJUTAN DI

PERAIRAN TEGAL JAWA TENGAH

MOHAMMAD IMRON

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Judul Disertasi : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Demersal Yang Berkelanjutan Di Perairan Tegal Jawa Tengah

Nama Mahasiswa : Mohammad Imron NRP : TKL/995153 Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Dr. Ir. H. M. Fedi A.Sondita, M.Sc. Ketua Anggota

Prof. Dr. Ir. H. Ari Purbayanto, M.Sc. Prof. Dr. Ir Daniel R. Monintja Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Teknologi Kelautan,

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(10)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penyusunan disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian studi Program Doktor pada Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Disertasi berjudul “Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Demersal yang Berkelanjutan di Perairan Tegal Jawa Tengah” ini disusun berlandaskan atas keprihatinan terhadap pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di Indonesia yang cenderung sudah berlebih, terutama di perairan Utara Jawa. Sumberdaya perikanan demersal di Indonesia banyak yang bernilai ekonomis penting dan beberapa jenisnya merupakan komoditi ekspor seperti ikan kerapu, ikan kakap, udang dan lain-lainnya. Agar potensi sumberdaya perikanan tersebut tetap lestari dan bersinambungan, maka perlu dikelola dengan baik oleh semua pihak yang terkait.

Dalam disertasi ini diuraikan tentang pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal yang berkelanjutan dengan kasus pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di perairan Tegal Jawa Tengah. Pola pengelolaan dan pemanfaatan ini ditinjau dari berbagai aspek yang terkait, sehingga diharapkan diperoleh pola pengelolaan dan pemanfaatan yang sesuai dan dapat memberikan salah satu masukan bagi pemerintah daerah Kota Tegal dan pemerintahan pusat dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya ikan demersal. Selain itu juga, hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi pengelolaan sumberdaya perikanan demersal yang berkelanjutan sesuai dengan ketentuan perikanan yang bertanggungjawab.

Akhirnya, disadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu diharapkan adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan dan penyempurnaan disertasi ini. Semoga hasil-hasil penelitian yang dituangkan dalam disertasi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Februari 2008

(11)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan kemudahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Tujuan dari penelitian dengan judul “Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Demersal yang Berkelanjutan di Perairan Tegal Jawa Tengah”, adalah untuk memberikan gambaran kondisi perikanan demersal di Kota Tegal dan sekitarnya.

Pada kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor IPB yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada jenjang Doktor. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S., selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Prof. Dr. Ir Mulyono S. Baskoro M.Sc., selaku Ketua Departemen Pemanfatan Sumberdaya Perikanan atas bimbingan dan arahan selama mengikuti pendidikan program pascasarjana sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh kewajiban studi.

Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tulus dan setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc, selaku Ketua Komisi Pembimbing, juga kepada Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja, Dr. Ir. H. M. Fedi A.Sondita M.Sc., Prof. Dr. Ir. H. Ari Purbayanto, M.Sc, selaku Anggota Komisi Pembimbing; yang telah berkenan memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan tulisan ini. Tak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Joko Susilo, ST berserta staf Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Tegal, Bapak H.R. Ramli dari BPPP Tegal, Bapak Wardjo selaku tokoh masyarakat perikanan, Bapak Kusnadi dari TPI Tegalsari, Bapak Suparman dari TPI Muara Reja, Bapak Imam dari KUD dan Bapak Wazli dkk selaku nelayan, dan kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data di Tegal dalam rangka penyelesain tulisan ini.

Terimakasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si, Ir. Dinarwan, M.S., Ir. Fis Purwangka, M.Si, Ir. Yopi Novita, M.Si., Hendra Budi S., SKH., Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc, Dr. Ir. Budi Wiryawan, M.Sc, Mohammad Sofwan Hidayat, Mohammad Iwan Setiawan S.Tek. yang telah banyak membantu penulis dalam menyeleaikan tulisan ini. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada teman-teman sejawat di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya FPIK IPB serta para staf pengajar di FPIK IPB yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis untuk segera penyelesaikan disertasi ini.

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tegal pada tanggal 13 Desember 1960, sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara dari ayah bernama H. Mohammad Irfan Yahya (Alm.) dan ibu Hj. Solecha Nurhayat.

Pada tahun 1976 penulis lulus Sekolah Dasar Negeri I Kota Tegal. Tahun 1978 lulus Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Tegal dan Tahun 1980 lulus Sekolah Menengah Atas Negeri I Kota Tegal. Tahun 1980 penulis melanjutkan di Fakultas Teknik Sipil Universitas Islam Jogyakarta. Pada tahun 1981 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor dan pada Tahun 1985 penulis dapat menyelesaikan pendidikan sarjana pada Departemen (dahulu Jurusan) Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Pada Tahun 1986 diberi kesempatan untuk ikut mengajar (sebagai dosen) di Jurusan PSP FPIK IPB dan diangkat sebagai PNS pada Tahun 1987 sampai sekarang.

(13)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... ... 6

1.3.1. Tujuan utama ... 6

1.3.2. Tujuan khusus ... 6

1.4 Hipotesis Penelitian ... 7

1.5 Kegunaan Penelitian ... 7

1.6 Tahapan Penelitian ... 7

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Pengelolaan dan Pemanfaatan SDI di Perairan Indonesia ... 11

2.2 Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan yang Berkelanjutan ... 15

2.3 Kaidah Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Yang Berkelanjutan ... 23

2.4 Pendugaan Potensi Lestari dan Upaya Pemanfaatan Optimum ... 27

2.5 Model Surplus Produksi ... 29

2.6 Model Bio-Ekonomi ... 30

2.7 Optimasi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ... 31

2.8 Analisis Investasi ... 35

2.9 Pengelolaan Trawl di Indonesia ... 37

2.10 Teknologi Penangkapan Ikan Demersal ... ... 40

3 METODOLOGI UMUM... 47

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... . 47

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 47

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 47

3.4 Metode Penelitian ... 49

4 KONDISI PERIKANAN DEMERSAL DI KOTA TEGAL 4.1 Pendahuluan ... 51

4.2 Tujuan .... ... 53

4.3 Manfaat ... 54

4.4 Metodologi ... 54

4.5 Hasil Penelitian ... 54

4.5.1 Kondisi perikanan laut di daerah penelitian ... 54

(14)

xiii

Halaman

4.5.3 Kondisi alat penangkapan ikan demersal... 60

4.5.3.1 Unit penangkapan arad ... 60

4.5.3.2 Unit penangkapan dogol/cantrang ... 66

4.5.4 Daerah penangkapan ikan demersal ... 70

4.6 Pembahasan ... 72

4.7 Kesimpulan ... 74

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEMERSAL... 76

5.1 Pendahuluan ... 76

5.2 Tujuan ... 78

5.3 Manfaat ... 78

5.4 Metodologi ... 78

5.4.1 Hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) ... 78

5.4.2 Standardisasi alat tangkap ... 79

5.4.3 Pendugaan potensi lestari ... 80

5.4.4 Pendugaan tingkat pemanfaatan ... 83

5.5 Hasil Penelitian ... 83

5.5.1 Hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) ... 83

5.5.2 Pendugaan nilai hasil tangkapan maksimum lestari (MSY), upaya penangkapan optimum (fopt) dan tingkat pemanfaatan per jenis ikan demersal ... 97

5.5.3 Pendugaan nilai hasil tangkapan maksimum lestari (MSY), upaya penangkapan optimum (fopt) dan tingkat pemanfaatan berdasarkan wilayah perairan ... 98

5.6 Pembahasan ... ... 99

5.7 Kesimpulan ... 102

6 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEMERSAL SECARA EKONOMI DAN ALOKASI UNIT PENANGKAPAN DEMERSAL ... 103

6.1 Pendahuluan ... 103

6.2 Tujuan ... 105

6.3 Manfaat ... 105

6.4 Metodologi ... 105

6.4.1 Model bio-ekonomi ... . 105

6.4.2 Analisis finansial ... 107

6.4.3 Alokasi unit penangkapan demersal optimum ... ... 109

6.5 Hasil Penelitian... ... 109

6.5.1 Pemanfaatan potensi secara ekonomi ... . 109

6.5.2 Analisis finansial ... 115

6.5.3 Alokasi unit penangkapan demersal optimum ... ... 115

6.6 Pembahasan ... 117

6.7 Kesimpulan... ... 120

(15)

xiv

Halaman

7 POLA MUSIM PENANGKAPAN IKAN DEMERSAL... 121

7.1 Pendahuluan ... 121

7.2 Tujuan ... 122

7.3 Manfaat ... 122

7.4 Metodologi ... 122

7.4.1 Hasil tangkapan per upaya penangkapan ... 122

7.4.2 Standardisasi alat tangkap ... 122

7.4.3 Pola musim penangkapan ikan demersal ... . 124

7.5 Hasil Penelitian ... ... 127

7.5.1 Pola musim penangkapan manyung ... 127

7.5.2 Pola musim penangkapan pepetek ... 129

7.5.3 Pola musim penangkapan tigawaja ... 130

7.5.4 Pola musim penangkapan beloso ... 132

7.5.5 Pola musim penangkapan pari ... ... 133

7.5.6 Pola musim penangkapan kuniran ... ... ... 135

7.5.7 Pola musim penangkapan cumi-cumi ... 136

7.5.8 Pola musim penangkapan udang ... 138

7.5.9 Pola musim penangkapan demersal ... ... 140

7.6 Pembahasan ... 141

7.7 Kesimpulan ... 146

8 PRIORITAS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEMERSAL YANG BERKELANJUTAN DENGAN ANALISIS HIRARKI PROSES.. 147

8.1 Pendahuluan ... 147

8.2 Tujuan ... 148

8.3 Manfaat ... 148

8.4 Metodologi ... 148

8.4.1 Metode analytical hierarchy process (AHP) ... 148

8.4.2 Struktur AHP yang digunakan ... 151

8.5 Hasil Penelitian ... ... . 153

8.5.1 Persepsi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) terhadap pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di Kota Tegal ... 153

8.5.2 Persepsi terhadap beberapa aspek pemanfaatan yang terkait ... 154

8.5.3 Persepsi terhadap beberapa komponen dari aspek pemanfaatan yang terkait ... 155

8.5.4 Pilihan terhadap beberapa komponen terpilih dalam pemanfaatan yang terkait ... 157

8.6 Pembahasan ... 158

(16)

xv

Halaman

9 PEMBAHASAN UMUM... 162

9.1 Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Kota Tegal ... ... 163

9.2 Strategi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Kota Tegal ... ... 166

10 KESIMPULAN DAN SARAN... 173

10.1 Kesimpulan ... 173

10.2 Saran ... 174

DAFTAR PUSTAKA ... 175

(17)

xvi

DAFTAR TABEL

1 Potensi sumberdaya ikan dan JTB/TAC di perairan Indonesia dan

ZEEI... 2

2 Jenis dan jumlah sampel alat tangkap yang diambil ... 48

3 Ringkasan metode penelitian dalam mengumpulkan dan menganalisis data ... 49

4 Produksi perikanan laut per bulan di tiap TPI tahun 2005 ... 55

5 Perkembangan produksi hasil perikanan laut Kota Tegal berdasarkan jenis hasil tangkapan di tiap TPI dari tahun 1996 – 2005... 56

6 Jumlah alat tangkap di Kota Tegal dari tahun 1996 – 2005 ... 57

7 Jumlah armada penangkapan Kota Tegal dari tahun 1996 – 2005 ... 58

8 Jenis sumberdaya perikanan demersal yang tertangkap dengan alat tangkap arad dan dogol/cantrang ... 59

9 Produksi sumberdaya perikanan demersal di Kota Tegal selama 10 tahun terakhir (tahun 1996-2005) ... 60

10 Spesifikasi kapal arad yang digunakan nelayan di Kota Tegal... 61

11 Spesifikasi alat tangkap jaring arad di Kota Tegal ... 62

12 Spesifikasi kapal dogol/cantrang di Kota Tegal ... 66

13 Spesifikasi alat tangkap jaring dogol/cantrang ... 68

14 Rata-rata hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) tahunan ikan manyung yang didaratkan di TPI Kota Tegal dari tahun 1996 – 2005 ... 84

15 Rata-rata hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) tahunan ikan pepetek yang didaratkan di TPI Kota Tegal dari tahun 1996 – 2005 ... 85

16 Rata-rata hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) tahunan ikan tigawaja yang didaratkan di TPI Kota Tegal dari tahun 1996 – 2005 ... 87

17 Rata-rata hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) tahunan ikan beloso yang didaratkan di TPI Kota Tegal dari tahun 1996 – 2005 ... 88

(18)

xvii

18 Rata-rata hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) tahunan ikan pari yang didaratkan di TPI Kota Tegal dari tahun 1996 –

2005 ... 90

19 Rata-rata hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) tahunan ikan kuniran yang didaratkan di TPI Kota Tegal dari tahun 1996 – 2005 ... 91

20 Rata-rata hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) tahunan cumi-cumi yang didaratkan di TPI Kota Tegal dari tahun 1996 – 2005 ... 93

21 Rata-rata hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) tahunan udang yang didaratkan di TPI Kota Tegal dari tahun 1996 – 2005 ... 94

22 Rata-rata hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) tahunan ikan demersal yang didaratkan di TPI Kota Tegal dari tahun 1996 – 2005 ... 96

23 Potensi produksi lestari maksimum (MSY) dan upaya penangkapan optimum (fopt), produksi aktual (tahun 2005) dan tingkat pemanfaatan ... 98

24 Nilai potensi maksimum lestari (MSY) dan upaya penangkapan optimum (fopt) dan tingkat pemanfaatan berdasarkan luas wilayah perairan ... 99

25 Pembiayaan operasional nelayan alat tangkap arad per trip dan per tahun di Tegal ... 110

26 Pembiayaan operasional nelayan alat tangkap dogol/cantrang per trip dan per tahun di Tegal ... 111

27 Nilai perhitungan dari analisis finansial alat tangkap dogol... 115

28 Nilai perhitungan dari analisis finansial alat tangkap arad... 115

29 Nilai indeks musim penangkapan ikan manyung ... 127

30 Nilai indeks musim penangkapan ikan pepetek ... 129

31 Nilai indeks musim penangkapan ikan tigawaja ... 130

32 Nilai indeks musim penangkapan ikan beloso ... 132

33 Nilai indeks musim penangkapan ikan pari ... 133

34 Nilai indeks musim penangkapan ikan kuniran ... 135

35 Nilai indeks musim penangkapan cumi-cumi ... 137

36 Nilai indeks musim penangkapan udang ... 138

(19)

xviii

38 Musim puncak penangkapan dan musim paceklik dari beberapa jenis

ikan demersal dan udang hasil analisis IMP ... 142

39 Matriks untuk pembanding berpasang ... 149

40 Skala banding secara berpasang ... 150

41 Penilaian responden terhadap pentingnya pemanfaatan sumberdaya

perikanan demersal di Kota Tegal ... 153

42 Penilaian terhadap beberapa aspek terkait dalam pemanfaatan

sumberdaya perikanan demersal di Kota Tegal ... 154

43 Penilaian terhadap beberapa komponen dari aspek terkait dalam

pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di Kota Tegal ... 157

44 Penilaian pilihan terhadap beberapa komponen terpilih aspek dalam

(20)

xix

DAFTAR GAMBAR

1 Tahapan penelitian ... 9

2 Tiga dimensi keberlanjutan (Doring, 2001)……… 18

3 Hubungan antar sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam konsep sustainable development (Munasinghe, 1993) ... 19

4 Kecenderungan perikanan tangkap mengikuti aturan pengembangan umum (Garcia et al., 1999) ... 22

5 Solusi maximum sustainable yield (MSY). ... 32

6 Solusi open access equilibrium (OAE)... 33

7 Solusi maximum economic yield (MEY)……….. 34

8 Kapal arad yang digunakan nelayan Kota Tegal ... 61

9 Gambar konstruksi alat tangkap arad yang digunakan nelayan Kota Tegal ... 64

10 Kapal dogol/cantrang yang digunakan nelayan Kota Tegal ... 67

11 Alat tangkap dogol/cantrang pukat ... 69

12 Lokasi daerah penangkapan ikan demersal di perairan Tegal dan sekitarnya ... 71

13 Hubungan antara CPUE dan effort ikan manyung... 85

14 Hubungan antara CPUE dan effort ikan pepetek ... 86

15 Hubungan antara CPUE dan effort ikan tigawaja ... 88

16 Hubungan antara CPUE dan effort ikan beloso ... 89

17 Hubungan antara CPUE dan effort ikan pari ... 91

18 Hubungan antara CPUE dan effort ikan kuniran ... 92

19 Hubungan antara CPUE dan effort cumi-cumi ... 94

20 Hubungan antara CPUE dan effort udang ... 95

21 Hubungan antara CPUE dan effort ikan demersal ... 97

22 Hubungan manfaat dan biaya dengan upaya ... 107

23 Jumlah produksi dari gabungan kedua alat tangkap arad dan alat tangkap dogol/cantrang pada masing-masing kondisi di perairan Tegal... 112

24 Jumlah effort dari gabungan kedua alat tangkap, alat tangkap arad dan alat tangkap dogol pada masing-masing kondisi di Tegal... 112

(21)

xx

25 Jumlah keuntungan dari gabungan kedua alat tangkap dengan alat tangkap arad dan dogol/cantrang pada masing-masing kondisi di

Tegal... 113

26 Grafik MSY-MEY dari kedua alat tangkap (arad dan dogol/cantrang) di kota Tegal... 113

27 Grafik MSY-MEY dari alat tangkap arad di kota Tegal... 114

28 Grafik MSY-MEY alat tangkap dogol/cantrang di kota Tegal... 114

29 Pola musim penangkapan ikan manyung ... 128

30 Pola musim penangkapan ikan pepetek ... 130

31 Pola musim penangkapan ikan tigawaja ... 131

32 Pola musim penangkapan ikan beloso ... 133

33 Pola musim penangkapan ikan pari ... 134

34 Pola musim penangkapan ikan kuniran ... 136

35 Pola musim penangkapan cumi-cumi ... 138

36 Pola musim penangkapan udang ... 139

37 Pola musim penangkapan ikan demersal ... 141

38 Hierarki pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di Kota Tegal ... 152

39 Nilai hasil AHP pemanfaatan SDI demersal di Kota Tegal ... 159

40 Pola pemanfaatan dan pengelolan sumberdaya perikanan demersal yang berkelanjutan ... 165

(22)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta lokasi penelitian ………. 182

2 Fluktuasi bulanan dan perkembangan produksi total ikan manyung

hasil tangkapan dari tahun 1996 -2005 ………... 183

3 Fluktuasi bulanan dan perkembangan produksi total ikan pepetek hasil

tangkapan dari tahun 1996 -2005……… 184

4 Fluktuasi bulanan dan perkembangan produksi total ikan tigawaja

hasil tangkapan dari tahun 1996 -2005 ………... 185

5 Fluktuasi bulanan dan perkembangan produksi total ikan beloso hasil

tangkapan dari tahun 1996 -2005……… 186

6 Fluktuasi bulanan dan perkembangan produksi total ikan pari hasil

tangkapan dari tahun 1996 -2005……… 187

7 Fluktuasi bulanan dan perkembangan produksi total ikan kuniran hasil

tangkapan dari tahun 1996 -2005……… 188

8 Fluktuasi bulanan dan perkembangan produksi total udang hasil

tangkapan dari tahun 1996 -2005……… 189

9 Fluktuasi bulanan dan perkembangan produksi total cumi-cumi hasil

tangkapan dari tahun 1996 -2005……… 190

10 Fluktuasi bulanan dan perkembangan produksi total ikan demersal

hasil tangkapan dari tahun 1996 -2005……… 191

11 Hasil analisis regresi dari ikan manyung ……… 192

12 Hasil analisis regresi dari ikan pepetek ………... 193

13 Hasil analisis regresi dari ikan tigawaja……….. 194

14 Hasil analisis regresi dari ikan beloso……….. 195

15 Hasil analisis regresi dari ikan pari ………. 196

16 Hasil analisis regresi dari ikan kuniran……… 197

17 Hasil analisis regresi dari udang ………. 198

18 Hasil analisis regresi dari cumi-cumi ……….. 199

19 Hasil analisis regresi dari ikan demersal ………. 200

20 Hasil perhitungan bio-ekonomi alat tangkap dogol dan arad …………. 201

21 Hasil pengolahan data dengan menggunakan MAPPLE 10 …………... 202

22 Hasil analisis finansial alat tangkap dogol/cantrang ………... 207

23 Hasil analisis finansial alat tangkap arad ………... 208

(23)

xxii

25 Perhitungan IMP ikan manyung ……… 211

26 Perhitungan IMP ikan pepetek ……….... 212

27 Perhitungan IMP ikan tigawaja ………... 213

28 Perhitungan IMP ikan beloso ……….. 214

29 Perhitungan IMP ikan pari ……….. 215

30 Perhitungan IMP ikan kuniran ……….... 216

31 Perhitungan IMP udang ……….. 217

32 Perhitungan IMP cumi-cumi ………... 218

33 Perhitungan IMP ikan demersal ……….. 219

34 Hasil analisis dengan AHP……….. 220

35 Foto kapal arad ... 223

36 Foto kapal dogol ... 224

(24)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumberdaya ikan dan sumberdaya hayati lainnya di perairan Indonesia beraneka ragam jenisnya dan berlimpah jumlahnya. Pemanfaatannya sudah dilakukan sejak dahulu hingga saat ini. Kondisi sumberdaya ikan dan biota laut tersebut harus dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kepentingan pangan generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkesinambungan, yaitu dengan memanfaatkan sumberdaya ikan dan sumberdaya hayati lainnya secara lestari. Untuk mewujudkan hal itu, maka dalam pengembangan teknologi penangkapan ikan hendaknya senantiasa memperhatikan kondisi sumberdaya yang menjadi tujuan penangkapan.

Pengembangan teknologi penangkapan ikan harus memenuhi kriteria berwawasan lingkungan serta ditujukan untuk menangkap ikan yang tergolong komoditi unggulan. Persoalan umum yang selalu dihadapi dalam menangkap ikan adalah diperolehnya ikan hasil tangkapan yang tidak diinginkan atau by-catch. Berbagai percobaan penangkapan telah dilakukan dengan berbagai macam alat tangkap yang ditujukan untuk mendapatkan alat tangkap yang ramah lingkungan, namun dalam kenyataannya masih banyak dijumpai alat tangkap yang membahayakan kelestarian sumberdaya ikan.

(25)

2 Besarnya sumberdaya ikan yang boleh ditangkap didasarkan pada pengelompokan sumberdaya ikan. Kelompok sumberdaya ikan adalah pengelompokan sumberdaya ikan yang terdiri atas beberapa jenis ikan yang mempunyai sifat atau karakteristik biologi dan lingkungan yang sama atau hampir sama yang dibagi menjadi 7 kelompok sumberdaya ikan, yaitu : (1) pelagis besar ; (2) pelagis kecil ; (3) demersal ; (4) udang ; (5) cumi-cumi; (6) ikan karang dan (7) ikan hias.

Tabel 1 Potensi sumberdaya ikan dan JTB/TAC di perairan Indonesia dan ZEEI

satuan : ribuan ton

No Kelompok Sumberdaya Ikan

Perairan Indonesia Perairan ZEEI

Potensi JTB Potensi JTB

1 Pelagis Besar 1.053,5 842,8 463,5 370,8

2 Pelagis Kecil 3.235,8 2.588,7 978,9 783,0

3 Demersal 1.786,4 1.429,1 458,4 366,8

4 Udang 78,6 62,7 25,7 20,6

5 Cumi-cumi 28,3 22,7 4,8 3,8

6 Ikan Karang 76,0 60,7 -

-T o t a l 6.258,6 5.006,7 1.931,3 1.545,0

7 Ikan Hias (juta ekor) 1.518,0 1.214,5 - -

Sumber : SK Mentan N0 : 995/Kpts/IK.210/9/1999

Dalam SK Mentan No. 995/Kpts/IK.210/9/1999 tersebut, wilayah perikanan Indonesia meliputi perairan Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dibagi dalam 9 (sembilan) Wilayah Pengelolaan Perikanan yang didasarkan pada daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang meliputi : (1) Perairan Selat Malaka; (2) Perairan Laut Natuna dan Laut Cina Selatan; (3) Perairan Laut Jawa dan Selat Sunda; (4) Perairan Laut Flores dan Selat Makasar; (5) Perairan Laut Banda; (5) Perairan Laut Maluku dan sekitarnya; (6) Perairan Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik; (7) Perairan Laut Arafura; dan (8) Perairan Samudera Hindia.

(26)

3 sangat diperlukan dan upaya pengendalian tersebut haruslah mengacu pada hasil penghitungan nilai JTB atau TAC, potensi sumberdaya ikan dan alokasi jumlah kapal yang diizinkan beroperasi dimasing-masing wilayah pengelolaan. Kalau hal ini dilaksanakan maka kita menerapkan pembangunan perikanan yang berkelanjutan, sehingga kelestarian sumberdaya perikanan dapat dijamin keberadaannya.

Penetapan jumlah JTB atau TAC sebesar 80 % dari potensi lestari atau MSY adalah upaya pengelolaan secara hati-hati untuk menjamin kelangsungan dan kelestarian sumberdaya ikan tersebut. Sebetulnya sampai dengan 100 %-nya pun dari potensi lestari yang ada masih diperbolehkan untuk ditangkap. Namun untuk menghindari segala kemungkinan yang dapat ditimbulkannya dari penangkapan yang berlebihan dan juga dimaksudkan sebagai antisipasi dari beberapa faktor biologi, ekologi dan ekonomi, maka nilai JTB-nya hanya sekitar 80 % dari MSY.

Perairan Kota Tegal, memiliki sumberdaya perikanan serta fasilitas pendukungnya yang cukup besar. Sumberdaya ikan telah dimanfaatkan oleh para nelayan dari sejak dulu hingga sekarang. Pada umumnya para nelayan mendaratkan hasil tangkapannya di tempat pelelangan ikan (TPI). Di Kota Tegal terdapat 3 (tiga) TPI yakni TPI Pelabuhan, TPI Tegalsari dan TPI Muarareja. Pada masing-masing TPI terdapat kekhasan jenis armada dan hasil tangkapan yang didaratkan. Untuk TPI Pelabuhan, jenis alat tangkap yang mendaratkan hasil tangkapannya adalah jenis alat tangkap purse seine

dan gillnet. Jenis ikan yang didaratkan pada umumnya jenis ikan pelagis seperti kembung, tembang, tongkol dan lain-lain. Di TPI Tegalsari, jenis alat tangkap yang mendaratkan hasil tangkapannya adalah jenis alat tangkap dongol/cantrang. TPI Tegalsari ini saat ini sudah lebih layak, karena sudah dilengkapi dengan beberapa fasilitas yang diperlukan. Jenis ikan yang banyak didaratkan pada umumnya adalah ikan demersal seperti ikan pepetek, manyung dan lain-lainnya. Sedangkan di TPI Muarareja hanya mencatat hasil tangkapan dari alat tangkap arad dengan hasil utamanya adalah udang.

(27)

4 merupakan persyaratan bagi unit penangkapan ikan yang bertanggung jawab, sesuai dengan code of conduct for responsible fisheries. Alat tangkap jenis trawl hingga saat ini masih merupakan jenis alat tangkap yang paling efektif dan ekonomis untuk menangkap berbagai jenis komoditi ikan dan udang. Alat tangkap ini mempunyai nilai selektivitas yang paling rendah dibandingkan dengan alat tangkap lainnya, karena sangat beragamnya hasil tangkapan, baik dari segi ukuran ikan maupun jenis ikannya. Alat tangkap trawl ini meskipun ditujukan untuk menangkap udang, namun demikian pada umumnya hasil tangkapan sampingan (by-catch) lebih banyak dibandingkan dengan ikan targetnya. Hal ini mengakibatkan kelestarian sumberdaya ikan demersal menjadi terancam. Apalagi dengan banyaknya alat tangkap yang sejenis atau hasil modifikasi dari trawl seperti arad, yang banyak dimiliki oleh nelayan dan dioperasikan di sekitar perairan pantai, menjadikan sumberdaya ikan demersal semakin berkurang dan mengganggu kelestariannya.

1.2 Perumusan Masalah

Ketika alat tangkap trawl masih diizinkan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di perairan utara Jawa, total hasil tangkapan ikan demersal pada tahun 1975 sebesar 77.037 ton dan terus meningkat total hasil tangkapannya hingga sebesar 116.894 ton pada tahun 1978. Menurut Dwiponggo (1988), total hasil tangkapan ikan demersal pada tahun 1978 tersebut telah melebihi MSY nya yang hanya sebesar 107.537 ton. Akibatnya pada tahun berikutnya mulai terjadi penurunan dari tahun ke tahun sampai akhirnya pada akhirnya alat trawl dilarang dioperasikan di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Penggunaan alat tangkap trawl dilarang setelah dikeluarkannya Keppres No. 39 Tahun 1980.

(28)

5 tangkap trammel net, arad dan dogol/cantrang. Pada era tahun 2000-an alat tangkap arad telah berkembang sedemikian pesatnya jumlahnya dari hanya sebanyak 39 unit pada tahun 1996 menjadi 274 unit arad pada tahun 2000 dan terus meningkat menjadi 359 unit pada tahun 2005. Perkembangan alat tangkap dogol/cantrang pada relatif tidak berubah banyak dari tahun 1996 s/d 2005 yakni dari 325 unit menjadi 347 unit. Di samping menambahan jumlah unit penangkapan, ukuran alat tangkapnya juga mengalami modifikasi atau penambahan ukuran. Akibatnya kondisi sumberdaya ikan demersal yang telah mengalami pemulihan pada dekade tahun 1981 s/1995, potensi sumberdaya ikan demersal menjadi semakin menurun dan daerah penangkapannya menjadi semakin jauh dari basis penangkapan ikan.

Kegiatan penangkapan ikan di perairan Indonesia pada umumnya belum memperhatikan code of conduct for responsible fisheries. Hasil tangkapan ikan yang didaratkan sebagian besar ditangkap oleh para nelayan dengan menggunakan alat tangkap yang sangat beragam dan pada umumnya tidak ramah lingkungan misalnya arad (mini trawl), bagan tancap, dogol/cantrang dan lain sebagainya. Meskipun berbagai kebijakan telah dibuat dan diberlakukan, namun karena lemahnya pengawasan dan kurangnya kesadaran akan arti kelestarian sumberdaya perikanan, dan juga karena lebih kepada tuntutan hidup yang harus dijalani nelayan akibat kemiskinan struktural, maka mengakibatkan terancamnya kelestarian sumberdaya dan rusaknya lingkungan.

(29)

6 Dikaitkan dengan UU Pemerintah Daerah, khususnya UU No. 22, Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah, menjadikan Pemerintahan Kota Tegal memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mengelola potensi yang dimiliki untuk sebesar-besarnya dimanfaatkan oleh masyarakat itu sendiri yang pada ujungnya adalah berguna bagi kepentingan pembangunan wilayah itu sendiri, serta jika memungkinkan dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan pada wilayah yang luas. Untuk itu, pada penelitian ini, penulis mencoba untuk mengkaji pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal berdasarkan ikan demersal yang dominan tertangkap (pendekatan multi species) dan juga berdasarkan luas wilayah perairan.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan utama

Tujuan utama dari penelitian ini adalah merumuskan alternatif strategi pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan dengan membuat pola pemanfaatan melalui beberapa kajian mulai dari potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal secara biologi dan ekonomi serta analisis kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di perairan Tegal dan sekitarnya.

1.3.2 Tujuan khusus

Penelitian ini memiliki tujuan khusus yang merupakan penjabaran dari tujuan utama. Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(1) Mendeskripsikan kondisi perikanan demersal di perairan Tegal dan sekitarnya. Kondisi perikanan demersal yang dideskripsikan antara lain tentang kondisi sumberdaya perikanan demersal, kondisi alat tangkap yang dioperasikan serta daerah penangkapan ikan dari alat tangkapnya.

(2) Mengkaji aspek biologi sumberdaya ikan dengan menganalisis potensi sumberdaya ikan demersal serta tingkat pemanfaatannya.

(30)

7 (4) Mengkaji pola musim ikan demersal dari jenis-jenis ikan demersal yang dominan

tertangkap.

(5) Mengkaji pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan melalui beberapa komponen-komponen yang terkait.

(6) Mendeskripsikan model pola pemanfaatan serta pengelolaan perikanan demersal.

1.4 Hipotesis Penelitian

(1) Diduga bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di perairan Tegal sudah mengalami penurunan (degradasi).

(2) Diduga bahwa pengoperasian alat tangkap yang memanfaatan sumberdaya ikan demersal di perairan Tegal sudah melebihi jumlah kapasitasnya.

1.5 Kegunaan Penelitian

Dari Penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat berupa :

(1) Diperolehnya informasi tentang kondisi perikanan di daerah penelitian.

(2) Sebagai salah satu acuan bagi Pemerintah Daerah Kota Tegal dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah dalam merumuskan kebijakan pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal dan juga bagi penelitian lanjutan lainnya.

1.6 Tahapan Penelitian

(31)

8 Persyaratan bagi teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan adalah :

(1) Tidak membahayakan kelestarian target spesies.

(2) Tidak berakibat terancamnya kehidupan hewan/ tanaman air yang dilindungi. (3) Tidak mengganggu keseimbangan ekosistem.

(4) Tidak merusak habitat.

(5) Tidak membahayakan keselamatan pelaku penangkapan ikan dan kesehatan konsumen hasil tangkapan.

Penangkapan ikan yang meningkat dan berlebihan akan menyebabkan kondisi stok sumberdaya ikan di perairan tersebut menjadi berkurang yang dapat mengakibatkan stok sumberdaya ikan tersebut terancam. Agar hal tersebut tidak terjadi maka perlu pengelolaan yang baik. Untuk itu maka diperlukan suatu kajian yang menyeluruh terhadap pengoperasian alat tangkap arad dan dampak yang telah ditimbulkannya serta model pengelolaan di masa mendatang.

Sehubungan dengan itu, maka besarnya stok sumberdaya ikan demersal serta dinamikanya di suatu perairan perlu dikaji dan dari analisis ini didapatkan nilai potensi lestari serta parameter biologi dan populasi. Dengan diketahui potensi lestari dan jumlah upaya yang optimum maka dalam wilayah perairan tersebut dapat dijabarkan kombinasi jumlah unit usaha penangkapan yang dapat menjamin kelestarian sumberdayanya. Dari hasil analisis ini diharapkan dapat diketahui apakah jenis alat tangkap arad dan dogol/cantrang masih layak untuk dioperasikan di perairan Kota Tegal dan sekitarnya atau apakah jenis usaha penangkapan yang dikembangkan sesuai dengan kondisi perairan, tujuan penangkapan, tidak menimbulkan masalah sosial, serta mempunyai efisiensi teknis dan ekonomis yang tinggi.

(32)

9 Gambar 1 Tahapan penelitian

Pengkajian :

- Pemanfaatan SDI demersal secara ekonomi (MEY) - Kelayakan usaha - Alokasi unit

penangkapan ideal

Kondisi pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di perairan Tegal dan sekitarnya

Alternatif strategi pemanfaatan SDI yang berkelanjutan

Selesai Pengkajian :

- Potensi SDI demersal (CPUE, MSY) - Tingkat pemanfaatan

Pengkajian : - Musim

penangkapan - Prioritas

pemanfaatan SDI demersal dengan AHP

Mulai

(33)

10 Penjabaran secara rinci hasil penelitian tentang pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal yang berkelanjutan di perairan Tegal dan sekitarnya disajikan dalam rangkaian bab-bab berikut :

(1) Bab 4 tentang kondisi perikanan demersal di perairan Tegal dan sekitarnya dengan mengkaji kondisi sumberdaya perikanan demersal, kondisi alat tangkap yang digunakan dan kondisi daerah penangkapannya.

(2) Bab 5 tentang potensi dan tingkat pemanfatan sumberdaya perikanan demersal dengan mengkaji MSY, upaya penangkapan dan tingkat pemanfaatan saat ini baik untuk ikan demersal yang tertangkap maupun secara keseluruhan. Juga dibahas tentang potensi sumberdaya perikanan demersal untuk perairan antara 0 – 4 mil dan 4 – 12 mil.

(3) Bab 6 tentang pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal secara ekonomi dengan mengkaji MEY dan kelayakan usaha dari alat tangkap yang menangkap ikan demersal (arad dan dogol/cantrang).

(4) Bab 7 tentang pola musim penangkapan sumberdaya perikanan demersal dari beberapa ikan demersal yang dominan tertangkap di perairan Tegal dan sekitarnya.

(5) Bab 8 tentang analisis hirarki proses pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal.

(34)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1999), sebagai sebuah sistem, keberhasilan pengelolaan sumberdaya perikanan akan sangat ditentukan oleh berfungsinya tiga sub sistem yaitu (1) sub sistem eksplorasi dan prasarana, (2) sub sistem pemanfaatan sumberdaya dan (3) sub sistem pengawasan dan pengendalian pemanfatan sumberdaya.

2.1 Pengelolaan dan Pemanfaatan SDI di Perairan Indonesia

Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Indonesia dan perairan ZEE Indonesia sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah Indonesia. Para nelayan sudah dari dahulu memanfaatan sumberdaya ikan di perairan Indonesia dan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan, juga sudah banyak dikeluarkan oleh institusi pemerintah yang berwenang, bahkan sebelum UU No. 31 Tahun 1985 dan UU No.34 Tahun 2004 tentang Perikanan itu sendiri dibuat dan diundangkan. Menurut Monintja (2006), UU No. 34 tersebut telah mewajibkan Indonesia untuk mengelola perikanan Indonesia secara sungguh-sungguh. Landasan hukum untuk mengelola perikanan tersebut apabila dirancang dan diimplementasikan dengan baik, akan membebaskan Indonesia dari kategori unregulated fishing dan status open access yang merupakan ancaman terhadap keberlanjutan usaha penangkapan ikan di Indonesia (Monintja, 2006).

(35)

12 nelayan setempat, sehingga perlu adanya sosialisasi tentang peraturan perundangan tersebut. (Imron, 2000).

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa ikan-ikan yang didaratkan di beberapa Pelabuhan Perikanan (PP) maupun di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) seperti misalnya di Pekalongan, Indramayu, Brondong, Sibolga, Bitung dan masih banyak lagi PP maupun PPI lainnya, tidak sepenuhnya ikan hasil tangkapan tersebut merupakan hasil tangkapan di wilayah perairan setempat, tetapi juga merupakan ikan hasil tangkapan dari daerah lain. Bahkan sekitar 50 % dari jumlah ikan hasil tangkapan yang didaratkan tersebut merupakan ikan hasil tangkapan dari daerah lain. Nelayan-nelayan dari Pekalongan, Indramayu dan Cirebon selain menangkap ikan di wilayah perairannya sendiri, juga menangkap ikan di perairan Karimun Jawa, perairan Matasiri dan Masalembo dan bahkan sampai ke perairan Kalimantan, ke perairan Sumatera dan perairan Laut Cina Selatan (Imron, 2000).

Seringkali didapati juga nelayan-nelayan dari Serang, Labuhan, Indramayu dan Cirebon, berbondong-bondong dan berkonvoi menyeberangi Selat Sunda untuk sementara pindah tempat (pindah fishing base-nya) ke Provinsi Lampung. Ini dilakukan bila di daerah asalnya sedang tidak musim ikan atau terjadi musim paceklik yang panjang, bahkan tidak jarang juga mereka akhirnya menetap di daerah baru tersebut.

Contoh kasus lainnya misalnya adalah banyaknya nelayan dari Sibolga yang sekarang ini memanfaatkan perairan di Selatan Jawa dan mendaratkan hasil tangkapannya di Pelabuhan Perikanan Cilacap. Bahkan dewasa ini kolam pelabuhan perikanan di Cilacap ini telah dipadati oleh kapal-kapal ikan milik nelayan dari Sibolga tersebut. Nelayan dari Cilacap sendiri masih lebih senang merapatkan kapalnya di pangkalan pendaratan ikan yang lama di PPI Sentolo Kawat atau PPI lainnya yang berdekatan dengan tempat tinggalnya, meskipun sebenarnya mereka sudah dihimbau dan diminta pindah ke pelabuhan perikanan Cilacap.

Setelah kapal-kapal ikan dari Sibolga banyak merapat dan memadati kolam pelabuhan perikanan Cilacap, nelayan setempat melakukan protes dan bahkan sampai melakukan pembakaran terhadap kapal ikan dari Sibolga. Untungnya persoalannya dapat diatasi dan dapat didamaikan, meskipun pada suatu saat tidak tertutup kemungkinan dapat timbul konflik yang baru lagi.

(36)

13 Namun sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2005 tentang Pemerintah Daerah dan karena pemahaman yang keliru, maka hal ini sering menjadikan konflik antar nelayan setempat dan nelayan pendatang, dan bila hal ini tidak segera ditangani dengan benar, tentunya akan dapat menimbulkan masalah yang lebih serius dikemudian hari dan bahkan dapat menimbulkan keretakan atau disintegrasi bangsa Indonesia.

Dengan diterapkannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2005 tentang Pemerintah Daerah, yang implementasinya akan dituangkan dalam peraturan pemerintah, hendaknya tidak menjadikan masalah-masalah baru yang dapat merusak keutuhan dan kesatuan bangsa yang dewasa ini terasa semakin mahal harganya. Peraturan pemerintah yang akan dibuat dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang wilayah pengelolaan, pemanfaatan dan pengaturan “shared stock” sumberdaya ikan di perairan Indonesia, diharapkan dapat mengatasi persoalan-persoalan yang mungkin ditimbulkan oleh pemahaman yang keliru tentang UU Otonomi Pemerintah Daerah tersebut, sehingga tidak menimbulkan kesan adanya pengkaplingan wilayah laut, karena hal tersebut sangat bertentangan dengan konsep Wawasan Nusantara.

Pendekatan pemikiran yang digunakan untuk mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan permasalahan shared stock dan pengelolaannya adalah dengan membuat konsepsi atau pemikiran dan langkah-langkah yang sebaiknya diambil pemerintah melalui kajian penentuan

shared stock sumberdaya ikan di Indonesia dengan pendekatan secara menyeluruh dan terpadu (integrated and comprehensive approach). Artinya, dalam penentukan shared stock sumberdaya di perairan Indonesia sebaiknya memperhatikan seluruh kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan. Pendekatannya dapat dilakukan dengan mempergunakan dan menerapkan beberapa pengkajian stok dengan menggunakan beberapa metode yang biasa digunakan untuk mengestimasi stok sumberdaya seperti misalnya dengan menggunakan Metode Surplus Produksi baik dengan Schaefer maupun Fox, Metode “swept area” dari Gulland, Metode Penandaan (Tagging), Metode Akustik Perikanan, Metode Semi-Kuantitatif dan lain sebagainya sekaligus dilakukan melalui pendekatan dengan menggunakan penginderaan jarak jauh, pengukuran parameter oseanografi, usaha penangkapan ikan, serta didukung dengan kelembagaan yang tepat, dimana semua komponen tersebut dapat saling dikait dan dipadukan, sehingga menghasilkan suatu informasi yang tepat (Imron, 2000).

(37)

14 dan ekologi. Kondisi biologi dan ekologi disini adalah tentang kondisi sumberdaya ikan, yang dikaitkan dengan berapa besarnya stok sumberdaya ikan (stock assessment), serta berapa banyak yang boleh ditangkap atau dimanfaatkan (total allowable catch) dan alokasi stok sumberdaya ikan (shared stock) tersebut bagi wilayah daerah otonom.

Untuk mengkaji aspek pengelolaan dan pemanfaatan stok sumberdaya ikan berkaitan dengan diterapkannya UU Pemerintah Daerah dilakukan dengan menggunakan berbagai kebijakan dengan membuat evaluasi kebijakan melalui analisis rancangan dan konsepsi. Analisis ini dipergunakan secara deskriptif untuk mengkaji beberapa kebijakan yang telah dibuat dan cara bagaimana sasaran-sasaran dari kebijakan tersebut dibuat dalam upayanya agar tercapai tujuan kebijakan dan tindakan apa yang seharusnya dilakukan. Bila dilihat dari stok sumberdaya ikan yang berada di suatu wilayah perairan tertentu atau yang keberadaan stok sumberdaya ikan pada musim-musim tertentu untuk jenis-jenis ikan yang bermigrasi, maka untuk pengaturan shared stock harus memenuhi beberapa kriteria yang relevan (Imron, 2000) untuk dipertimbangkan.

Proses pengelolaan sumberdaya perikanan sangat membutuhkan berbagai informasi sebagai dasar untuk menetapkan berbagai informasi sebagai dasar untuk menetapkan berbagai rencana dan aturan yang harus dibuat untuk menata kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut. Pertama, perlunya pengetahuan tentang informasi dasar yang sangat diperlukan tentang proses biologi dan ekonomi yang menyangkut setiap jenis kegiatan perikanan. Proses biologi yang perlu dikaji meliputi informasi tentang populasi spesies ikan tertentu atau kelompok spesies ikan dan dinamikanya, parameter habitat, dan lingkungan yang mempengaruhinya, reproduksi, pertumbuhan, dan mortalitasnya. Proses ekonomi yang perlu dikaji dengan sejumlah metode terutama untuk menentukan pemanfaatan sumberdaya ikan, investasi permodalan yang diperlukan dan keluaran berupa hasil dan pendapatan usaha. Kedua, untuk menanggulangi penipisan stok ikan perlu menyusun teori untuk bisa menetapkan tingkat penipisan stok ikan dan menetapkan tingkat pemanfaatan dan tingkat upaya yang diinginkan. Ketiga, rancangan kelembagaan dan regulasi untuk mempertegas hak pemanfaatan sumberdaya dan mengendalikan eksploitasi sumberdaya ikan dan pemasarannya. Walaupun tidak mudah, perlu diupayakan mengkaji ketiga faktor kajian tersebut dan mengaplikasikannya dalam menyusun suatu rencana pengelolaan sumberdaya perikanan.

(38)

15 Pengertian pemanfaatan sumberdaya perikanan adalah pemanfaatan sumberdaya ikan dan biota air lainnya untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan pangan manusia. Sumberdaya perikanan adalah jenis sumberdaya yang dapat diperbaharui. Artinya bahwa apabila kita dapat mengelola dan menjaga dengan baik dan juga disertai restocking, maka keberadaan sumberdaya tersebut akan tetap terjaga dan lestari, sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang hidup sekarang dan juga sekaligus tidak mengabaikan kebutuhan generasi yang akan datang (Bintoro, 2005).

Kata berkelanjutan dalam memanfaatan sumberdaya berasal dari bahasa Inggris

sustainable yang berarti meneruskan tanpa henti-hentinya atau terus menerus sehingga

sustainable dapat diartikan sesuatu yang dapat dimanfaatkan secara terus menerus atau berkelanjutan (Munasinghe, 1993). Dalam bidang perikanan istilah “pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan” (sustainable fisheries utilization) muncul karena adanya isu global tentang terbatasnya sumberdaya perikanan di satu pihak dan kebutuhan akan sumberdaya perikanan yang terus meningkat akibat semakin bertambahnya jumlah penduduk dunia di lain pihak.

Sumberdaya ikan bersifat dapat pulih/diperbaharui (renewable resources), yang memiliki kemampuan regenerasi secara biologis, akan tetapi apabila tidak dikelola secara hati-hati dan menyeluruh akan mengarah kepada pengurasan sumberdaya ikan yang akhirnya mengancam keberlanjutan sumberdaya. Untuk itu dalam pengelolaan sumberdaya perikanan rente ekonomi yang sebesar-besarnya hendaknya diperoleh tanpa melakukan pengurasan terhadap sumberdaya ikan itu sendiri. Prinsip pembangunan yang berkelanjutan hendaknya diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan (Munasinghe, 1993).

Perhatian pembangunan perikanan yang berkelanjutan dimulai pada awal tahun 1990-an y1990-ang merupak1990-an proses dari terjadinya beberapa perubah1990-an (Fauzi d1990-an Anna, 2002) :

1) Meningkatnya perhatian terhadap lingkungan dari para stakeholder sebagai akibat

Rio summit yang menyerukan diperlukannya perbaikan secara global terhadap

pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan.

(39)

16 3) Pemberdayaan para stakeholder yang menuntut diperlukan pandangan yang lebih

luas (holistik) mengenai pengelolaan perikanan.

The World Commission on Environment and Development (WCED), 1987

mendefinisikan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini, tanpa menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya.

Menurut Monintja (1997) perikanan tangkap yang berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai usaha penangkapan ikan yang perlu memiliki beberapa persyaratan khusus antara lain:

1) Produk-produk dapat diterima oleh masyarakat konsumen (marketable).

2) Usaha penangkapan menunjukkan keragaman yang menguntungkan (profitable). 3) Usaha penangkapan tidak mengganggu habitat serta kegiatan-kegiatan sub sektor

lainnya (environmental friendly).

4) Usaha penangkapan akan dapat berjalan terus menerus tanpa mengganggu kelestarian spesies sasaran (sustainable).

Keberlanjutan (sustainability) hendaknya dijadikan salah satu tujuan dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan karena hal ini telah diamanatkan dalam Deklarasi yang dihasilkan oleh United Nations Conference on Environment and Development yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brasil, pada tahun 1992 dimana Indonesia merupakan salah satu peserta. Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan keserasian antara laju kegiatan pembangunan dengan daya dukung (carrying capacity) lingkungan alam untuk menjamin tersedianya aset sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang minimal sama untuk generasi mendatang (UNCED, 1992).

(40)
[image:40.612.38.523.36.736.2]

17 termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity), sehingga diharapkan pemanfaatan sumberdaya dapat berkelanjutan. Sementara itu, berkelanjutan secara sosial politik mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan. Dengan demikian jelas bahwa konsep pembangunan berkelanjutan hanya bisa dilaksanakan apabila pembangunan harus berorientasi pada kepentingan dan mendapatkan dukungan dari masyarakat yang terkena dampaknya (Doring, 2001).

Gambar 2 Tiga dimensi keberlanjutan (Doring, 2001).

Bertambahnya penduduk dunia menyebabkan meningkatnya kebutuhan protein hewani sehingga hal ini juga meningkatkan level eksploitasi sumberdaya perikanan yang mana akan menyebabkan tercapainya tingkat eksploitasi penuh (fully exploited)pada sumberdaya perikanan. Pada tahap ini pemanfaatan sumberdaya harus lebih hati-hati karena tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan sudah seimbang dengan daya dukung sumberdaya perikanan tersebut.

Sustainability Triangle

Ecological Integrity Economic stability

Careful Development Use

Evaluation Education

(41)

18 Pada tahap ini pertimbangan yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan sudah bergeser ke arah pertimbangan ekologi. Munasinghe (1993) juga mengemukakan tentang konsep

[image:41.612.49.532.24.610.2]

sustainable development yang mempertimbangkan tiga (3) isu utama yaitu ekonomi (economic), sosial (social),dan lingkungan (environmental)(Gambar 3).

Gambar 3 Hubungan antar sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam konsep

sustainable development (Munasinghe, 1993)

Dwiponggo (1987), FAO (1995), dan Bintoro (1995) mengemukakan bahwa berdasarkan status pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat dibagi menjadi enam (6) kelompok yaitu :

(1) Unexploited;

Sosial

Lingkungan Ekonomi

Efisiensi Pertumbuhan Stabilitas

Kemelaratan Konsultasi Budaya

Biodiversitas

Sumber daya alam

Polusi Partisipasi

Pemerataan - Pemerataan

antar pengguna - Tenaga kerja

(42)

19 Stok sumberdaya perikanan belum tereksploitasi (masih perawan). Aktivitas penangkapan sangat dianjurkan untuk mendapatkan keuntungan dari produksi.

(2) Lightly exploited;

Stok sumberdaya baru tereksploitasi sedikit (<25% MSY). Peningkatan jumlah upaya penangkapan sangat dianjurkan karena tidak mengganggu kelestarian sumberdaya. CPUE mungkin masih bias meningkat.

(3) Moderately exploited;

Stok sumberdaya sudah tereksploitasi setengah dari MSY. Peningkatan jumlah upaya penangkapan masih dianjurkan tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya CPUE mungkin mulai menurun.

(4) Fully exploited;

Stok sumberdaya sudah tereksploitasi mendekati nilai MSY. Peningkatan jumlah upaya penangkapan sangat tidak dianjurkan walaupun jumlah tangkapan masih bias meningkat karena akan mengganggu kelestarian sumberdaya CPUE pasti menurun.

(5) Over exploited;

Stok sumberdaya sudah menurun karena tereksploitasi melebihi nilai MSY. Upaya pengkapan harus diturunkan karena kelestarian sumberdaya sudah terganggu.

(6) Depleted

Stok sumberdaya dari tahun ke tahun jumlahnya menurun drastis. Upaya penangkapan sangat dianjurkan untuk dihentikan karena kelestarian sumberdaya sudah sangat terancam.

(43)

20 eksploitasi terus menerus terhadap sumberdaya tersebut, kondisi stok berubah statusnya menjadi tereksploitasi menengah (moderately exploited) (Garcia et al., 1999).

Pada kondisi ini, jumlah pihak-pihak yang terlibat (utamanya nelayan) semakin bertambah sehingga upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak hanya sektor ekonomi semata yang menjadi pertimbangan tetapi juga unsur sosial. Paradigma pemanfaatan sumberdaya bergeser dari fisheries development yang mempertimbangkan ekonomi semata tetapi menjadi ke arah fisheries management yang mempertimbangkan pemerataan distribusi keuntungan kepada pihak-pihak yang terlibat (Garcia et al., 1999).

Satu rumusan perikanan masa depan yang sudah menjadi komitmen internasional adalah terciptanya perikanan yang berkelanjutan (sustainable fisheries) yang tidak semata memperhatikan aspek ekologis (environmentally friendly), tetapi juga berdimensi ekonomi (economically sound), dan berdimensi sosial (socially just) (Dahuri, 2002). Walaupun harus diakui bahwa pengintegrasian secara seimbang ketiga hal tersebut adalah suatu hal yang tidak mudah dilakukan. Charles (2001) menambahkan bahwa selain unsur sosial dan ekonomi, perikanan yang berkelanjutan (sustainable fisheries) harus juga memperhatikan aspek ekologi, komunitas, dan institusi.

Model pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan (lestari) ini harus diterapkan pada sumberdaya yang statusnya sudah fully exploited. Jika hal ini diabaikan, cepat atau lambat, sumberdaya perikanan akan menjadi lebih tangkap (over exploited) dan bahkan turun drastis oleh karena tidak terkontrolnya tingkat eksploitasi yang melebihi daya dukung sumberdaya perikanan tersebut. Selanjutnya punahnya (extinct) sumberdaya perikanan tinggal menunggu waktu saja (Garcia et al., 1999). Garcia et al., (1999) menambahkan bahwa aktivitas perikanan tangkap cenderung mengikuti aturan pengembangan umum (common development pattern), yaitu seiring dengan ditemukannya sumberdaya perikanan, pada awalnya, stok sumberdaya tersebut dalam kurun waktu tertentu dalam keadaan belum tereksploitasi sampai tereksploitasi sedikit (lightly exploited). Kondisi ini bergerak ke arah berkembang (moderately exploited) oleh karena adanya teknologi penangkapan, infrastruktur, dan permintaan pasar yang menyebabkan meningkatnya tingkat upaya penangkapan dan produksi.

(44)

21 mengembangkan infrastruktur, pengucuran kredit, pengadaan armada penangkapan, dan industri pengolahan dan pemasaran menyebabkan tercapainya puncak produksi yaitu kondisi dimana sumberdaya tereksploitasi secara penuh (full exploited). Oleh karena terbatasnya daya dukung sumberdaya, produksi akan mengalami penurunan, selanjutnya perbaikan dan penguatan sumberdaya (Gambar 4) (Garcia et al., 1999).

Gambar 4 Kecenderungan perikanan tangkap mengikuti aturan pengembangan umum (Garcia et al., 1999)

Melihat kondisi beberapa sumberdaya perikanan dunia semakin tertekan akhir-akhir ini, badan dunia pemerhati masalah makanan dan pertanian yaitu FAO rupanya sadar tentang pentingnya konsep “pemanfaatan yang berkelanjutan” dengan mengeluarkan code of conduct for responsible fisheries (CCRF) pada tahun 1995 yaitu cara-cara bagaimana melakukan kegiatan eksploitasi sumberdaya perikanan yang bertanggung jawab (responsible) dengan memperhatikan prinsip-prinsip berkelanjutan (sustainability) (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001a).

Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya tidak melebihi kemampuan sumberdaya untuk memperbaharui diri. Tingkat pemanfaatan masing-masing sumberdaya perikanan berbeda tergantung pada ukuran besarnya masing-masing sumberdaya perikanan. Pauly (1983)

Belum berkembang

Waktu

Turun Puncak

Berkembang

Perbaikan dan penguatan Tingkat

(45)

22 mengemukakan bahwa produksi ikan pada waktu tertentu dapat dijadikan indikator dari ukuran stok ikan pada saat itu sehingga pengelolaan stok ikan untuk periode berikutnya dapat ditentukan. Dengan bertambahnya tekanan pada stok ikan karena adanya aktivitas penangkapan, konsep pertumbuhan alami harus tetap dipertahankan yang artinya jumlah kematian ikan akibat penangkapan dan kematian alami tidak boleh lebih besar dari proses penambahan stok ikan itu sendiri. Dengan kata lain bahwa jumlah tangkapan tertinggi suatu jenis ikan (tangkapan maksimum lestari/MSY) ditambah dengan jumlah kematian alami ikan tersebut tidak boleh melebihi jumlah penambahan stok ikan tersebut (Pauly, 1983).

Kemampuan sumberdaya perikanan untuk memperbaharui diri mereka melalui pertumbuhan dan rekrutmen sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya dalam hal pengadaan sumber makanan, persaingan antar dan inter spesies, lingkungan yang sehat dan sesuai, dan adanya predator. Jika aktivitas penangkapan dilakukan dengan tidak hati-hati walaupun jumlahnya tidak melebihi daya dukung suatu sumberdaya perikanan, maka aktivitas penangkapan tersebut cepat atau lambat akan membahayakan kemampuan sumberdaya perikanan dalam memperbaharui diri (Pauly, 1983).

2.3 Kaidah PengelolaanSumberdaya Perikanan dan Kelautan Yang Berkelanjutan

Istilah sustainable management dalam pengelolaan sumberdaya perikanan lebih diarahkan pada perikanan tangkap yang mengeksploitasi sumberdaya perikanan di laut dan di darat. Ide sustainable management di bidang perikanan relatif baru dibandingkan dengan bidang lain yang sumberdayanya dapat diperbaharui dan tingkat eksploitasinya dapat diatur dengan jelas

Gambar

Gambar 2  Tiga dimensi keberlanjutan (Doring, 2001).
Gambar 3  Hubungan antar sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam konsep
Gambar 5   Solusi maximum sustainable yield (MSY).
Tabel 4    Produksi perikanan laut per bulan di tiap TPI tahun 2005
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengatasi masalah yang terjadi, perlu dilakukan inovasi model pembelajaran yang dapat mengembangkan minat dan nilai karakter, salah satu model yang dapat

Puji syukur kehadlirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas anugerahnya sehingga jurnal edisi kali ini berhasil disusun dan terbit. Beberapa tulisan yang telah melalui koreksi materi dari

Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 1 di atas juga menunjukkan hasil yang diperoleh dari penelitian bahwa semakin tinggi radiometri bijih BM-179 Kalan Kalimantan Barat,

Lebih lanjut Russefendi (1991:329-330) mengatakan belajar penemuan dalam pembelajaran matematika sangat penting, sebab: (1) pada kenyataannya ilmu-ilmu diperoleh

1) Bakteri dengan kode isolat 3R tumbuh di atas permukaan medium, bentuk koloni circular , elevasi low convex , tepi entire dan struktur dalam finely granular. Bentuk

Garut Sidodadi Sukaraja Sedayu Bangun Rejo Kanoman Tugurejo Way Kerap Sudimoro Sudimoro Bangun Pardawaras Sri Purnomo Sri Kuncoro Srikaton Karang Agung Sidomulyo Tulung Asahan

RENCANA PENCAPAIAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KETENAGAKERJAAN.. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dalam penelitian kualitatif, biasanya digunakan metode pengumpulan data wawancara mendalam sebagai metode utama dengan alasan 1 dengan wawancara, peneliti dapat menggali tidak saja