• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.5 Karakteristik Kemitraan

5.5.1 Pembagian Peran

Dalam konteks kemitraan dukun dan bidan, manajemen pembagian peran merupakan aspek yang sangat penting dalam pelaksanaan kemitraan. Masing-masing pihak memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan.

Berdasarkan wawancara peneliti dengan dukun yang bermitra mereka mengatakan bahwa peran atau tugas mereka dalam kemitraan ini adalah mengantar pasien ke pustu dan membantu bidan dalam menolong persalinan seperti memijit, memberikan air untuk diminum oleh ibu yang hendak bersalin.

Berikut pernyataan dari dukun:

“Kalau ada yang melahirkan ibu antar ke pustu. Sampai di sana saya bantu pijat-pijat dengan bantu memberikan minum bila dibutuhkan ibu hamil sedangkan yang menolong persalinan sampai selesai bidan. Nanti setelah selesai saya bantu bersih/lap ibu bersalin. Itu saja yang saya kerjakan.” (wawancara Dukun Bayi)

“Kalau di rumah sakit saya tidak ikut campur tetapi kalau di pustu di sini saya biasanya memberikan minum untuk mengusir setan. Saya juga biasanya bantu pijat dan pegang-pegang perut ibu hamil.” (wawancara Dukun Bayi)

Sementara itu para bidan menangani secara penuh proses persalinan. Pernyataan para bidan mengenai tugas mereka dalam membantu proses persalinan terlihat dalam kutipan wawancara berikut.

”Kami biasanya yang menolong persalinan sedangkan dukun bantu memberikan minum, pegang-pegang perut ibu hamil dan kadang kami minta mereka untuk menyiapkan susu untuk ibu hamil.” (wawancara Bidan Desa)

Prinsipnya dalam sebuah kemitraan, pembagian peran harus juga mempertimbangkan kompetensi masing-masing partner dan setiap partner harus menjalankan peran sesuai dengan fungsinya masing-masing. Berkaitan dengan pembagian peran antara bidan dengan dukun yang bermitra di lokasi penelitian, mereka berpendapat bahwa pembagian peran yang mereka sudah jalankan selama ini sudah sesuai dengan kompetensi mereka masing-masing.

Pernyataan dukun terkait dengan pembagian peran mereka selama ini, dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut:

“Sudah sesuai Nak, karena mereka sekolah khusus untuk menolong persalinan sedangkan saya hanya berdasarkan pengalaman saja. Tidak ada dokumen tertulis paling saya bantu pijit dan kasi minum bila dibutuhkan.” (wawancara Dukun Bayi)

Sedangkan persepsi para bidan terkait dengan pembagian peran dengan dukun dalam kemitraan yang telah berjalan selama ini, dapat dilihat pada pernyataan mereka sebagai berikut:

“Sudah karena petugas kesehatan punya tanggung jawab untuk menolong persalinan. Kami tidak punya dokumen tertulis paling kami jalankan seperti biasa saja selama ini.” (wawancara Bidan Desa)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama ini para dukun umumnya berperan dalam aspek non teknis kesehatan. Dengan kata lain, para dukun bertugas mendampingi ibu bersalin dan menolong bidan dalam hal menangani persalinan. Para dukun berperan dalam memberi air, memijit ibu bersalin dan juga menangani

hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan budaya setempat. Sedangkan bidan bereperan dalam aspek teknis kesehatan. Selanjutnya dukun dan bidan yang bermitra umumnya tidak menyatakan keberatan terkait dengan pembagian peran ini. Hal ini tampak dari pengakuan dukun yang cenderung mengatakan bahwa selama ini tugas mereka hanyalah merujuk ibu hamil, sedangkan yang dominan berperan dalam menangani persalinan adalah bidan. Para dukun juga memberikan pengakuan bahwa pembagian peran yang terjadi selama ini, sudah sangat mendukung kemitraan. Para bidan juga memberikan pengakuan yang serupa berkaitan dengan pembagian peran ini.

Menurut para bidan pembagian peran antara mereka dengan dukun yang sudah berjalan selama ini sudah sesuai dengan apa yang digariskan dalam pedoman kemitraan antara bidan dengan dukun, di mana bidan merupakan penanggung jawab penuh dalam menangani persalinan. Namun pembagian peran ini tidak tertulis dalam dokumen yang resmi. Secara umum dapat dikatakan bahwa pembagian peran dalam kemitraan bidan dan dukun di lokasi penelitian sudah mengikuti apa yang ditegaskan oleh departemen kesehatan yaitu bahwa tugas dukun bukan lagi sebagai penolong utama dalam persalinan tetapi hanya mendampingi bidan dan ibu hamil dalam persalinan. Dalam pedoman, peran bidan dan dukun dalam pelaksanaan kemitraan telah dibagi sejak periode kehamilan, persalinan dan nifas. Bidan dan dukun hendaknya saling memahami kedudukan tugas dan fungsi dalam bermitra, dimana bidan memiliki tugas dan fungsi utama dalam membantu persalinan ibu hamil. Dukun bayi tidak melakukan tugas dan fungsi dalam membantu persalinan secara langsung melainkan mendorong agar proses rujukan ibu bayi hanya kepada bidan atau tenaga kesehatan terlatih.

Dalam proses alih peran dan pembagian tugas antara dukun dan bidan dalam pertolongan persalinan, perlu disepakati mekanisme kemitraan yang dijalin antara mereka. Meskipun mekanisme sangat beragam tergantung keadaan, tetapi ada beberapa hal penting yang harus disepakati (dituangkan secara tertulis dalam nota kesepakatan) yaitu mekanisme rujukan kasus persalinan dan pembagian biaya persalinan. Pembagian peran atau tugas dukun dan bidan dalam persalinan sudah jelas walaupun tidak ada dokumen tertulis. Masing-masing pihak diharapkan dalam melaksanakan perannya dengan baik sehingga persalinan dapat ditangani dan kematian ibu dan bayi akibat persalinan dapat ditekan.

5.5.2 Komunikasi

Komunikasi antara partner adalah hal yang sangat penting di dalam sebuah kemitraan. Dalam konteks kemitraan antara bidan dan dukun, komunikasi antara keduanya adalah sesuatu hal yang perlu untuk kepentingan kemitraan. Sebagai sebuah organisasi, maka komunikasi antara bidan dengan dukun diupayakan agar terjadwal dengan baik seperti pertemuan bulanan atau juga tahunan.

Berdasarkan wawancara peneliti dengan dukun dan bidan yang bermitra, mereka tidak pernah mengadakan pertemuan di tingkat desa/kelurahan tetapi untuk tingkat kecamatan pernah dilaksanakan beberapa kali.

Berikut adalah pernyataan para dukun:

“Kalau dengan bidan tidak pernah ada pertemuan. Paling dulu dokter dari puskesmas datang dan kami kumpul di aula membahas masalah persalinan di rumah.” (wawancara Dukun Bayi)

“Bila ada pertemuan saya biasanya pergi dengan bidan. Di puskesmas kami diberi pengarahan mengenai persalinan. Setiap ibu hamil harus bersalin di fasilitas kesehatan jangan paksa untuk tolong sendiri di rumah nanti kalau ada

perdarahan berbahaya. Biasanya kalau ada pertemuan begitu saya dapat uang transport nak.” (wawancara Dukun Bayi)

Pernyataan bidan dapat dilihat para kutipan wawancara berikut:

“Kalau pertemuan rutin tingkat desa tidak ada. Pertemuan biasanya untuk tingkat puskesmas dilakukan setiap akhir bulan dan tahun untuk membahas hal apa saja yang dilakukan dukun dan bidan.”(wawancara Bidan Desa)

komunikasi yang dimaksudkan dalam konteks kemitraan ini adalah frekuensi pertemuan yang dilakukan oleh para bidan dengan dukun di tingkat desa, kecamatan ataupun juga kabupaten.

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa menurut para dukun selama ini mereka kurang bahkan tidak pernah melakukan petemuan dengan para dukun di tingkat desa. Para dukun hanya melakukan petemuan dengan bidan dan dokter di tingkat puskesmas. Dalam pertemuan ini, para dukun selalu diingatkan akan pentingnya penanganan persalinan oleh tenaga profesional kesehatan yaitu bidan. Pengakuan yang sama juga diutarakan oleh para bidan yaitu bahwa selama ini tidak pernah diadakan pertemuan rutin tingkat desa tetapi hanya diadakan pertemuan tingkat puskesmas pada akhir tahun yang membahas tentang kerjasama antara dukun dan bidan selama tahun itu.

Terhenti atau tidak berjalannya suatu organisasi apapun sering terjadi karena tersumbatnya saluran komunikasi diantara anggota organisasi. Demikian pula dalam kemitraan, diperlukan komunikasi yang efektif diantara anggota mitra. Salah satu saluran komunikasi diantara mitra adalah dengan adanya pertemuan atau rapat rutin kemitraan. Pertemuan rutin dan terjadwal antar mitra sangat diperlukan untuk mengetahui perkembangan kemitraan. Sehingga apabila ditemukan masalah di

lapangan, maka dapat secara langsung dilakukan langkah-langkah penanganan yang cepat dan tepat.

5.5.3 Koordinasi

Kemitraan sebagai suatu organisasi tentunya menuntut fungsi koordinasi yang jelas antara pimpinan dengan bawahan atau antara sesama bawahan terkait dengan pelaksanaan tugas. Dalam konteks kemitraan antara bidan dan dukun, bidan tentunya harus senantiasa berkoordinasi dengan dukun dalam hal merujuk pasien misalnya.

Berdasarkan wawancara peneliti dengan bidan dukun, sebagian besar dari mereka menjawab bahwa selama ini bidan yang berinisiatif untuk menghubungi dukun dan posyandu adalah kesempatan yang sering kali digunakan oleh bidan untuk berkoordinasi dengan dukun.

Pernyataan dari para bidan mengenai fungsi koordinasi dapat dilihat pada kutipan berikut:

“Koordinasinya lewat posyandu dan bila bertemu secara tidak sengaja di jalan. Bila ada posyandu saya terkadang ikut akan tetapi bila tidak ibu hamilnya sendiri yang melaporkan. Biasanya juga saat posyandu bidan langsung menanyakan pada ibu hamil mengenai (wawancara Dukun Bayi)

Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Bidan dalam kutipan wawancara berikut:

“Koordinasinya melalui posyandu karena terkadang kami mengundang mereka untuk datang dan juga apabila secara tidak sengaja bertemu di jalan biasanya kami tanya mungkin ada lagi ibu yang hamil. Kadang mereka yang tanya “ibu bagaiman dengan ibu A apa dia sudah pergi periksa ke ibu” karena di sini ibu hamil lebih sering ke dukun.” (wawancara Bidan Desa)

Selanjutnya para dukun dan bidan mengatakan bahwa fungsi koordinasi yang telah dijalankan selama ini sudah cukup membantu proses kemitraan antara kedua belah pihak. Misalnya para dukun mengatakan bahwa posyandu merupakan kesempatan yang tepat di mana semua ibu hamil bisa terdata dengan baik oleh bidan, dan dukun menganjurkan para bidan untuk mengikuti posyandu.

Pernyataan para dukun terkait dengan fungsi koordinasi yang telah mereka jalankan selama ini dalam hubungannya dengan kemitraan, dapat dilihat para kutipan wawancara berikut:

“Sudah lumayan cukup nak, karena ada posyandu juga jadi semua ibu hamil bisa terdata oleh bidan. Memang selama ini semua ibu hamil yang datang untuk pijit ke rumah selalu saya suruh untuk ikut posyandu.” (wawancara Dukun Bayi)

Para bidan juga melontarkan pengakuan yang sama mengenai fungsi koordinasi yang telah dijalankan selama ini. Bidan menambahkan bahwa fungsi koordinasi selama ini juga didukung oleh para dukun yang aktif.

Berikut adalah pernyataan dari pada bidan:

“Sudah dek, kan bidan sudah punya wilayah binaan masing-masing. Jadi bidan yang koordinasi wilayah binaannya dia. Dia yang bertanggung jawab penuh untuk wilayah binaannya.” (wawancara Bidan Desa)

Sebagai suatu organisasi, kemitraan antara bidan dan dukun juga memerlukan adanya fungsi koordinasi yang tertata dengan teratur. Terkait dengan fungsi koordinasi, sebagian besar dukun dan bidan yang bermitra di lokasi penelitian mengatakan bahwa selama ini mereka berkoordinasi melalui posyandu. Terkadang juga koordinasi antara dukun dan bidan terjadi secara informal, seperti ketika berpapasan di jalan. Dari data ini, dapat dikatakan bahwa selama ini fungsi

koordinasi antara dukun dan bidan yang bermitra di lokasi penelitian hanya bersifat momental bahkan insidental atau belum ada jadwal yang terprogram dengan jelas.

Hingga saat ini, para dukun dan bidan merasa bahwa fungsi koordinasi yang berjalan selama ini sudah cukup mendukung kemitraan. Seorang bidan misalnya mengatakan bahwa posyandu merupakan kesempatan yang baik untuk mendata semua ibu hamil. Tentunya kemungkinan kendala yang dialami adalah mendata ibu hamil yang tidak datang posyandu.

Dalam hal ini koordinasi yang tertata rapi dan teratur antara bidan dengan dukun bisa mengatasi persoalan ini. Koordinasi dan peningkatan kapasitas bagi dukun merupakan langkah untuk optimalisasi pelaksanaan peran dan tugas masing-masing. Koordinasi didefinisikan sebagai proses penyatuan tujuan-tujuan dalam suatu kerjasama organisasi dan merupakan kegiatan pada tingkat satu satuan yang terpisah dalam suatu kerjasama organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Koordinasi dibutuhkan sekali dalam suatu kerjasama sebab tanpa koordinasi akan tidak mempunyai pegangan mana yang harus diikuti, yang akhirnya akan merugikan kerjasama dalam itu sendiri. Dengan koordinasi diharapkan keharmonisan atau keserasian seluruh kegiatan mencapai tujuan yang diharapkan, beban tiap anggota mitra menjadi seimbang dan selaras. Koordinasi sangat dibutuhkan terutama pada pekerjaan lebih yang insidentil dan tidak rutin serta pekerjaan yang tidak direncanakan terlebih dahulu, juga bagi kerjasama yang menerapkan tujuan tinggi. Oleh karena itu, fungsi koordinasi yang dilakukan oleh pihak yang bermitra merupakan suatu keharusan.

Dokumen terkait