• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II SURAKARTA SEBAGAI KOTA DAGANG

A. Pembagian Wilayah di Surakarta

Secara geografis wilayah Kota Surakarta berada antara 110º45’15” 110º45’35” BT dan 7º36’00”- 7º56’00”LS dengan luas wilayah 44,04 Km² dengan batas-batas sebagai berikut :

Batas Utara : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali Batas Selatan : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar Batas Timur : Kabupaten Sukoharjo

Batas Barat : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar

Kota Surakarta terdiri dari 5 kecamatan seluas keseluruhan 44,040 km2. Kecamatan yang mempunyai luas wilayah paling besar yaitu Kecamatan Banjarsari (14,81 km2) sedangkan kecamatan yang mempunyai luas paling kecil yaitu Kecamatan Serengan.1 Wilayah kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Pasar Kliwon (915.418 jiwa/km2) dan terendah terdapat pada Kecamatan Laweyan (10.127 jiwa/km2). Dalam periode 10 tahun 1987 dan tahun 1997, pertambahan penduduk Surakarta baik tingkat kelahiran maupun karena jumlah migrasi sebesar 6,1%. Pertumbuhan ini yaitu dari 110.986 KK atau 508.138 jiwa menjadi 120.872 KK atau 539.387 jiwa telah memekarkan atau

1

BPS Surakarta, Monografi Kota Surakarta, ( Surakarta: Badan Pusat Statistik, 2010).

commit to user

mengecilkan jumlah RT dan RW di setiap kecamatan. Secara umum kota Surakarta merupakan dataran rendah dan berada antara pertemuan kali/sungai-sungai Pepe, Jenes dengan Bengawan Solo, yang mempunyai ketinggian ±92 dari permukaan air laut.2

Kota Surakarta berdiri tahun 1745 yang dahulu pernah menjadi pusat pemerintahan pada masa akhir Kesultanan Mataram. Setelah perpecahan Mataram, Surakarta menjadi pusat pemerintahan Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunagaran. Kejadian yang memicu pendirian kota ini adalah berkobarnya pemberontakan Sunan Kuning (Geger Pacinan) pada masa pemerintahan Sunan Pakubuwono II tahun 1742. Pemberontakan dapat ditumpas dengan bantuan VOC dan keraton Kartasura dapat direbut kembali, namun dengan pengorbanan hilangnya beberapa wilayah warisan Mataram sebagai imbalan untuk bantuan yang diberikan VOC. Bangunan keraton sudah hancur dan dianggap "tercemar".3

Sunan Pakubuwana II lalu memerintahkan Tumenggung Honggowongso dan Tumenggung Mangkuyudo serta komandan pasukan Belanda, J.A.B. van Hohendorff, untuk mencari lokasi ibu kota/keraton yang baru. Untuk itu dibangunlah keraton baru 20 km ke arah tenggara dari Kartasura, pada 1745, tepatnya di Desa Sala di tepi Bengawan Solo. Nama "Surakarta" diberikan sebagai nama "wisuda" bagi pusat pemerintahan baru ini. Pembangunan keraton ini menurut catatanmenggunakan bahan

2

Litbang Kompas diolah dari Badan Pusat Statistik, Kota Surakarta 3Ann Kumar, Javanese court society and politics in the late eighteenth century: the record of a lady soldier, Part I: The religious, social, and economic life of the court, Indonesia ,1980, hlm. 1-46.

commit to user

kayu jati dari kawasan Alas Kethu, hutan di dekat Wonogiri Kota dan kayunya dihanyutkan melalui Bengawan Solo. Setelah itu pada tanggal 17 Februari1745 Surakarta menjadi pusat pemerintahan Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran.

Status Susuhunan Surakarta dan Adipati Mangkunegara menjadi rakyat biasa di masyarakat dan Keraton diubah menjadi pusat pengembangan seni dan budaya Jawa. Kemudian Solo ditetapkan menjadi tempat kedudukan dari residen, yang membawahi Karesidenan Surakarta (Residentie Soerakarta) dengan luas daerah 5.677 km². Karesidenan Surakarta terdiri dari daerah-daerah Kota Praja Surakarta, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukowati, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Klaten, Kabupaten Boyolali, sedangkan tanggal 16 Juni diperingati sebagai hari jadi Kota Solo era modern. 4

Setelah Karesidenan Surakarta dihapuskan pada tanggal 4 Juli 1950, Surakarta menjadi kota di bawah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Semenjak berlakunya UU Pemerintahan Daerah yang memberikan banyak hak otonomi bagi pemerintahan daerah, Surakarta menjadi daerah berstatus kota otonom.5

Pertumbuhan penduduk di Surakarta dari tahun ke tahun jelas bahwa tingkat pertumbuhannya tidaklah besar, antara 1.733 ( 0,3%) sampai 9.272 jiwa atau 1,9%.

4

Darsiti Soeratman, Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-1939, Yogyakarta: Taman Siswa, 1989, hlm. 30.

5

Imam Samroni, dkk, Daerah Istimewa Surakarta, Yogyakarta: Pura Pustaka, 2010, hlm. 38.

commit to user

Perubahan masyarakat selama beberapa dekade ini cukup besar, terutama bila dilihat dari kemunculan dan menjamurnya berbagai institusi modern, seperti telah disebutkan di atas, di setiap pelosok kota. Selain itu, hampir habisnya tanah tegalan dan sawah di daerah pinggiran kota Solo, seperti Banyuanyar, Sumber, Karangasem dan jajar yang dulu dipenuhi oleh sawah dan kebun tebu, menyebabkan Surakarta sekarang harus memasok beras dari Delanggu di selatan Kartosuro, begitu pula dengan sayur-sayuran dan buah-buahan, khususnya pisang, harus didatangkan dari Tawangmangu yang terletak sekitar 35 km dari Surakarta. 6

Tabel. 1 Luas Wilayah Kota Surakarta

(Sumber : Litbang Kompas diolah dari Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, 1995) 6 Ibid, hlm. 198-199. NO KECAMATAN LUAS (Km²) 1 Laweyan 8,64 Serengan 3,19 3 Pasar Kliwon 4,82 4 Jebres 12,58 5 Banjarsari 14,81 TOTAL 44,04

commit to user

Hunian untuk penduduk pribumi Jawa terpencar hampir di seluruh kota. Nama-nama kampung hunian penduduk suku Jawa, ada yang didasarkan atas nama-nama bangsawan yang bertempat tinggal disana, seperti : Ngadijayan tempat tinggal Hadiwijaya, Mangkubumen tempat tinggal Mangkubumi, Jayasuman tempat tinggal Jayakusuma, Suryabratan tempat tinggal Suryabrata, Kusumabratan tempat tinggal Kusumabrata, Sumadiningrat tempat tinggal Sumadiningrat, Cakranegaran tempat tinggal Cakranegara, Kalitan tempat tinggal Kanjeng Ratu Alit, Kusumayudan tempat tinggal Kusumayuda, Purwadiningratan tempat tinggal Purwadiningrat. Adapula kampung-kampung yang namanya diambil dari nama abdi dalem , seperti Coyudan tempat tinggal Secoyuda, Derpoyudan tempat tinggal Derpoyuda, Mangkuyudan tempat tinggal Mangkuyuda, dan Kerten tempat tinggal Wirakerti. Ada juga kampung-kampung yang namanya diambil dari kesatuan prajurit Keraton, seperti: Kasatriyan, Tamtaman, Sorogenen; dan berdasarkan jenis pekerjaan penduduk, seperti : Sayangan, Gemblengan, Gapyukan, Serengan, Slembaran, Kundhen, Telukan, (un) Dhagen , Kepunton, dan Jayengan. Ada juga kampung-kampung yang namnya diambil dari jabatan Keraton, seperti : Carikan, Jagalan, Gandhekan, Sraten, Kalangan, Punggawan, Pondhokan, dan Gadhing. Ada juga kampung yang namanya diambil dari folklore, seperti: Sangkrah, Bathangan, Kedung Lembu, Laweyan, dan yang mengikuti nama-nama orang Belanda atau jabatannya, seperti: Petoran, Jurnasan, Jageran, Beskalan, dan Ngebrusan. 7Selain itu juga kampung-kampung

7

Nurhadiantomo, Konflik-Konflik Sosial Pri-Nonpri dan Hukum Keadilan Sosial,Surakarta : Muhammadiyah University Press, 2004, hlm.61

commit to user

yang namanya diambil dari komunitas kesenian seperti: Wirengan, Gambuhan, dan Kemlayan.

Orang-orang Cina dan Arab masing-masing dipimpin oleh orang yang ditunjuk oleh pemerintah kolonial dan diberi pangkat Mayor, Kapten atau Letnan. Hunian orang-orang pribumi bercampur, baik penghuni lama maupun pendatang, kelas menengah maupun bawah. Semuanya tinggal diperkampungan, dirumah-rumah dengan kebun dan halaman yang ditumbuhi pohon atau tanaman rindang. Diskriminasi ras dan etnik masih sangat ketat, sehingga kontak sosial melalui jaringan sosial kota hanya terbatas pada golongan pribumi. 8

Dokumen terkait