• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA KOMUNITAS CINA PEDAGANG EMAS KAWASAN COYUDAN SURAKARTA TAHUN 1985-1995

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DINAMIKA KOMUNITAS CINA PEDAGANG EMAS KAWASAN COYUDAN SURAKARTA TAHUN 1985-1995"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

KAWASAN COYUDAN SURAKARTA

TAHUN 1985-1995

SKRIPSI

Digunakan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah

Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh :

NOVITA WISMA SAPUTRI

C0508038

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user

(3)

commit to user

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Novita Wisma Saputri NIM : C0508038

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Dinamika Komunitas Cina Pedagang Emas Kawasan Coyudan Surakarta tahun 1985-1995 adalah benar-benar karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuat oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 10 Juli 2012 Yang membuat pernyataan

(5)

commit to user

v MOTTO

When haters were busy talking, I was busy making it happen When they were busy mocking, I was busy walking When they were busy laughing, I was busy running And they’re STILL wondering, Why they’re left behind...

Dream, Believe, and Make it happen

( AGNES MONICA )

Seorang Pemimpin adalah mereka yang berani bermimpi,

bekerja keras, dan bijak dalam mengambil suatu langkah

untuk masa depan yang lebih baik

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada mereka

yang banyak berjasa dalam penulisan ini:

Mama dan (Alm) Papaku tercinta

Kakak dan adikku tersayang

Teman-

teman seperjuangan Sejarah ‘08

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan ke-Hadirat Allah SWT, yang telah memberikan berbagai kemudahan dan limpahan karunia-Nya kepada penulis, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Dinamika Komunitas Cina Pedagang Emas Kawasan Coyudan Surakarta tahun 1985-1995.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah mendukung, baik moral, material maupun spiritual, hingga akhirnya penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan baik dan selesai sesuai yang penulis harapkan, yaitu kepada :

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, juga sebagi Ketua Tim Penguji yang berkenan memberikan waktunya untuk menguji.

3. Drs. Soedarmono, SU, selaku Pembimbing skripsi, yang memberikan banyak dorongan, masukan, dan kritikan yang membangun dalam proses penulisan skripsi ini.

4. Drs. Sri Agus, M.Pd, selaku Penguji dua yang berkenan memberikan waktunya untuk menguji

5. Drs. Isnaini Wijaya Wardani, M.Pd, selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis.

(8)

commit to user

viii

Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu dan wacana pengetahuan.

8. Segenap staf dan karyawan UPT Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Perpustakaan Jurusan, dan Perpustakaan Monumen Pers.

9. Koh Sie Tyun Tai dan Koh Andy Ong , selaku pemilik toko emas Menjangan dan Gajah yang telah banyak memberikan informasi kepada penulis.

10.Bapak Abdul Somad, selaku pemilik Box dasaran emas yang berkenan memberikan waktu untuk penulis wawancarai.

11.K.G.P.H Puger, selaku Kepala Museum Keraton Kasunanan Surakarta yang juga banyak memberikan informasi kepada penulis.

12.Orang Tua yang selalu memberikan kasih sayang dan semangat dengan tulus ikhlas serta doa yang tak pernah putus kepada penulis.

13.Teman-temanku angkatan 2008 yang selalu memotivasi untuk cepat lulus. 14.Aditya Wahyu Prabowo, yang telah banyak memberikan semangat dan

selalu setia menemani penulis dalam penulisan skripsi ini.

15.Segenap pihak yang telah mendukung dan membantu terlaksananya penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap akan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun, agar skripsi ini menjadi lebih baik.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surakarta, 10 Juli 2012

(9)

commit to user

ix

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.………. ii

HALAMAN PENGESAHANPENGUJI………. iii

BAB II SURAKARTA SEBAGAI KOTA DAGANG……… 18

A. Pembagian Wilayah di Surakarta………. 18

B. Aktivitas Perdagangan di Surakarta………. 23

1. Perdagangan Surakarta Masa Kerajaan Majapahit………. 24

(10)

commit to user

D. Dominasi etnis China dalam perekonomian di Surakarta………… 44

BAB III DINAMIKA KOMUNITAS CINA PEDAGANG EMAS KAWASAN COYUDAN SURAKARTA……….. 51

D. Pengaruh Fluktuasi Harga Emas terhadap Perdagangan Emas di Coyudan………..………. 78

1. PT Antam Sebagai distributor emas di Coyudan………. ……. 83

(11)

commit to user

xi

Masyarakat Sekitar………. 100

2. Perkawinan Campur etnis Cina-Jawa di Coyudan….………… 104

3. Hubungan bisnis etnis Cina Pedagang Emas dengan nilai Budaya Cina di Coyudan……….. 107

C. Kepercayaan dan Jaringan Pribadi Etnis Cina Pedagang Emas di Coyudan……….. 111

D. Bisnis Keluarga Cina Pedagang Emas di Coyudan………. 114

BAB V PENUTUP……… 118

DAFTAR PUSTAKA……… 123

DAFTAR NARASUMBER……….. 128

(12)

commit to user

xii

Tabel. 1 Luas Wilayah Kota Surakarta Tahun 1995……… 21

(13)

commit to user

xiii

Genocide kultural Pembunuhan Peradaban

Totok Orang yang mempunyai garis keturunan

Tionghoa murni

Petty borjuasi Kelas menengah kebawah

Matrilineal. Sistem kekerabatan menurut garis ibu Confucius Seorang filosof dunia yang mengajarkan

nilai-nilai kebajikan dan moralitas Unprofitability Kemapuan perusahaan memperoleh laba

dalam hubungan dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri.

Bearish Menurun

Ali Baba Persekutuan antara pengusaha Cina dan warga pribumi pemegang izin.

Residentie Soerakarta Karesidenan Surakarta

De Overvaartplaatsen Pemindahan tempat pada sungai Solo Abad aan de Solo river in middleleeuwen Pertengahan

Gate Gerbang

(14)

commit to user

xiv

Hoakiau/ Hokkian Cina Perantauan

Interest dan pressure groups Kelompok penekan dan yang berkepentingan

Indonesian sounding Bercirikan Indonesia

Maskulin Tindakan yang lebih rasional

Vreemde Oosterlingen Orang asing

local genius Lokal Jenius

Fang Cabang

(15)

commit to user

xv

BUMN Badan Usaha Milik Negara

PMDN Perusahaan Modal Dalam Negeri

OJO Oud-Javaansche Oorkonde

PKL Pedagang Kaki Lima

BTA Bawarasa Tosan Aji

PMA Perusahaan Modal Asing

PDBI Pusat Data Bisnis Indonesia

BAPERKI Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan

Indonesia

SBKRI Surat Bukti Kewarganegaraan Republik

Indonesia

NPWP Nomor Pokok Wajib Pajak

ONH Ongkos Naik Haji

LM Logam Mulia

Antam Aneka Tambang

PT Perseroan Terbatas

VOC Vereeniging Oost-Indische

(16)

commit to user

xvi

Gambar. 1 Potret Wilayah Ketandan………. 41

Gambar. 2 Potret Wilayah Coyudan tahun 1937……… 43

Gambar. 3 Foto Perhiasan Emas Putih Milik Toko Emas Gajah…………. 55

Gambar. 4 Foto Toko Emas Menjangan dan Pemilik Toko………. 58

Gambar. 5 Foto Box Dasaran Emas Milik Pak Abdul Somad………. 62

Gambar. 6 Foto Etnis Cina Marga Hokkian tahun 1930……….. 65

Gambar. 7 Perhiasan Emas Kuning di Toko Emas Coyudan………... 80

Gambar. 8 Foto PT. Aneka Tambang Tbk……… 84

(17)

commit to user

xvii

1. Koran Kompas 28 November 1985 tentang Pasar Uang- Efek-

Emas………. 131

2. Koran Kompas November 1985 tentang Gejolak Pasaran Uang

Dunia………. 132

3. Koran Berita Nasional 2 November 1985 tentang Harga Emas tahun

1985……… 133

4. Koran Kompas 29 Januari 1993 tentang Valuta Asing- Emas tahun

1993……….. 134

5. Koran Wawasan 2 April 1986 tentang Perkawinan Campuran di

Indonesia……….. 135

6. Koran Dharma Nyata September 1987 tentang Mozaik Suku-Suku di

Sala……… 136

7. Koran Wawasan April 1986 tentang kawin Campur orang

Cina……….... 137

8. Peranturan Perundang-undangan Kewarganegaraan Indonesia

Pada Masa Orde Baru……… 138

(18)

commit to user

xviii

Novita Wisma Saputri. C0508038. 2012. Dinamika Komunitas Cina Pedagang Emas Kawasan Coyudan Surakarta tahun 1985-1995.Skripsi Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu (1) Bagaimana kondisi umum perdagangan di Surakarta? (2) Bagaimana dinamika kehidupan pemilik toko emas di Coyudan Surakarta tahun 1985-1995 ? (3) Bagaimana interaksi dan hubungan komunitas Cina pedagang emas dengan masyarakat.

Penelitian ini merupakan penelitian historie, sehingga langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi heuristik, kritik sumber baik intern maupun ekstern, interpretasi, dan historiografi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen, studi pustaka dan wawancara. Dari pengumpulan data, kemudian data dianalisa dan diinterpretasikan berdasarkan kronologinya. Untuk menganalisa data, digunakan pendekatan ilmu sosial yang lain sebagai ilmu bantu ilmu sejarah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosial, ekonomi dan budaya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat Cina di Coyudan masa itu mengalami kejayaan karena perdagangan emas yang dijalaninya. Karena pada masa itulah emas menjadi salah satu transaksi yang paling menguntungkan untuk aset bagi masyarakat di Surakarta. Interaksi sosial yang terjalin antara etnis Cina dan etnis Jawa di Coyudan terjalin cukup baik, sehingga terjadi pembaruan antar kedua etnis tersebut. Adanya etnis Cina yang datang ke Surakarta sejak awalnya adalah untuk membina hubungan yang saling menguntungkan. Setelah mereka hidup di Surakarta dari generasi ke generasi dan berinteraksi dengan masyarakat Surakarta, terjalin hubungan dengan masyarakat lingkungan sekitarnya.

(19)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting sejak abad ke-7, yaitu ketika Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok dan India. Kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha telah tumbuh pada awal abad Masehi, diikuti para pedagang yang membawa agama Islam, serta berbagai kekuatan Eropa yang saling bertempur untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku semasa era penjelajahan samudra. Setelah sekitar 350 tahun penjajahan Belanda, Indonesia menyatakan kemerdekaannya di akhir Perang Dunia II. Selanjutnya Indonesia mendapat tantangan dari bencana alam, korupsi, separatisme, proses demokratisasi dan periode perubahan ekonomi yang pesat.1

Struktur ekonomi di Jawa masa lampau ( khususnya sejak Majapahit Abad XIV-XV ) terdiri dari sistem ekonomi sawah dan perdagangan. Pada masa itu aktivitas ekonomi dibedakan menurut wilayah. Ekonomi sawah banyak dilakukan didaerah pedalaman, sementara perdagangan terjadi di daerah pantai. Pada pertengahan XVII Jawa dipandang memiliki kekayaaan alam yang luar biasa. Pada tahun 1648 Batavia telah mengimpor 9600 metrik ton beras dari Pesisir

1 http://www.niamz.com/2012/01/indonesia.html (diakses pada tanggal 1 Januari 2012)

(20)

commit to user

Jawa. Rijcklof van Goens adalah utusan kompeni belanda pertama secara resmi ke Kraton Mataram. Dia mengadakan perjalanan menuju Kraton antara tahun 1648 dan 1654. Dapat dikatakan bahwa Van Goens adalah utusan resmi Belanda yang datang setelah peperangan VOC versus Mataram dan yang mengunjungi Mataram secara resmi pasca Sultan Agung. Kunjungan Van Goens memiliki misi penting yakni mencairkan hubungan tegang yang tidak pernah diperbaiki kembali antara Mataram dan VOC serta untuk menjalin hubungan lebih lanjut antara kedua pihak. Dari laporan yang ditulis oleh Van Goens dapat ditemukan informasi penting mengenai kondisi Mataram pada pertengahan abad XVII ini. 2

Perkembangan ekonomi di Surakarta telah menampakkan pola bervariasi dari bentuk perdagangan tepi sungai, terutama Bengawan Solo ke pusat kota dengan pusat aktivitas ekonomi di pasar. Sejak dominasi Belanda semakin kuat sistem perkebunan menjadi aktivitas bisnis yang menonjol. Dinamika kota Surakarta juga mendorong tumbuhnya ekonomi yang cukup penting melalui perdagangan batik maupun emas. Surakarta sebagai kota dagang terkonsep dari kota pra industri. Kota pra industri sekilas tidak banyak menampakkan warna modern tetapi sebaliknya lebih kental dengan ciri ke “desaan”nya. Sekalipun ciri

khas ini terkesan sederhana seperti halnya masyarakat feodal yang mengutamakan kesakralan dan lamban dalam hal perubahan, tetapi masyarakat semacam ini justru menampakkan organisasi sosial yang sangat kompleks dan cenderung rumit. Dalam organisasi ekologi kota pra industri yang

2

(21)

commit to user

menggantungkan keberadaanya pada makanan dan bahan mentah ( hasil pertanian ), maka fungsi kota semacam ini biasanya merupakan pusat pemasaran, politik maupun agama.3 Struktur ekonomi kota Surakarta pada banyak hal juga masih menampakkan nasionalitas yang kecil. Dalam banyak hal kota pra industri menunjukkan eratnya hubungan antara faktor ekonomi dan sosial. Selain itu ketatnya segregasi sosial mewarnai situasi tempat tinggal dan wilayah kota. Di Surakarta nama kampung Arab, Pecinan, Kebalen, Sampangan, menunjukkan ciri khas itu. Suasana tempat tinggal penduduk juga menggambarkan tajamnya pembagian sosial tersebut. Hal ini seperti ditunjukkan oleh nama-nama wilayah Keraton, Baluwarti, Serengan, Patehan, dan sebagainya.

Aktivitas perdagangan di Surakarta telah dibangun sejak lama, tepatnya sejak Majapahit. Sistem ekonomi liberal yang dimulai tepat setelah diumumkan Undang-Undang Agraria tahun 1870 oleh pemerintah Hindia Belanda telah mendorong pula pertumbuhan industri dan perusahaan di berbagai wilayah. Di Surakarta iklim liberalisme ekonomi ternyata dapat dimanfaatkan dengan baik terutama oleh penguasa Istana Mangkunegaran. Dalam kaitan ini Mangkunegaran IV mampu mengembangkan beberapa pabrik dan perusahaan perkebunan. 4Dalam kaitan penerapan Sistem Ekonomi Liberal oleh Pemerintah Belanda, di Surakarta telah berkembang tidak hanya perusahaan perkebunan dan pabrik-pabrik, tetapi juga perdagangan emas. Perdagangan emas di Surakarta sudah ada sejak tahun

3

Sjoberg, Gideon, Pre Industrial City, George M. Foster(ed)Peasant SocietyA Reader, Boston: Little, Brown and Company ,1967, hlm. 13.

(22)

commit to user

1930 ketika Belanda masih berkuasa di Indonesia. Dapat dikatakan yang cukup berkuasa dalam perdagangan emas adalah orang-orang Cina.

Pada tahun 1930 etnis Cina di Indonesia secara ekonomis kuat termasuk di wilayah Surakarta, walaupun adalah berlebihan untuk mengatakan mereka menguasai ekonomi negara. Status orang Cina yang kuat dalam bidang ekonomi dapat dijelaskan dari sudut perkembangan sejarah dan kebijakan kolonial Belanda. Etnis Cina secara khusus kuat dalam bisnis dan berbagai sektor finansial disamping dalam perdagangan distributif negara tersebut. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaan politik, pemerintah mempribumikan segalanya dalam sektor ekonomi dengan tujuan membantu pengusaha pribumi. Sistem Banteng yang tersohor pada tahun 1950-an dan larangan perdagangan eceran tahun 1959 merupakan contoh mencolok tentang upaya pemribumian itu. Tetapi perlindungan terhadap pengusaha pribumi dan pengusiran terhadap para pedagang Cina dari kawasan pedesaan akhir tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an tidak berhasil dalam membatasi partisipasi ekonomi orang Cina di Indonesia. Hal ini menimbulkan fenomena baru yang dikenal dengan sebutan perusahaan “Ali

Baba”, yaitu persekutuan antara pengusaha Cina dan warga pribumi pemegang izin. 5 Etnis Cina mengoperasikan bisnisnya dan membagi keuntungannya dengan pribumi pemegang izin. Kerja sama seperti ini kemudian berkembang menjadi persekongkolan baru yang disebut “Sistem Cukong”. Cukong adalah istilah Cina yang berarti “Tuan”, tetapi dalam konteks Indonesia kata ini digunakan untuk

5

Suryadinata, Bumiputra and Pribumi: Economic Nationalism (

(23)

commit to user

pengusaha etnis Cina yang berkolaborasi dengan elite kekuasaan ( termasuk yang berdiam di Istana ) dalam berbagai usaha patungan. Mitra pribumi yang menyediakan fasilitas dan perlindungan sedangkan orang Tionghoa mengelola bisnis. Sistem ini dinilai para pengusaha munculnya kecaman dan konflik dalam era Orde Baru. Mereka menganggap sistem ini berbahaya karena tidak menyebarkan keterampilan bisnis apapun kepada pribumi Indonesia. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa ini merupakan langkah pertama bagi penduduk pribumi untuk belajar lebih banyak tentang bisnis.

Di Surakarta orang-orang Cina banyak memainkan peranan ekonomi yang sangat penting dalam berbagai bidang seperti industri batik, pemborong candu, pengelola rumah candu, serta banyak diantara mereka yang bekerja di Pabrik Gula. Termasuk dalam perdagangan emas di wilayah Coyudan. Mereka memiliki kemampuan yang cukup handal dalam memainkan perekonomian di Surakarta. Hampir di seluruh wilayah kampung Coyudan penuh ditempati oleh orang Cina untuk melakukan aktivitas ekonomi dalam perdagangan emas baik yang emas muda, berlian, emas tua, mutiara bahkan permata. Dari sejak munculnya toko emas di Coyudan sekitar tahun 1930, ada beberapa toko emas yang berdomisili cukup lama sampai sekarang sejak perdagangan emas di Surakarta di mulai, antara lain Toko Emas Gajah, Toko Emas Doro, dan Toko Emas Menjangan. 6 Proses perdagangan emas yang dilakukan oleh para pemilik Toko emas tersebut adalah turun temurun dari orang tua terdahulu yang kemudian diteruskan oleh generasi penerus sampai saat ini. Komunitas pedagang emas di Coyudan ini

6

(24)

commit to user

didominasi oleh mayoritas kaum Cina, dengan pegawai orang-orang pribumi dibawahnya. Pada tahun 1987- 1996 merupakan masa keemasan bisnis etnis Cina di Indonesia, termasuk diwilayah Coyudan yang mayoritas berdagang emas dan perak. Pada tahun 1987-1996 banyak masyarakat kota Surakarta yang membeli dan menjual emas mereka untuk asset berharga di toko-toko emas milik orang Cina tersebut. Karena itu dapat dikatakan, Etnis Cina di Coyudan mengokohkan diri sebagai salah satu pilar penyangga pertumbuhan ekonomi di Surakarta.

Tema mengenai Dinamika Komunitas Cina Pedagang Emas di Coyudan tahun 1985-1995 dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertama, wilayah Coyudan merupakan wilayah yang mayoritas penduduknya adalah orang-orang Cina yang berdagang emas, perak, dan berlian. Coyudan juga merupakan pusat perdagangan emas pertama di Surakarta. Kedua, dalam kurun waktu 1985-1995 merupakan tahun dimana penjualan emas sedang ramainya dipasaran termasuk diwilayah Coyudan dibawah pemerintahan Orde Baru. Oleh karena itu dalam kurun waktu tersebut dapat dijadikan tolak ukur seberapa besar kontribusi etnis Cina dalam perdagangan Emas di Coyudan Surakarta. Berdasarkan latarbelakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis memilih tema “ Dinamika Komunitas Cina

(25)

commit to user

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan permasalahannya, adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi perekonomian khususnya perdagangan di Surakarta?

2. Bagaimana dinamika kehidupan pemilik toko emas di Coyudan Surakarta tahun 1985-1995 ?

3. Bagaimana interaksi dan hubungan komunitas Cina pedagang emas dengan masyarakat?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kondisi perekonomian khususnya perdagangan di Surakarta.

2. Untuk mengetahui dinamika kehidupan pemilik toko emas di Coyudan Surakarta tahun 1985-1995.

3. Untuk mengetahui interaksi dan hubungan komunitas Cina pedagang emas dengan masyarakat.

(26)

commit to user

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dalam penulisan sejarah, dengan inti pokok permasalahan mengenai tema Dinamika Komunitas Cina Pedagang Emas di Coyudan Solo pada tahun 1985-1995. Penulisan ini merupakan formulasi dari tiga aspek yaitu aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek budaya. Aspek sosial terlihat pada interaksi dan komunitas kaum Cina terhadap buruh, pedagang emas eceran, pembeli atau pelanggan maupun sesama pedagang (pemilik) toko emas di Coyudan Solo. Aspek ekonomi terlihat pada pengaruh orang-orang Cina dalam menjalankan perekonomian yg banyak didominasi oleh orang Cina sebagai pemilik modal usaha. Sedangkan aspek budaya terlihat pada perkawinan campur yang terjadi pada etnis Cina pedagang emas serta proses managemen turun-temurun dari generasi ke generasi. Dengan demikian dapatlah kiranya memahami kedudukan orang Cina diatas orang pribumi dalam bidang perekonomian.

E. Tinjauan Pustaka

(27)

commit to user

Indonesia yang berdasarkan model penduduk asli. Secara konseptual, bangsa merupakan konsep yang relatif baru dan berbeda dengan negara. Bangsa bersifat sosial-budaya-politik, sementara negara pada umumnya bersifat hukum. Konsep bangsa tersebut untuk pertama kalinya muncul di dunia Barat pada akhir abad ke-18, akan tetapi di Asia Tenggara konsep ini merupakan fenomena abad ke-20.

Bangsa Indonesia baru muncul melalui tumbuhnya gerakan nasionalis Indonesia pada abad lalu. Gerakan tersebut bertujuan untuk menghapuskan kekuasaan penjajah Belanda dan untuk mendirikan negara-bangsa Indonesia yang modern. Meskipun demikian, mengingat bahwa nasionalisme Tionghoa muncul sebelum nasionalisme Indonesia, selama penjajahan orang-orang Tionghoa di Indonesia cenderung tidak dilibatkan dalam gerakan nasionalis penduduk asli Indonesia. Para nasionalis penduduk asli Indonesia cenderung memandang etnis Tionghoa sebagai bangsa lain. Sebagian besar etnis Tionghoa di Indonesia pun sependapat dengan itu. oleh karena itu, sebelum kemerdekaan Indonesia, konsep bangsa Indonesia cenderung mengecualikan orang-orang Tionghoa. Meskipun demikian, beberapa perorangan Tionghoa tertentu mencoba untuk mengidentifikasikan diri mereka dengan para nasionalis Indonesia.

Dalam buku karangan Rustopo, yang berjudul Menjadi Jawa (Orang-orang Tionghoa dan kebudayaan Jawa di Surakarta, 1889-1998). Buku ini pada

(28)

orang-commit to user

orang Tionghoa dengan nilai-nilai dan unsur-unsur kebudayaan Jawa. Dalam kenyataannya, kedua jenis interaksi ini tidak bertemu.

Buku ini membahas mengenai keinginan komunitas Tionghoa yang tidak hanya sekedar untuk menjadi Jawa agar dapat diterima masyarakat Jawa, malinkan mereka sebenarnya adalah orang Jawa itu sendiri, terlepas dari ada atau tidaknya warisan biologis Jawa pada diri mereka sebagai individu. Buku ini menjelaskan bagaimana interaksi sosial budaya antara orang-orang Tionghoa dan Jawa. Dalam interaksi timbul masalah kesenjangan yang bersifat laten dan kadang-kadang menjadi penyulut timbulnya kerusuhan.

Peristiwa kerusuhan Mei 1998 menjadi momok yang sangat menakutkan bagi masyarakat etnis Tionghoa di Kota Surakarta, yang rumahnya, tokonya, tempat usahanya dirusak, dijarah dan dibakar oleh para perusuh. Nilai kerugian fisik yang sebagian besar disandang oleh orang-orang Tionghoa mencapai milyaran rupiah. Itu belum termasuk trauma jiwa yang diderita oleh orang-orang Tionghoa korban kerusuhan itu hingga kini. Kerusuhan Mei 1998 di Surakarta merupakan ekspresi ketidaksenangan masyarakat pribumi terhadap masyarakat Tionghoa. Citra orang-orang Tionghoa dalam pandangan masyarakat pribumi adalah negatif.

(29)

commit to user

Nasional yang diproklamasikan oleh elite Indonesia melahirkan krisis identitas berkepanjangan bagi orang China Indonesia. Dalam buku ini penulis mengkaji latar belakang historis “Masalah China” yang berusaha mengakomodasikan diri

dengan pasang surut politik nasional.

Skripsi Cahyo Adi Utomo, berjudul Peran Etnis Cina dalam Perdagangan

di Surakarta tahun 1959-1998 berisi tentang Perdagangan Etnis Cina di Surakarta

yang pada awalnya hanya mendominasi di suatu tempat pada masa kolonial yaitu daerah Balong dan Pasar Gede, namun kini telah menyebar hampir dibeberapa daerah diwilayah Surakarta. Pada masa tersebut, pemerintah Belanda membuat suatu sistem untuk etnis Cina yaitu sistem wijkstelsel dan passtelsel guna mengawasi gerak etnis Cina tersebut. Hal itu merupakan kelanjutan dari politik etis. Sehingga ruang bagi etnis Cina hanya di daerah Pecinan.

Skripsi Dwi Ari Wibowo, berjudul Akulturasi Budaya Sebagai Upaya

Rekonsiliasi Etnis Jawa-Cina di Kampung Balong Sudiroprajan Surakarta (2011)

(30)

commit to user

Buku yang ditulis oleh Tri Wahyuning M. Irsyam Golongan etnis Cina sebagai pedagang perantara di Indonesia (1870-1930). Buku ini menjelaskan mengenai peranan etnis Cina sebagai pedagang perantara antara pedagang Eropa dengan pedagang Pribumi atau pedagang lain. Golongan etnis Cina seringkali diidentikan sebagai golongan yang memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini tidak terpisah dari bawah mereka merintis usaha-usaha dibidang perekonomian sejak dulu dan keberhasilan mereka ditunjang oleh banyak faktor.

Faktor-faktor tersebut berasal dari berbagai pihak, baik pihak mereka sendiri, pihak pemerintah Hindia Belanda maupun pihak pribumi Indonesia. Keberhasilan pedagang Cina sebagai pedagang perantara di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh keuletan mereka dalam berusaha saja, melainkan ditunjang oleh berbagai hal antara lain; adanya kesempatan yang dapat mereka manfaatkan dengan sebaik-baiknya dan kesempatan tersebut dapat mereka miliki dengan adanya modal yang cukup.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode sejarah. Metode sejarah proses mengumpulkan, menguji, dan menganalisis secara kritis rekaman-rekaman peninggalan pada masa lampau dan usaha-usaha melakukan sintesa dari data-data masa lampau yang menandai kajian yang dapat dipercaya. Teknik penelitian ini adalah penelitian sejarah yang meliputi 4 tahapan, antara lain7:

(31)

commit to user 1. Heuristik

Adalah proses mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sebagai data yang relevan dengan masalah yang diteliti. Pencarian dan pengumpulan sumber-sumber yang dilakukan yaitu sumber-sumber primer yang berupa dokumen-dokumen arsip baik itu arsip lokal atau surat kabar yang sejaman. Teknik pengumpulan data yang dilakukan , antara lain :

a. Studi Dokumen

Data dokumen yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dokumen berupa sumber tertulis dan sejaman. Dokumen mempunyai nilai otentik dan dapat

dipercaya. 8 Untuk memantapkan nilai suatu dokumen terhadap penggunaanya dalam ilmu sejarah perlu diadakan langkah-langkah sebagai berikut :

pengumpulan objek yang berasal dari jaman itu, pengumpulan bahan-bahan tercetak, tertulis misalnya surat kabar terbitan sejaman (Koran Kompas,

Wawasan, Berita Nasional, Dharma Nyata), peraturan-peraturan, surat keputusan, laporan-laporan pemerintah, arsip pribadi yang belum diterbitkan, surat-surat keluarga dan catatan perjalanan.

b. Studi Wawancara

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dokumen berupa wawancara mendalam dilakukan secara bebas dan terbuka terhadap sejumlah informan yang dipilih secara representatif, yaitu para narasumber yang dianggap

8

(32)

commit to user

mampu memberikan penjelasan mengenai dinamika komunitas cina pedagang emas di Coyudan tahun 1985 dengan pemilik toko emas Menjangan, Toko emas Gajah, Toko emas Anoman, Toko emas Doro, Toko emas Rajawali, Toko emas Keris, Toko emas Macan, buruh, dan pembeli emas.

c. Studi Pustaka

Studi Pustaka dilakukan di Perpusatakaan Pusat UNS, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Perpustakaan Jurusan, Perpustakaan Daerah, BPS, Perpustakaan Mangkuneraan, dan Perpustakaan Nasional. Dalam studi pustaka ini berhasil dihimpun buku-buku, artikel-artikel serta terbitan-terbitan lain yang secara langsung menulis tentang masalah yang sesuai dengan topik permasalahan.

2. Kritik Sumber, terdiri dari kritik Intern dan ekstern

Kritik Intern merupakan kritik yang meliputi tulisan, kata-kata, bahasa, dan analisa verbal serta tentang kalimat yang berguna sebagai validitas sumber atau untuk membuktikan bahwa sumber tersebut dapat dipercaya. Sedangkan kritik ekstern meliputi material yang digunakan guna mencapai kredibilitas sumber atau keaslian sumber tersebut.

3. Interpretasi/ Penafsiran

(33)

commit to user 4. Historigrafi

Historigrafi atau penulisan sejarah, yaitu menyampaikan sumber yang diperoleh dalam bentuk kisah sejarah atau penulisan sejarah. Kemudian menceritakan apa yang telah ditafsirkan dalam penyusunan kisah sehingga menarik untuk dibaca. Penulisan dan penyusunan kisah dengan kata-kata dan gaya bahasa yang baik bertujuan supaya pembaca mudah memahami maksudnya dan tidak membosankan.

(34)

commit to user

G. Sistematika Skripsi

Skripsi ini disusun bab demi bab untuk memberikan gambaran yang terperinci. Penyusunan ini dilandasi keinginan agar skripsi ini dapat menyajikan gambaran yang menunjukkan suatu kontinuitas perkembangan kejadian yang berurutan.

Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data dan sistematika skripsi.

Bab II berisi tentang Surakarta sebagai kota Dagang yang meliputi komplek-komplek perdagangan di Surakarta dimana perdagangan yang didominasi orang-orang Cina berada di wilayah Balong dan Coyudan sebelum tahun 1985. Perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Cina tidak hanya batik, pemborong candu, tetapi juga dalam bidang jual beli emas. Kepandaian orang Cina dalam mengelola perekonomian di Jawa sudah ada sejak abad XIV khususnya pada masa Kerajaan Majapahit.

(35)

commit to user

dengan baik karena setiap harinya mereka harus saling mengetahui harga, jenis emas, pembelian, dan penjualan. Hitungan harga jual-beli emas tergantung pada nilai dolar yang berlaku, dimana pemilik toko emas menggunakan nilai dolar Amerika. Fluktuasi harga emas pada tahun 1985-1995 memiliki harga lonjakan tertentu jika dolar sedang naik ataupun turun. Jika dolar naik maka harga emas juga ikut naik, begitu pula sebaliknya. Pada tahun 1980-an kerusuhan anti-Cina terjadi di Surakarta yang dipicu oleh faktor ketimpangan ekonomi masyarakat dan hubungan antaretnis yang kurang harmonis antara kaum pribumi dengan etnis Cina.

Bab IV akan menguraikan tentang hubungan sosial antara pemilik toko emas dengan masyarakat sekitarnya. Sikap saling menghargai antara pemilik toko dengan pembeli emas ditunjukkan oleh etnis Cina pedagang emas di Coyudan, dengan cara tidak dipungut pajak kepada pembeli emas ketika mereka berjualan didepan emperan pemilik toko emas. Hal ini juga diperkuat dengan adanya kawin campur antara etnis Cina dengan orang Jawa pada masa silam. Pemilik toko emas satu dengan lainnya sangat menjaga tradisi turun-temurun mereka hingga sekarang. Hubungan antara pemilik toko emas dan bisnis antarteman dan keluarga juga akan dibahas dalam bab ini.

(36)

commit to user BAB II

SURAKARTA SEBAGAI KOTA DAGANG

A. Pembagian Wilayah di Surakarta

Secara geografis wilayah Kota Surakarta berada antara 110º45’15” 110º45’35” BT dan 7º36’00”- 7º56’00”LS dengan luas wilayah 44,04 Km² dengan

batas-batas sebagai berikut :

Batas Utara : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali Batas Selatan : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar Batas Timur : Kabupaten Sukoharjo

Batas Barat : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar

Kota Surakarta terdiri dari 5 kecamatan seluas keseluruhan 44,040 km2. Kecamatan yang mempunyai luas wilayah paling besar yaitu Kecamatan Banjarsari (14,81 km2) sedangkan kecamatan yang mempunyai luas paling kecil yaitu Kecamatan Serengan.1 Wilayah kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Pasar Kliwon (915.418 jiwa/km2) dan terendah terdapat pada Kecamatan Laweyan (10.127 jiwa/km2). Dalam periode 10 tahun 1987 dan tahun 1997, pertambahan penduduk Surakarta baik tingkat kelahiran maupun karena jumlah migrasi sebesar 6,1%. Pertumbuhan ini yaitu dari 110.986 KK atau 508.138 jiwa menjadi 120.872 KK atau 539.387 jiwa telah memekarkan atau

1

BPS Surakarta, Monografi Kota Surakarta, ( Surakarta: Badan Pusat Statistik, 2010).

(37)

commit to user

mengecilkan jumlah RT dan RW di setiap kecamatan. Secara umum kota Surakarta merupakan dataran rendah dan berada antara pertemuan kali/sungai-sungai Pepe, Jenes dengan Bengawan Solo, yang mempunyai ketinggian ±92 dari permukaan air laut.2

Kota Surakarta berdiri tahun 1745 yang dahulu pernah menjadi pusat pemerintahan pada masa akhir Kesultanan Mataram. Setelah perpecahan Mataram, Surakarta menjadi pusat pemerintahan Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunagaran. Kejadian yang memicu pendirian kota ini adalah berkobarnya pemberontakan Sunan Kuning (Geger Pacinan) pada masa pemerintahan Sunan Pakubuwono II tahun 1742. Pemberontakan dapat ditumpas dengan bantuan VOC dan keraton Kartasura dapat direbut kembali, namun dengan pengorbanan hilangnya beberapa wilayah warisan Mataram sebagai imbalan untuk bantuan yang diberikan VOC. Bangunan keraton sudah hancur dan dianggap "tercemar".3

Sunan Pakubuwana II lalu memerintahkan Tumenggung Honggowongso dan Tumenggung Mangkuyudo serta komandan pasukan Belanda, J.A.B. van Hohendorff, untuk mencari lokasi ibu kota/keraton yang baru. Untuk itu dibangunlah keraton baru 20 km ke arah tenggara dari Kartasura, pada 1745, tepatnya di Desa Sala di tepi Bengawan Solo. Nama "Surakarta" diberikan sebagai nama "wisuda" bagi pusat pemerintahan baru ini. Pembangunan keraton ini menurut catatanmenggunakan bahan

2

(38)

commit to user

kayu jati dari kawasan Alas Kethu, hutan di dekat Wonogiri Kota dan kayunya dihanyutkan melalui Bengawan Solo. Setelah itu pada tanggal 17 Februari1745 Surakarta menjadi pusat pemerintahan Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran.

Status Susuhunan Surakarta dan Adipati Mangkunegara menjadi rakyat biasa di masyarakat dan Keraton diubah menjadi pusat pengembangan seni dan budaya Jawa. Kemudian Solo ditetapkan menjadi tempat kedudukan dari residen, yang membawahi Karesidenan Surakarta (Residentie Soerakarta) dengan luas daerah 5.677 km². Karesidenan Surakarta terdiri dari daerah-daerah Kota Praja Surakarta, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukowati, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Klaten, Kabupaten Boyolali, sedangkan tanggal 16 Juni diperingati sebagai hari jadi Kota Solo era modern. 4

Setelah Karesidenan Surakarta dihapuskan pada tanggal 4 Juli 1950, Surakarta menjadi kota di bawah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Semenjak berlakunya UU Pemerintahan Daerah yang memberikan banyak hak otonomi bagi pemerintahan daerah, Surakarta menjadi daerah berstatus kota otonom.5

Pertumbuhan penduduk di Surakarta dari tahun ke tahun jelas bahwa tingkat pertumbuhannya tidaklah besar, antara 1.733 ( 0,3%) sampai 9.272 jiwa atau 1,9%.

4

Darsiti Soeratman, Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-1939, Yogyakarta: Taman Siswa, 1989, hlm. 30.

5

(39)

commit to user

Perubahan masyarakat selama beberapa dekade ini cukup besar, terutama bila dilihat dari kemunculan dan menjamurnya berbagai institusi modern, seperti telah disebutkan di atas, di setiap pelosok kota. Selain itu, hampir habisnya tanah tegalan dan sawah di daerah pinggiran kota Solo, seperti Banyuanyar, Sumber, Karangasem dan jajar yang dulu dipenuhi oleh sawah dan kebun tebu, menyebabkan Surakarta sekarang harus memasok beras dari Delanggu di selatan Kartosuro, begitu pula dengan sayur-sayuran dan buah-buahan, khususnya pisang, harus didatangkan dari Tawangmangu yang terletak sekitar 35 km dari Surakarta. 6

Tabel. 1 Luas Wilayah Kota Surakarta

(Sumber : Litbang Kompas diolah dari Badan Pusat Statistik Kota Surakarta,

1995)

6 Ibid, hlm. 198-199.

NO KECAMATAN LUAS (Km²)

1 Laweyan 8,64

Serengan 3,19

3 Pasar Kliwon 4,82

4 Jebres 12,58

5 Banjarsari 14,81

(40)

commit to user

Hunian untuk penduduk pribumi Jawa terpencar hampir di seluruh kota. Nama-nama kampung hunian penduduk suku Jawa, ada yang didasarkan atas nama-nama bangsawan yang bertempat tinggal disana, seperti : Ngadijayan tempat tinggal Hadiwijaya, Mangkubumen tempat tinggal Mangkubumi, Jayasuman tempat tinggal Jayakusuma, Suryabratan tempat tinggal Suryabrata, Kusumabratan tempat tinggal Kusumabrata, Sumadiningrat tempat tinggal Sumadiningrat, Cakranegaran tempat tinggal Cakranegara, Kalitan tempat tinggal Kanjeng Ratu Alit, Kusumayudan tempat tinggal Kusumayuda, Purwadiningratan tempat tinggal Purwadiningrat. Adapula kampung-kampung yang namanya diambil dari nama abdi dalem , seperti Coyudan tempat tinggal Secoyuda, Derpoyudan tempat tinggal Derpoyuda, Mangkuyudan tempat tinggal Mangkuyuda, dan Kerten tempat tinggal Wirakerti. Ada juga kampung-kampung yang namanya diambil dari kesatuan prajurit Keraton, seperti: Kasatriyan, Tamtaman, Sorogenen; dan berdasarkan jenis pekerjaan penduduk, seperti : Sayangan, Gemblengan, Gapyukan, Serengan, Slembaran, Kundhen, Telukan, (un) Dhagen , Kepunton, dan Jayengan. Ada juga kampung-kampung yang namnya diambil dari jabatan Keraton, seperti : Carikan, Jagalan, Gandhekan, Sraten, Kalangan, Punggawan, Pondhokan, dan Gadhing. Ada juga kampung yang namanya diambil dari folklore, seperti: Sangkrah, Bathangan, Kedung Lembu, Laweyan, dan yang mengikuti nama-nama orang Belanda atau jabatannya, seperti: Petoran, Jurnasan, Jageran, Beskalan, dan Ngebrusan. 7Selain itu juga kampung-kampung

7

(41)

commit to user

yang namanya diambil dari komunitas kesenian seperti: Wirengan, Gambuhan, dan Kemlayan.

Orang-orang Cina dan Arab masing-masing dipimpin oleh orang yang ditunjuk oleh pemerintah kolonial dan diberi pangkat Mayor, Kapten atau Letnan. Hunian orang-orang pribumi bercampur, baik penghuni lama maupun pendatang, kelas menengah maupun bawah. Semuanya tinggal diperkampungan, dirumah-rumah dengan kebun dan halaman yang ditumbuhi pohon atau tanaman rindang. Diskriminasi ras dan etnik masih sangat ketat, sehingga kontak sosial melalui jaringan sosial kota hanya terbatas pada golongan pribumi. 8

B. Aktivitas Perdagangan di Surakarta

Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang memiliki kegiatan industri yang beragam, diantaranya berupa kegiatan produksi batik, keris gamelan, dan busana jawa serta aktivitas lainnya yang telah ada sejak dulu. Perjalanan sejarah kegiatan perekonomian tersebut dipengaruhi oleh budaya dari Kerajaan Mataram Islam dan pemerintahan Belanda serta budaya sebagai kota dagang. Dengan demikian,aktivitas kegiatan ekonomi masyarakat tersebut tentunya menjadi salah satu bagian peninggalan sejarah tersendiri, baik dalam bentuk tangible yang berupa sarana

8

(42)

commit to user

pewadahan aktivitasnya maupun yang berbentuk intangible yang berupa aktivitas itu sendiri beserta instrumen dan produknya.9 Pusaka budaya tersebut atau dapat disebut dengan pusaka industri mampu memberikan bagian alur cerita sejarah perkembangan kotadari sisi perekonomian dan menjadi bagian dari nilai sosial catatan kehidupan keseharian masyarakat, dan memberikan sense of identity yang penting. Oleh karena itu, pusaka industri yang dimiliki perlu dilestarikan dalam rangka mampu mempertahankan eksistensi aktivitas ekonomi masyarakat yang telah ada sejak dulu serta mampu mempertahankan bangunan-bangunan sejarah perkembangan ekonomi bagi Kota Surakarta.

1. Perdagangan Surakarta Masa Kerajaan Majapahit (Abad XIV-XV)

Artikel Van Naerssen berjudul De Overvaartplaatsen aan de Solo river in middleleeuwen ( pemindahan tempat pada sungai Solo Abad Pertengahan ) menjelaskan tentang arti penting sungai Bengawan Solo pada abad 14 sebagai jalan lalu lintas perdagangan sungai yang menghubungkan antara pedalaman Jawa dan Pantai utara Jawa Timur. Naerssen menjelaskan lokasi-lokasi Bandar sungai solo, terutama mengoreksi enam pelabuhan yang ditulis oleh J Noordyun. Keenam pelabuhan itu yakni; Rasi, Rewun, Wangkalang, Penah, Wulung, dan Wulayu. Sungai Bengawan Solo di masa lalu berfungsi sebagai urat nadi kehidupan masyarakat.

9

Reni Nurhayati, “Pusaka Industri Kota Surakarta Sebagai Salah Satu

(43)

commit to user

Terutama berkaitan dengan perdagangan sungai yang meliputi industri masyarakat, pelayaran sungai, dan transportasi. Transportasi sungai menjadi salah satu pilihan utama disamping modal transportasi darat seperti gerobak dan pedati. Transportasi di Jawa abad XIX sebelum pembuatan kereta api masih dilakukan secara primitif atau sederhana, sehingga pengangkutan hasil pedalaman banyak mengalami kesulitan. 10

hampir semua arus barang dan berbagai komoditi pertanian dari pedalaman Jawa hingga pantai utara Gresik dilakukan melalui lalu lintas sungai Bengawan Solo.

Pada tahun 1916 R.Adipati Arya Reksakusuma menulis tentang aliran Bengawan Solo yang dijelaskan mulai dari mata air ( tuk : mata air ) dari residen Surakarta mengalir sampai di utara Madura. Dari mata air mengalir ke barat daya terus ke barat, setelah di Kakap belok ke barat daya, bertemu Kali Dengkeng ( berhulu di Lereng Merapi ), berlanjut ke timur hingga perbatasan Ngawi dan bertemu dengan Kali Kedhungbanteng (berhulu di lereng Gunung Lawu). Lurus ke timur, di Ngawi bertemu Kali Madiun atau Kali Genthong berasal dari Panaraga, Magetan, dan Ngawi. Aliran membesar, belok ke utara dan agak ke Timur di Cepu bertemu Kali Bathokan ( berhulu di lereng Gunung Gamping ). Selanjutnya berkelok ke timur, masuk kota Bojonegara dan ke timur Pandhangan bertemu Kali Gandhongan ( berhulu di lereng gunung Pandhan ). Ke timur lagi bertemu dengan Kali Tudhu yang berkelok-kelok tajam. Sampai di Bojanegara bertemu Kali Kening (berhulu di pegunungan Gamping). Aliran terus menuju timur masuk perbatasan Tuban. Di utara

(44)

commit to user

Kapas bertemu dengan Kali Pacal (berhulu di gunung Pandhan). Sampai di utaraPalem, belok ke utara, di Rengel belok ke timur sampai Babat, ke timur laut hingga Gresik, berkelok-kelok ke arah timur, di selatan kota Sedayu masuk ke laut.

Mengenai hulu sungai Bengawan Solo, di dalam serat Centhini disebutkan berasal dari tebing tenggara Pegunungan Sewu, yakni sekitar dataran tinggi Dalepih (Kahyangan, Tirtomoyo, Wonogiri) yang kakinya dikelilingi hutan Pilangputih. Secara mitos lokasi ini dipercaya sebagai petilasan pertapaan Sutawijaya sekaligus tempat bertemu Sutawijaya dan Kanjeng Ratu Kidul. Dalepih ini dikelilingi oleh Gunung Anak, Gajah, Kuning, Tundha, Rujak, Babal, Putri, Kekep, Brit, Dhandang, dan Gelung. Sumber mata air Bengawan Solo dipercaya oleh masyarakat sekitar lokasi Dalepih dijaga oleh Ratu Widanangga di gua Jatha. Widanangga adalah nama lain dari Andarawati yang dikenal sebagai Nyai Rara Kidul.

(45)

commit to user

terletakditengah, seperti Gunung Lawu, Wilis, dan Semeru, memiliki arti penting dalam sejarah politik-ekonomi di Jawa. 11

Sejarawan Belanda itu memperkirakan bahwa sejak abad ke-11, sudah tumbuh jalur lalu lintas perdagangan di aliran bengawan solo. Walaupun tidak banyak diketahui asal muasal bengawan mengingat langkanya bukti-bukti tertulis atau artefak dan peninggalan lain. Sumber-sumber tradisional menginformasikan mengenai pertumbuhan pusat-pusat masyarakat di bantaran sungai, seperti Bojanagara atau Mulwapati dengan menggunakan tokoh seperti Anglingdarma, ketika sang penguasanya menggunakan jalur sungai guna berlayar menuju arah laut. Darsiti Soeratman, mengutip Oud-Javaansche Oorkonde (OJO) No XLIII dari zaman Mpu Sendok (930 M) menyebut nama tempat Kahyunan yang diduga oleh Poerbatjaraka bahwa nama Cala dalam OJO adalah daerah Solo karena terdapat Prahunan (Praon) yang berada didekat aliran muara sungai Pepe.12

Transportasi menumbuhkembangkan berbagai kelompok sosial baru dengan modal bergerak sebagai pendorong perdagangan, seperti dicacat oleh prasasti Biluluk yang berisi keterlibatan orang-orang luar Jawa dalam perdagangan. Perkiraan terakhir yang menyebut nama Bengawan ditemukan pada piagam Suradakan tahun 1447M. Yasadipura menyebut bengawannya orang Semanggi.13 Noordyun memperkirakan

11H.J. De Graaf, TH.Pigeud,Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa;Peralihan dari Majapahit ke Mataram, Jakarta: Grafiti Pers, 1985, hlm.256-260.

12Darsiti Soeratman, loc.cit.

(46)

commit to user

mengenai lokasi Semanggi ini diperkuat oleh kesaksian catatan perjalanan Bujangga Manik pada masa Majapahit pada abad ke-15. Dalam perjalanan dari Sunda ke wilayah timur lewat pesisir utara, belok ke timur menuju Gegelang. Dalam perjalanan tersebut, bujangga Manik menemukan Wuluyu di Bobodho untuk Semanggi diantara dataran rendah gunung Lawu dan Merapi. 14

Aktivitas ekonomi di Surakarta juga didominasi oleh orang Eropa pada tahun 1821.Aktivitas itu adalah ekonomi perkebunan seperti kopi, tebu, tembakau, dan nila yang menggunakan tanah sewaan.Aktivitas ekonomi perkebunan ini menjadikan betapa pentingnya faktor pengangkutan, mengingatkan bahwa komoditas mereka itu merupakan komoditas ekspor.Satu faktor biaya penting yang dihadapi oleh para pengusaha adalah biaya pengangkutan menuju pelabuhan di panti utara Jawa dan pengapalan Eropa.Pada prinsipnya ada dua jalan yang bisa dilalui dari dua kerajaan ke pantai utara Jawa.Pertama, dengan kereta angkut (melalui jalur pos) dari Surakarta, Boyolali, Ampel, Salatiga ke Semarang.Perjalanan memakan waktu 24 jam.Mengenai biaya angkut per pikul f2 hingga f3 per pikul pada periode 1859-1860.Rute kedua ke pantai utara Jawa adalah melalui Bengawan Solo, di mana orang dapat berlayar sampai ke Surabaya. Oleh karena itu proses pendangkalan yang terjadi di Bengawan Solo selama abad ke-19, pengangkutan barang-barang berat hanya mungkin dilakukan pada musim penghujan.

14

(47)

commit to user

Pada abad ke-19 aktivitas ekonomi rakyat terpusat pada pasar. Pasar-pasar yang memadahi di kota Surakarta untuk ekonomi tradisional adalah pasar Gedhe, pasar Legi, dan pasar Totogan. Kehidupan ekonomi pasar tradisional menjadi ramai ketika dibangun jembatan di Bacem dan Jurug. Kedua jembatan ini sangat vital melancarkan arus ekonomi pedesaan ke kota, sehingga para pedagang dari desa tidak perlu lagi menyeberang sungai dengan perahu lagi. Demikian juga ketika jembatan Kalianyar dibangun, banyak para pedagang dari utara yaitu dari Simo, Kaliyoso menuju pasar Legi menjadi sangat mudah dan cepat.Pasar Gedhe dulunya merupakan pasar sederhana, banyak pedagang yang belum teratur dengan tenda-tenda saja.Akan tetapi pasar ini akhirnya dibangun oleh pemerintah Karesidenan.Selama perbaikan banyak pedagang yang dipindah ke Gladhag dan Alun-alun Lor. Setelah selesai dibangun, pasar ini diberi nama pasar Harjonegoro. Namun demikian nama pasar Gedhe lebih dikenal di kalangan rakyat. Wilayah pasar Gedhe adalah milik penguasa komunitas Cina yang bernama Babah Mayor.Nama itu berasal dari jabatan pimpinan komunitas Cina yang berpangkat Mayor.15

Aktivitas pasar yang lebih dikenal ramai kemudian beralih ke pasar Klewer.Lokasi pasar Klewer dahulunya bernama kampung Nglorengan. Nama kampung ini berasal dari nama orang pemilik tanah itu yaitu Tuan Lourens. Ketika pemilik tanah itu meninggal, tempat itu dijadikan pasar yang bernama pasar Slompretan.Pedagang yang ada di pasar ini umumnya berjualan minuman, dan juga

15

(48)

commit to user

berbagai jenis burung/ akhirnya para pedagang yang menjajakan secara berdiri sambil membawa dagangan berupa tali kain atau dagangan yang dilingkarkan dipundak atau dijinjing.Menurut istilah jawa pemandangan itu seperti berjumbal (pating klewer).Oleh karena itu pasar itu akhirnya dikenal dengan sebutan Pasar Klewer.

2. Perdagangan Surakarta Masa Kini ( 1985-1995 )

Salah satu prasarana ekonomi penting adalah adanya pasar. Pada tahun 1960-an, wajah kota Surakarta masih diwarnai pasar-pasar tradisional seperti: Pasar Gedhe, pasar Klewer, Pasar kliwon, Pasar Tanggul, Pasar Ledoksari, Pasar Jebres, Pasar Legi, Pasar Singosaren, Pasar kembang, Pasar Kadipolo, Pasar Nangka, Pasar Harjodaksino, Pasar Kleco, Pasar Kabangan dan Pasar Laweyan. Pada awal tahun 1970 Pasar Klewer dibangun menjadi bangunan dua lantai yang terdiri atas 1.516 kios dan 345 kapling untuk Pedagang Kaki Lima ( PKL). Pada tahun 1980-an dibangun lagi puluhan pusat pertokoan, beberapa super-market, puluhan hotel, ratusan Bank, puluhan Bioskop, ratusan warung telekomunikasi, dan lain-lain. Ada empat pabrik tekstil raksasa yang dibangun di sekitar wilayah Surakarta, yaitu PT Sritex, PT Batik Keris atau Dan Liris, PT Tyfountex, PT Danarhadi atau Kusumahadi, dan satu perusahaan obat-obatan yang cukup besar, yaitu PT. Konimex, serta perusahaan jamu yang terkenal, PT Air Mancur. 16

(49)

commit to user

Pada tahun 1985 pembangunan jalan dan sarana transportasi, selain untuk memberikan fasilitas umum yang nyaman juga untuk mendukung perkembangan sektor industri, ekonomi, dan pariwisata, khususnya untuk distribusi barang dan jasa. Pembangunan jalan dalam kota Surakarta disesuaikan dengan suatu pola yang menempatkan Jalan Slamet Riyadi sebagai poros utama kota. Pembangunan jalan ke luar kota disesuaikan atau dihubungkan dengan pusat-pusat ekonomi baru yang merupakan bagian dari perkembangan zona ekonomi Surakarta dan pintu masuk ke dan keluar dari Surakarta, seperti Palur, Solo Baru, Colomadu, dan Kartasura.

(50)

commit to user

sekaligus sebagai pelabuhan embarkasi haji untuk Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Meskipun prasarana jalan sudah dilebarkan sedemikian rupa, tetapi setiap kali masih terjadi kemacetan pada simpul-simpul jalan tertentu, terutama pada waktu-waktu berangkat sekolah, berangkat kerja, pulang sekolah, dan pulang bekerja. Kemacetan atau kesemrautan juga terjadi di pusat-pusat kegiatan ekonomi, terutami di jalan-jalan yang melewati Pasar Klewer, Pasar Gedhe, Pasar Legi, Pasar Kadipolo, kompleks pertokoan Coyudan, dan Singosaren. Selain kesibukan orang yang mondar-mandir, juga tempat parker kendaraan yang memenuhi hamper setengah jalan, dan pedagang-pedagang kaki lima yang memenuhi trotoar, bahu jalan dan lain-lainnya.

(51)

commit to user

untuk warung dang pedagang batu nisan ). 17Akan tetapi PKL-PKL liar tetap ada dimana-mana, karena jumlah fasilitas yang disediakan pemerintah kota tidak sebanding dengan jumlah PKL yang tampaknya bertambah terus.

Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang memiliki kegiatan industri yang beragam. Kegiatan industri yang ada di Kota Surakarta ini misalnya berupa kegiatan produksi batik, keris, gamelan, busana jawa serta aktivitas lainnya yang telah ada sejak dulu. Perjalanan sejarah Kota Surakarta dipengaruhi oleh budaya dari Kerajaan Mataram Islam dan pemerintahan Belanda serta budaya sebagai kota dagang. 18Dengan demikian, aktivitas ekonomi masyarakat Kota Surakarta tentunya sangat bervariasi dan beragam, baik yang berlangsung sejak dulu karena keberadaan kerajaan itu sendiri maupun aktivitas yang keberadaannya seiring perkembangan zaman. Pusaka industri yang dimiliki Kota Surakarta perlu dilestarikan dalam rangka mampu mempertahankan eksistensi aktivitas ekonomi masyarakat yang telah ada sejak dulu serta mampu mempertahankan bangunan-bangunan sejarah perkembangan ekonomi bagi Kota Surakarta. Hal ini mengingat bahwa pusaka industri yang dimiliki tentunya berperan penting dalam sejarah perkembangan perekonomian kota sehingga nilai secara keseluruhan yang dikandungnya mampu memberikan simbol identitas bagi skala lokal maupun skala kota. Selain itu, pusaka industri yang dimiliki Kota Surakarta tentunya memiliki keistimewaan terkait dengan pengaruh dari adanya

17Sudarmono, et.al.,“ Solo Pada Masa orde Baru”,Laporan Penelitian, Surakarta: belum diterbitkan, 2010, hlm. 20.

(52)

commit to user

budaya kerajaan dan kolonial yang pernah ada. Jika pusaka industri yang ada tersebut tetap dipertahankan dan dilestarikan maka tidak hanya mampu menjaga simbol identitas yang terbentuk tetapi juga mampu menjaga sejarah perkembangan perekonomian kota dan menjaga keutuhan urban fabric ( perkotaan yang lain)yang dimiliki.

3. Komoditas Perdagangan dan Budaya Surakarta dengan Dominasi Orang

Cina

Keberadaan kampung-kampung dagang yang didukung oleh pasar dengan berbagai komoditi, menempatkan kota Surakarta sebagai kota pusat bisnis dan perdagangan pada tahun 1985. Adanya kantong-kantong kegiatan kesenian ditambah berbagai ritual upacara yang dilaksanakan Keraton Kasunanan maupun Mangkunegaran, menjadikan kota Surakarta menyandang predikat sebagai kota budaya sekaligus daerah tujuan wisata. Warisan budaya lokal yang meliputi kemegahan budaya dan sejarah kerajaan-pun membuat wisatawan baik domestik maupun mancanegara mengunjungi kota ini. 19

Batik sebagai identitas kota Surakarta

Batik Surakata atau sering dikenal batik Solo merupakan sebuah perlambang atau ikon dari kota itu sendiri, Surakarta. Sebagai kota yang terkenal dengan sebutan kota batik, Surakarta memiliki banyak tempat atau pasar tradisional yang khusus menjual batik dari berbagai macam jenis dan beragam harga. Inilah yang kemudian

19

(53)

commit to user

membuat batik solo terkenal; kemudahan mendapatkannya, baik dari segi harga, kuantitas dan juga kualitas.

Batik pada abad 18-19 digunakan oleh para pedagang lokal untuk melawan perekonomian Belanda pada saat itu. Ini dimaksudkan sebagai salah satu perjuangan ekonomi melawan Belanda. Batik sendiri sudah ada sejak zaman Majapahit. Sebenarnya membatik dianggap sebagai salah satu kesenian menggambar diatas sehelai kain dengan menggunakan kain khusus. Di zaman tersebut, batik hanya dikhususkan untuk kalangan kraton saja; untuk raja dan keluarganya. Meluasnya batik dimulai pada akhir abad 18 dan awal abad 19. Setelah kerajaan Majapahit, batik disebarluaskan oleh kerajaan-kerajaan berikutnya, sampai di kerajaan Mataram, yang kemudian oleh Belanda dibagi dua menjadi kerajaan Solo dan Yogyakarta. Dari situlah kemudian terkenal sebutan batik Solo dan batik Yogyakarta.20

Sejarah batik erat kaitannya dengan perkembangan sistem monarki atau kerajaan di Indonesia pada jaman dahulu, yakni pada jaman kerajaan Majapahit. Selain itu, perkembangan batik juga disebut-sebut memiliki keterkaitan pula dengan perkembangan agama Islam khususnya di Pulau Jawa. Pada masa kerajaan Mataram, baik di Surakarta maupun di Yogyakarta, sejarah batik Indonesia pun mengalami perkembangan yang sangat pesat baik corak maupun warna. Pada masa itu pun batik mulai dikenal turun temurun oleh raja-raja berikutnya pada suatu kerajaan. Setelah

20

Artikel “Sejarah Batik Indonesia Sebagai Nuansa Budaya Anak Negeri”Januari 2012 : WordPress (diakses pada :

(54)

commit to user

itu, pada akhir abad ke-18 hingga akhir abad ke-19, batik mulai menjadi kebanggaan untuk masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Jawa khususnya.

Sebagai akibat meluasnya kekuasaan kerajaan Mataram baik Mataram Surakarta maupun Yogyakarta di Pulau Jawa maka, berdasarkan sejarah batik Indonesia, pusat perbatikan di Indonesia banyak bertempat di pulau ini. Sehingga kemudian batik mulai menjadi tiang penyangga kehidupan ekonomi masyarakat Pulau Jawa terutama Jogja dan Solo. Pada masa penjajahan Belanda dimana perekonomian Indonesia dibawah kendali Belanda, rakyat bahu membahu menjadikan batik sebagai alat untuk berjuang melawan Belanda di bidang ekonomi. Untuk itulah, sejarah batik Indonesia menunjukkan bahwa batik tidak sekedar nilai seni yang sangat tinggi melainkan wujud dan bentuk nasionalisme sejati dari masyarakat Indonesia secara turun temurun. Dengan kata lain, selain sebagai warisan leluhur, batik juga merupakan bentuk rasa cinta dan perjuangan yang harus dipupuk dan dilestarikan oleh para generasi penerus. Itulah cara sigap membekali generasi penerus untuk bertahan di tengah gempuran global.

(55)

commit to user

macapat. Hal ini berbeda dengan orang tuanya yang sangat sibuk dengan aneka macam usaha.21

Go Tik Swan adalah putra sulung dari empat bersaudara, putra kandung dari pasangan Go Dhian Ik dan Tjan Ging Nio ( keduanya sudah meninggal dunia ). Go Dhiam Ik ( 1904-1989 ) adalah putra keempat dari pasangan Go Pik Thay dan Gan Tioe Nio. Go Pik Thay adalah putra dari Pasangan Go Kiem Liong dan ( Sie ) Oeyek Nio. Inu yang melahirkan ( Sie ) Oeyek Nio , juga ibu yang melahirkan Go Kiem Liong adalah perempuan Jawa. Go Kiem Liong adalah seorang Luitenant der Chinizen van Boyolali pada zaman Pakubuwana IX dan Pakubuwana X, pemegang lisensi perdagangan opium ( candu ) dan garam di Boyolali. 22

Tja Ging Nio ( 1916-1996 ), ibu kandung Go Tik Swan adalah salah satu putra dari Tjan Khay Sing, seorang etnis Cina totok (peranakan), pengusaha ( raja ) batik Kota Surakarta tahun 1920-1940an. Nyonya Tjan Khay Sing adalah salah satu putrid dari Tjan Sie Ing. Ibu yan melahirkan Nyonya Tjan Khay Sing ( salah satu istri Tjan Sie Ing ) adalah perempuan Jawa yang berprofesi sebagai pembatik. Tjan Sie Ing adalah seorang Luitenant der Chinezen van Surakarta pada zaman pemerintahan Pakubuwana IX dan Pakubuwana X, orang pertama yang mendapat pacht ( sewa ) dari sebuah pasar terbesar di Kota Surakarta pada waktu itu. Nama pasar itu adalah Hardjonagoro, yang sekarang lebih dikenal sebagai Pasar Ghede ( Pasar Besar ). Jadi

21

Rustopo, Menjadi Jawa:Orang-orang Tionghoa dan kebudayaan Jawa di Surakarta1895-1998, Yogyakarta: Ombak, 2007, hlm. 102.

(56)

commit to user

orang-orang yang menurunkan Go Tik Swan adalah orang-orang Cina yang terhormat dan kaya.

Dalam Kiprah Go Tik Swan berkenaan dengan upayanya membangun citra dan identitas kejawaanya, berdasarkan pengamatan langsung ataupun informasi dari berbagai tulisan dan media masa lalu, hampir semua simbol kebudayaan Jawa diadopsi sebagai bagian dari hidupnya, dn sebagian diproduksi kembali. Dari itu Go Tik Swan muncul sebagai pelestari dan pengembang budaya Jawa, terutama dalam seni batik, keris, dan benda-benda purbakala.

C. Wilayah Hunian Orang Cina di Surakarta

Orang-orang Cina diperkirakan sudah ada di Surakarta pada tahun 1746, tidak lama setelah kota itu dijadikan Ibu Kota Kerajaan Mataram oleh Pakubuwana II. Dalam perkembangannya, masyarakat Cina di Kota Surakarta harus tunduk kepada peraturan-peraturan pemerintah kolonial yang bersifat diskriminatif. Keberadaan orang-orang Cina dan Arab digolongkan sebagai orang Timur Asing yang kelasnya berada di atas masyarakat pribumi dan dibawah orang-orang Eropa. Wilayah tempat tinggal mereka juga ditentukan ( wijkenstelsel ), yaitu terpisah dari kelompok masyarakat yang lain, dan ruang geraknya dibatasi dengan sistem surat jalan ( passenstelsel ). Mereka juga, sesuai dengan UU Agraria 1870, dilarang memiliki tanah. 23

23

(57)

commit to user

Sebagai akibat dari pertumbuhan dalam bidang ekonomi, infrastruktur, komunikasi, transportasi, edukasi, dan birokrasi sejak akhir abad ke-19, telah merangsang terjadinya urbanisasi. Semakin bertambahnya jumlah pendatang baru di Surakarta, termasuk orang-orang Cina,24 mengakibatkan terjadinya pemekaran lokasi hunian. Orang-orang Cina yang semula dilokasikan hanya di kampung Balong, mulai menyebar ke lokasi-lokasi lain di Kota Surakarta terutama sejak penghapusan wijkenstelsel dan passenstelsel pada tahun 1910. Diantaranya menyebar ke Coyudan (wilayah Kasunanan) dan Tambak Segaran, Kepatihan, Timuran, Ketelan, Gilingan (wilayah Mangkunegaran) walau begitu mereka masih tetap hidup secara berkelompok. Mereka kebanyakan memilih tinggal di daerah-daerah strategis yaitu daerah-daerah pusat perdagangan. Masa-masa setelah itu hingga berakhirnya masa kolonial, tampaknya pemekaran hunian orang-orang Cina di Surakarta terus berjalan.

Tempat tinggal etnis Cina di Surakarta dilokalisasi di Kampung Balong, dan Coyudan, suatu kampung ( pecinan ) yang dibangun sejak zaman Kompeni dan berlanjut pada masa kolonial. Antara tahun 1904 hingga 1910, atas desakan organisasi atau gerakan nasionalis di kalangan etnis Cina di Indonesia, maka pada tahun 1911 pemerintah kolonial mengabulkan tuntutan untuk menghapuskan wijkenstelsel dan passenstelsel, sehingga pemukiman etnis Cina tidak lagi mengelompok pada suatu tempat atau lokasi tertentu, tetapi menyebar ke tempat atau lokasi lain.

(58)

commit to user

Pada tahun 1985-1990 kota Surakarta sudah penuh sesak, orang-orang Cina memilih tinggal di daerah-daerah pinggir jalan karena kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang. Perebutan lahan usaha diperkotaan terutama jalan-jalan strategis, kurang lebih sama halnya dengan suatu daerah yang sedang berkembang industrinya. Kondisi jaringan perdagangan di Surakarta tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan kota-kota lain yang terdapat di Indonesia. Jalan strategis yang melintas di kota Surakarta dan merupakan lokasi strategis untuk usaha dan kegiatan perdagangan. Maka deskripsi peta kekuatan jaringan perdagangan antar etnis di Surakarta dapat diambil beberapa kondisi. Jalur protokol jalan Slamet Riyadi menjadi Barometer akselerasi bisnis modern. Jalan-jalan yang menjadi penyalur dari jalan protocol, jalur itu adalah jalan Ir. Sutami, Kol. Sutarto, Dr. Radjiman, Urip Sumoharjo, Jenderal Sudirman, Kapten Mulyadi, Yosodipuro, Diponegoro, Honggowongso, dan masih banyak lagi. 25

1. Kampung Ketandan

Kampung ketandan muncul akhir abad ke 19 hingga awal - 20 sebagai permukiman etnis Cina di Surakarta. Pada masa itu, pemerintah belanda sedang menerapkan aturan yang membatasi pergerakan (passentelsel) serta membatasi wilayah tinggal mereka ( wijkertelsel). Sejak peraturan yang membatasi ruang gerak etnis Cina dihapuskan, dan bersamaan dengan makin bertambahnya jumlah etnis Cina pendatang baru. Setelah mendapatkan kebebasan bertempat tinggal, para pendatang

(59)

commit to user

Cina pun tidak lagi terlokalisir di Balong. Mereka tersebar sampai ke sekitar Pasar Gede, Warung Pelem, Ketandan, Limolasan, Kepanjen. Kemudian kawasan ini pun berkembang menjadi daerah pertokoan karena para pendatang Cina umumnya memiliki keahlian hebat dalam berdagang.26Arsitektur bangunan berbentuk ruko (rumah toko atau shop house) sering menjadi ciri rumah di kampung pecinan, karena orang cina rata-rata berkerja sebagai pedagang yang melibatkan rumah pribadi sebagai tempat usaha, sehingga rumah bagi mereka mempunyai dua fungsi sebagai tempat usaha dan bertempat tinggal.Untuk memenuhi kedua fungsi tersebut biasanya rumah-rumah di daerah kampung pecinan terdiri dari dua lantai atau lebih (bertingkat).Pada umumnya bagian lantai dasar digunakan sebagai toko atau tempat berdagang, sedangkan pada lantai di atasnya digunakan untuk tempat tinggal.

Gambar.1

Potret wilayah Ketandan

Sumber :http://i.ytimg.com/vi/tnscTUuuFy0/0.jpg

26

(60)

commit to user

Perubahan kampung ketandan terlihat dari perubahan fisik, ekonomi, dan sosial. bila dilihat dari perubahan fisik kampung ketandan dikarena tutuntan perkembangan zaman daerah sekitarnya yang terus terdorong oleh arus modernisasi, bentuk bangunan dengan arsitektural modern mudah ditemukan karena tuntutan eksistensi masing-masing pemilik bangunan dan sudah rapuh bangunan lama sehingga perlu direnovasi namun yang di sayangkan tidak mengunakan konsep reservasi kawasan sejarah sehingga bentuk bangunan dan fasad bangunan tidak sama dengan bangunan lama.

2. Kampung Coyudan

(61)

commit to user Gambar.2

Potret wilayah Coyudan tahun 1937

Sumber : http://andarastuti.blogspot.com/2010/11/solo-tempo-dulu.html

(62)

commit to user

perubahan yang signifikan, yang mana perubahan ini sebagian ditarik. Namun dalam proses penarikan tersebut, pemerintahan pada masa itu di pimpin oleh Patih atau perdana Menteri yang konsultannya adalah orang Belanda (Hogendorf) dan patih Pringgalaya memecahkan masalah bagaimana mengatur Negara ini dan memanage perekonomian. 27

D. Dominasi Etnis Cina dalam perekonomian di Surakarta

Penegasahan bahwa lebih dari 80% perekonomian Indonesia didominasi oleh etnis China merupakan angka yang berlebihan dan sering digambar-gemborkan. Membiarkan angka ini bergulir dan dikutip terus-terusan oleh media tanpa adanya kualifikasi ataupun cek ulang dapat berdampak buruk. Ketika kaum fasis berkuasa, Menteri Penerangan Jerman Goebbels menuai sentimen-sentimen rasialis dan membiarkannya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dengan mengutip angka-angka yang salah. Ini tidak berarti bahwa tidak ada angka-angka pasti bisa mencerminkan situasi ekonomi saat itu. Secara umum diketahui bahwa pada tahun 1970-an, lebih dari 50% sampai 70% pendapatan Negara berasal dari minyak dan sektor terkait. Jelas ini semua tidak dikendalikan oleh etnis minoritas Cina, melainkan oleh Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) seperti Pertamina atau perusahaan swasta yang dimiliki keluarga Soeharto.

27

Gambar

Tabel. 3 Klasifikasi Penduduk Cina Peranakan dan Totok di
Gambar. 3 Foto Perhiasan Emas Putih Milik Toko Emas Gajah…………. 55
Tabel. 1 Luas Wilayah Kota Surakarta
Gambar. 3 Foto perhiasan emas putih yang dijual oleh toko emas Gajah
+7

Referensi

Dokumen terkait