• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bivalvia secara alami memiliki ketahanan terhadap pencemar logam berat di lingkungannya. Kemampuan tersebut merupakan kompensasi keterbatasan mereka dalam melakukan mobilitas, dan mekanisme makan secara

filter/suspension/deposit feeding, yang menyebabkan bivalvia tidak dapat menghindari masuknya logam berat dari lingkungan ke sistem tubuh mereka. Kedua karakteristik biologis tersebut menjadikan bivalvia sering dijadikan bioindikator logam berat, untuk biomonitoring tingkat pencemaran logam berat perairan, maupun untuk bioremediasi (pemulihan) kualitas perairan yang tercemar logam berat (Hunt et al. 2002; Fernandez 2004). Suatu program biomonitoring perairan berskala global dengan menggunakan remis (mussels) yang dinamakan

Mussels Watch”, terbukti telah bermanfaat untuk mendeteksi kecenderungan spasial dan temporal pencemar kimia di perairan estuari dan pesisir (Zhou et al. 2008).

Kerang bulu Anadara antiquata di perairan Muara Bama Panimbang dan Teluk Banten Bojonegara telah mengalami proses penyesuaian cukup lama, sehingga mampu beradaptasi dengan tingginya tingkat pencemaran logam berat di lingkungan tersebut (Setyobudiandi et al. 2004). Kondisi tersebut menyebabkan kandungan logam-logam berat di substrat dan kolom air melebihi batas ambang yang ditetapkan oleh Kepmen LH No. 51/2004. Perairan Panimbang meskipun teridentifikasi telah tercemar logam berat, namun banyak terjadi aktivitas penangkapan bivalvia di kawasan tersebut, khususnya untuk jenis kerang hijau (Perna viridis) dan kerang darah (Anadara granosa). Hal ini tentunya membahayakan kesehatan masyarakat yang mengonsumsi daging kerang, yang berasal dari hasil tangkapan di kawasan tersebut. Di lain pihak, dari sudut pandang ekobiologi kemampuan Anadara antiquata bertahan hidup di perairan tercemar membutuhkan strategi adaptif tertentu, yang berbeda dari species lain. Kerang darah Anadara granosa dari lokasi yang sama (Panimbang dan Bojonegara), diketahui memiliki strategi adaptif berupa ketebalan cangkang yang berbeda, sebagai bentuk adaptasi terhadap cemaran logam berat di lingkungannya. Makin tinggi kandungan logam berat, makin tebal cangkangnya (Butet 2013).

Populasi Anadara antiquata di Panimbang dan Bojonegara terdiri atas individu-individu yang tahan terhadap cekaman di lingkungannya, dan melakukan berbagai strategi adaptif yang sesuai. A. antiquata merupakan kerang cockles, yang sangat dipengaruhi oleh kecocokan jenis substrat agar mampu survive di alam. Substrat tempat hidup A. antiquata di perairan Panimbang berupa pasir berlempung, sedangkan di Bojonegara berupa lumpur berpasir, namun kedua jenis substrat tersebut sama-sama memiliki ukuran partikel halus, yang menyebabkan deposit logam berat di substrat menjadi lebih tinggi. Dimensi cangkang yang terbentuk karena pola pertumbuhan alometri negatif, memudahkan A.antiquata membenamkan sebagian tubuhnya ke dalam substrat, sebagai bentuk perlindungan diri, mendapatkan makanan, dan pemanfaatan relung. Kandungan logam yang tinggi pada substrat terkait dengan tekstur substrat yang halus membantu

mengikat endapan logam berat dengan lebih erat, selain itu juga tidak menyulitkan

A. antiquata untuk mendapatkan pakan, karena species ini merupakan hewan filter feeder. Hal ini dibuktikan oleh hasil percobaan paparan merkuri melalui sedimen lumpur, dengan menggunakan perunut radioaktif. Terbukti bahwa proses masuknya merkuri ke dalam tubuh A. antiquata berlangsung melalui air secara

filter feeding, dan tidak terjadi pengambilan merkuri melalui sedimen.

Beragam ukuran A. antiquata yang diperoleh Panimbang dan Bojonegara, merefleksikan kemampuan A. antiquata bertahan hidup di perairan tercemar logam, termasuk merkuri. Beragamnya ukuran sampel kerang menunjukkan proses peremajaan (recruitment) di lokasi perairan tersebut berlangsung dengan baik. A. antiquata di Panimbang didominasi oleh individu berukuran kecil, sebaliknya populasi di Bojonegara kebanyakan berukuran besar. Pertumbuhan suatu populasi hewan ditentukan oleh daya dukung lingkungan. Secara umum kondisi fisika kimia perairan di kedua lokasi tersebut, sesuai untuk mendukung kehidupan kerang. Dominannya kerang A. antiquata berukuran besar di Bojonegara dipengaruhi oleh fenomena growth dilution, dimana terjadi pengenceran konsentrasi logam dalam cairan tubuh, sejalan dengan pertambahan volume cairan tubuh selama masa pertumbuhan (Rainbow 2006). Kerang bulu di Bojonegara relatif dapat tumbuh dengan lebih aman, karena aktivitas penangkapan kerang di kawasan ini lebih rendah dibandingkan di Panimbang. Di perairan Panimbang penangkapan kerang dilakukan dengan menggunakan garok yang ditarik perahu motor. Aktivitas ini menjadi kendala bagi kerang untuk tumbuh menjadi individu dewasa. Tekanan penangkapan yang berlebih tidak ditemui di Bojonegara karena perairannya lebih dangkal. Pengambilan kerang oleh nelayan dilakukan secara manual, sehingga kerang di kawasan ini memiliki kesempatan lebih besar untuk melangsungkan pertumbuhan, dan aktivitas metabolism termasuk meregulasi logam berat dalam tubuh, antara lain dengan sistem ekskresi, detoksifikasi, ataupun growth dilution (Barka 2012; Torres et al. 2012; Rainbow 2006).

Terdapat perbedaan kandungan logam berat pada perairan di Panimbang dan Bojonegara. Konsentrasi Pb, Cd, dan Hg di kedua lokasi tersebut sudah melebihi batas ambang yang ditetapkan, namun konsentrasi logam-logam tersebut di perairan Bojonegara lebih tinggi dibandingkan Panimbang. Meskipun terdapat cekaman konsentrasi Pb, Cd, dan Hg yan tinggi di habitatnya, namun sebaran ukuran A. antiquata di Bojonegara kebanyakan didapati berukuran besar. Demikian pula nilai indeks Meat Yields yang mencerminkan hasil daging, memperlihatkan nilai baik. Keragaan (performance) tersebut merefleksikan kemampuan kerang A. antiquata meregulasi logam berat dalam tubuhnya, sehingga mampu menyimpan cadangan senyawaan organik (terutama glikogen dan protein) yang diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi. Ukuran tubuh kerang A. antiquata yang dijumpai di Bojonegara umumnya berukuran besar, hal ini menunjukkan individu-individu dewasa yang telah berhasil tumbuh dan mengalami matang kelamin.

Logam Pb, Cd, dan Hg memiliki tingkat toksisitas, dan bioavailabilitas tinggi, sehingga mudah memasuki tubuh kerang, terutama melalui insang. Pada insang terdapat sel-sel klorida yang kaya akan mitokondria. Sel-sel klorida merupakan sisi aktif dimana ion dipompa ke dalam sel dari luar tubuh. Kemampuan insang mentoleransi masuknya merkuri yang dinduksikan,

merupakan tahap penting dalam proses bioakumulasi merkuri melalui air. Konsentrasi dan lamanya paparan merkuri pada insang dapat menginhibisi kerja enzim yang menyebabkan kerusakan insang, sehingga berakibat pada kegagalan atau gangguan pengaturan osmotik tubuh. Namun demikian, di lain pihak kerang memiliki kemampuan untuk mentoleransi keberadaan pencemar (termasuk merkuri), sampai dengan batas konsentrasi subletal (Yap et al. 2007).

Hasil pengamatan kondisi histologis insang pada A. antiquata yang diinduksi merkuri pada berbagai gradien konsentrasi dan lama paparan merkuri, membuktikan bahwa A. antiquata mampu mentoleransi bioakumulasi merkuri. Paparan merkuri selama enam hari dengan konsentrasi 0,0025 sampai 0,02 ppm, belum menyebabkan kerusakan berat pada struktur histologis insang A.antiquata.

Kondisi insang pada hari terakhir paparan (6 hari), memperlihatkan kerusakan berupa hyperplasia, namun secara umum struktur histologis insang tidak terlalu berbeda antar berbagai konsentrasi merkuri. Keadaan hyperplasia

mengindikasikan terjadinya gejala pencemaran pada lingkungan perairan tempat hidup kerang (Tanjung 1997). Terinternalisasinya merkuri dari lingkungan eksternal, memicu respon tubuh A.antiquata. Secara alamiah kerang sendiri mampu melakukan upaya detoksifikasi untuk mengurangi efek toksisitas logam berat dalam tubuh , namun hal ini juga dapat dilakukan dengan cara induksi (Yap

et al. 2003). Hal ini juga dibuktikan dari hasil analisis SDS-PAGE protein MT dalam penelitian ini, yang diekstraksi dari organ heptopankreas. Hasil percobaan mendapatkan isoform protein MT-I berukuran 5; 10; dan 25 kDa, yang membuktikan bahwa A.antiquata telah melangsungkan detoksifikasi merkuri, dengan pengaturan oleh protein MT yang mampu menjerap ion-ion logam berat.

Kemampuan A. antiquata mentoleransi akumulasi merkuri, juga tercermin pada percobaan biokumulasi di laboratorium, dengan memanfaatkan perunut radioaktif. Kerang A. antiquata mampu mentoleransi peningkatan konsentrasi merkuri di medium air sejalan dengan waktu paparan, sampai tercapai kondisi tunak (steady state). Individu A. antiquata berukuran kecil lebih mampu mentoleransi peningkatan konsentrasi merkuri dalam tubuhnya, sehingga kondisi tunak tercapai lebih lambat jika dibandingkan A. antiquata berukuran besar. Pemodelan yang dibuat berdasarkan kondisi tunak mendapati, bahwa peristiwa biokonsentrasi merkuri akan berlangsung lebih cepat dalam medium air dengan konsentrasi Hg merkuri rendah. A. antiquata memperlihatkan kecenderungan peningkatan fluks masuk merkuri sejalan dengan meningkatnya gradien konsentrasi merkuri di medium. Respon seluler ini menunjukkan kemampuan toleransi merkuri, yang kemudian dipengrauhi oleh respon molekuler.

Terdapat suatu famili gen bernama cellular stress response (CSR) yang berperan penting menentukan kemampuan suatu organisme dalam merespon tekanan lingkungan (Evans & Hofmann 2012). Dalam famili gen CSR ini terdapat antara lain gen metallothionein (MT), dan gen Heat Shock Protein (Hsp). Gen MT akan terekspresi dalam bentuk protein MT. Peran penting protein MT secara umum, yaitu mendetoksifikasi logam berat di tubuh, dan meregulasi metabolisme logam-logam esensial. MT memengaruhi tingkat toleransi dan toksisitas, yang diinduksi oleh logam berat. Induksi MT merupakan mekanisme adaptif penting yang dapat melindungi organisme terhadap toksisitas logam berat. Setiap jenis logam berat memiliki afinitas berbeda terhadap MT, merkuri memiliki afinitas tinggi dengan MT Peningkatan sintesis MT berhubungan dengan peningkatan

kapasitas pengikatan logam berat, dan sebagai perlindungan tubuh terhadap toksisitas logam (Amiard et al. 2008; Bernal-Hernandez et al. 2010). Sejauh ini diketahui bahwa kerja MT dipengaruhi oleh derajat paparan logam ke jaringan.

Ketahanan A. antiquata terhadap toksisitas Pb, Cd, dan Hg di habitat alami, maupun karena induksi Hg di laboratorium, telah terbukti. Faktor utama yang dapat menjelaskan mengapa A. antiquata mampu bertahan terhadap toksisitas logam berat, adalah terekspersinya protein metallothionein (MT) yang diregulasi oleh gen MT. Pada mamalia telah diketahui terdapat empat isoform protein MT, yaitu MT-I, MT-II, MT-III, dan MT-IV, yang masing-masing melakukan fungsi tersendiri. Isoform protein MT-I dan MT-II umum dijumpai pada berbagai species organisme, baik tumbuhan, hewan, maupun manusia(Roesijadi 1994; Amiard et al. 2008). Penelitian ini telah berhasil mengkarakterisasi protein MT pada kerang bulu A. antiquata dari perairan Bojonegara yang tercemar logam berat. Telah berhasil didapatkan protein MT berukuran 5, 10 dan 25 kDa, yang diketahui termasuk ke dalam isoform MT-I (Roesijadi 1994). Isoform MT-I secara umum berperan dalam pengaturan toleransi tubuh terhadap toksisitas logam berat, baik melalui regulasi sistem ekskresi, maupun dengan jalan detoksifikasi.

Penelitian tentang aspek molekuler kemampuan adaptif A. antiquata juga telah berhasil mengisolasi RNA total dari insang, dan menghasilkan dua pita RNA yang jelas (pita 28S RNA dan 18S RNA). Kuantitas dan kemurnian isolat RNA yang diperoleh tergolong baik, kuantitasnya berkisar 196 – 521 ng/µl, dengan tingkat kemurnian berkisar 1,884 – 2,139. Demikian pula upaya yang dilakukan untuk mendapatkan kontrol positif, berhasil mengamplifikasi house-keeping gene

GAPDH melalui metode RT-PCR, dan menghasilkan produk berukuran 496 bp. Keberhasilan mengamplifikasi gen GAPDH memberikan peluang besar untuk bisa mendapatkan gen target, yaitu gen metallothionein (MT). Setelah melalui berbagai kesulitan, berhasil diamplifikasi gen MT melalui RT-PCR dengan ukuran produk 356 bp, meskipun pita yang dihasilkan belum terlalu konsisten. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan prosedur baku kondisi optimal RT-PCR gen MT, namun karena terbatasnya waktu studi, hal tersebut tidak dapat dilakukan pada saat ini. Namun demikian, keberhasilan mendapatkan gen MT metode transkripsi balik (reverse transcription) RNA dalam penelitian ini, telah dapat membuktikan bahwa kemampuan adaptif A. antiquata hidup di lingkungan tercemar logam berat, diregulasi oleh gen MT melalui sintesis protein MT.