• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adaptive ability of the ark cockles anadara antiquatain heavy metals contaminated seawater biokinetics, ecobiology, histology, and molecular aspects

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Adaptive ability of the ark cockles anadara antiquatain heavy metals contaminated seawater biokinetics, ecobiology, histology, and molecular aspects"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

DAN MOLEKULER

WAHYU PRIHATINI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Kemampuan Adaptif Kerang Bulu Anadara antiquatadi Perairan Tercemar Logam Berat: Aspek Biokinetik, Ekobiologi, Histologi, dan Molekuler” adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

Perairan Tercemar Logam Berat : Aspek Biokinetik, Ekobiologi, Histologi, dan Molekuler. Dibimbing oleh: DEDY DURYADI SOLIHIN, KADARWAN SOEWARDI, ISDRAJAD SETOBUDIANDI, HENY SUSENO.

Kerang bulu Anadara antiquatatersebar luas di Indonesia, dan mampu hidup di substrat perairan tempat deposit limbah antropogenik beracun berbahaya. Keterbatasan mobilitas, dan mekanisme makan secara filter feeding, menyebabkan A. antiquatatidak mampu menghindari masuknya logam berat dari lingkungan, sehingga mengalami bioakumulasi logam dalam tubuhnya. Lokasi penelitian di Muara Bama Panimbang, dan Teluk Banten Bojonegara, Propinsi Banten telah tercemar logam berat melebihi batas ambang yang ditetapkan. Meskipun tercemar, namun perairan Panimbang kaya akan sumberdaya kekerangan (bivalvia), sehingga dijadikan sentra kekerangan Provinsi Banten. A. antiquatadi kedua lokasi tersebut belum banyak dieksploitasi sebagai bahan pangan, sehingga nilai ekonominya masih rendah.Informasi ilmiah tentang potensi A.antiquatajuga relatif terbatas, sehingga menarik untuk meneliti potensi biota ini, baik untuk tujuan ekonomis, maupun ekologis.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1)mengidentifikasi kemampuanbioakumulasi dan depurasi merkuri padaA.antiquatadi laboratorium,dengan menggunakan perunut radioaktif,2) mengidentifikasi pengaruh induksi merkuri terhadap struktur histologis insang A. antiquata, 3) mengidentifikasi karakteristik ekobiologi A.antiquata di habitat alami yang tercemar logam berat, serta 4) mengkarakterisasiproteindan genmetallothionein(MT) A. antiquatadenganinduksi merkuri.

Percobaan akuaria di laboratorium dengan menggunakanperunut 203Hg2+,telah dilakukan untuk mengidentifikasi kemampuan bioakumulasi dan depurasi merkuri padaA. antiquata.Hasil penelitian menunjukkan bioakumulasi merkuri pada kerang ukuran kecil (10-20 mm) lebih tinggi,jika dibandingkan dengan kerang ukuran besar (35-45 mm).Peningkatan konsentrasi merkuridi air meningkatkan nilai Faktor Biokonsentrasi (BCF) kedua kelompok kerang, sampai tercapainya kondisi tunak (steady state).Peningkatan konsentrasi merkuridi air menyebabkan peningkatan fluks masuk, dan kandunganmerkuridalam tubuh kedua kelompok kerang, namun menurunkan laju pengambilan merkuripada kerang ukuran besar.Berdasaran model, konsentrasi merkuriterendah (0,0025 ppm) menghasilkan nilai BCF tertinggipada kedua kelompok kerang. Kondisi tunak pada kerang ukuran kecil tercapai di hari ke 15, pada kerang ukuran besar di hari ke 13.Laju pelepasan merkuridari tubuh selama depurasi, tidak berbeda nyata antara kerang ukuran kecil dan besar, kecuali pada konsentrasi merkuri 0,02 ppm. Waktu tinggal biologis merkuripada A. antiquataberkisar 3,49 – 7,42 hari depurasi.

(6)

kerang uji tetap hidup.

Pengamatan kemampuan A. antiquatabertahan di habitat alami yang tercemar logam, dilakukan di Bojonegara dan Panimbang.Kemampuan adaptif A.antiquata tercermin pada ukuran tubuh yang beragam, indeks daging (Meat Yields)yang tergolong sedang, dan tingginya kandungan logam berat pada daging.Ukuran panjang A. antiquatadi Panimbang didominasi ukuran kecil sampai sedang, dengan kisaran 8,05– 24,65 mm (rataan 18,696 ± 5,946 mm),adapun di Bojonegara kebanyakan berukuran besar, dengan kisaran 16,85–51,85 mm(rataan 25,87±8,59 mm). Analisis indeks daging (Meat Yield) menunjukkan 58,38% sampel di Panimbang, dan 53,85% sampel di Bojonegara, tergolong kategori menengah, hal ini mencerminkan kemampuan A. antiquatamenyimpan cadangan senyawa organik untuk pertumbuhan dan reproduksi, meskipun lingkungannya tercemar logam berat. Kandungan logam Pb pada daging A. antiquata di kedua lokasi berkisar 0,125-2,50 ppm; kandungan Cd 0,125-17,60 ppm, sementara kandungan Hg 0,2-0,3 ppm.Kandungan logam berat pada sampelA.antiquatadi Bojonegara lebih tinggi dibandingkan di Panimbang.

Penelitian aspek molekuler tentang kemampuan adaptif A. antiquata,telah berhasil mengidentifikasi protein metallothionein (MT) dari organ hepatopankreas A. antiquatayang berasal dari Bojonegara.Protein MT disintesis oleh tubuh kerang saat mengalamicekaman logam berat. Protein MT meregulasi logam berat dengan cara menjerapnya,sehingga dampak toksisitas logam dapat dieliminasi, dantubuh tetap dapat melangsungkan metabolisme. Analisis dengan metode SDS-PAGE dari jaringan hepatopankreas, berhasil mendapatkan pita protein berukuran 5 kDa, 10 kDa, dan 25 kDa, yang termasuk dalam isoform protein MT-I. Penelitian ini juga berhasilmendapatkan gen MT melalui metode transkripsi balik RNA dari insang. Isolat RNA yang diperolehmemiliki kualitas, kuantitas, dan kemurnian baik. Induksi gradien konsentrasi merkuri menyebabkan perbedaan kuantitas RNA total; konsentrasi merkuri tertinggi (0,02 ppm) menghasilkan kuantitas RNA terbanyak (383,33 ng/µl) dengan kemurnian tinggi (2,01). Metode Reverse TranscriptionPCR berhasil mensintesis cDNA templateyang dapat mengamplifikasi housekeeping gene GAPDH (ukuran produk 496 bp), dan gen MT (ukuran produk 356 bp). Hasil analisis molekuler ini menjadi kunci penting yang membuktikan, bahwa keragaan (performance)adaptifA.antiquata di perairan tercemar logam berat, secara biokinetis, histologis, maupun ekobiologis, dipengaruhi oleh aktivitas protein MT, yang diregulasi oleh gen MT.

Kata kunci:Anadara antiquata, Faktor Biokonsentrasi,logam berat, metallothionein, ekobiologi.

(7)

SOEWARDI, ISDRAJAD SETYOBUDIANDI, HENY SUSENO.

The ark cockles Anadara antiquataare wide spread in Indonesia seawater, and able to live in the sediment, that are the sites of anthropogenic heavy metals deposits. A. antiquatacould not avoid the exposures ofheavy metals from surrounding environment, because of their limited mobility, and filter feeding mechanism. Muara Bama Panimbang, and Banten Bay Bojonegara in the Province of Banten, has been contaminated by heavy metals exceeding the quality standard. Panimbang areahas beenknown to have high diversity of bivalves species, thus become the center of bivalves inthe Province of Banten. A. antiquatain both location have not been exploited yet, so their economic valuesstilllow enough.Scientific information about A.antiquataarealso relatively limited, so it is interesting to study their potency,both for economical and ecological purposes.

This research aimed to:1)identified the ability of mercury bioaccumulation and depuration onA. antiquata using radioactive tracer, 2) identified the effect of mercuryinduction to the histological structures of A. antiquatagills, 3) identified the ecobiological characteristics of A. antiquata in natural habitats that contaminated by heavy metals, and 4) characterizedthe metallothionein (MT)protein and gene ofA. antiquataby mercury induction.

Biokinetic approachedwithradiotracer applicationhas beenconducted, to identify the capacity of mercury bioaccumulation and depurationonA. antiquata in laboratory. The results showed that smaller cockles (10-20 mm) accumulatedhigherconcentration of mercury than bigger cockles (35-45 mm). The increaseofmercury concentration in water affected the increasingof BCF values in both groups, until steady state conditions reached. Increased concentrations of mercury in water, were increased the mercuryefflux,and body contentsin both groups, but decreased the uptake rates in bigger cockles. Based on the models, lowest concentrations of dissolve mercury(0.0025 ppm) caused the highest BCF values in both groups. The steady state conditions would reachedin 15 dayson smaller cockles, andin 13 daysonbigger cockles. The mercuryelimination rates during depuration, showed no significant differences on both groups. The mercurybiological half-times in A. antiquataranged in 3.49 – 7.42 depuration days.

The mercuryconcentration 0.0025; 0.005, 0.01, and 0.02 ppm have been induced for six days, to study its impact to the gills histological structures. Gills tissue samples were taken on day 2, 4, and 6 of exposures. The results showed,combination ofsix days exposuresand four mercury concentrationsdid not caused serious damages to the gills of A. antiquata.The damages appearedwerehyperplasia and necrosis, but in general,the treatmentscombinations showed no significant differences to the histological structures of gills. These facts supportsthe adaptive ability ofA. antiquatain mercury contaminated environment.

(8)

compounds reservesfor growth and reproduction, although they lived incontaminated environment. The Pb contents in cocklesbody ranged between 0.125-2.50 ppm; Cd contents ranged 0.125-17.60 ppm, and Hg ranged 0.02-0.3 ppm.The heavy metals contents in cocklesat Bojonegara was higher than Panimbang.

The molecular studyhas beenidentifiedthe metallothionein (MT) proteinfrom hepatopancreas, and the MT gene from gills of A. antiquata. MT protein allows theability to survive, and perpetuate the metabolic activities of the body, sinceMT sequesteredheavy metals in the body, that caused elimination of metals toxicity. The SDS-PAGE analysis from hepatopancreas tissues had identified isoform MT-I, that sized 5 kDa, 10 kDa, dan 25 kDa. The research also successfully isolated total RNA fromthe gills tissues.Mercurygradient concentrationaffected the quantity of total RNA; highest mercuryconcentration produced highest RNA quantity (383.33 ng/mL) with goodpurity (score 2,01). Reverse Transcription PCR (RT-PCR) method succsessfully amplified house-keeping geneGAPDH (product size 496 bp) and MT gene(product size 356 bp) in good condition.The synthesis of MT protein by the regulation of MT gene,was the key factor that influenced the ability of A.antiquata to survived in the environment that has been contaminated by heavy metals.

(9)
(10)
(11)
(12)

DAN MOLEKULER

WAHYU PRIHATINI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

Penguji Ujian Tertutup: 1. Dr. Ridwan Affandi, DEA. 2. Dr. Yusli Wardiatno

(14)
(15)
(16)
(17)

atas ridho dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian,dan penulisan disertasi ini, sebagai syarat untuk menyelesaikan Progam Doktor (S3) pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah memberikan suri teladan dalam menjalankan syariat dan menegakkan Islam, amin.

Penelitian dan penyusunan disertasi berjudul “Kemampuan Adaptif Kerang Bulu Anadara antiquata di Perairan Tercemar Logam Berat: Aspek Biokinetik, Ekobiologi, Histologi, dan Molekuler” telah berhasil diselesaikan oleh penulis, dengan bantuan dan dukungan banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ketua Komisi Pembimbing Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA, beserta anggota komisi pembimbing yaitu ProfDrKadarwan Soewardi, Dr Isdrajad Setyobudiandi, dan DrHeny Suseno, yang telah mencurahkan perhatian untuk membimbing, sertamemperluas cakrawala pengetahuan dan pemikiran penulis, sejak perencanaan, danpelaksanaanpenelitian, sampai denganpenulisan disertasi;

2. Bapak Dr Ridwan Affandi, DEA dan Dr Yusli Wardiatno selaku penguji luar komisi pada Ujian Tertutup;serta Dr. Endhay Kusnendar, MSi dan Dr. Zainal Arifin selaku penguji luar komisi pada Ujian Terbuka, yang banyak memberi masukan dan mengkritisi tulisan, demi perbaikan mutu disertasi ini;

3. Bapak Dekan Pascasarjana, Ibu Dekan FMIPA, dan Bapak Ketua Program Studi Biosains Hewan, yang telah memberi kemudahan selama penulis melaksanakan studi di Sekolah Pascasarjana IPB;

4. Para staf pengajar Program Studi Biosains Hewan IPB yang telah memperkaya ilmu pengetahuan dan wawasan penulis selama studi program Doktor;

5. Bapak Rektor, Dekan, Ketua dan Sekretaris Program Studi Biologi FMIPA Universitas Pakuan, serta Ketua Yayasan Pakuan Siliwangi, yang memberi ijin studi, dukungan moril, dan materil,selama melaksanakan studi program Doktor; 6. Pimpinan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang telah memberi ijin

penggunaan fasilitas penelitian, dan rekan-rekanstaf di Laboratorium Radioekologi Kelautan(Dr. Murdahatun, Wahyu Retno, MSi,Chevy C. MSi, dan Yahya, SSi.)yang sangat membantu penulis selama melakukan penelitian;

7. Sahabat-sahabat tercinta BSH 2008(Dr. Harini, Dr. Dewi, Dr. Meltarini, Dr. Butet, dan Dr. Hadi), yang saling memotivasi dan mendukung semangat dengan tulus, serta menjadi teman berbagi suka duka selama studi program Doktor;

8. Pak Heri, dan rekan-rekan mahasiswa di Laboratorium Biologi Molekuler PPSH IPB(Dr. Suriana, Dr. Fahma, Dr. Ayu, Rahman MSi, Tri Haryoko MSi, pak Hari, pak Fred, pak Tejo, pak Jusmaldi, bu Catur, Herul, Bay, Eva, Ferry, Desi, Dewi, Dini, Ratna, Gita), yang telah memberiatmosfirpersahabatan di laboratorium;

9. Para staf di Laboratorium Biologi Terpadu FMIPA IPB (bu Retno, bu Eti) Laboratorium Kesehatan Ikan (pak Ranta), dan Laboratorium Produktivitas Lingkungan (bu Anna) FPIK IPB, yang telah membantu pelaksanaan penelitian; 10. Rekan-rekan staf pengajar Program Studi Biologi, danfakultas lain di lingkungan

(18)

12. Orangtua terkasih yang telah berpulang:H. Bambang Triantoro, Hj. Tuti Nurhati, dan ayah mertua Sjarif Hidayat Adimihardja. Terima kasih atas kasih sayang, dan suri teladan baik yang telah diberikan, sehingga memotivasi penulis untuk terus belajar, dan bekerja,serta beribadah pada Allah SWT.

Secara khusus, penulis mendoakan jadzakumulloh khoir, allahuma sholi allasuamiku Sjarif Avitijadi Adimihardja, MSi, putriku Ilma Avitrianti, SHum, dan putraku Fahromi Avitriadi, atas dukungan tenaga, perhatian,dandoa kepadapenulis, sehingga dapat menyelesaikan studi ini.Semoga jerih payah hingga memperoleh gelar Doktor, dapat memotivasi anak-anakku untuk giat menambah ilmu, bekerja keras, tidak berputus asa, dan senantiasa tawakal kepada Allah SWT.Semoga penelitian disertasi ini dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat luas.Amin.

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN UMUM 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Kebaruan Penelitian 5

1. PENGARUH KONSENTRASI DAN UKURAN TUBUH TERHADAP

BIOKUMULASI DAN DEPURASI MERKURI PADA Anadara antiquata 8

Abstrak 8

Abstract 8

Pendahuluan 9

Bahan dan Metode 12

Hasil Penelitian 15

Pembahasan 21

Simpulan 28

2. PENGARUH INDUKSI MERKURI TERHADAP STRUKTUR

HISTOLOGIS INSANG KERANG BULU Anadara antiquata 28

Abstrak 28

Abstract 29

Pendahuluan 29

Bahan dan Metode 30

Hasil Penelitian 31

Pembahasan 35

Simpulan 36

3. EKOBIOLOGI KERANG BULU Anadara antiquata DI HABITAT

TERCEMAR LOGAM BERAT 36

Abstrak 36

Abstract 37

Pendahuluan 37

Bahan dan Metode 39

Hasil Penelitian 41

Pembahasan 45

(20)

4. KARAKTERISASI PROTEIN DAN GEN METALLOTHIONEIN (MT)

Anadara antiquata DENGAN INDUKSI MERKURI 50

Abstrak 50

Abstract 50

Pendahuluan 51

Bahan dan Metode 54

Hasil Penelitian 56

Pembahasan 60

Simpulan 61

PEMBAHASAN UMUM 62

SIMPULAN UMUM 65

SARAN 64

DAFTAR PUSTAKA 69

LAMPIRAN-LAMPIRAN 76

(21)

DAFTAR GAMBAR

5. Detektor Gamma NaITL dan perangkat perunutan radiotracer 12

6. Nilai BCF Hg2+ pada Anadara antiquata dari air 15

7. Nilai BCF kondisi tunak pada A.antiquata pada berbagai konsentrasi Hg2+ 16 8. Prediksi nilai BCF Hg2+ dari medium air oleh A. antiquata kecil 16 9. Prediksi nilai BCF Hg2+ dari medium air oleh A. antiquata besar 16 10.Hubungan gradien konsentrasi Hg2+ di air dengan kandungan Hg2+

dalam tubuh A. antiquata 17

11.Konstanta laju pengambilan Hg2+ pada berbagai konsentrasi Hg2+ 17 12.Hubungan gradien konsentrasi Hg2+ di air dengan laju pengambilan pada

A.antiquata ukuran besar 18

13. Hubungan gradien konsentrasi Hg2+ dengan fluks masuk pada A. antiquata 18

14.Pelepasan retensi Hg2+ pada A. antiquata dari air 19

15.Prediksi laju pelepasan Hg2+ oleh A. antiquata pada konsentrasi Hg2+ 20

16.Skema regulasi logam dalam tubuh krustasea 26

17.Morfologi insang: kontrol dan induksi Hg 0,02 ppm. 31

18.Morfologi insang kontrol pada hari ke 6 31

19.Morfologi insang yang diinduksi Hg 0,0025 ppm, pada hari ke 6. 32 20.Morfologi insang yang diinduksi Hg 0,005 ppm, pada hari ke 6. 32

21.Morfologi insang yang diinduksi Hg 0,01 ppm, pada hari ke 6. 32

22.Morfologi insang yang diinduksi Hg 0,02 ppm, pada hari ke 6. 32

23.Induksi : a) kerang kontrol ; b) Induksi Hg 0,0025 ppm hari ke 2,

27.Pengambilan contoh kerang Anadara antiquata di lokasi 40

28.Pengukuran panjang kerang Anadara antiquata 41

29.Sebaran ukuran panjang kerang di Panimbang (mm) 43

30.Sebaran ukuran panjang kerang di Bojonegara (mm) 43

31.Pola pertumbuhan Anadara antiquata di Panimbang 44

32.Pola pertumbuhan Anadara antiquata di Bojonegara 44

33.Struktur gen metallothionein 53

34.Daerah promotor gen MT-1 tikus 53

35.Model mekanisme induksi gen MT 54

36.Ukuran protein MT dari hepatopankreas Anadara antiquata 57

37.Isolat RNA total Anadara antiquata dua pita 57

38.Hasil RT-PCR gen GAPDH Anadara antiquata 58

(22)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Matriks penelitian 6

2. Konstanta laju pelepasan (ke) dan waktu paruh biologis (t1/2b ) Hg

2+

di tubuh A.antiquata 20

3. Letak lokasi penelitian dan koordinat geografiknya 40

4. Peubah fisika-kimia perairan di lokasi penelitian 42

5. Kisaran konsentrasi logam berat perairan di lokasi penelitian 42

6. Kisaran konsentrasi logam berat daging A. antiquata di lokasi penelitian 42 7. Nilai Meat Yield (MY) populasi A. antiquata di lokasi penelitian 44

8. Pengelompokan protein metallothionein (MT) 52

9. Kuantitas dan kemurnian RNA sesuai konsentrasi dan lama induksi Hg 58

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Nilai BCF tunak A. antiquata pada setiap konsentrasi Hg2+ 76

2. Kandungan Hg2+ dalam tubuh A. antiquata (µg/g bobot total) 76 3. Konstanta laju pengambilan Hg2+ pada A. antiquata (µg/L/hari) 76

4. Laju fluks masuk Hg2+ pada A. antiquata (µg/g/hari) 76

(23)

Penilaian terhadap resiko pencemaran logam berat di perairan tidak dapat hanya didasarkan pada analisis kimia dari komponen abiotik perairan, namun juga harus menyertakan komponen biotik yang dapat merefleksikan dampak pencemar terhadap biota di ekosistem. Bivalvia sebagai hewan bentik mampu merefleksikan peningkatan bioavailabilitas logam berat di lingkungan. Bivalvia banyak digunakan dalam kegiatan biomonitoring dan penilaian pencemaran laut, karena tersebar luas secara geografis, populasi besar dan relatif stabil, umur panjang, hidup menetap, toleran terhadap perubahan lingkungan dan bahan pencemar, memiliki nilai Faktor Biokonsentrasi (Bioconcentration Factor, BCF) pencemar yang tinggi, dan ukuran tubuhnya memudahkan untuk pengamatan di lapangan maupun laboratorium (Barka 2012; Amiard et al. 2008).

Bioakumulasi adalah peningkatan konsentrasi secara progresif suatu jenis senyawaan dalam suatu organisme, karena laju pengambilan senyawa tersebut lebih besar dibandingkan laju pelepasannya (Fisher 2002). Bioakumulasi logam berat pada bivalvia dipengaruhi oleh cara makan filter/suspension/deposit feeding,

dan mobilitas yang terbatas. Bivalvia selanjutnya bertindak sebagai biotransfer logam berat ke tingkat trofik lebih tinggi dalam rantai makanan (biomagnifikasi), sehingga bahaya yang ditimbulkan oleh bahan pencemar di lingkungan akan berdampak pada kehidupan manusia. Kasus keracunan merkuri di perairan Minamata Jepang (Casas & Bacher 2006), dan keracunan arsen di Buyat Sulawesi Utara (Anwar dkk. 2009) memberikan gambaran besarnya dampak pencemaran logam terhadap kesehatan manusia. Pada kasus di Minamata, terjadi gangguan kesehatan akut, sampai dengan kerusakan genetik pada manusia, akibat konsumsi ikan yang mengandung merkuri organik (metil merkuri CH3Hg+).

Konsentrasi logam berat dalam tubuh bivalvia lebih tinggi dibandingkan pada komponen abiotik perairan, disebabkan oleh faktor-faktor antara lain: beberapa jenis logam memiliki bioavailabilitas tinggi yang mudah memasuki sistem tubuh (Amiard et al. 2008), umumnya jenis logam memiliki afinitas tinggi pada jaringan tubuh yang kaya akan lipid (Gupta & Singh 2011; Guzman-Garcia

et al. 2009), dan beberapa species bivalvia kurang mampu memetabolisme, ataupun mengekskresikan logam (Rainbow 2006; Blackmore & Wang 2004), sehingga terjadi akumulasi dalam tubuh. Adanya mekanisme pertahanan diri, dan proses detoksifikasi pada bivalvia menjadikan biota ini menarik untuk dikaji, dan dijadikan hewan model dalam penilaian dampak pencemaran lingkungan. Bivalvia dari kelompok mussels, oysters, scallops, dan clams umum digunakan dalam penilaian ekotoksikologi perairan, terutama di negara beriklim sedang (Metian et al. 2008; Guzmán-García et al. 2009; Rashid et al. 2009; Boateng et al. 2010).

(24)

menyeimbangkan laju pengambilan (uptake rate) dengan peningkatan laju pelepasannya (elimination rate), melakukan detoksifikasi, atau menyimpan logam dalam tubuh dengan tidak membahayakan dirinya sendiri (Barka 2012; Gupta & Singh 2011). Terdapat berbagai proses fisiologis yang terlibat, antara lain melalui kerja ligan biologis (misalnya protein metallothionein) yang mampu menjerap ion-ion logam, maupun kerja organel sel (misal lisosom dan retikulum endoplasma) yang dapat menurunkan konsentrasi logam dalam sel (Gupta & Singh 2011).

Hanya logam-logam dengan bioavailabilitas tinggi yang masuk ke tubuh bivalvia; jika konsentrasinya melebihi ambang yang dapat ditoleransi, barulah akumulasi logam tersebut menimbulkan kerusakan pada tubuh (Rainbow 2006). Ion-ion logam berat di ekosistem perairan masuk ke tubuh bivalvia melalui membran insang, epidermis, lapisan mukosa, atau diangkut oleh cairan tubuh (hemolimf), dan terakumulasi terutama di organ insang, dan hepatopankreas (Gupta & Singh 2011). Logam berat dapat masuk dengan mekanisme transport pasif, transport aktif, maupun endositosis(Hunt et al. 2002; Barka 2012) (Gambar 1). Bioakumulasi logam berat dapat menimbulkan respon kejenuhan (Guzman-Garcia et al. 2009).

Gambar 1. Rute metabolisme logam berat di dalam sel (Barka 2012).

(25)

menggunakan asumsi bahwa bioakumulasi merupakan hasil kesetimbangan tiga mekanisme, yaitu laju pengambilan pencemar dari pakan, laju pengambilan pencemar dari fase terlarut, dan laju pelepasan pencemar berupa detoksifikasi dan/atau ekskresi (Suseno et al. 2010; Luoma & Rainbow 2005).

Pada studi bioakumulasi di lapang, dianalisis nilai Faktor Bioakumulasi (BAF), yaitu rasio konsentrasi suatu logam pada komponen biotik terhadap konsentrasinya pada komponen abiotik. Nilai BAF selanjutnya dapat digunakan untuk menetapkan berbagai kriteria lingkungan, rekomendasi bioindikator, maupun untuk keamanan pangan (De Fores et al. 2007). Simulasi proses bioakumulasi logam berat di laboratorium, umumnya dilakukan dengan menganalisis nilai Faktor Biokonsentrasi (Bioconcentration Factor, BCF), yaitu rasio konsentrasi suatu logam di tubuh biota terhadap konsentrasinya di air (Metian et al. 2008; Arnot & Gobas 2006). Pendekatan biokinetik untuk studi bioakumulasi laboratorium, semakin berkembang dengan menggunakan perunut radioaktif (radiotracer) sebagai penanda (labelling).

Perunut radioaktif merupakan zat yang digunakan untuk identifikasi dan observasi berbagai proses fisika, kimia, maupun biologi yang sedang berlangsung. Perunut ektrinsik merupakan perunut yang dibuat dari molekul atau atom yang mempunyai karakter kimia yang sama dengan atom atau molekul yang diamati. Perunut ini ditambahkan bersama-sama dengan molekul atau nuklida stabil ke dalam medium yang diteliti. Radionuklida yang digunakan sebagai perunut, kuantitasnya sangat kecil, dan memiliki sifat kimia seperti unsur yang akan dianalisis. Contoh: radionuklida 203Hg2+ dapat ditambahkan ke dalam medium air bersama dengan Hg2+ yang diamati. Unsur yang akan diamati dalam sampel bercampur dengan perunut radioaktif membentuk suatu matriks. Hasil pengukuran perunut radioaktif tersebut ekivalen dengn kuantitas sampel. Penambahan perunut radioaktif tidak merubah komposisi unsur (Vanderploeg et al. 1975). Perunut radioaktif memiliki banyak kelebihan dibandingkan metode konvensional, antara lain memudahkan, dan meningkatkan akurasi pendeteksian, bersifat non destruktif (tidak mematikan hewan uji), serta dapat berkelanjutan (Fisher 2002; Lacoue-Labarthe et al. 2009).

Dibandingkan dengan ikan dan krustasea, bivalvia memiliki aktivitas enzim sangat rendah untuk metabolisme persistent organic pollutants (POPs), sehingga konsentrasi pencemar pada bivalvia lebih akurat merefleksikan biomagnifikasi (Otchere, 2003). Kajian bioakumulasi logam berat pada bivalvia laut lebih banyak dilakukan pada kelompok mussels terutama famili Mytilidae (contoh: kerang biru

Mytillus edulis dan kerang hijau Perna viridis), kelompok oysters (contoh:

Crassostrea, dan Ostrea), kelompok clams (contoh: Corbicularia, dan

Cerastoderma), serta kelompok scallops (terutama Pecten) (Arockia et al. 2012; Torres et al. 2012; Priya et al. 2011; Boateng et al. 2010; Gullian & Aguirre-Macedo 2009; Guzmán-García et al. 2009; Metian et al. 2008; Rainbow 2006; Lee & Lee 2005; Blackmore & Wang 2004). Laporan FAO/WHO tahun 2011 menyebutkan rataan konsentrasi total merkuri pada clams dan scallops konsumsi global, mencapai 0,02 ppm berat basah (w/w) (Evers et al. 2012).

(26)

2002) karena bernilai ekonomi penting. Kajian bioakumulasi logam berat pada

Anadara antiquata (kerang bulu, ark cockles) (Gambar 2) masih sangat terbatas, meskipun persebaran species ini di Indonesia cukup luas (Nurdin et al. 2006; Mzighani 2005). Boening (1997) menyebutkan bioakumulasi logam berat pada

cockles terkait erat dengan konsentrasi logam di sedimen, karena cockles hidup dalam sedimen tempat deposisi logam berat.

Gambar 2. Kerang bulu (Anadara antiquata Linn. 1758).

Kemampuan A. antiquata bertahan hidup di sedimen tercemar logam berat, dan kapasitas bioakumulasinya terhadap logam berat penting untuk dipelajari, terutama terkait dengan fenomena biomagnifikasi yang dapat memengaruhi kesehatan masyarakat. Proses detoksifikasi logam berat pada kerang berlangsung secara alamiah, namun juga dapat diinduksi dengan metode transplantasi, dan metode depurasi. Metode transplantasi pada prinsipnya adalah memindahkan kerang ke perairan bersih selama beberapa waktu, untuk membebaskan diri dari pencemar. Metode depurasi pada prinsipnya adalah purifikasi pada kondisi terkendali, untuk menurunkan kandungan logam berat dari tubuh kerang (Gabr & Gab-Alla 2008). Depurasi dengan berbagai modifikasi, telah dilaporkan pada udang air tawar Macrobrachium lanchesteri (Shuhaimi-Othman et al. 2006); kerang gelatik Meretrix meretrix (Rashid et al. 2009); dan siput laut Nerita lineata

(Kanakaraju & Anuar 2009). Rashid et al. (2009) menyebutkan bahwa kapasitas kerang dalam akumulasi dan depurasi logam berat, menjadi dasar pertimbangan untuk pemanfaatannya sebagai bioindikator. Jika suatu species memiliki laju akumulasi logam berat lebih tinggi dibandingkan laju depurasinya, species tersebut cocok digunakan sebagai bioindikator logam berat di perairan.

Kondisi toksik mendorong tubuh kerang untuk mengendalikan kecepatan dan arah rangkaian metabolik, berupa peningkatan atau penurunan jumlah molekul enzim, perubahan macam enzim yang bekerja, maupun pengendalian fungsi enzim (Evans & Hofmann 2012). Tubuh merubah pola transkripsi gen dengan cara mengurangi sintesis protein normal, dan mensintesis seperangkat protein stres, antara lain protein metallothionein (MT), dan protein heat shock protein (Hsp). Protein MT mampu mengikat ion-ion logam berat; dan sintesis MT diinduksi oleh logam-logam berat, virus, alkohol, fenol, maupun senyawa toksik lain yang dapat menyebabkan kerusakan sel (Baird et al. 2006; Amiard et al.

2008; Metian et al. 2008).

(27)

tubuh terhadap logam berat belum terlalu jelas (Baird et al. 2006; Amiard et al. 2008). Setiap logam memiliki afinitas berbeda terhadap MT. Jika MT berfungsi dengan baik, dan/atau kandungan logam berat tidak melebihi kemampuan MT mengikat logam tersebut, biota tidak akan mengalami gangguan keracunan. Proses-proses yang meningkatkan kapasitas sintesis MT, misalnya induksi, amplifikasi, dan duplikasi gen, akan menghasilkan individu-individu yang lebih resisten terhadap toksisitas logam (Jenny et al. 2004; Amiard et al. 2008). Berdasarkan uraian tersebut, penting untuk dikaji karakterisasi, kemampuan, dan pengaturan eksprsi gen MT pada bivalvia, terutama pada Anadara antiquata, terkait dengan upaya detoksifikasi logam berat yang dilakukannya, sehingga mampu bertahan hidup di perairan tercemar logam berat.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian bertujuan menganalisis aspek-aspek yang menunjang kemampuan adaptif Anadara antiquata di perairan tercemar logam berat, melalui empat pendekatan, yaitu sebagai berikut:

a. Pendekatan biokinetik: identifikasi kemampuan bioakumulasi dan depurasi merkuri A.antiquatadi laboratorium, menggunakan perunut radioaktif.

b. Pendekatan histologis: identifikasi struktur histologis insang A.antiquata yang diinduksi merkuri.

c. Pendekatan ekobiologi: identifikasi karakteristik ekobiologi A.antiquata di habitat alami yang tercemar logam berat.

d. Pendekatan molekuler: karakterisasi protein dan gen metallothionein (MT)

Anadara antiquata dengan induksi merkuri.

MANFAAT PENELITIAN

a. Informasi kemampuan bioakumulasi dan depurasi merkuri A.antiquata di laboratorium, dapat dimanfaatkan untuk biofilter merkuri pada budidaya perikanan laut, maupun penyediaan bahan pangan bebas logam berat.

b. Informasi ketahanan struktur histologis insang A.antiquata yang diinduksi merkuri, dapat dimanfaatkan untuk bioindikator pencemaran merkuri.

c. Informasi karakteristik ekobiologi A. antiquata di habitat tercemar, dapat dimanfaatkan untuk kegiatan biomonitoring pencemaran logam berat.

d. Informasi tentang protein dan gen metallothionein, dapat dimanfaatkan sebagai biomarker untuk peringatan dini pencemaran merkuri.

KEBARUAN PENELITIAN

Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan sebelumnya, kebaruan (novelty) dari penelitian disertasi ini adalah: “Identifikasi kemampuan bioakumulasi dan depurasi merkuri menggunakan perunut radioaktif 203Hg2+, serta karakterisasi protein dan gen metallothionein (MT) pada kerang bulu

(28)
(29)

Gambar 3. Alur penelitian “Kemampuan Adaptatif Kerang Bulu Anadara antiquata di Perairan Tercemar Logam Berat: Aspek Biokinetik, Ekobiologi,

Histologi, dan Molekuler”.

Ekosistem pesisir Logam berat limbah

antropogenik

Logam berat proses geokimiawi

Biota bentik tahan logam berat

Kerang bulu Anadara antiquata

Kemampuan adaptif terhadap toksisitas logam berat

Aspek biokinetik: Laju bioakumulasi, laju pengambilan, laju fluks masuk, laju

depurasi, waktu paruh biologis

Aspek ekobiologi :

Sebaran ukuran, indeks Meat Yields, pola pertumbuhan, kandungan logam

berat, fisika kimia perairan

Aspek histologis : Struktur histologis insang

Aspek molekuler : Protein dan gen metallothionein

Pemanfaatan ekologis dan ekonomis : biofilter logam berat,

biomonitoring pencemaran logam, biomarker peringatan dini,

(30)

1. PENGARUH KONSENTRASI DAN UKURAN TUBUH TERHADAP BIOAKUMULASI DAN DEPURASI MERKURI PADA Anadara antiquata

ABSTRAK

Kemampuan bioakumulasi dan depurasi merkuri Anadara antiquata diteliti dengan menggunakan perunut radioaktif. Digunakan kerang uji berukuran kecil (10-20 mm) dan ukuran besar (35-45 mm). Konsentrasi Hg2+ 0,0025; 0,005; 0,01; 0,02 µg/L dipaparkan ke medium air dan sedimen yang mengandung perunut 203

Hg2+.Peubah yang diukur yaitu Faktor Biokonsentrasi (BCF), laju pengambilan, fluks masuk, pelepasan, waktu paruh biologis, dan kandungan Hg2+ dalam tubuh, serta pembuatan model untuk prediksi BCF dan laju pelepasan Hg2+. Hasil penelitian menunjukkan bioakumulasi Hg2+ tertinggi pada kerang ukuran kecil

dengan konsentrasi Hg2+ terendah. Peningkatan konsentrasi Hg2+ di air meningkatkan nilai BCF, laju fluks masuk, dan kandungan Hg2+ dalam tubuh kedua kelompok kerang, namun menurunkan laju pengambilan Hg2+ pada kerang ukuran besar. Berdasarkan model, diprediksi konsentrasi Hg2+ rendah di air menghasilkan nilai BCF lebih tinggi; kondisi tunak pada kerang ukuran kecil akan tercapai di hari ke 15, dan pada kerang ukuran besar di hari ke 13. Laju pelepasan Hg2+ selama depurasi, tidak berbeda nyata pada kedua kelompok kerang. Waktu paruh biologis Hg2+ berkisar 3,49 – 7,24 hari depurasi. Tidak terjadi bioakumulasi Hg2+ pada A. antiquata lewat medium sedimen.

Kata kunci: Bioakumulasi, Faktor Biokonsentrasi, merkuri, Anadara antiquata.

ABSTRACT

Mercury bioaccumulation and depuration by the ark cockles Anadara antiquata were investigated using radiotracer. The aquaria experiments has been applied to the smaller size cockles (10-20 mm) and bigger size cockles (35-45 mm). The Hg2+ concentration 0.0025; 0.005; 0.01; 0.02 µg/L were exposed to water and sediment medium that already contained 203Hg2+ tracer. Variables measured were Bioconcentration Factor (BCF), uptake rates, efflux rates, elimination rates, and contents of mercury in cockles body; also modelling of BCF and elimination rates. The results showed that highest Hg2+ bioaccumulation was in smaller cockles with lowest Hg2+ concentration in water. The increased of Hg2+ concentration in water increased the BCF, efflux rates, and contents of Hg2+ on both groups, but decreased the uptake rates on bigger cockles. Based on the models, lower concentration of Hg2+ in water caused higher BCF values on both cockles groups; the steady state would reached in 15 days on smaller cockles, and 13 days on bigger cockles. Based on the models, Hg2+ retention decreased would not significantly different between both group. The Hg2+ biological half times were ranged 3.49 – 7.24 depuration days. There was none of Hg2+ uptakes from the sediment medium on A. antiquata.

(31)

PENDAHULUAN

Bioakumulasi logam berat dalam tubuh bivalvia merupakan hasil interaksi faktor fisiologi (antara lain tingkat pertumbuhan, laju pengambilan), faktor kimia (antara lain konsentrasi, spesiasi, bioavailabilitas logam), serta faktor lingkungan (antara lain suhu, dan konsentrasi logam dalam pakan) (Gochfeld 2003). Merkuri di lingkungan dapat dibedakan, yaitu merkuri yang bersifat volatile (misal Hg0, (CH3)2Hg), merkuri yang mudah larut dalam air (Hg2+, HgCl2, CH3HgCl, Hg(NO3)2), dan merkuri yang sulit larut dalam air berupa senyawaan komplek organik (CH3HgC) (Boszke et al. 2003). Merkuri di perairan terdistribusi dalam berbagai fraksi (terlarut, tersuspensi, atau berupa endapan di sedimen), dan dalam spesi berbeda (organik maupun anorganik), sehingga bioavailabilitasnya menjadi bervariasi (Wang et al. 2002; Gochfeld 2003). Bioavailabilitas merkuri organik (misalnya metil merkuri CH3Hg) lebih tinggi dibandingkan merkuri anorganik (misalnya ion Hg2+), yang menyebabkan spesi ini lebih cepat masuk ke tubuh biota, dan berikatan dengan jaringan-jaringan yang kaya akan lipid, sehingga efek toksisitasnya menjadi lebih tinggi. Jalur utama bioakumulasi merkuri pada biota akuatik adalah melalui pakan (Banks et al. 2005), namun jalur air memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap keseluruhan proses bioakumulasi.

Logam esensial maupun non esensial dapat menimbulkan pengaruh toksik, dan ekotoksik. Logam berat yang masuk ke tubuh hewan akan mengganggu proses-proses biologis dan fisiologis yang dapat menyebabkan kematian hewan, dan mengancam konservasi species. Energi yang terpakai untuk proses ekskresi, dan/atau detoksifikasi logam, akan menurunkan laju pertumbuhan, dan reproduksi, sehingga mengancam densitas populasi, hubungan intra species, maupun antar species (Luoma & Rainbow 2005). Ion-ion logam masuk ke sel tubuh diangkut oleh protein carrier, atau melalui protein channel. Kuantitas ion logam yang diangkut carrier, dipengaruhi oleh kuantitas ion yang dibawa melalui

channel, demikian pula sebaliknya (Chojnacka & Wojciechowski 2007).

Logam berat yang terakumulasi dalam tubuh hewan dibedakan menjadi dua komponen, yaitu logam yang dapat dimetabolisme tubuh (metabolically available metals), serta logam yang disimpan dan didetoksifikasi (stored detoxified metals). Toksisitas logam tidak ditentukan oleh konsentrasi total logam yang terakumulasi, melainkan oleh konsentrasi ambang logam yang dapat dimetabolisme tubuh. Pengaruh toksik muncul jika laju pengambilan logam melebihi laju detoksifikasi dan/atau ekskresi, sehingga konsentrasi logam yang tersedia untuk dimetabolisme tubuh melebihi ambang, akibatnya logam toksik mulai diikat pada tempat-tempat berlangsungnya fungsi metabolik normal (Rainbow 2006).

(32)

bermuatan negatif, sehingga ion logam dan bentuk kompleksnya dapat melewati membran plasma. Interaksi antara logam dengan sel tubuh, terdiri atas beberapa langkah : 1) difusi logam ke permukaan sel, 2) adsorpsi logam pada sisi ikatan pasif dalam lapisan pelindung, atau sisi pengikat spesifik pada permukaan luar membran plasma, dan 3) pengambilan logam sepanjang membran plasma (Campbell 2002; Rainbow 2006).

Proses bioakumulasi dapat dijelaskan dengan pendekatan biokinetik, melalui model yang mengkonstruksi hubungan antar proses berbeda. Umumnya dipakai model kompartemen tunggal, yang memperlakukan organisme sebagai suatu kolam homogeni tunggal (single homogenous pool), dengan input pengambilan logam, dan output pelepasan logam (Luoma et al. 2009). Prinsip dalam model kompartemen tunggal, digambarkan sebagai berikut :

pengambilan makhluk hidup pelepasan

K

1

C

B

K

2

Gambar 4. Model kompartemen tunggal (Luoma et al. 2009)

Laju perubahan konsentrasi pencemar pada organisme, ditunjukkan oleh persamaan sebagai berikut (Luoma et al. 2005):

t

dengan Ct=konsentrasi pencemar di tubuh biota pada waktu t (µg/g); Cwadalah konsentrasi pencemar di lingkungan (µg/L); ku adalah konstanta laju pengambilan (per hari); ke adalah konstanta laju pelepasan (per hari); t adalah waktu (hari).

Rasio Ku terhadap Ke merupakan nilai Faktor Biokonsentrasi (BCF), atau nilai BCF kondisi tunak (= BCFss) (Whicker & Schultz 1982), sehingga :

BCFt = BCFss (1 – e ke.t) (2) proses pengambilan dan pelepasan akan berada dalam keadaan setimbang :

(33)

t

Konstanta laju pelepasan (ke) merupakan nilai slope dari pengeplotan kurva presentase pencemar yang tertahan (% retensi) dalam tubuh biota terhadap lamanya waktu pelepasan. Waktu paruh biologis (t1/2b) adalah waktu yang dibutuhkan sehingga konsentrasi pencemar menjadi setengah dari konsentrasinya saat awal, ketika paparan pencemar dihentikan. Nilai t1/2b ditentukan dengan persamaan berikut (Whicker & Schultz 1982) :

t1/2b = 0,693/ke (7)

Pada perkembangan saat ini, pengamatan proses pengambilan bahan pencemar, dapat dilakukan dengan menganalisis kandungan radionuklida perunut radioaktif dalam suatu periode tertentu, yang dikonversi kepada parameter biokinetik, seperti persamaan berikut (Whicker & Schultz 1982) :

Nilai Faktor Konsentrasi (bioconcentration factor, BCF) pada kondisi tunak pada suatu waktu tertentu, merepresentasikan laju pengambilan pencemar pada biota (Fisher 2002).

Persamaan (9) sampai (15) menunjukkan mekanisme total bioakumulasi pencemar dalam tubuh biota melalui fase air. Persamaan ini merupakan model linier dan saturasi, yang menjelaskan hubungan lama paparan pencemar dengan konsentrasi perunut dalam percobaan ini (Luoma et al. 2009):

biota terhadap waktu paparan (t); BCFss = BCF pada kondisi tunak (Bq/gr); t1/2 = waktu paruh biologis pencemar dalam hewan uji; At = prosentase pencemar dalam tubuh biota pada proses depurasi (%); A0 = total pencemar yang terakumulasi.

FK = konsentrasi perunut (Bq) / bobot organisme (gr) konsentrasi perunut (Bq) / volume air (ml)

(34)

Persamaan (10) dan (12) merupakan persamaan linier proses bioakumulasi dan depurasi, persamaan (11) dan (15) merupakan persamaan model saturasi kedua proses tersebut (Luoma et al. 2009).

Metode perunutan dengan Spektrometri Gamma yang digunakan dalam penelitian ini, didefinisikan sebagai suatu cara pengukuran dan identifikasi zat-zat radioaktif, melalui pengamatan spektrum karakteristik oleh interaksi foton gamma yang dipancarkan oleh zat-zat radioaktif dengan materi detektor. Sinar gamma yang dipantau menghasilkan pulsa listrik, sebagai luaran dari detektor NaITL. Tenaga elektron yang dilepaskan, tergantung pada intensitas gamma yang mengenai detektor. Semakin banyak elektron, maka semakin tinggi pulsa listrik yang dihasilkan, dan semakin banyak cacahan pulsanya. Untuk keperluan analisis kualitatif dan kuantitatif, pulsa listrik tersebut diproses lebih lanjut oleh penguat awal dan peralatan elektronik, berupa penganalisis saluran ganda (multichanel analyzer), sehingga pada layar monitor dapat ditampilkan radiasi spektrum gamma yang tertangkap detektor (Suseno 2011) (Gambar 5).

Gambar 5. Detektor Gamma NaITL dan perangkat perunutan radiotracer

BAHAN DAN METODE

Pengamatan proses bioakumulasi dan depurasi merkuri pada kerang bulu

Anadara antiquata dilakukan melalui dua medium, yaitu medium air, dan medium sedimen. Pelaksanaan penelitian, dan analisis data, mengacu pada Suseno (2011).

Bahan dan Alat

Bahan-bahan penelitian meliputi: kerang Anadara antiquata, dan sedimen lumpur dari Dadap Tangerang; air laut dari P2O LIPI yang disterilisasi dengan filter 0,2 µL; perunut 203Hg2+ aktivitas 20 mCi buatan Pusat Produksi Radioisotope BATAN; HgCl2 spesifikasi pro analisis E-merck; kultur plankton

Isochrysis T-ISO (Laboratorium Pakan Alami Jepara).

(35)

Aklimatisasi dan Pemilihan Kerang Uji

Kerang hasil tangkapan nelayan dimasukkan ke dalam kotak pendingin berisi es, dan dibawa ke laboratorium. Kerang sampel diaklimatisasi untuk membersihkan pencemar, sekaligus mengkondisikan kerang dalam sistem akuaria. Aklimatisasi dilakukan selama 14 hari dalam akuarium berisi 200 liter air laut bersih yang telah disinari UV; akuarium dilengkapi dengan sistem penyaringan bertingkat, penghilang buih, dan aerator. Selama masa aklimatisasi, kerang diberi pakan algae Isochrysis secukupnya, dua kali sehari. Kerang uji yang digunakan, terdiri atas dua kelompok, kerang ukuran kecil (10 - 20 mm), dan kerang ukuran besar (35 - 45 mm).

Bioakumulasi dan depurasi Hg2+melalui air

Larutan Hg2+ disiapkan dalam empat konsentrasi, yaitu: 0,0025; 0,005; 0,01; dan 0,02 µg/L dalam 3 liter air laut; setiap perlakuan menggunakan dua akuarium. Ke dalam medium air setiap perlakuan dimasukkan 20 µL perunut 203Hg2+ dengan konsentrasi 500 Bq/L. Larutan dihomogenasi, lalu didiamkan semalam. Setiap perlakuan menggunakan tiga kerang kecil dan tiga kerang besar, dengan dua ulangan, sehingga total digunakan 48 kerang uji. Pengamatan bioakumulasi jalur air dilakukan selama 14 hari, dengan pemberian pakan sekali sehari, dan perunutan (tracing) kerang uji dilakukan sekali sehari. Usai percobaan bioakumulasi, kerang uji segera dipindahkan ke akuarium air laut bersih tanpa Hg2+ dan perunut, untuk pengamatan proses depurasi. Percobaan depurasi dilakukan selama empat hari, dan perunutan kerang uji dilakukan dua kali sehari.

Bioakumulasi dan depurasi Hg2+melalui sedimen

(36)

Peubah yang diamati dan cara pengukurannya

1. Faktor Biokonsentrasi (BCF)

Penetapan nilai BCF (ml/g) Hg2+ diperoleh dari pengukuran konsentrasi perunut 203Hg2+ dalam tubuh kerang uji yang terlacak detektor. Nilai BCF merupakan rasio konsentrasi Hg2+ per bobot total kerang uji terhadap konsentrasinya di air, pada kondisi tunak (steady state) (Arnot & Gobas 2006).

2. Pemodelan BCF

Pembuatan model untuk tujuan prediksi BCF, didasarkan pada persamaan dasar BCFt = a (1 - e-bt), dengan BCFt adalah BCF pada waktu t; a adalah BCF kondisi tunak (BCFss); b adalah konstanta laju pengambilan (ml/g/hari); sedangkan t adalah waktu paparan (hari).

3. Laju pengambilan Hg2+

Konstanta laju pengambilan dengan simbol ku (ml/g/hari) (Arnot & Gobas 2006), diperoleh dari nilai slope pengeplotan kurva BCF terhadap lamanya paparan (hari).

4. Laju fluks masuk Hg2+

Fluks masuk mencerminkan kuantitas Hg2+ dari lingkungan eksternal yang terinternalisasi dalam tubuh kerang (Rainbow 2006). Penghitungan fluks masuk, yaitu: I = ku.cw; dengan I adalah fluks masuk ke tubuh kerang (µg/g/hari); ku adalah konstanta laju pengambilan; cw adalah konsentrasi Hg2+ di air (µg/L) (Whicker & Schultz 1982).

5. Penetapan laju pelepasan Hg2+

Laju pelepasan dengan simbol ke

(

per hari), merupakan nilai slope pengeplotan kurva prosentase Hg2+ yang tertahan dalam tubuh kerang (% retensi) terhadap lama waktu depurasi (hari) (Arnot & Gobas 2006).

6. Pembuatan model laju pelepasan Hg2+

Pembuatan model didasarkan pada persamaan At = A0.K e.t

, dimana A0 adalah fraksi Hg2+ yang tertahan dalam tubuh kerang pada keadaan awal (sebelum depurasi) (%); At adalah fraksi Hg2+ yang tertahan dalam tubuh kerang pada waktu t (%); ke adalah konstanta laju pelepasan (µg/L/hari); dan t adalah lamanya waktu depurasi (hari).

7. Penetapan waktu paruh biologis Hg2+

(37)

HASIL PENELITIAN

I. Bioakumulasi Hg2+ melalui jalur air

Pengaruh konsentrasi Hg2+ di air terhadap nilai BCF

Nilai BCF merepresentasikan kemampuan bioakumulasi logampada kondisi lingkungan terkendali di laboratorium. Nilai-nilai BCF yang didapat, diplotkan terhadap lama paparan, untuk mendapatkan kurva akumulasi Hg2+. Perolehan nilai BCF kedua kelompok kerang pada masing-masing konsentrasi Hg2+, disajikan pada Gambar 6. Pemaparan Hg2+ dalam medium air selama 14 hari, menimbulkan peningkatan pengambilan Hg2+ oleh A. antiquata. Kerang berukuran kecil memiliki nilai BCF lebih tinggi dibandingkan kerang ukuran besar, pada semua gradien konsentrasi Hg2+ di air.

a) b)

c) d)

Gambar 6. Nilai BCF Hg2+ pada A. antiquata dalam air dengan konsentrasi Hg2+: a) 0,0025 µg/L; b) 0,005 µg/L; c) 0,01 µg/L; d) 0,02 µg/L

Prediksi nilai BCF Hg2+

Prediksi nilai BCF didasarkan pada nilai BCF tunak hasil eksperimen, dan konstanta laju pengambilan. Nilai BCF kondisi tunak, yaitu keadaan dimana tidak terjadi lagi peningkatan biokonsentrasi Hg2+ di tubuh kerang, terlihat lebih tinggi pada kerang ukuran kecil dibandingkan kerang ukuran besar, sejalan dengan meningkatnya konsentrasi Hg2+ di air (Gambar 7). Pada perlakuan konsentrasi 0,005; 0,01; dan 0,02 µg/L, antar kelompok kerang menunjukkan perbedaan nyata. Data nilai BCF kondisi tunak selengkapnya, terdapat di Lampiran 1.

(38)

Gambar 7. Nilai BCF kondisi tunak A.antiquata pada berbagai konsentrasi Hg2+ di air

Berdasarkan data nilai BCF tunak dan konstanta laju pengambilan, dapat dibuat model dengan menggunakan rumus (15), untuk memprediksi nilai BCF Hg2+ pada A.antiquata. Model untuk prediksi nilai BCF pada kerang ukurankecil ditampilkan pada Gambar 8, untuk kerang ukuran besar pada Gambar 9.

Gambar 8. Prediksi nilai BCF Hg2+ dari medium air pada A. antiquata kecil

(39)

Mengacu pada gambar tersebut, biokonsentrasi Hg2+ berlangsung lebih cepat, dengan nilai BCF lebih tinggi, pada konsentrasi Hg2+ terendah di air (0,0025 µg/L), baik pada kerang ukuran kecil maupun ukuran besar. Kondisi tunak pada kerang ukuran kecil tercapai lebih lambat, yaitu pada hari ke 15, sementara kerang ukuran besar mencapai tunak pada hari ke 13.

Hasil perkalian nilai BCF tunak dengan konsentrasi Hg2+ di air, menunjukkan kandungan Hg2+ dalam tubuh A. antiquata. Terdapat kecenderungan peningkatan kandungan Hg2+ dalam tubuh kerang, sejalan dengan meningkatnya konsentrasi Hg2+ di air. Persamaan regresi yang diperoleh pada kerang ukuran kecil Y = 0,078 + 148,66X, r2 = 0,98; kerang ukuran besar Y = 0,046 + 82,87X; dengan r2 = 0,92 (Gambar 10). Data kandungan Hg2+ dalam tubuh kerang selengkapnya, terdapat di Lampiran 2.

Gambar 10. Hubungan gradien konsentrasi Hg2+ di air dengan kandungan Hg2+

dalam tubuh A. antiquata

Hubungan gradien konsentrasi Hg2+ dengan laju pengambilan Hg2+

Nilai konstanta laju pengambilan (ku) masing-masing perlakuan konsentrasi Hg2+ di air, ditampilkan pada Gambar 11. Nilai konstanta laju pengambilan selengkapnya, dicantumkan dalam Lampiran 3.

(40)

Berdasarkan hasil analisis, tidak terdapat hubungan regresi antara nilai laju pengambilan Hg2+ dengan konsentrasi Hg2+ di air, pada kerang ukuran kecil. Hal berbeda dijumpai pada kerang ukuran besar, dimana laju pengambilan Hg2+cenderung menurun sejalan dengan peningkatan konsentrasi Hg2+ di air, dalam bentuk persamaan Y = 0,0178 – 0,045 ln X; r2 = 0,84 (Gambar 12).

Gambar 12. Hubungan gradien konsentrasi Hg2+ di air dengan laju pengambilan pada A. antiquata ukuran besar

Hubungan gradien konsentrasi Hg2+ dengan fluks masuk Hg2+

Laju fluks masuk diperoleh dari hasil perkalian antara laju pengambilan dengan konsentrasi Hg2+ di air. Terlihat bahwa peningkatan konsentrasi Hg2+ di air meningkatkan laju fluks masuk Hg2+ ke tubuh A. antiquata ukuran kecil maupun besar (Gambar 13). Persamaan regresi pada kerang kecil Y = 0,2209 X– 9.10-5; dengan r2 = 0,95; pada kerang besar Y = 0,1618 X–0,0002; dengan r2 = 0,99.

Gambar 13. Hubungan gradien konsentrasi Hg2+ di air dengan laju fluks masuk Hg2+ pada A. antiquata

Pelepasan Hg2+ dari tubuh A. antiquata dalam medium air

Hasil pengamatan laju pelepasan Hg2+ dari tubuh A. antiquata ditampilkan pada Gambar 14. Mengacu pada gambar tersebut, terlihat bahwa pelepasan Hg2+ dari tubuh A. antiquata ukuran kecil dan ukuran besar tidak terlalu berbeda. Hubungan regresi antara persentase retensi Hg2+ dengan lamanya depurasi, pada

(41)

konsentrasi Hg2+ di air 0,0025µg/L untuk kerang kecil Y=99,89-0,17X; r² = 0,97; untuk kerang besar Y= 99,89–0,145X; dengan r2 = 0,98 (Gambar 14a). Pada konsentrasi Hg2+ di air 0,005 µg/L untuk kerang kecil: Y = 96,46 - 0,119X; dengan r2 = 0,70; untuk kerang besar Y = 99,96 - 0,125X; r2 = 0,97 (Gambar 14b). Pada konsentrasi Hg2+ di air 0,01 µg/L kerang kecil Y= 101,21-0,186X; r2 = 0,96; kerang besar Y = 100,91-0,199X; r2 = 0,95 (Gambar 14c). Pada konsentrasi Hg2+ di air 0,02 µg/L kerang kecil Y = 93,38-0,141X; r2 = 0,83; sementara kerang besar Y= 100,88 -0,096X; dengan r2 = 0,94 (Gambar 14d).

a) b)

c) d)

Gambar 14. Pelepasan retensi Hg2+ pada A. antiquata dari air dengan konsentrasi : a) Hg 0,0025 µg/L; b) Hg 0,005 µg/L; c) Hg 0,01 µg/L; d) Hg 0,02 µg/L

Prediksi laju pelepasan Hg2+ lewat medium air

Berdasarkan model, dapat diprediksi penurunan persentase retensi Hg2+ dari tubuh kerang, selama proses depurasi (Gambar 15). Secara umum terlihat pelepasan Hg2+ di antara kelompok kerang pada setiap konsentrasi Hg2+ di air, relatif tidak berbeda sejalan dengan waktu, kecuali pada konsentrasi Hg 0,02 µg/L.

(42)

a) b)

c) d)

Gambar 15. Prediksi pelepasan % retensi Hg2+ pada A. antiquata dengan konsentrasi: a) Hg 0,0025 µg/L; b) Hg 0,005 µg/L; c) Hg 0,01 µg/L; d) Hg 0,02 µg/L

Waktu paruh biologi Hg2+ pada A. antiquata

Waktu paruh biologis (t1/2b) adalah waktu yang dibutuhkan sehingga

konsentrasi Hg2+ di tubuh kerang uji menjadi setengah dari konsentrasinya pada saat awal, ketika paparan Hg2+ dihentikan. Hasil penghitungan pada Tabel 2.

Tabel 2. Konstanta laju pelepasan (ke) dan waktu paruh biologis (t1/2b ) Hg

2+ di tubuh A. antiquata

Konsentrasi Hg2+ di air (µg/L)

Konstanta laju pelepasan (Ke) Waktu paruh biologis (t1/2b)

kerang kecil kerang besar kerang kecil kerang besar

0,0025 0,1702a 0,1445a 4,072a 4,796a

0,005 0,1189a 0,1255a 5,828a 5,522a

0,01 0,1863a 0,1986a 3,720a 3,489a

0,02 0,1406a 0,0957b 4,929a 7,241b

Ket: huruf berbeda pada baris yang sama, menunjukkan berbeda nyata pada taraf 95%.

(43)

Dapat diketahui, bahwa waktu yang dibutuhkan hingga konsentrasi Hg2+ di tubuh kerang ukuran kecil berkurang setengahnyadari konsentrasi awal depurasi berkisar antara 3,72 – 5,83 hari, sementara pada kerang ukuran besar waktu yang dibutuhkan berkisar 3,49 – 7,24 hari. Berdasarkan hasil analisis, tidak tampak hubungan regresi antara konstanta laju pelepasan dengan gradien konsentrasi Hg2+ di dalam medium air.

II. Bioakumulasi Hg2 lewat jalur sedimen

Dalam rangka mendapatkan data yang komprehensif mengenai bioakumulasi Hg2+ pada A. antiquata, telah dilakukan percobaan paparan Hg2+ dan perunut 203Hg2+ melalui medium sedimen. Hasil percobaan mendapati tidak terlacak adanya perunut dalam tubuh kerang uji. Hal ini berarti tidak ada Hg2+ dari sedimen yang masuk ke tubuh kerang uji dari sedimen, sehingga dapat dipastikan bahwa tidak terjadi peristiwa bioakumulasi Hg2+ melalui jalursedimen pada kerang bulu A. antiquata.

PEMBAHASAN

Sebagian besar hewan avertebrata akuatik mengalami peristiwa bioakumulasi logam berat melalui pakan, namun medium air juga memberikan kontribusi signifikan terhadap bioakumulasi logam (Wang et al. 2002). Pengambilan dan distribusi merkuri dipengaruhi oleh spesi merkuri (organik atau anorganik), maupun fraksi merkuri (terlarut, tersuspensi, atau terendap dalam sedimen). Berbagai spesi dan fraksi merkuri mempengaruhi ketersediaannya (bioavailabilitas) untuk diambil organisme akuatik (Gochfeld 2003). Spesi merkuri organik memiliki biovailabilitas lebih tinggi dibandingkan merkuri anorganik, sehingga lebih cepat masuk dan terakumulasi dalam jaringan tubuh, dan mengakibatkan toksisitas lebih tinggi (Suseno & Panggabean 2007).

Cara makan yang dilakukan oleh suatu species berguna untuk menghindari kompetisi antar species, dan bertahan hidup. Mekanisme makan filter feeding yang dilakukan A. antiquata menyebabkan ikut masuknya logam berat bersama dengan air, dan menngakibatkan terjadinya bioakumulasi merkuri dalam tubuh kerang. Genus Anadara tidak pernah menggali dalam pada lumpur, karena memiliki sifon berukuran pendek (Broom 1985).

Proses pengambilan Hg2+ ke dalam tubuh, melalui dua tahap, yaitu tahap difusi pasif berupa absorpsi Hg2+ ke membran berdasarkan gradien konsentrasi, dan transport aktif yang melibatkan kerja enzim untuk pengangkutan Hg2+ melintasi membran sel (Liao & Lin 2001; Luoma et al. 2009). Sifat toksik Hg2+ dikarenakan sangat efektif berikatan dengan gugus sulfuhidril (SH) pada sistem enzim, sehingga aktivitas enzim tidak dapat berlangsung (Amiard et al. 2008; Metian et al. 2008).

Hubungan gradien konsentrasi Hg2+ di air dengan nilai BCF

(44)

menurunkan kemampuan bioakumulasi Hg2+ pada kebanyakan moluska (Drexler et al. 2003). Kerang ukuran kecil (diasosiasikan sebagai hewan muda) memiliki aktivitas metabolisme lebih intensif, termasuk dalam meregulasi Hg2+ melalui proses metabolisme, dan detoksifikasi/ekskresi. Bioakumulasi Hg2+ ke tubuh kerang ukuran kecil dipengaruhi oleh intensitas kerja sistem sirkulasi, dan sifat lipofilik Hg2+, sehingga menyebabkan Hg2+ cepat terabsorpsi dari medium air masuk ke jaringan tubuh yang kaya senyawa lipid, setelah disirkulasikan oleh cairan tubuh kerang (Torres et al. 2012). Rasio luas permukaan dengan volume tubuh pada kerang ukuran kecil, diketahui lebih besar dibandingkan pada kerang ukuran besar (Schara et al. 2001), sehingga hal ini turut memengaruhi tingginya bioakumulasi Hg2+ pada kerang ukuran kecil.

Chojnacka & Wojciechowski (2007), serta Rainbow (2006) menyebutkan proses bioakumulasi secara kimiawi terdiri atas dua tahap. Tahap pertama yaitu adsorpsi Hg2+ di membran sel tanpa kerja enzim yang berlangsung cepat selama beberapa puluh jam. Tahap ke dua, Hg2+ berikatan dengan sisi reseptor protein pengangkut, lalu diangkut ke dalam membrane sel. Setelah terdapat di dalam membran sel, Hg2+ dipindahkan ke sitoplasma, atau dipindahkan ke organel dan mengalami akumulasi. Tahapan ini melibatkan reaksi enzimatik, dan berlangsung lambat. Merujuk uraian ini, tahap awal bioakumulasi Hg2+ pada A. antiquata

berlangsung selama 72 jam (Gambar 6); pada tahap ke dua bioakumulasi, lebih jelas tampak perbedaan antar kelompok kerang akibat gradien konsentrasi dan lamanya paparan Hg. Kerang mentoleransi peningkatan konsentrasi Hg2+ yang masuk dalam tubuhnya, sampai tercapai kondisi tunak (steady state), yaitu saat konsentrasi Hg2+ cenderung tidak meningkat lagi (kurva mendatar). Kondisi tunak hasil eksperimen pada kerang ukuran besar tercapai pada hari ke 10-11 paparan, lebih cepat dibandingkan kerang ukuran kecil yang mencapai tunak pada hari ke 12-14. Pada kondisi tunak, kerang berupaya mengurangi efek toksik Hg2+ dengan melakukan detoksifikasi, dan/atau ekskresi untuk menyeimbangkan kandungan Hg2+ dalam tubuh, agar dapat mentoleransi dampak toksiknya (Barka 2012).

Ravichandran (2004) menyebutkan Hg2+ mempunyai afinitas tinggi terhadap senyawa lipid dalam tubuh, sehingga cenderung lebih mudah terakumulasi dibandingkan logam berat lain. Pada kerang kecil, kondisi ini diperkuat lagi dengan intensitas metabolisme yang tinggi, sehingga bioakumulasinya menjadi lebih tinggi dibandingkan kerang ukuran besar. Ion-ion Hg2+ masuk bersama air ke dalam tubuh kerang melalui insang, yang bertindak sebagai antarmuka (interface) antara lingkungan eksternal dan internal tubuh. Bioakumulasi Hg2+ berbanding terbalik dengan pertumbuhan biota, karena adanya fenomena growth dilution, yaitu terencerkannya konsentrasi logam terlarut dalam cairan tubuh, karena pertambahan volume jaringan tubuh selama masa pertumbuhan hewan (Rainbow 2006).

(45)

Pada kedua kelompok kerang, bioakumulasi Hg2+ dari medium air dengan konsentrasi rendah, berlangsung lebih cepat dibandingkan pada konsentrasi Hg2+ tinggi. Chojnacka & Wojciechowski (2007) menyebutkan, proses bioakumulasi pada prinsipnya merupakan transport polutan dari medium berkonsentrasi rendah ke bagian dalam sel. Pernyataan ini sesuai dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu konsentrasi Hg2+ rendah dalam air lebih cepat terambil dan terakumulasi ke tubuh A. antiquata, dibandingkan dalam air berkonsentrasi Hg tinggi. Ion-ion Hg2+ bertindak sebagai endocrine disruptors yang mengganggu sintesis, sekresi, pengangkutan, dan pengikatan hormon-hormon homeostasis, reproduksi, dan perkembangan (Alvarez et al. 2006), sehingga peningkatan konsentrasi Hg2+ dalam sel mengganggu metabolisme, dan kerusakan sel (Torres et al. 2012).

Prediksi nilai BCF Hg2+ lewat jalur air

Hasil pengukuran BCF Hg2+ dikembangkan menjadi suatu model, untuk memprediksi BCF Hg2+ oleh A. antiquata lewat air pada suatu waktu tertentu. Model didasarkan pada nilai BCF kondisi tunak, dimana sudah tidak terjadi lagi peningkatan nilai BCF (cenderung konstan). Berdasarkan hasil pemodelan pada

A.antiquata ukuran kecil maupun ukuran besar, tampak bahwa peristiwa bioakumulasi Hg lebih cepat terjadi dari air dengan konsentrasi Hg rendah. Meskipun konsentrasi Hg2+ dalam air di lingkungan sangat rendah, namun berpotensi menyebabkan terjadinya bioakumulasi Hg2+ ke dalam tubuh A.antiquata, selanjutnya terbiomagnifikasi sejalan dengan rantai makanan.

Berdasarkan model, tampak bahwa kondisi tunak pada kerang ukuran besar tercapai lebih awal dibandingkan kerang ukuran kecil. Menurut Rainbow (2006), tergantung dari lamanya paparan dan konsentrasi logam di lingkungan, avertebrata akuatik masih mungkin mengalami pertumbuhan karena adanya faktor growth dilution, yang mengurangi konsentrasi logam terakumulasi dalam tubuh. Growth dilution adalah terencerkannya konsentrasi logam terlarut dalam cairan tubuh, karena terjadinya pertambahan volume jaringan selama masa pertumbuhan hewan. Kerang berukuran kecil (kerang muda) memiliki aktivitas metabolisme lebih intensif, dan lebih mampu meregulasi Hg2+, baik melalui proses metabolism, maupun proses detoksifikasi/ekskresi (Kojadinovic 2007). Kondisi tersebut menyebabkan kerang muda (ukuran kecil) lebih mampu mentoleransi peningkatan konsentrasi Hg2+ dalam tubuh,sehingga kondisi tunak tercapai dalam waktu lebih lambat dibandingkan dengan kerang dewasa (ukuran besar). Berdasarkan hasil pemodelan, kerang berukuran kecil pada semua perlakuan konsentrasi Hg2+, mencapai kondisi tunak pada hari ke 15, sementara kerang ukuran besar kondisi tunak tercapai lebih awal, pada hari ke 13. Kemampuan suatu hewan dalam mengakumulasi logam berat dipengaruhi oleh species-specific capacity (Cardoso et al. 2009).

(46)

bobot total. Jika mengacu pada Kepmen Kelautan dan Perikanan No.17/2004 tentang batas ambang kandungan Hg2+ untuk kerang konsumsi, yaitu maksimal 0,5 mg/kg (atau 0,5 µg/g) berat bersih, maka perlu waspada mengonsumsi A. antiquata,

terlebih yang berukuran kecil (10-20 mm). Resiko toksik akibat kandungan Hg di daging kerang ukuran kecil lebih tinggi, dibandingkan kerang ukuran besar.

Hubungan gradien konsentrasi Hg2+ dengan laju pengambilan Hg2+

Berdasarkan kondisi realistik di lingkungan, Luoma & Rainbow (2005) menyebutkan laju pengambilan logam berat dari air oleh avertebrata akuatik, secara langsung proporsional dengan konsentrasi logam terlarut di lingkungan. Peningkatan konsentrasi Hg2+ di airdengan berjalannya waktu, memengaruhi laju pengambilan Hg2+ (Suseno & Panggabean 2007; Rainbow 2006). Logam yang terakumulasi di dalam tubuh kerang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu logam yang dimetabolisme oleh tubuh (available metabolically metals), serta logam yang didetoksifikasi dan disimpan tubuh (stored detoxified metals). Berbagai piranti fisiologis hewan, misalnya efisiensi asimilasi (AE), dan laju ekskresi logam, bersifat khas pada tiap species (species-specific), dan akan memengaruhi laju pengambilan logam berat (Cardoso et al. 2009). Tidak semua avertebrata akuatik mampu mengekskresikan logam, sehingga pada hewan kelompok ini, laju detoksifikasi menjadi satu-satunya penyeimbang bagi laju pengambilan, untuk mencegah toksisitas logam (Rainbow 2006).

Berdasarkan hasil analisis varian, pada kerang ukuran kecil tidak tampak hubungan regresi antara gradien konsentrasi Hg2+ di air dengan konstanta laju pengambilan. Hal serupa juga dijumpai Suseno (2011) pada ikan Oreochromis mosambicus. Sebaliknya, pada kerang ukuran besar, laju pengambilan cenderung menurun sejalan dengan meningkatnya konsentrasi Hg2+ di air (Gambar 12). Kondisi ini tidak lepas dari pengaruh tingginya intensitas metabolisme pada kerang muda (ukuran kecil) (Schara et al. 2001). Laju pengambilan logam pada setiap species biota bersifat spesifik, dan dipengaruhi oleh waktu. Tubuh akan berupaya meminimalisasi efek toksik dari masuknya logam, antara lain dengan meningkatkan laju ekskresi keluar tubuh, sehingga residu logam di jaringan tubuh masih dapat ditoleransi efek toksiknya (Liao & Lin 2001). Menurut Rainbow (2006), saat logam pertama kali masuk ke tubuh krustasea, regulasi logam segera dimulai, dan logam-logam disirkulasikan ke seluruh tubuh oleh hemolimf. Logam-logam-logam yang bersifat toksik diekskresikan keluar tubuh, sementara logam yang tidak terekskresi akan terakumulasi dalam tubuh.

Bioakumulasi logam berat pada biota dipengaruhi oleh species-specific capacity dalam meregulasi logam. Pada tiram Saccostrea cucullata, laju pengambilan Hg2+ meningkat tidak proporsional dengan peningkatan konsentrasi Hg2+ di air. Masuknya Hg2+ dengan mekanisme difusi berfasilitas, berkaitan dengan tingginya afinitas Hg2+ dengan ligan sulfur sistem enzim. Ikatan dengan ligan sulfur memengaruhi laju pengambilan Hg2+ ke tubuh S. cucullata (Blackmore & Wang 2004). Mengacu pada penjelasan ini, fenomena serupa dijumpai pada A. antiquata

Gambar

Gambar 1. Rute metabolisme logam berat di dalam sel (Barka 2012).
Tabel 1. Matriks penelitian “Kemampuan Adaptif Kerang Bulu Anadara
Gambar 3.  Alur penelitian “Kemampuan Adaptatif Kerang Bulu Anadara antiquata
Gambar 6. Nilai BCF Hg2+ pada A. antiquata dalam air dengan konsentrasi Hg2+:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dia berharap, dengan adanya zona baru ini, setidaknya bisa lebih memanjakan wisatawan yang datang pada destinasi wisata yang berbentuk relief tubuh manusia dengan karakter

Menurut Sugiyono, (2013:15) penelitian kualitatif merupakan sebuah penelitian yang meneliti objeknya secara alamiah, sehingga data penelitian meliputi: hasil

(Sumber: diadaptasi dari Dewan Kehormatan Kode Etik PRSSNI. Standar Profesional Radio Siaran ,. Jakarta: Pengurus Pusat PRSSNI).. Di setiap radio tentu mempunyai nama mata acara

Dari pengamatan awal penulis pada database Emerald, ProQuest ABI/INFORM dan Springerlink dengan bidang kajian yang sama mengenai manajemen dan ekonomi, terdapat jurnal yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan ibu post partum dalam pemberian ASI pada ibu dengan bayi berat badan lahir rendah masuk dalam kategori

hadirat Allah SWT atas segala nikmat-Nya, karena berkat rahmat dan karunia- Nya maka penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir yang berjudul “ Otomatisasi

Tabulasi Jawaban Kuesioner berdasarkan Importance

Kesimpulan kegiatan sosialisasi adalah: (a) diketahui bahwa kebutuhan benih padi di Kabupaten Bengkulu Utara pada tahun 2012 sebesar 288.750 kg yang terdiri atas