3.9 Analisis Instrumen
4.2.1 Pembahasan Aktivitas Belajar
Dengan dilaksankannya kegiatan laboratorium dengan upaya memperbaiki interaksi siswa dalam belajar atau aktivitas belajar yang rendah. Implementasi kegiatan laboratorium pada kelas eksperimen dan kontrol berlangsung 2 pertemuan dengan materi listrik dinamis, pada pertemuan I diamati aktivitas dilakukan siswa dalam mempelajari alat ukur dan hukum ohm sedangkan pada pertemuan II diamati aktivitas dilakukan siswa dalam mempelajari rangkaian hambaran seri dan paralel. Indikator aktivitas belajar yang diamati dalam kegiatan laboratorium pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diantaranya: mengemukakan pendapat, bertanya, menulis data, mengukur, dan menarik kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data aktivitas belajar pada kelas eksperimen memiliki persentase nilai rata-rata pada pertemuan I dan II adalah 80,5% dengan kriteria aktif dan pada kelas kontrol memiliki persentase nilai
rata-rata pada pertemuan I dan II adalah 73,3% dengan kriteria aktif. Data tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7 Perbandingan Nilai Pertemuan I, Pertemuan II, Rata-Rata dan N-gain Aktivitas Belajar antara Kelas Eksperimen dengan Kelas Kontrol dalam Persentase
Berdasarkan Gambar 4.7, tampak secara sekilas bahwa adanya perbedaan bahwa aktivitas belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Nilai rata-rata aktivitas belajar pada kelas eksperimen terlihat lebih tinggi dari nilai rata-rata aktivitas belajar kelas kontrol sehingga bisa dikatakan kelas eksperimen lebih aktif dalam kegiatan laboratorium daripada kelas kontrol. Namun untuk memperoleh kesimpulan yang lebih akurat diperlukan pengujian hipotesis secara statistik lebih lanjut.
Dari analisis uji hipotesis menggunakan uji t separated varians, dapat dilihat pada Tabel 4.8 tampak bahwa rata-rata nilai aktivitas belajar kedua kelas berbeda artinya rata-rata nilai aktivitas belajar kelas eksperimen lebih baik dari nilai aktivitas belajar kelas kontrol baik pada pertemuan I maupun pada pertemuan II.
Hasil uji gain pada kelas eksperimen sebesar (sedang) dan pada kelas kontrol sebesar (rendah). Dari analisis uji gain dapat dilihat
77% 84% 80.5% 30% 72% 74.5% 73.3% 9% 0% 20% 40% 60% 80% 100%
Pertem. I Pertem. II Rata-Rata N-Gain
P er sen tase Ni lai A kti v itas B e lajar Eksperimen Kontrol
pada Tabel 4.9 tampak bahwa peningkatan aktivitas belajar kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol ( ).
Berdasarkan hasil pengujian yang telah diuraikan, maka terdapat perbedaan nilai aktivitas belajar yang signifikan antara kelas eksperimen yaitu kelas yang diajar melalui kegiatan laboratorium menggunakan generative learning dan kelas kontrol yaitu kelas yang diajar melalui kegiatan verifikatif, yang mana kelas eksperimen memiliki nilai aktivitas belajar lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Hal ini menunjukan bahwa kegiatan laboratotium menggunakan generative learning berpengaruh pada peningkatan aktivitas belajar siswa. Besarnya pengaruh sebesar 30 % termasuk kriteria sedang.
Adanya pengaruh dari implementasi kegiatan laboratorium menggunakan pendekatan generative learning yang diberikan pada kelas eksperimen berupa peningkatan aktivitas belajar siswa, sesuai prinsip dari implementasi kegiatan laboratorium menggunakan pendekatan generative learning lebih melibatkan siswa secara langsung dalam penyelidikan dan penggalian pengetahuan sehingga dapat membangkitkan motivasi siswa dalam pembelajaran. Keterlibatan siswa aktif belajar dalam kegiatan laboratorium sebagai upaya menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Dick & Carey (1985) bahwa proses pembelajaran akan lebih berhasil bila siswa secara aktif melakukan keterlibatan langsung dan relevan dengan tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. Menurut Wittrok (1992), kegiatan laboratorium menggunakan pendekatan generative learning memandang siswa sebagai siswa aktif berkerja untuk membangun pemahaman yang bermakana dengan menghasilkan berbagai
informasi yang diterima oleh siswa dan berbeda dengan siswa yang hanya melibatkan proses penghafalan informasi dimana siswa pasif menerima informasi tanpa adanya pengolahan informasi yang bermakna.
Pada indikator aktivitas belajar yang diamati pada kelas eksperimen yaitu bertanya dan mengukur tidak terjadi peningkatan atau penurunan, hal ini disebabkan siswa belum memiliki keberanian yang kuat untuk bertanya akan rasa keingintahuan siswa mengenai fenomena terjadi pada kegiatan laboratorium mempelajari materi dinamis dan siswa belum dapat menghubungan pengetahuna mengenai besaran dan pengukuran yang telah dimiliki sebelumnya sehingga membuat kesulitan siswa dalam mengukur besaran pada materi dinamis.
Di pihak lain, implementasi kegiatan laboratorium verifikatif pada kelas kontrol, siswa cenderung pasif dikarenakan dirancang tidak didasarkan pada pengetahuan awal yang tujuannya lebih pada verifikasi konsep, bukan pembentukan konsep dan menanggulangi miskonsepsi. Hal ini sejalan dengan pendapat Aufschnaiter & Stefan (2007) bahwa kegiatan laboratorium verifikatif, siswa jarang menunjukan pemahaman tentang apa yang dilakukan dan dikatakan sebagai percobaaan yang membosankan. Pada indikator aktivitas belajar yang diamati pada kelas kontrol yaitu bertanya tidak terjadi peningkatan atau penurunan hal ini disebabkan pembelajaran yang monoton menyebabkan siswa enggan bertanya. Indikator menulis data dan mengukur terjadi penurunan, hal ini disebabkan kurangnya siswa melatih ketajaman pikirannya dalam menggunakan alat ukur listik dan menghubungkan pengetahuan mengenai prinsip pengukuran dalam kegiatan laboratorium mengenai materi listrik dinamis.
Melalui kegiatan laboratorium akan terciptalah situasi belajar aktif dan lebih untuk mengembangkan konsep berhubungan dengan peristiwa serupa (konsep berbasis fenomena) daripada yang muncul dari teori serta terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi. 4.2.2 Pembahasan Hasil Belajar Kognitif
Dengan dilaksankannya kegiatan laboratorium dengan upaya memperbaiki pemahaman dalam belajar siswa atau hasil belajar kognitif yang rendah pada materi listrik dinamis. Indikator hasil belajar kognitif siswa yang diukur dalam kegiatan laboratorium pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diantaranya: pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisis (C4), sintesis (C5) dan evaluasi (C6) yang dimuat dalam bentuk soal pilihan ganda serta digunakan untuk mendapatkan data pretest dan posttest.
Dari data hasil belajar kognitif, untuk data pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki persentase nilai rata-rata yaitu 53,8% dan 53,3%. sedangkan untuk data posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki persentase nilai rata-rata yaitu 82,8 % dan 77,1 %. Data tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.8. 53.8% 82.8% 63% 53.3% 77.1% 50% 0.0% 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% 100.0%
Pretest Posttest N-gain
Per sen tase N il ai H asi l B e lajar K o g n itif Eksperimen Kontrol
Gambar 4.8 Perbandingan Nilai Pretest, Posttest dan N-gain Hasil Belajar Kognitif antara Kelas Eksperimen dengan Kelas Kontrol dalam Persentase.
Berdasarkan Gambar 4.8, tampak secara sekilas bahwa adanya perbedaan bahwa hasil belajar kognitif antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Nilai rata-rata posttest pada kelas eksperimen terlihat lebih tinggi dari nilai rata-rata posttest
kelas kontrol sehingga bisa dikatakan kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Namun untuk memperoleh kesimpulan yang lebih akurat diperlukan pengujian hipotesis secara statistik lebih lanjut.
Selanjutnya analisis uji hipotesis menggunakan uji t separated varians untuk data pretest dapat dilihat pada Tabel 4.4 yang menyatakan bahwa rata-rata nilai hasil belajar kognitif kedua kelas tidak berbeda artinya rata-rata nilai hasil belajar kognitif kelas eksperimen sama dengan nilai hasil belajar kognitif kontrol, hal tersebut disebabkan kedua kelas memiliki keadaan awal yang sama dan belum mendapatkan perlakuan, sedangkan untuk data posttest dapat dilihat pada Tabel 4.4 yang menyatakan bahwa rata-rata nilai hasil belajar kognitif kedua kelas berbeda artinya rata-rata nilai hasil belajar kognitif kelas eksperimen lebih baik dari nilai hasil belajar kognitif kontrol, hal tersebut disebabkan kedua kelas sudah mendapatkan perlakuan.
Hasil uji gain pada kelas eksperimen sebesar (sedang) dan pada kelas kontrol sebesar (sedang). Dari analisis uji gain dapat dilihat pada Tabel 4.5 tampak bahwa peningkatan hasil belajar kognitif kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol ( ).
Berdasarkan hasil pengujian yang telah diuraikan, maka terdapat perbedaan nilai hasil belajar kognitif yang signifikan antara kelas eksperimen yaitu kelas
yang diajar melalui kegiatan laboratorium menggunakan generative learning dan kelas kontrol yaitu kelas yang diajar melalui kegiatan verifikatif, dimana kelas eksperimen memiliki nilai hasil belajar kognitif lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hal ini menunjukan bahwa kegiatan laboratotium menggunakan
generative learning berpengaruh pada peningkatan hasil belajar kognitif siswa. Besarnya pengaruh sebesar 63 % termasuk criteria sedang.
Adanya pengaruh dari implementasi kegiatan laboratorium menggunakan pendekatan generative learning yang diberikan pada kelas eksperimen yaitu meningkat hasil belajar kognitif siswa, sesuai prinsip dari implementasi kegiatan laboratorium menggunakan pendekatan generative learning lebih menekankan pada pengintergrasian secara aktif dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa dimiliki sebelumnya sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan mengontrol kognitif. Di dalam kegiatan laboratorium tersebut siswa akan mendapatkan pengalaman yang bermakna dan pengetahuan yang dikontruksi dari hasil penyelidikan sendiri untuk memahami konsep-konsep ilmiah dan pengembangan kemampuan pemecahan masalah, pengetahuan yang diperoleh tersebut akan disimpan pada memori jangka panjang. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Suma (2005) bahwa kegiatan laboratorium mendorong kemampuan siswa utuk membangun dan mengembangkan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan hokum-hukum melalui pengalaman langsung (first-hand experience). Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Menurut Al-Naqbi & Hassan (2005) bahwa melalui
kegiatan laboratorium ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan pemahaman intuitif dan untuk mengalami bagaimana rasanya untuk menjadi pencipta pengetahuan daripada sebagai konsumen pengetahuan.
Di pihak lain, implementasi kegiatan laboratorium verifikatif pada kelas kontrol mengakibatkan siswa belum mampu mengembangkan proses kognitif dan hanya memperoleh pemahaman prosedural ilmu. Menurut Suma (2005) bahwa kegiatan laboratorium verifikatif tidak mengembangkan kreativitas dan kemampuan berpikir apalagi menimbulkan konflik kognitif yang mendorong siswa untuk mengubah pandangannya tentang suatu konsep.