• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN TIPE SIKAP TERHADAP COMPETITIVE INTELLIGENCE PADA PENGUSAHA USAHA MIKRO DAN USAHA

LANDASAN TEORI

C. GAMBARAN TIPE SIKAP TERHADAP COMPETITIVE INTELLIGENCE PADA PENGUSAHA USAHA MIKRO DAN USAHA

KECIL

Kotler dan Susanto (2004) mengatakan bahwa keberhasilan dan kegagalan suatu usaha tergantung dengan strategi dalam memposisikan usaha yang dimiliki dalam persaingan pasar dan perdagangan bebas yang sangat kompetitif, serta kemampuan suatu usaha dalam melaksanakan strateginya secara bertahap dalam menapaki ruang lingkup persaingan usaha, mulai dari skala lokal, skala nasional, sampai berkembang menjadi usaha yang berskala internasional. Pengembangan potensi kewirausahaan (khususnya usaha mikro dan kecil) diarahkan untuk menjadi pelaku ekonomi yang berdaya saing tinggi di tengah-tengah adanya perdagangan bebas tersebut (Badan Perencanaan dan Pengembangan Nasional, 2005).

Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang dapat berkompetisi secara efektif merupakan usaha yang dapat mengetahui lingkungan bisnis, menemukan apa yang akan dilakukan kompetitor, dan mengantisipasi ancaman-ancaman kompetitor. Hal inilah yang disebut competitive intelligence (Smith, 2008). Rouach dan Santi (2001) menyatakan bahwa competitive intelligence sebagai tindakan dalam mengumpulkan informasi, memprosesnya dan menyimpannya supaya bisa tersedia bagi semua orang di dalam organisasi, dengan tujuan menjadi bisnis yang lebih baik kelaknya dan dapat melindungi bisnis dari ancaman kompetitif.

Calof (dalam Strauss, 2008) menyatakan competitive intelligence ini sangat bermanfaat dalam memberikan pemahaman yang lebih baik tentang

pelanggan, kebijakan, kompetitor, dan dapat memprediksikan perubahan-perubahan serta mengambil kesempatan dari situasi-situasi kompetitif.

Competitive intelligence juga mampu membangun profil informasi yang dapat

membantu perusahaan untuk mengidentifikasikan kekuatan kompetitor, kelemahannya, strateginya, tujuannya, strategi pemasarannya (Bose dalam Nasrie, 2011). Berner (dalam Nasrie, 2011) juga menambahkan fungsi dari competitive

intelligence yakni untuk menantisipasi situasi-situasi mengejutkan dan yang dapat

menghancurkan bisnis, untuk mengidentifikasikan peluang bagi organisasi, dan untuk memperbaiki perencanaan jangka panjang maupun pendek.

Beberapa studi tentang competitive intelligence hanya fokus pada fungsi, aktivitas atau proses competitive intelligence di dalam suatu lingkungan bisnis. Hanya sedikit penelitian yang mempelajari seberapa besar persepsi dan sikap terhadap lingkungan bisnis tersebut sangat mempengaruhi proses aktivitas dari

competitive intelligence itu sendiri (dalam Tarraf & Molz, 2006). Beberapa studi

dan survey tentang competitive intelligence hanya fokus pada perusahaan besar saja sendiri (dalam Tarraf & Molz, 2006).

Groom & David (dalam Tarraf & Molz, 2006) menemukan dalam studinya bahwa perusahaan kecil kurang tertarik dengan proses competitive intelligence. Ada beberapa perbedaan yang cukup nyata di antara banyak perusahaan berhubungan dengan sumber-sumber yang dialokasikan untuk aktivitas

competitive intelligence. Perusahaan dengan jumlah pekerja yang lebih banyak

akan mempercayakan aktivitas competitive intelligence tersebut kepada pekerja nya (Groom & David dalam Tarraf & Molz, 2006). Oubrich (dalam Smith, 2010)

menemukan bahwa Usaha Kecil dan Menengah sangat terbatas dalam mengawasi pasar dan persaingan sedangkan perusahaan besar sudah terintegrasi dengan program competitive intelligence sebagai pengembangan strategi.

Salah satu perbedaan utama antara usaha kecil dan usaha besar yakni strategi pada usaha kecil lebih dipengaruhi karakter dari pemilik usaha yang sangat berkontribusi dalam proses pengambilan keputusan (Burke, Jarrat, dan McCarthy dalam Tarraf & Molz, 2006). Sikap, persepsi, dan kepribadian dari pembuat keputusan tersebut sangat berpengaruh dalam usaha kecil. Wright et al. (dalam Smith, Wright, & Pickton 2010) dalam studinya tentang competitive intelligence di U.K. menemukan bahwa sikap manager mempunyai pengaruh langsung terhadap aktivitas competitive intelligence.

Sikap merupakan hal yang utama bagi pengusaha Usaha Mikro dan Kecil untuk melakukan competitive intelligence (dalam Smith et al, 2010). Keinginan pengusaha dalam menyikapi atau meresponi informasi lebih penting dibandingkan dengan isi informasi itu sendiri. Competitive intelligence di dalam Usaha Mikro dan Kecil (UMK) lebih ditentukan faktor karakter, kesadaran (awareness), dan sikap (attitude) dari pengusahanya sendiri sebagai pembuat keputusan. Competitive intelligence tidak akan dilakukan jika individu belum memiliki sikap yang positif akan pentingnya competitive intelligence (dalam Smith, et al 2010). Setiap usaha memerlukan adanya kesadaran organisasi akan pentingnya budaya kompetitif dan competitive intelligence. Tanpa adanya kesadaran dan sikap yang mengawali sangat sulit untuk mengembangkan budaya kompetitif dan competitive intelligence di perusahaan.

Survey yang dilakukan oleh Pricewaterhouse-Coopers (dalam Amenta, Brownlie, dan Su, 2008) menemukan bahwa 84% pengusaha mengemukakan pengumpulan informasi tentang kompetitor merupakan kunci pertumbuhan usaha mereka. Hasil penelitian juga menunjukkan terdapat 32% pengusaha Usaha Mikro dan Kecil yang sudah aktif mempraktekkan competitive intelligence. Beberapa Usaha Mikro dan Kecil (UMK) belum aktif berpartisipasi dalam aktivitas

competitive intelligence dikarenakan pengusaha yakin bahwa mereka sudah

mengenal pasar mereka sendiri dan menganggap hanya sedikit manfaatnya. Rouach dan Santi (2001) menyatakan terdapat tipologi sikap yang dimiliki oleh terhadap competitive intelligence. Adapun tipe-tipe sikap tersebut, antara lain: sikap sleeper, sikap reactive, sikap active, sikap assault, dan sikap

warrior. Sikap yang dimiliki oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada

umumnya adalah sikap sleeper, reactive, active sedangkan sikap assault dan

warrior umumnya dimiliki oleh perusahaan besar (Rouach dan Santi, 2001).

Rouach dan Santi (2001) menyatakan bahwa sikap sleeper

dikarakteristikkan dengan sikap yang tidak takut persaingan, tidak tertarik dengan

competitive intelligence, dan sering menganggap bahwa proses competitive intelligence hanya membuang-buang waktu saja. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Pricewaterhouse- Coopers (dalam Amenta, Brownlie, dan Su, 2008) yang menunjukkan bahwa pengusaha Usaha Mikro dan Kecil juga menganggap bahwa manfaat dari competitive intelligence tidak sebanding dengan banyak sumber daya yang harus dikeluarkan, misalnya: uang, waktu, dan orang-orang yang juga masih terbatas dimiliki dalam usaha kecil. Hal ini dikarenakan

pengusaha berpikir bahwa usaha lain juga tidak mau tahu tentang persaingan. Sikap sleeper biasanya dimiliki oleh manajemen yang pasif yang meyakini bahwa mereka benar-benar sudah mengetahui yang mereka butuhkan untuk menjalankan bisnis dan tidak perlu mempelajari tentang lingkungan eksternal. Sikap demikian banyak dimiliki oleh usaha kecil. Hal ini dikarenakan usaha kecil masih lemah di dalam hal manajemen dan sumber keuangan (Anoraga & Sudantoko, 2002).

Rouach dan Santi (2001) menyatakan bahwa sikap reactive

dikarakteristikkan dengan sikap yang akan merespon hanya jika merasa terancam dengan posisi pesaing. Sikap ini hanya lebih bersifat bertahan dengan ancaman daripada menyerang saingan. Pemimpin bisnis belum percaya akan manfaat dari

competitive intelligence. Rouach dan Santi (2001) menyatakan bahwa sikap active

dikarakteristikkan dengan sikap yang aktif dalam memahami, menganalisis, dan menginterpretasikan persaingan meskipun sumber daya yang dimiliki terbatas, mulai membentuk orang yang dipekerjakan secara khusus untuk mengkoordinir

competitive intelligence). Pemilik usaha sudah dapat melihat bahwa proses competitive intelligence bermanfaat untuk meningkatkan keuntungan, akan tetapi

belum melihat adanya tujuan jangka panjang untuk melakukannya.

Wright et al (dalam Smith, Wright, dan Pickton, 2010) juga menambahkan sikap active yang dimiliki Usaha Mikro Kecil membuat usaha tersebut kurang memiliki proses yang terintegrasi antara hasil dari competitive

intelligence untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Pengusaha

Usaha Mikro dan Kecil (UMK) cenderung menggunakannya hanya untuk keputusan jangka pendek dan operasional sehari-harinya, yakni setelah menerima

informasi tersebut, langsung bertindak, tanpa mempertimbangkannya terlebih dahulu. 43% menyampaikan bahwa mereka menggunakan informasi kompetitif untuk membantu mereka membuat keputusan tentang perubahan harga dan usaha promosi.

Rouach dan Santi (2001) menyatakan bahwa sikap assault

dikarakteristikkan dengan sikap yang gencar dalam berburu informasi secara strategis, prosedural, dan dengan perencanaan yang matang. Perusahaan dengan sikap ini biasanya memiliki prosedur yang sudah terintegrasi dan perencanaan dalam memonitor setiap kemajuan kompetitor. Perusahaan ini juga memiliki sumber signifikan mendukung competitive inteligence, serta adanya penghargaan terhadap orang-orang yang terlibat dalam competitive intelligence. Perusahaan dengan sikap assault sudah memiliki bagian unit tertentu yang khusus melakukan aktivitas competitive intelligence beserta adanya manajemen yang sudah baik.

Rouach dan Santi (2001) menyatakan bahwa sikap warrior ditunjukkan dengan adanya suatu sikap atau pendirian yang berjuang untuk memenangkan persaingan, sangat proaktif (inisiatif mengawali adanya perubahan/tidak menunggu sampai perubahan terjadi). Usaha yang memiliki sikap demikian didukung oleh alat yang canggih ataupun ahli yang berpengalaman dalam memperlancar proses competitive intelligence, serta adanya sumber yang tidak terbatas, dan adanya proses pembuatan keputusan

Hasil penelitian Wright, et al (dalam Smith, Wright, & Pickton 2010) di Turki menanyakan berbagai perusahaan kecil tentang seberapa sering perusahaan tersebut mengumpulkan informasi tentang kompetitor, teknologi, dan

pelanggan (dalam Smith, et al 2010). Mereka meresponi dengan berkata, “tidak

teratur melakukannya”. Hanya 16,4 persen yang melaporkan bahwa perusahaan

mereka mempunyai proses yang tertulis dan sistem yang didedikasikan untuk

competitive intelligence. Hampir 8% mengatakan bahwa mereka tidak tahu. 26,8

% menyatakan bahwa perusahaan mereka memberikan komitmen yang penuh supaya dapat memahami kompetitor dan sangat merasakan manfaatnya. 44, 7 %

menyatakan bahwa “kami terlalu sibuk memikirkan apa yang dikerjakan hari ini

dan tidak sempat melakukannya” dan ada yang menyatakan bahwa “competitive

intelligence hanya menghabiskan waktu yang begitu berharga”. Tidak seorangpun

yang menyatakan dan mengindikasikan bahwa mereka mempunyai proses untuk mengolah informasi kompetitif secara terintegrasi, memonitor kompetitor mereka, dan merumuskan rencana-rencana untuk mengantisipasi perkembangan kompetitor.

Keterbatasan Sumber Daya Manusia pada Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang dapat dilihat dari segi pendidikan formal, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tentu sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, serta kemampuan pengusaha dalam meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya (Anoraga & Sudantoko, 2002). Hal tersebut mempengaruhi sikap yang dimiliki oleh pengusaha kecil masih terbatas pada tipe active, reactive, dan active.

Dokumen terkait