BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.5. PEMBAHASAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh Fear of Missing Out terhadap kecenderungan adiksi media sosial pada Generasi Z.
Nilai signifikasi Anova yaitu 0,000 (p < 0,05), dengan adanya hal tersebut maka menunjukkan bahwa Fear of Missing Out memiliki pengaruh terhadap adiksi media sosial. Diketahui nilai R adalah 0,574 maka semakin tinggi Fear of Missing Out individu maka semakin tinggi pula adiksi yang dialami oleh subjek. Begitupula sebaliknya, semakin rendah Fear of Missing Out maka semakin tidak adiksi individu tersebut. Nilai R Square yang didapatkan adalah 0,330 yang berarti bahwa Fear of Missing Out mempengaruhi adiksi media sosial sebesar 33%, sedangkan 67% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Menurut Przybylski dkk.
(2013) Fear of Missing Out merupakan kekuatan pendorong dibalik penggunaan internet khususnya media sosial dan suatu variabel yang mempunyai hubungan positif dengan penggunaan media sosial. Temuan ini sesuai dengan penelitian Fitri (2020) yang menemukan pengaruh Fear of Missing Out terhadap kecanduan media sosial sebesar 29,2%. Dengan adanya hal tersebut, variabel Fear of Missing Out memberikan pengaruh yang cukup besar pada kecanduan media sosial khususnya Instagram (Fitri, 2020). Hariadi (2018) juga menemukan nilai R Square sebesar 0,119 yang memiliki arti bahwa Fear of Missing Out memiliki pengaruh sebesar 12%
terhadap adiksi media sosial, selebihnya adiksi media sosial dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti yang dikemukakan oleh Soliha (dalam
Hariadi, 2018) bahwa tingkat ketergantungan media sosial 12,7%
dipengaruhi oleh variabel kecemasan sosial. Sementara itu, Rahardjo dkk., 2020 menemukan dalam penelitian mereka bahwa durasi penggunaan media sosial memiliki peran terhadap need fulfillment yang secara bertersamaan mempengaruhi adiksi media sosial. Lalu, Pramusita (2018) menemukan ada pengaruh negatif yang signifikan emotional control dan social control terhadap adiksi internet. Semakin rendah emotional control dan social control individu maka semakin tinggi kecenderungan adiksi internetnya.
Aspek Competence memiliki pengaruh sebesar 29,6% terhadap Adiksi Media Sosial, aspek Autonomy memiliki pengaruh sebesar 10,5%
terhadap Adiksi Media Sosial, dan aspek Relatedness memiliki pengaruh sebesar 20,8% terhadap Adiksi Media Sosial. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa aspek Fear of Missing Out yang paling mempengaruhi Adiksi Media Sosial adalah competence (29,6%). Media sosial memungkinkan individu untuk mendaptakan informasi dan belajar, sehingga kebutuhan competence akan terpenuhi (Rahardjo dkk., 2020).
Dalam penelitian Rahardjo dkk. (2020), ditemukan bahwa competence memberikan sumbangan efektif (SE) kepada adiksi media sosial sebesar 17,2%. Menurut Masur dkk. (dalam Aksan & Akbay, 2019), jika dilihat dari konteks penggunaan media sosial, rendahnya competence membuat individu mencari informasi lebih banyak pada media sosial, hal ini membuat individu mejadi lebih aktif pada sosial media, mengunggah dan berpartisipasi pada unggahan orang lain.
Berdasarkan kategorisasi data Fear of Missing Out, dari 188 responden, 101 di antaranya berada pada kategori sedang (53,7%) selanjutnya diikuti kategori rendah sebanyak 74 responden (39,4%), lalu yang paling sedikit berada pada kategori tinggi yaitu 13 responden (6,9%).
Penelitian sebelumnya oleh Fathadhika & Afriani (2018) menemukan bahwa mayoritas responden yang berusia remaja berada pada kategori FoMO sedang yaitu sebanyak 167 responden (48,7%). Fitri (2020) dalam penelitian juga menemukan mayoritas responden berusia remaja berada pada FoMO kategori sedang yaitu 72,5%. Menurut Shapiro dan Margolin (dalam Fathadhika & Afriani, 2018) remaja yang memiliki FoMO mempunyai ketertarikan untuk menggunakan media sosial sehingga remaja tetap terhubung dengan teman-temannya. Gemmil dan Petterson (dalam Sianipar
& Kaloeti, 2019) juga mengatakan bahwa media sosial memiliki peran penting khususnya pada Generasi Z karena dapat menjalin komunikasi dengan orang-orang terdekat agar mendapatkan dukungan sosial. Namun, media sosial juga memberikan dampak buruk seperti distraksi, menyita waktu, dan meningkatkan stres pada penggunanya.
Berdasarkan kategorisasi data adiksi media sosial, mayoritas responden berada pada kategori tidak adiksi, yaitu ada 148 dari 188 responden (77,7%). Sebanyak 42 responden (22,3%) masuk ke dalam kategori adiksi. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Fathadhika & Afriani (2018) yang menemukan bahwa mayoritas responden yang berusia remaja berada pada kategori tidak adiksi yaitu sebanyak 245
responden (71,4%) dan responden pada kategori adiksi sebanyak responden 98 responden (28,6%). Aprilia dkk. (2020) pada penelitiannya menemukan 48,6% responden memiliki adiksi media sosial tinggi dan 51,4% responden memiliki adiksi media sosial rendah. Adanya keinginan untuk terus menjadi bagian dari pengalaman yang mengesankan membuat individu semakin intens menggunakan media sosial sehingga menyebabkan adiksi media sosial (Abel dkk., 2016). Lin dkk. (dalam Indra, 2019) mengatakan jika dibandingkan dengan orang dewasa, remaja merupakan periode kritis yang rentan terhadap adiksi. Begitupula dengan Wu (dalam Indra, 2019) yang berpendapat bahwa usia muda berada dalam tahap perkembangan psikologis sehingga kurang bisa mengatur diri sendiri dan lebih rentan terhadap pengaruh internet dan perilaku adiksi.
Berdasarkan data jenis kelamin, subjek penelitian ini sebagian besar adalah wanita sebanyak 171 responden (91,5%) sedangkan sisanya adalah pria sebanyak 16 responden (8,5%). Pria dengan level FoMO sedang berjumlah 11 responden (68,75%) dan tidak ada pria dengan level FoMO tinggi, sedangkan wanita dengan level FoMO sedang berjumlah 90 responden (52,32%) dan 13 responden wanita (7,55%) memiliki level FoMO tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Fitri (2020) yang menemukan tingkat FoMO pada wanita (55,92%) lebih tinggi daripada pria (16,58%). Penelitian Beyens dkk. (2016) juga sejalan dengan hasil penelitian ini, mereka menemukan wanita memiliki level FoMO yang lebih tinggi daripada pria (Beyens dkk., 2016). Ini terjadi karena perempuan
cenderung memiliki kebutuhan yang tinggi untuk diterima dan merasa diakui di suatu kelompok serta rentan terhadap stres ketika tidak populer khususnya di media sosial (Sianipar & Kaloekti, 2019). Dengan menggunakan media sosial, perempuan akan dapat mengurangi stres yang sedang dirasakan.
Berdasarkan data adiksi media sosial, ditemukan bahwa pria yang tidak memiliki adiksi media sosial ada sebanyak 10 orang (66,66%), dan pria dengan adiksi media sosial sebanyak 5 orang (33,33%). Wanita yang tidak memiliki adiksi media sosial ada sebanyak 136 orang (78,61%), dan wanita dengan adiksi media sosial sebanyak 37 orang (21,38%). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Basri (2014) yang menemukan nilai rata-rata kecenderungan Internet Addicted Disorder pada mahasiswa wanita (66,09) lebih tinggi daripada mahaiswa pria (63,76). Mulyani dkk.
(2018) Juga menemukan rerata skor adiksi pada instagram lebih tinggi pada wanita (66,79) daripada pria (63,34). Penelitian dari University of Bonn di Jerman (dalam Nakaya, 2015) menemukan bukti bahwa wanita secara genetik lebih cenderung menjadi adiksi. Mereka menyelidiki susunan genetik orang-orang dengan perilaku internet yang bermasalah. Young &
Abreu (2011) mengatakan bahwa wanita lebih mungkin mengalami adiksi terhadap chatting dan belanja online.
Responden penelitian ini telah mewakilkan seluruh usia sesuai kriteria yaitu usia 15-21 tahun. Berdasarkan kategori remaja awal yang memiliki FoMO rendah sebanyak 4 orang (66,66%), memiliki FoMO sedang
sebanyak 2 orang (3,33%), dan tidak ada yang memiliki FoMO tinggi.
Namun, pada kategori remaja pertengahan yang memiliki FoMO rendah sebanyak 5 orang (35,71%), memiliki FoMO sedang sebanyak 9 orang (64,28%), dan tidak ada yang memiliki FoMO tinggi. Selanjutnya pada kategori remaja akhir yang memiliki FoMO rendah sebanyak 65 orang (38,69%), memiliki FoMO sedang sebanyak 90 orang (53,57%), dan memiliki FoMO tinggi sebanyak 13 orang (7,73%). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil survei JWT Intelligence (2011) yang mengungkapkan bahwa FoMO paling tertinggi dijumpai pada usia 18-34, usia ini termasuk kategori remaja akhir dan dewasa awal. Temuan ini juga sejalan dengan penelitian Zanah & Rahardjo (2020) yang menemukan tingkat FoMO pada mahasiswa berusia 18-34 tahun mayoritas berada pada tingkat sedang (68,67%). Remaja merupakan kelompok usia yang paling banyak mengalami FoMO yaitu mencapai 65% (JWT Intelligence, 2011).
Przybylski dkk. (2013) juga menemukan bahwa kelompok remaja yang paling tinggi tingkat FoMO-nya adalah remaja akhir.
Berdasarkan data kategori usia, pada kategori remaja awal yang tidak memiliki adiksi media sosial sebanyak 6 orang (100%), dan tidak ada yang memiliki adiksi media sosial. Namun, pada kategori remaja pertengahan yang tidak memiliki adiksi media sosial sebanyak 8 orang (57,14%), dan yang memiliki adiksi media sosial sebanyak 6 orang (42,85%). Selanjutnya pada kategori remaja akhir yang tidak memiliki adiksi media sosial sebanyak 132 orang (78,57%), dan yang memiliki adiksi media sosial
sebanyak 36 orang (21,42%). Dapat disimpulkan bahwa respnden yang memiliki adiksi paling banyak ada pada kategori usia remaja akhir (36 responden). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Putri &
Halimah (2019) yang menyebutkan bahwa remaja akhir berusia 19-21 tahun (61,3%) lebih adiksi media sosial dari pada dewasa awal berusia 22-24 tahun (54,7%). Hasil penelitian (Lukman, 2018) juga sejalan dengan penelitian ini, Lukman menemukan bahwa pada responden berusia 18-21 tahun memiliki adiksi smartphone (81,64%). Pasaribu (2019) juga menemukan bahwa tingkat adiksi internet ringan, sedang dan tinggi terbanyak ada pada rentang usia 18-24 tahun yaitu sebanyak 239 partisipan (73,08%).
Seorang remaja yang merasa cemas dan takut tertinggal informasi terbaru dari aktivitas menyenangkan yang dilakukan oleh temannya (khususnya pada generasi Z) akan lebih sering mengakses media sosial untuk mereduksi rasa cemasnya sehingga dapat memiliki kecenderungan untuk adiksi media sosial, hal ini karena remaja tidak percaya pada dirinya sendiri untuk menjalin interksi dan mengekspresikan kehidupannya di dunia nyata (Putri & Halimah, 2019). Kandel (dalam Azka dkk., 2018) berpendapat bahwa mahasiswa yang berusia 18-25 tahun merupakan kelompok yang terlihat lebih rentan terhadap ketergantungan pada internet karena sedang berada pada masa transisi dari remaja akhir menuju ke dewasa awal dan sedang mengalami dinamika psikologis. Tingginya ketergantungan mahasiswa terhadap teknologi, terutama pada media sosial,
mengubah sebagian fungsi dari media sosial menjadi wadah untuk menghabiskan waktu bahkan untuk mengikuti kehidupan dan aktivitas orang lain dan rela mengabaikan aktivitas kehidupannya sendiri (Putri dkk., 2019).
Berdasarkan data rentang usia, menurut Thalib (2010), masa remaja awal pada wanita yaitu 13-15 tahun, sedangkan pria 15-17 tahun. Masa remaja pertengahan pada wanita yaitu 15-18 tahun sedangkan pada pria 17-19 tahun. Dan rentang usia remaja akhir pada wanita yaitu 18-21 tahun, sedangkan pada pria 19-21 tahun. Jadi, dapat disimpulkan bahwa usia seluruh responden termasuk usia remaja dan juga Generasi Z. Menurut Arnett (dalam Santrock, 2012) usia kurang lebih 18-25 tahun merupakan masa transisi remaja menuju dewasa atau yang disebut emerging adulthood.
Salah satu ciri pada fase ini yaitu ketidakstabilan dalam berbagai aspek kehidupan yang melibatkan perubahan-perubahan kognitif dan sosio-emosional. Salah satu kondisi emosional pada remaja adalah kecemasan atau ketakutan (Santrock, 2012).
Meningkatnya penggunaan media sosial oleh sebagian besar individu yang berusia 18-25 tahun dapat memunculkan masalah baru dalam kehidupan sosialnya (Przybylski dkk., 2013). Masalah tersebut dapat muncul dari kebutuhan individu untuk diterima oleh lingkungan sosialnya yang akhirnya mendorong perilaku tertentu untuk selalu mendapatkan penerimaan. Dampak negatif bisa muncul akibat penolakan oleh lingkungan sosialnya memungkinkan munculnya rasa takut bila tertinggal informasi terbaru atau memungkinkan munculnya fear of missing out (Shodiq dkk.,
2020). Remaja yang merasakan perasaan takut dan cemas jika tertinggal informasi terbaru akan lebih sering mengakses media sosial sebagai sarana mendapatkan informasi-informasi itu. Valkenburg (dalam Van den Eijnden dkk., 2016) mengatakan, selain dari Fear of Missing Out, kelompok usia remaja juga dikatakan kelompok usia yang dengan cepat mengadopsi teknologi baru dan diyakini paling rentan terhadap kemungkinan pengaruh negatif dari teknologi baru.
Pantic (dalam Van den Eijnden dkk., 2016) berpendapat bahwa semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa adiksi media sosial adalah masalah mental yang muncul khususnya di kalangan remaja. Young (dalam Dewi & Trikusumaadi, 2016) mengatakan bahwa adiksi internet memiliki potensi untuk melumpuhkan kepribadian, individu yang seharusnya mampu berinteraksi dalam dunia nyata cenderung memilih berinterkasi melalui dunia maya karena mendapatkan kenyamanan. Hal ini mengakibatkan kemampuan interpersonal individu untuk berinteraksi dan bersosialisasi menjadi tumpul.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran yang terkait dengan hasil penelitian yang diperoleh. Bagian pertama akan dijelaskan kesimpulan dari penelitian dan bagian akhir akan dijelaskan saran yang akan berguna bagi penelitian selanjutnya dengan tema yang berkaitan dengan penelitian ini.
5.1.KESIMPULAN
Sesuai dengan analisa hasil penelitian, maka kesimpulan penelitian ini adalah:
1. Terdapat pengaruh antara Fear of Missing Out terhadap adiksi media sosial. Pengaruh yang diberikan oleh Fear of Missing Out membuat Generasi Z memiliki rasa Fear of Missing Out yang tinggi akan membuat mereka mengalami kecanduan media sosial.
2. Hasil penelitian ini mendapatkan nilai R Square sebesar 0,330. Nilai ini mengartikan bahwa Pengaruh Fear of Missing Out terhadap kecenderungan Adiksi Media Sosial sebesar 33% sedangkan 67%
adiksi media sosial dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
3. Aspek Fear of Missing Out yang paling mempengaruhi Adiksi Media Sosial adalah Competence (29,6%).
4. Berdasarkan data Fear of Missing Out, mayoritas responden sebanyak 101 orang (53,7%) masuk pada kategori FoMO sedang.
5. Berdasarkan data adiksi media sosial, mayoritas responden sebanyak 148 responden (77,7%) masuk pada kategori tidak adiksi, sedangkan sisanya 42 responden (22,3%) mengalami adiksi.
6. Wanita dengan level FoMO tinggi (13 responden) lebih banyak daripada pria dengan level FoMO tinggi (0 responden).
7. Wanita yang mengalami adiksi (37 responden) lebih banyak daripada pria yang mengalami adiksi (5 responden).
8. Responden yang masuk pada kategori usia remaja akhir dengan level FoMO tinggi lebih banyak dibandingkan dengan remaja awal dan remaja pertengahan.
9. Responden yang mengalami adiksi paling banyak berada pada kategori usia remaja akhir daripada remaja awal dan remaja pertengahan.
5.2.SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil yang telah dianalisa, peneliti akan memberikan saran yang akan berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan untuk berbagai pihak yang terkait dengan penelitian ini. Adapun saran-saran yang peneliti berikan antara lain:
5.2.1. Saran Metodologis
a. Ada 67% faktor lain yang mempengaruhi adiksi media sosial selain daripada variabel yang diteliti dalam penelitian ini. Dengan demikian, peneliti menyarankan peneliti selanjutnya untuk mengkaji faktor lain tersebut.
b. Penelitian ini menggunakan Google form sehingga memiliki banyak keterbatasan terutama dalam mengontrol kondisi eksternal subjek.
Peneliti menyarankan untuk menyebarkan kuesioner secara langsung sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.
c. Penelitian ini memiliki 188 sampel sehingga peneliti menyarankan peneliti selanjutnya untuk memperbanyak jumlah sampel.
d. Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk berusaha menyeimbangkan subjek wanita dan juga pria.
5.2.2. Saran Praktis
a. Peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.
b. Peneliti menyarankan agar pemerintah dan perusahaan media sosial semakin mempromosikan batas-batas kewajaran penggunaan sosial media.
c. Peneliti mengharapkan partisipan, remaja, dan Generasi Z agar hasil penelitian ini memunculkan kesadaran untuk tidak mejadikan sosial media sebagai pengalihan dari dunia nyata.
d. Competence adalah aspek FoMO yang paling mempengaruhi adiksi.
Peneliti menyarankan agar pengguna sosial media meningkatkan self-control.
e. Peneliti menyarankan agar melakukan puasa sosial media (digital detoxes) jika individu merasakan dirinya terlalu terikat dengan sosial media.
DAFTAR PUSTAKA
Abel, J. P., Buff, C. L., & Burr, S. A. (2016). Social Media and the Fear of Missing Out: Scale Development and Assessment. Journal of Business &
Economic Research (JBER) , 14 (1), 33-44.
https://doi.org/10.19030/jber.v14i1.9554
Agusta, D. (2016). FAKTOR-FAKTOR RESIKO KECANDUAN MENGGUNAKAN SMARTPHONE PADA SISWA DI SMK NEGERI 1 KALASAN YOGYAKARTA. Jurnal Riset Mahasiswa Bimbingan Dan Konseling , 86-96.
Akbar, R. S., Aulya, A., Apsari, A., & Sofia, L. (2018). Ketakutan Akan Kehilangan Momen (FoMO) pada Remaja Kota Samarinda. Jurnal Psikologi , 38-47. http://dx.doi.org/10.30872/psikostudia.v7i2.2404
Aksan, A. T., & Akbay, S. E. (2019). Smartphone Addiction, Fear of Missing Out, and Perceived Competence as Predictors of Social Media Addiction of Adolescents. European Journal of Educational Research , 8 (2), 559 - 566. 10.12973/eu-jer.8.2.559
APJII. (2018). Penetrasi & Profil Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2018.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia .
Aprilia, R., Srianti, A., & Hendrawati, S. (2020). Tingkat Kecanduan Media
Sosial pada Remaja. JNC , 3 (1), 41-53.
https://doi.org/10.24198/jnc.v3i1.26928
Azka, F., Firdaus, D. F., & Kurniadewi, E. (2018). Kecemasan Sosial dan Ketergantungan Media Sosial pada Mahasiswa. PSYMPATHIC: Jurnal Ilmiah Psikologi , 5 (2), 201-210. https://doi.org/10.15575/psy.v5i2.3315
Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan Validitas. Pustaka Pelajar.
Basri, A. S. (2014). KECENDERUNGAN INTERNET ADDICTION
DISORDER MAHASISWA FAKULTAS DAKWAH DAN
KOMUNIKASI DITINJAU DARI RELIGIOSITAS. Jurnal Dakwah . https://doi.org/10/14421/jd.3014.15209
Beyens, I., Eggermont, S., & Frison, E. (2016). “I don’t want to miss a thing”:
Adolescents’ fear of missing out and its relationship to adolescents’ social needs, Facebook use, and Facebook related stress. Computers in Human Behavior , 1-8. 10.1016/j.chb.2016.05.083
Cahyono, A. S. (2016). PENGARUH MEDIA SOSIAL TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT DI INDONESIA. Jurnal PUBLICIANA , 9 (1), 140-157.
Danim, S. (2010). Pedagogi, Andragogi, dan Heutagogi. ALFABETA, cv.
Dewi, N., & Trikusumaadi, S. K. (2016). Bahaya Kecanduan Internet dan Kecemasan Komunikasi terhadap Karakter Kerja Sama pada Mahasiswa.
Jurnal Psikologi , 43 (3), 220-230.
Fathadhika, S., & Afriani. (2018). Social Media Engagement sebagai Mediator antara Fear of Missing Out dengan Kecanduan Media Sosial pada Remaja.
Jurnal Psikologi Sains dan Profesi , 2, 208-215.
Fitri, A. A. (2020). Pengaruh Fear of Missing Out (FoMO) terhadap Kecanduan Media Sosial Instagram pada Remaja di DKI Jakarta [Thesis, Universitas Negeri Jakarta]. Retrieved from Repository UNJ:
http://repository.unj.ac.id/id/eprint/10473
Hakim, S. N., & Raj, A. A. (2017). Dampak Kencanduan Internet (Internet Addiction) pada Remaja. Jurnal UNISSULA , 280-284.
Hariadi, A. F. (2018). HUBUNGAN ANTARA FEAR OF MISSING OUT (FOMO) DENGAN KECANDUAN MEDIA SOSIAL PADA REMAJA [Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya]. Retrieved from Digital Library
UIN Sunan Ampel:
http://digilib.uinsby.ac.id/26312/1/Aisyah%20Firdaus%20Hariadi_J71214 031.pdf
Hou, Y., Xiong, D., Jiang, T., Song, L., & Wang, Q. (2019). Social Media Addiction: Its Impact, Meditation, and Intervesion. Cyberpsychology:
Journal of Psychosocial Research on Cyberspace , 13 (1).
https://doi.org/10.5817/CP2019-1-4
Indra, C. M., Dundu, A. E., & Khairupan, B. R. (2019). Hubungan Kecanduan Internet Dengan Depresi Pada Pelajar Kelas XI di SMA Negeri 9 Binus
Manado Tahun Ajaran 2018/2019. Jurnal Medik dan Rehabilitasi , 1 (3), 1-10. 10.22146/jpsi.16829
JWT Intelligence. (2011). Retrieved from
http://www.jwtintelligence.com/production/FOMO_JWT_TrendReport_M ay20 11.pdf
Kotler, P., & Keller, K. L. (2009). Manajemen Pemasaran Jilid I, edisi ke-13.
Erlangga.
Kuss, D. J., & Griffiths, M. D. (2011). Online social networking and addiction: A review of the psychological literature. International Journal of Environmental Research & Public Health , 8 (9), 3528-3552.
10.3390/ijerph8093528
Lukman. (2018). Penggunaan Dan Adiksi Smartphone Di Kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Angkatan 2015 Dan 2016 [Universitas Hasanuddin]. Digital Library Universitas Hasanuddin.
http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/ZGE 2MzA2MWE4MTA5OWYwNDEwNTczYTdjODdlODYwNjA2Mzk2Mj UyOA==.pdf
Montag, C., & Reuter, M. (2015). Internet Addiction, Neuroscientific Approaches and theurapeutical Implications Including Smartphone Addiction.
Springer International.
Mulyani, I., Mikarsa, H. L., & Puspitawati, I. (2018). Perlaku Adiksi pada Instagram di Kalangan Remaja. Jurnal UGM .
Nakaya, A. C. (2015). Internet and Social Media Addiction. United States:
ReferencePoint Press, Inc.
Ngafifi, M. (2014). Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia dalam Perspektif Sosial Budaya. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi , 41. https://doi.org/10.21831/jppfa.v2i1.2616
Nimisha, S., & Hakeem, L. (2011). A Study On The Level Of Social Network Addiction Among College Students. Social Science , 355-357.
10.15373/2249555x/MAR2013/121
Ozkan, M., & Solmaz, B. (2015). Mobile Addiction of Generation Z and Its Effects. Procedia-Social and Behavioral Sciences , 92-98.
Pramusita, W. H. (2018). PENGARUH KETERAMPILAN SOSIAL DAN POLA
KOMUNIKASI KELUARGA TERHADAP KECENDERUNGAN
ADIKSI INTERNET PADA REMAJA PENGGUNA SMARTPHONE.
TAZKIYA: Journal of Psychology , 6 (1). 10.15408/tazkiya.v6i1.11022
Priyatno, D. (2010). Teknik Mudah dan Cepat Melakukan Analisis Data Penelitian dengan SPSS dan Tanya Jawab Ujian Pendadaran. Gaya Media.
Przybylski, A. K., Muryama, K., Dehaan, C. R., & Gladwell, V. (2013).
Motivational, Emotional, and Behavioral Correlates of Fear of Missing Out. Computer in Human Behavior , 1841-1848.
Purnomo, A., Ratnawati, N., & Aristin, N. F. (2016). Pengembangan Pembelajaran Blended Learning pada Generasi Z. Jurnal Teori dan
Praksis Pembelajaran IPS .
http://dx.doi.org/10.17977/um022v1i12016p070
Purwanto. (2007). METODOLOGI PENELITIAN KUANTITATIF untuk Psikologi dan Pendidikan. Pustaka Pelajar.
Putra, Y. S. (2016). Teori Perbedaan Generasi. Theoritical Review .
Putri, A. I., & Halimah, L. (2019). Hubungan FoMO (Fear of Missing Out) dengan Adiksi Media Sosial pada Mahasiswa Pengguna Instagram di Universitas Islam Bandung. Prosiding Psikologi , 525-532.
http://dx.doi.org/10.29313/.v0i0.17131
Putri, L. S., Purnama, D. H., & Idi, A. (2019). Gaya Hidup Mahasiswa Pengidap Fear of Missing Out di Kota Palembang. Jurnal Masyarakat dan Budaya , 21 (2), 129-148.
Rachmawati, D. (2019). Welcoming Gen Z in Job World. Proceeding Indonesian Carrier Center Network (ICCN) Summit 2019 , 1.
Rahardjo, W., Qomariyah, N., Andriani, I., Hermita, M., & Zannah, F. N. (2020).
Adiksi Media Sosial pada Remaja Pengguna Instagram dan WhatsApp:
Memahami Peran Need Fulfillment dan Social Media Engagement. Jurnal Psikologi Sosial , 18, 5-16. 10.7454/jps.2020.03
Santosa, E. T. (2015). Raising Children in Digital Era. Elex Media Komputindo.
Santrock, J. W. (2012). Life-Span Development. New York: McGraw-Hill.
Shodiq, F., Kokasih, E., & Maslihah, S. (2020). NEED TO BELONG DAN OF MISSING OUT MAHASISWA PENGGUNA MEDIA SOSIAL INSTAGRAM. Jurnal Psikologi Insight , 53-62.
https://doi.org/10.17509/insight.v4i1.24595
Sianipar, N. A., & Kaloekti, D. V. (2019). Hubungan Antara Regulasi Diri dengan Fear of Missing Out (FoMO) pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Jurnal EMPATI , 8, 136-143.
Soeparno, K., & Sandra, L. (2011). Social Psychology: The Passion of Psychology. Buletin Psikologi , 19 (1), 16-28. 10.22146/bpsi.11544
Stillman, D., & Stillman, J. (2019). Generai Z: Memahami Karakter Generasi Baru yang Akan Mengubah Dunia Kerja. Gramedia.
Thakkar, V. (2006). Psychological Disorder Addiction. Chealsea House Publisher.
Thalib, S. B. (2010). Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif.
Kencana Media Group.
Van den Eijnden, R. J., Lemmens, J. S., & Valkenburg, P. M. (2016). The Social Media Disorder Scale: Validity and psychometric properties. Computers in Human Behavior , 61, 478-487. https://doi.org/10.1016/j.chb.2016.03.038
Young, K. S., & Abreu, C. N. (2011). Internet Addiction: A Handbook and Guide to Evaluation and Treatment. John Wiley & Sons, Inc.
Zannah, F. N., & Rahardjo, W. (2020). Peran kesepiandanfear of missing out terhadapkecanduan media sosial: Analisisregresi pada mahasiswa.
Persona: Jurnal Psikologi Indonesia , 9 (2), 286-301.
https://doi.org/10.30996/persona.v912.3386
LAMPIRAN
LAMPIRAN I
SKALA FEAR OF MISSING OUT
RAHASIA
SKALA PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Salam sejahtera untuk kita semua.
Dengan hormat, Partisipan Penelitian
Perkenalkan, saya Risma Dwiyanti mahasiswa Program Studi S1 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melaksanakan
penelitian tugas akhir skripsi yang mana Anda akan menjadi responden penelitian dengan memenuhi kriteria:
1. Wanita/Pria
2. Berusia 15-21 tahun
3. Mempunyai satu atau lebih akun media sosial (Facebook, Instagram, Youtube,
3. Mempunyai satu atau lebih akun media sosial (Facebook, Instagram, Youtube,