• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.9. Teknik Pengolahan Data

3.9.2. Uji Linearitas

Uji linearitas yang dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas (Fear of Missing Out) berkorelasi secara linier atau tidak terhadap variabel tergantung (adiksi media sosial). Data dapat dikatakan linear apabila nilai signifikansi variabel lebih kecil dari 0,05 (Priyatno, 2010).

Uji linearitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS.

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Setelah melakukan penelitian dengan menggunakan metode kuantitatif, selanjutnya peneliti akan menguraikan keseluruhan hasil analisa statistik yang telah dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh yang terjadi antar variable. Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian yang kemudian akan dilanjutkan dengan hasil penelitian, analisis dan interpretasi serta hasil pembahasan penelitian.

4.1 GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja dengan usia 15-21 tahun yang memiliki akun satu sosial media ataupun lebih meliputi Facebook, Instagram, Youtube, Twitter, Linkedin, dan Tiktok. Jumlah subjek yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti adalah sebanyak 188 orang.

4.1.1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin :

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase (%)

Wanita 172 orang 91,5%

Pria 16 orang 8,5%

4.1.2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan gambaran subjek penelitian berdasarkan usia :

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Rentang Usia Jumlah (N) Persentase (%)

Remaja Awal 6 orang 3,2%

Remaja Pertengahan 14 orang 7,4%

Remaja Akhir 168 orang 89,4 %

4.2. UJI ASUMSI PENELITIAN

Ada beberapa persyaratan yang harus dilakukan untuk melakukan analisis data, diantaranya; uji asumsi normalitas, dan juga uji linearitas. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows 22.0 version.

4.2.1. Uji Normalitas

Adapun yang menjadi tujuan uji normalitas data dalam penelitian ini adalah untuk mendeteksi distribusi data dalam satu variabel yang akan dipakai dalam penelitian. Data yang baik dan layak untuk membuktikan model-model penelitian tersebut adalah data telah terdistribusi normal.

Dalam penelitian ini pengukuran normalitas akan menggunakan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov. Data dikatakan normal, apabila nilai signifikan lebih besar 0,05 pada (p >0,05). Sebaliknya, apabila nilai signifikan lebih kecil dari 0,05 pada (p <0,05), maka data dikatakan tidak normal.

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual Asymp. Sig. (2-tailed) ,375

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa hasil dari uji normalitas yang dilakukan terhadap kedua variabel menunjukkan nilai p = 0,375.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa p = 0,375 > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua variabel penelitian terdistribusi normal.

4.2.2. Uji Liniearitas

Uji linearitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah data distribusi penelitian yaitu variabel bebas (Fear of Missing Out) dan variabel terikat (Adiksi Media Sosial) memiliki hubungan yang liniear.

Variabel penelitian dapat dikatakan memiliki hubungan yang liner apabila nilai signifikansi linearity p < 0,05, jika nilai signifikansi linearity p > 0,05 maka variabel tidak memiliki hubungan linier (Priyatno, 2010).

Tabel 4.4 Hasil Uji Linearitas

ANOVA Table

Df Mean

Square F Sig.

Adiksi Media Sosial * FoMO

Between

Groups Linearity 1 24242,397 102,379 ,000

Berdasarkan tabel uji linearitas di atas, diketahui bahwa nilai signifikansi linearity mendapatkan hasil 0,000, sehingga p = 0,000 (<0,05).

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa variable Fear of Missing Out memiliki hubungan yang linier dengan variabel Adiksi Media Sosial.

4.3. HASIL PENELITIAN

4.3.1. Pengaruh Fear of Missing Out terhadap kecenderungan Adiksi Media Sosial

Adapun yang menjadi arah tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari tahu pengaruh variable Fear of Missing Out dengan variabel Adiksi Media Sosial. Hipotesa yang terdapat dalam penelitian ini yaitu ada pengaruh antara Fear of Missing Out terhadap Adiksi Media Sosial pada Generasi Z. Penelitian ini menggunakan metode analisis dengan menggunakan bantuan program SPSS for windows 22.0 version.

Tabel 4.5 Ringkasan hasil analisis regresi antara Fear of Missing Out dan Adiksi Media Sosial

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,574a ,330 ,326 16,266

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa nilai R Square sebesar 0,330. Nilai ini mengartikan bahwa pengaruh Fear of Missing Out terhadap kecenderungan Adiksi Media Sosial adalah sebesar 33%

sedangkan 67% adiksi media sosial dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.

Tabel 4.6 Analisis regresi antara Fear of Missing Out dan Adiksi

Regression 24242,397 1 24242,397 91,629 ,000b

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa hasil signifikansi 0,000. Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh menunjukkan bahwa hipotesis penelitian ini diterima dengan ketentuan p = 0,000 (0,000 < 0,05) maka variabel Fear of Missing Out memiliki pengaruh terhadap variabel Adiksi Media Sosial.

Tabel 4.7 Koefisien analisis Regresi antara Fear of Missing Out dan Adiksi Media Sosial

Rumus persamaan regresi linear sederhana adalah y = a + bx, dalam hal ini Y adalah Adiksi Media Sosial dan X adalah Fear of Missing Out.

Tabel di atas menunjukkan bahwa persamaan garis regresi linier yang

dihasilkan adalah y = 25,293 + 1,509x, sehingga dapat disimpulkan jika tingkat Fear of Missing Out bertambah satu satuan, maka nilai pada tingkat Adiksi Media Sosial akan mengalami kenaikan sebesar 1,509.

Tabel 4.8 Analisis Regresi Linear Competence dan Adiksi Media Sosial

Model Summary

Tabel 4.9 Analisis Regresi Linear Autonomy dan Adiksi Media Sosial

Model Summary

Tabel 4.10 Analisis Regresi Linear Relatedness dan Adiksi Media Sosial

Model Summary Competence memiliki pengaruh sebesar 29,6% terhadap Adiksi Media Sosial, aspek Autonomy memiliki pengaruh sebesar 10,5% terhadap Adiksi Media Sosial, dan aspek Relatedness memiliki pengaruh sebesar 20,8%

terhadap Adiksi Media Sosial. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa aspek Fear of Missing Out yang paling mempengaruhi Adiksi Media Sosial adalah Competence (29,6%).

4.4. HASIL ANALISA DATA DESKRIPTIF

4.4.1. Deksripsi Gambaran Umum Skor Fear of Missing Out dan Adiksi Media Sosial

Tabel 4.11 Deksripsi Gambaran Umum Skor Fear of Missing Out dan Adiksi Media Sosial

Variabel Minimum Maksimum Rata-rata Std. Deviation

FOMO 10 50 30 6,66

Adiksi 27 135 81 18

Menggunakan skala Fear of Missing Out 10 aitem yang memiliki rentang skor 1-5, maka nilai hipotetik yang didapatkan pada skor minimum adalah 10, skor maksimum 50, nilai rata-rata (mean) sebesar 30 dan standar deviasi sebesar 6,66.

Adapun nilai dari adiksi media sosial yang didapat dari skala berisi 27 aitem dan dengan rentang skor 1-5, maka nilai hipotetik yang didapatkan pada skor minimum adalah 27, skor maksimum 135, rata-rata (mean) adalah 81, dan standard deviasi dengan nilai 18.

4.4.2. Kategorisasi Data Penelitian

Kategorisasi dilakukan untuk mempresentasikan distribusi skor subjek penelitian secara umum, melihat kecenderungan skor subjek atau membandingkan skor antara subjek. Menurut Azwar (2012) kategorisasi dilakukan dengan tujuan untuk menempatkan subjek ke dalam kelompok-kelompok yang posisinya berjenjang menurut kontinum berdasarkan atribut yang diukur.

Variabel Fear of Missing Out kategorisasi data penelitian menggunakan rumus mean dan Standar Deviasi sebagai berikut:

Tabel 4.12 Kategorisasi Data Variabel Fear of Missing Out

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas reponden yaitu 53,7% respon, memiliki Fear of Missing Out pada kategori “sedang”. Respon terbanyak selanjutnya adalah kategori

“rendah” (39,4%) dan yang paling rendah ada pada kategori “tinggi”

(6,9%). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah responden memiliki Fear of Missing Out.

Nilai X Subjek Presentase

Rendah 𝑋< 23,3 74 orang 39,4%

Sedang 23,3 ≤ 𝑋< 36,6 101 orang 53,7%

Tinggi 36,6 ≤ 𝑋 13 orang 6,9%

Variabel Adiksi Media Sosial, kategorisasi data penelitian menggunakan rumus mean dan Standar Deviasi sebagai berikut:

Tabel 4.13 Kategorisasi Data Variabel Adiksi Media Sosial

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas reponden berada pada kategori tidak adiksi yaitu 77,7%

selanjutnya adiksi yaitu 22,3%.

4.4.3. Analisis Crosstab (Tabluasi Silang)

Analisis ini digunakan untuk melihat crosstab (tabulasi silang) yang rasional dan signifikansi dari beberapa variabel penelitian.

Tabel 4.14 Jenis Kelamin dan Fear of Missing Out Crosstabulation Fear of Missing Out

Total Rendah Sedang Tinggi

Jenis Kelamin Pria 5 11 0 16

sebanyak 69 orang (40,11%), wanita dengan level FoMO sedang ada sebanyak 90 orang (52,32%) dan 13 orang (7,55%) wanita dengan level FoMO tinggi.

Tabel 4.15 Jenis Kelamin dan Adiksi Media Sosial Crosstabulation Adiksi Media Sosial memiliki adiksi media sosial ada sebanyak 136 orang (78,61%), dan wanita dengan adiksi media sosial sebanyak 37 orang (21,38%).

Tabel 4.16 Usia dan Fear of Missing Out Crosstabulation Fear of Missing Out

Total Rendah Sedang Tinggi

Usia Remaja Awal 4 2 0 6

Pertengahan 5 9 0 14

Akhir 65 90 13 168

Total 74 101 13 188

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pada kategori remaja awal yang memiliki FoMO rendah sebanyak 4 orang (66,66%), memiliki FoMO sedang sebanyak 2 orang (3,33%), dan tidak ada yang memiliki FoMO tinggi. Kategori remaja pertengahan yang memiliki FoMO rendah sebanyak 5 orang (35,71%), memiliki FoMO sedang sebanyak 9 orang (64,28%), dan tidak ada yang memiliki FoMO tinggi. Selanjutnya

pada kategori remaja akhir yang memiliki FoMO rendah sebanyak 65 orang (38,69%), memiliki FoMO sedang sebanyak 90 orang (53,57%), dan memiliki FoMO tinggi sebanyak 13 orang (7,73%).

Tabel 4.17 Usia dan Adiksi Media Sosial Crosstabulation Adiksi Media Sosial

Total Tidak Adiksi Adiksi

Usia Remaja Awal 6 0 6

Pertengahan 8 6 14

Akhir 132 36 168

Total 146 42 188

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pada kategori remaja awal yang tidak memiliki adiksi media sosial sebanyak 6 orang (100%), dan tidak ada yang memiliki adiksi media sosial. Kategori remaja pertengahan yang tidak memiliki adiksi media sosial sebanyak 8 orang (57,14%), dan yang memiliki adiksi media sosial sebanyak 6 orang (42,85%). Selanjutnya pada kategori remaja akhir yang tidak memiliki adiksi media sosial sebanyak 132 orang (78,57%), dan yang memiliki adiksi media sosial sebanyak 36 orang (21,42%).

4.5. PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh Fear of Missing Out terhadap kecenderungan adiksi media sosial pada Generasi Z.

Nilai signifikasi Anova yaitu 0,000 (p < 0,05), dengan adanya hal tersebut maka menunjukkan bahwa Fear of Missing Out memiliki pengaruh terhadap adiksi media sosial. Diketahui nilai R adalah 0,574 maka semakin tinggi Fear of Missing Out individu maka semakin tinggi pula adiksi yang dialami oleh subjek. Begitupula sebaliknya, semakin rendah Fear of Missing Out maka semakin tidak adiksi individu tersebut. Nilai R Square yang didapatkan adalah 0,330 yang berarti bahwa Fear of Missing Out mempengaruhi adiksi media sosial sebesar 33%, sedangkan 67% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Menurut Przybylski dkk.

(2013) Fear of Missing Out merupakan kekuatan pendorong dibalik penggunaan internet khususnya media sosial dan suatu variabel yang mempunyai hubungan positif dengan penggunaan media sosial. Temuan ini sesuai dengan penelitian Fitri (2020) yang menemukan pengaruh Fear of Missing Out terhadap kecanduan media sosial sebesar 29,2%. Dengan adanya hal tersebut, variabel Fear of Missing Out memberikan pengaruh yang cukup besar pada kecanduan media sosial khususnya Instagram (Fitri, 2020). Hariadi (2018) juga menemukan nilai R Square sebesar 0,119 yang memiliki arti bahwa Fear of Missing Out memiliki pengaruh sebesar 12%

terhadap adiksi media sosial, selebihnya adiksi media sosial dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti yang dikemukakan oleh Soliha (dalam

Hariadi, 2018) bahwa tingkat ketergantungan media sosial 12,7%

dipengaruhi oleh variabel kecemasan sosial. Sementara itu, Rahardjo dkk., 2020 menemukan dalam penelitian mereka bahwa durasi penggunaan media sosial memiliki peran terhadap need fulfillment yang secara bertersamaan mempengaruhi adiksi media sosial. Lalu, Pramusita (2018) menemukan ada pengaruh negatif yang signifikan emotional control dan social control terhadap adiksi internet. Semakin rendah emotional control dan social control individu maka semakin tinggi kecenderungan adiksi internetnya.

Aspek Competence memiliki pengaruh sebesar 29,6% terhadap Adiksi Media Sosial, aspek Autonomy memiliki pengaruh sebesar 10,5%

terhadap Adiksi Media Sosial, dan aspek Relatedness memiliki pengaruh sebesar 20,8% terhadap Adiksi Media Sosial. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa aspek Fear of Missing Out yang paling mempengaruhi Adiksi Media Sosial adalah competence (29,6%). Media sosial memungkinkan individu untuk mendaptakan informasi dan belajar, sehingga kebutuhan competence akan terpenuhi (Rahardjo dkk., 2020).

Dalam penelitian Rahardjo dkk. (2020), ditemukan bahwa competence memberikan sumbangan efektif (SE) kepada adiksi media sosial sebesar 17,2%. Menurut Masur dkk. (dalam Aksan & Akbay, 2019), jika dilihat dari konteks penggunaan media sosial, rendahnya competence membuat individu mencari informasi lebih banyak pada media sosial, hal ini membuat individu mejadi lebih aktif pada sosial media, mengunggah dan berpartisipasi pada unggahan orang lain.

Berdasarkan kategorisasi data Fear of Missing Out, dari 188 responden, 101 di antaranya berada pada kategori sedang (53,7%) selanjutnya diikuti kategori rendah sebanyak 74 responden (39,4%), lalu yang paling sedikit berada pada kategori tinggi yaitu 13 responden (6,9%).

Penelitian sebelumnya oleh Fathadhika & Afriani (2018) menemukan bahwa mayoritas responden yang berusia remaja berada pada kategori FoMO sedang yaitu sebanyak 167 responden (48,7%). Fitri (2020) dalam penelitian juga menemukan mayoritas responden berusia remaja berada pada FoMO kategori sedang yaitu 72,5%. Menurut Shapiro dan Margolin (dalam Fathadhika & Afriani, 2018) remaja yang memiliki FoMO mempunyai ketertarikan untuk menggunakan media sosial sehingga remaja tetap terhubung dengan teman-temannya. Gemmil dan Petterson (dalam Sianipar

& Kaloeti, 2019) juga mengatakan bahwa media sosial memiliki peran penting khususnya pada Generasi Z karena dapat menjalin komunikasi dengan orang-orang terdekat agar mendapatkan dukungan sosial. Namun, media sosial juga memberikan dampak buruk seperti distraksi, menyita waktu, dan meningkatkan stres pada penggunanya.

Berdasarkan kategorisasi data adiksi media sosial, mayoritas responden berada pada kategori tidak adiksi, yaitu ada 148 dari 188 responden (77,7%). Sebanyak 42 responden (22,3%) masuk ke dalam kategori adiksi. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Fathadhika & Afriani (2018) yang menemukan bahwa mayoritas responden yang berusia remaja berada pada kategori tidak adiksi yaitu sebanyak 245

responden (71,4%) dan responden pada kategori adiksi sebanyak responden 98 responden (28,6%). Aprilia dkk. (2020) pada penelitiannya menemukan 48,6% responden memiliki adiksi media sosial tinggi dan 51,4% responden memiliki adiksi media sosial rendah. Adanya keinginan untuk terus menjadi bagian dari pengalaman yang mengesankan membuat individu semakin intens menggunakan media sosial sehingga menyebabkan adiksi media sosial (Abel dkk., 2016). Lin dkk. (dalam Indra, 2019) mengatakan jika dibandingkan dengan orang dewasa, remaja merupakan periode kritis yang rentan terhadap adiksi. Begitupula dengan Wu (dalam Indra, 2019) yang berpendapat bahwa usia muda berada dalam tahap perkembangan psikologis sehingga kurang bisa mengatur diri sendiri dan lebih rentan terhadap pengaruh internet dan perilaku adiksi.

Berdasarkan data jenis kelamin, subjek penelitian ini sebagian besar adalah wanita sebanyak 171 responden (91,5%) sedangkan sisanya adalah pria sebanyak 16 responden (8,5%). Pria dengan level FoMO sedang berjumlah 11 responden (68,75%) dan tidak ada pria dengan level FoMO tinggi, sedangkan wanita dengan level FoMO sedang berjumlah 90 responden (52,32%) dan 13 responden wanita (7,55%) memiliki level FoMO tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Fitri (2020) yang menemukan tingkat FoMO pada wanita (55,92%) lebih tinggi daripada pria (16,58%). Penelitian Beyens dkk. (2016) juga sejalan dengan hasil penelitian ini, mereka menemukan wanita memiliki level FoMO yang lebih tinggi daripada pria (Beyens dkk., 2016). Ini terjadi karena perempuan

cenderung memiliki kebutuhan yang tinggi untuk diterima dan merasa diakui di suatu kelompok serta rentan terhadap stres ketika tidak populer khususnya di media sosial (Sianipar & Kaloekti, 2019). Dengan menggunakan media sosial, perempuan akan dapat mengurangi stres yang sedang dirasakan.

Berdasarkan data adiksi media sosial, ditemukan bahwa pria yang tidak memiliki adiksi media sosial ada sebanyak 10 orang (66,66%), dan pria dengan adiksi media sosial sebanyak 5 orang (33,33%). Wanita yang tidak memiliki adiksi media sosial ada sebanyak 136 orang (78,61%), dan wanita dengan adiksi media sosial sebanyak 37 orang (21,38%). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Basri (2014) yang menemukan nilai rata-rata kecenderungan Internet Addicted Disorder pada mahasiswa wanita (66,09) lebih tinggi daripada mahaiswa pria (63,76). Mulyani dkk.

(2018) Juga menemukan rerata skor adiksi pada instagram lebih tinggi pada wanita (66,79) daripada pria (63,34). Penelitian dari University of Bonn di Jerman (dalam Nakaya, 2015) menemukan bukti bahwa wanita secara genetik lebih cenderung menjadi adiksi. Mereka menyelidiki susunan genetik orang-orang dengan perilaku internet yang bermasalah. Young &

Abreu (2011) mengatakan bahwa wanita lebih mungkin mengalami adiksi terhadap chatting dan belanja online.

Responden penelitian ini telah mewakilkan seluruh usia sesuai kriteria yaitu usia 15-21 tahun. Berdasarkan kategori remaja awal yang memiliki FoMO rendah sebanyak 4 orang (66,66%), memiliki FoMO sedang

sebanyak 2 orang (3,33%), dan tidak ada yang memiliki FoMO tinggi.

Namun, pada kategori remaja pertengahan yang memiliki FoMO rendah sebanyak 5 orang (35,71%), memiliki FoMO sedang sebanyak 9 orang (64,28%), dan tidak ada yang memiliki FoMO tinggi. Selanjutnya pada kategori remaja akhir yang memiliki FoMO rendah sebanyak 65 orang (38,69%), memiliki FoMO sedang sebanyak 90 orang (53,57%), dan memiliki FoMO tinggi sebanyak 13 orang (7,73%). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil survei JWT Intelligence (2011) yang mengungkapkan bahwa FoMO paling tertinggi dijumpai pada usia 18-34, usia ini termasuk kategori remaja akhir dan dewasa awal. Temuan ini juga sejalan dengan penelitian Zanah & Rahardjo (2020) yang menemukan tingkat FoMO pada mahasiswa berusia 18-34 tahun mayoritas berada pada tingkat sedang (68,67%). Remaja merupakan kelompok usia yang paling banyak mengalami FoMO yaitu mencapai 65% (JWT Intelligence, 2011).

Przybylski dkk. (2013) juga menemukan bahwa kelompok remaja yang paling tinggi tingkat FoMO-nya adalah remaja akhir.

Berdasarkan data kategori usia, pada kategori remaja awal yang tidak memiliki adiksi media sosial sebanyak 6 orang (100%), dan tidak ada yang memiliki adiksi media sosial. Namun, pada kategori remaja pertengahan yang tidak memiliki adiksi media sosial sebanyak 8 orang (57,14%), dan yang memiliki adiksi media sosial sebanyak 6 orang (42,85%). Selanjutnya pada kategori remaja akhir yang tidak memiliki adiksi media sosial sebanyak 132 orang (78,57%), dan yang memiliki adiksi media sosial

sebanyak 36 orang (21,42%). Dapat disimpulkan bahwa respnden yang memiliki adiksi paling banyak ada pada kategori usia remaja akhir (36 responden). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Putri &

Halimah (2019) yang menyebutkan bahwa remaja akhir berusia 19-21 tahun (61,3%) lebih adiksi media sosial dari pada dewasa awal berusia 22-24 tahun (54,7%). Hasil penelitian (Lukman, 2018) juga sejalan dengan penelitian ini, Lukman menemukan bahwa pada responden berusia 18-21 tahun memiliki adiksi smartphone (81,64%). Pasaribu (2019) juga menemukan bahwa tingkat adiksi internet ringan, sedang dan tinggi terbanyak ada pada rentang usia 18-24 tahun yaitu sebanyak 239 partisipan (73,08%).

Seorang remaja yang merasa cemas dan takut tertinggal informasi terbaru dari aktivitas menyenangkan yang dilakukan oleh temannya (khususnya pada generasi Z) akan lebih sering mengakses media sosial untuk mereduksi rasa cemasnya sehingga dapat memiliki kecenderungan untuk adiksi media sosial, hal ini karena remaja tidak percaya pada dirinya sendiri untuk menjalin interksi dan mengekspresikan kehidupannya di dunia nyata (Putri & Halimah, 2019). Kandel (dalam Azka dkk., 2018) berpendapat bahwa mahasiswa yang berusia 18-25 tahun merupakan kelompok yang terlihat lebih rentan terhadap ketergantungan pada internet karena sedang berada pada masa transisi dari remaja akhir menuju ke dewasa awal dan sedang mengalami dinamika psikologis. Tingginya ketergantungan mahasiswa terhadap teknologi, terutama pada media sosial,

mengubah sebagian fungsi dari media sosial menjadi wadah untuk menghabiskan waktu bahkan untuk mengikuti kehidupan dan aktivitas orang lain dan rela mengabaikan aktivitas kehidupannya sendiri (Putri dkk., 2019).

Berdasarkan data rentang usia, menurut Thalib (2010), masa remaja awal pada wanita yaitu 13-15 tahun, sedangkan pria 15-17 tahun. Masa remaja pertengahan pada wanita yaitu 15-18 tahun sedangkan pada pria 17-19 tahun. Dan rentang usia remaja akhir pada wanita yaitu 18-21 tahun, sedangkan pada pria 19-21 tahun. Jadi, dapat disimpulkan bahwa usia seluruh responden termasuk usia remaja dan juga Generasi Z. Menurut Arnett (dalam Santrock, 2012) usia kurang lebih 18-25 tahun merupakan masa transisi remaja menuju dewasa atau yang disebut emerging adulthood.

Salah satu ciri pada fase ini yaitu ketidakstabilan dalam berbagai aspek kehidupan yang melibatkan perubahan-perubahan kognitif dan sosio-emosional. Salah satu kondisi emosional pada remaja adalah kecemasan atau ketakutan (Santrock, 2012).

Meningkatnya penggunaan media sosial oleh sebagian besar individu yang berusia 18-25 tahun dapat memunculkan masalah baru dalam kehidupan sosialnya (Przybylski dkk., 2013). Masalah tersebut dapat muncul dari kebutuhan individu untuk diterima oleh lingkungan sosialnya yang akhirnya mendorong perilaku tertentu untuk selalu mendapatkan penerimaan. Dampak negatif bisa muncul akibat penolakan oleh lingkungan sosialnya memungkinkan munculnya rasa takut bila tertinggal informasi terbaru atau memungkinkan munculnya fear of missing out (Shodiq dkk.,

2020). Remaja yang merasakan perasaan takut dan cemas jika tertinggal informasi terbaru akan lebih sering mengakses media sosial sebagai sarana mendapatkan informasi-informasi itu. Valkenburg (dalam Van den Eijnden dkk., 2016) mengatakan, selain dari Fear of Missing Out, kelompok usia remaja juga dikatakan kelompok usia yang dengan cepat mengadopsi teknologi baru dan diyakini paling rentan terhadap kemungkinan pengaruh negatif dari teknologi baru.

Pantic (dalam Van den Eijnden dkk., 2016) berpendapat bahwa semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa adiksi media sosial adalah masalah mental yang muncul khususnya di kalangan remaja. Young (dalam Dewi & Trikusumaadi, 2016) mengatakan bahwa adiksi internet memiliki potensi untuk melumpuhkan kepribadian, individu yang seharusnya mampu berinteraksi dalam dunia nyata cenderung memilih berinterkasi melalui dunia maya karena mendapatkan kenyamanan. Hal ini mengakibatkan kemampuan interpersonal individu untuk berinteraksi dan bersosialisasi menjadi tumpul.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran yang terkait dengan hasil penelitian yang diperoleh. Bagian pertama akan dijelaskan kesimpulan dari penelitian dan bagian akhir akan dijelaskan saran yang akan berguna bagi penelitian selanjutnya dengan tema yang berkaitan dengan penelitian ini.

5.1.KESIMPULAN

Sesuai dengan analisa hasil penelitian, maka kesimpulan penelitian ini adalah:

1. Terdapat pengaruh antara Fear of Missing Out terhadap adiksi media sosial. Pengaruh yang diberikan oleh Fear of Missing Out membuat Generasi Z memiliki rasa Fear of Missing Out yang tinggi akan membuat mereka mengalami kecanduan media sosial.

2. Hasil penelitian ini mendapatkan nilai R Square sebesar 0,330. Nilai ini mengartikan bahwa Pengaruh Fear of Missing Out terhadap

2. Hasil penelitian ini mendapatkan nilai R Square sebesar 0,330. Nilai ini mengartikan bahwa Pengaruh Fear of Missing Out terhadap

Dokumen terkait