• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Tingkat Pencapaian Pemenuhan Standar K3 RS di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan

Pada tabel 4.1. dapat dilihat bahwa jumlah yang mendapat pemenuhan Standar K3 di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan hanya mencapai 154 kriteria (50,66%) dari 304 kriteria dengan tingkat pencapaian pemenuhan Standar K3 RS termasuk kategori kurang. Hal ini disebabkan Standar Pelayanan K3 RS dan Standar K3 Perbekalan Kesehatan di Rumah Sakit masih belum seluruhnya mendapat pemenuhan bahkan Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun; Standar Sumber Daya Manusia K3 RS; dan Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporan sama sekali tidak mendapat pemenuhan.

Pencapaian implementasi pemenuhan Standar K3 membutuhkan komitmen manajemen (Kepala Rumah Sakit) dan jajarannya, alokasi anggaran, struktur organisasi pelaksana K3, prasarana, sarana dan fasilitas K3, dan SDM K3. Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan telah menunjukkan komitmennya

terhadap pematuhan Keputusan Menteri Kesehatan RI

No.1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit dengan adanya SK Kepala Rumah Sakit yang ditetapkan tahun 2012 sebagaimana tertera pada Lampiran 2 dan dibentuknya struktur organisasi Panitia K3 Rumah Sakit tahun 2012 sebagaimana tertera pada Lampiran 3. Mengingat implementasi Standar K3 di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan

baru dimulai tahun 2012 dengan ditandai adanya SK Kepala Rumah Sakit sebagai landasan untuk memulai pemenuhan standar K3 RS, jadi wajar bila implementasi tingkat pencapaian pemenuhan Standar K3 RS belum mencapai pada kategori lengkap dalam upaya terciptanya tempat kerja yang nyaman, sehat, dan aman bagi tenaga kerja, pasien, pengunjung/tamu, dan masyarakat sekitarnya.

Selama tingkat pencapaian pemenuhan standar K3 RS yang masih rendah, maka ancaman bahaya selalu menyertai tenaga kerja pelayanan kesehatan di tempat kerja sebagaimana Charney (2010) menyatakan kondisi berbahaya yang dihadapi oleh pekerja kesehatan di rumah sakit saat ini meliputi infeksi dan penyakit menular; cedera punggung; tertusuk jarum suntik; kekerasan di tempat kerja; cedera karena terpeleset, dan terjatuh; masalah ergonomis; asap dari pembakaran yang meng- gunakan listrik; obat beracun; etilen oksida; aldehida; pentamidin; ribavirin.

Sadleir (dalam K3 di Rumah Sakit yang perlu mendapat proteksi adalah:

1. Tenaga kerja (staf) dari bahaya fisik (pajanan radiasi), cedera pinggang, luka bakar yang disebabkan uap sterilisasi, luka bakar yang disebabkan radiasi laser, listrik, tindakan kekerasan, bahaya kimiawi, bahaya biologi, bahaya psikososial, pemenuhan persyaratan yang ditetapkan peraturan perundangan.

2. Pasien melalui pengendalian bahaya infeksi nosokomial, perencanaan evakuasi dan kegawatdaruratan, dan keamanan pangan.

3. Masyarakat (komunitas) sekitarnya melalui pencegahan penyakit dan cedera, surveilens kesehatan, dan manajemen bencana.

4. Lingkungan melalui manajemen limbah RS.

Disamping tersebut di atas, Sadleir menyatakan bahwa Rumah Sakit yang mempekerjakan tenaga kerja dalam jumlah banyak dapat berperan proaktif baik untuk kepentingan pekerja maupun masyarakat dengan:

a. Promosi K3 pada pekerja untuk menciptakan tempat kerja yang aman, memfasilitasi program kebugaran, penurunan berat badan, berhenti merokok, dan menghilangkan stres bagi pekerja.

b. Promosi kesehatan masyarakat melalui kerjasama dengan berbagai pihak.

c. Meningkatkan komitmen kegiatan jaminan kualitas untuk memaksimalkan perlindungan pasien terhadap ha-hal yang merugikan terhadap kesehatan dan keselamatan pasien.

d. Mempromosikan kesehatan lingkungan melalui reduksi, penggunaan kembali dan daur ulang limbah; mengurangi limbah; penggunaan energi yang efisien, sekitar bangunan yang ramah lingkungan dengan kehadiran taman yang dilengkapi tanaman hijau.

Kegiatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit menimbulkan efek yang merugikan berupa timbulnya penyakit dan cedera pada pekerja yang konsekuensinya menimbulkan penderitaan dan biaya yang tidak sedikit untuk pengobatan dan perawatan disamping biaya kompensasi akibat cacat, jasa dokter, biaya pemeriksaan penunjang diagnostik, biaya rehabilitasi, dan transportasi. Untuk pencegahan hal

tersebut di atas, maka manajemen perlu mengambil langkah-langkah untuk melaksanakan kesehatan dan keselamatan kerja dan promosi K3 di tempat kerja. Untuk melaksanakan K3 dan promosi K3 di tempat kerja harus didukung dengan keberadaan dari pekerja yang berkompeten di bidang K3. Selain itu manajemen tidak hanya bertanggung jawab untuk pelaksanaan langkah-langkah pencegahan, melainkan harus memberi contoh berperilaku aman dalam bekerja bagi pekerja menuju terciptanya budaya K3 di tempat kerja. Oleh karena itu, perusahaan (Rumah Sakit) harus melihat bahwa K3 menjadi penting sebagai tujuan dari organisasi dalam rangka memberikan pelayanan yang berkualitas, kepuasan pelanggan, meningkatkan produktivitas, perkembangan usaha dan keuntungan. Kondisi kerja yang sehat dan aman bagi pekerja dapat dicapai dengan efisien jika pelaksanaan K3 terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan (Directorate General for Employment, Social Affairs and Inclusion of European Commission, 2011).

Australian Government (2005) menyatakan bahwa budaya K3 tercermin dari sikap, nilai-nilai, norma-norma dan keyakinan dari manajemen dan jajarannya beserta tenaga kerja sehubungan adanya risiko pekerjaan yang harus ditiadakan. Pimpinan (manajer) merupakan kunci suksesnya budaya K3 di tempat kerja. Sikap, perilaku, dan gaya pimpinan dalam pelaksanaan K3 akan menentukan kinerja K3. Pelaksanaan K3 oleh manajemen merupakan tanggung jawab dalam pencegahan cedera atau sakit pada pekerja sebagai bagian dari hubungan industri yang produktif dan membangun kapasitas dari suatu organisasi. Cara yang efektif untuk menciptakan dan memelihara

tempat kerja yang sehat dan aman pada suatu organisasi melalui integrasi manajemen K3 dalam pelaksanaan kegiatan usaha (pelayanan kesehatan).

Health and Safety Authority (HSA) (2006) menyatakan bahwa semua organisasi (termasuk pelayanan kesehatan) wajib untuk menunjukkan bukti dan memastikan akan implementasi pemenuhan standar K3 kepada pekerja, pengguna jasa, pengunjung, kontraktor/ supplier dan pihak lainnya yang berhubungan kegiatan usaha sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku. Kegagalan dalam pemenuhan standar sebagaimana yang telah ditetapkan akan memberikan konsekuensi dalam bentuk sanksi hukum atau sanksi administrasi. Sebagaimana penjelasan tersebut di atas, dikeluarkannya Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1087 Tahun 2010 tentang Standar K3 RS yang wajib untuk diimplementasikan dan bila implementasinya tidak komprehensif akan mempengaruhi penilaian dalam keperluan akreditasi RS.

5.2.Tingkat Pencapaian Pemenuhan Standar Pelayanan K3 RS di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan

Pada tabel 4.2. dapat dilihat bahwa Standar Pelayanan K3 RS yang terdiri dari Standar Pelayanan Kesehatan Kerja dan Standar Pelayanan Keselamatan Kerja belum seluruhnya mendapat pemenuhan, namun jumlah yang mendapat pemenuhan lebih banyak dibanding yang tidak mendapat pemenuhan. Mengingat keadaan ini, Kepala Rumah Sakit harus berupaya meningkatkan pencapaian pemenuhan dari Standar Pelayanan K3 RS dengan fokus (perhatian) pada kriteria yang yang tidak mendapat pemenuhan dengan tetap memelihara kontinuitas dari kriteria yang

mendapat pemenuhan. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dan tindakan koreksi untuk:

1. Pelayanan Kesehatan Kerja meliputi:

a. Pemeriksaan khusus bagi SDM Rumah Sakit.

b. Melaksanakan kegiatan surveilens kesehatan kerja yang meliputi:

- Melakukan pemetaan (mapping) tempat kerja untuk mengidentifikasi jenis bahaya dan besarnya risiko;

- Melakukan identifikasi SDM Rumah Sakit berdasarkZan jenis pekerjaannya, lama pajanan dan dosis pajanan;

- Melakukan analisis hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan khusus;

- Melakukan tindak lanjut analisis pemeriksaan kesehatan berkala dan khusus (dirujuk ke spesialis terkait, rotasi kerja, merekomendasikan memberikan istirahat kerja);

- Melakukan pemantauan perkembangan kesehatan SDM Rumah Sakit.

c. Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan dengan kesehatan kerja (pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, psikososial, dan ergonomi).

d. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan K3 RS yang disampaikan kepada Kepala Rumah Sakit dan unit teknis terkait di Rumah Sakit.

2. Pelayanan Keselamatan Kerja meliputi:

b. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja. c. Pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja.

d. Memberi rekomendasi masukan mengenai perencanaan, desain/ lay out pembuatan tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait keselamatan dan keamanan.

e. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan kerja yang disampaikan kepada Kepala Rumah Sakit dan unit teknis terkait Rumah Sakit.

Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, maka dibutuhkan personal (staf) yang berkompeten, komunikasi, koordinasi dan kerja sama antar unit kerja.

5.3.Tingkat Pencapaian Pemenuhan Standar K3 Perbekalan Kesehatan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan

Pada tabel 4.3. dapat dilihat bahwa Standar K3 Pembekalan Kesehatan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan yang terdiri dari Standar Manajemen dan Standar Teknis (Standar Teknis Sarana, Standar Teknis Prasarana, dan Standar Peralatan RS) belum seluruhnya mendapat pemenuhan, namun jumlah yang mendapat pemenuhan lebih banyak dibanding yang tidak mendapat pemenuhan. Mengingat keadaan ini, Kepala Rumah Sakit harus berupaya meningkatkan pencapaian pemenuhan dari Standar K3 Pembekalan Kesehatan di Rumah Sakit dengan fokus (perhatian) pada kriteria yang yang tidak mendapat pemenuhan dengan tetap memelihara kontinuitas dari kriteria yang mendapat pemenuhan. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dan tindakan koreksi untuk:

1. Standar Manajemen meliputi:

a. Perizinan pemakaian boiler dan bejana tekan.

b. Pengadaan sistem pendeteksi api/ kebakaran dan penyediaan alat pemadam api/ kebakaran.

c. Ketersediaan lembar MSDS (Material Safety Data Sheet) untuk bahan beracun dan berbahaya pada setiap sarana dan prasarana serta peralatan Rumah Sakit dan ruang atau tempat penyimpanan khusus bahan beracun berbahaya yang aman.

d. Pemantauan atau monitoring kualitas lingkungan kerja secara berkala dan berkesinambungan.

e. Penyediaan petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya untuk mengelola sarana, prasarana dan peralatan Rumah Sakit.

f. Sarana bangunan yang menggunakan bahan beracun berbahaya harus dilengkapi fasilitas dekontaminasi bahan beracun berbahaya.

g. Melakukan evaluasi, pencatatan dan pelaporan program pelaksaan K3 sarana, prasarana, dan peralatan Rumah Sakit.

2. Standar Teknis Sarana meliputi lantai, dinding, pintu/jendela, plafon, ventilasi, atap, sanitasi, sistem pemipaan, drainase, jalur yang melandai/ lereng, tangga, jalur pejalan kaki, area parkir, dan jalan/taman.

3. Standar Teknis Prasarana meliputi:

- Penyediaan prasarana Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran. - Tersedia peralatan pemantau keamanan/CCTV.

- Melengkapi prasarana gas medis.

Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, maka dibutuhkan personal (staf) yang berkompeten dan penempatan personal sesuai dengan kompetensinya, komunikasi, koordinasi dan kerja sama antar unit kerja, dan perencanaan anggaran untuk kebutuhan pemenuhan standar teknis.

5.4.Tingkat Pencapaian Pemenuhan Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan

Pada tabel 4.4. dapat dilihat bahwa Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan yang terdiri dari Prinsip Dasar Pencegahan dan Pengendalian B3; Pengadaan Jasa dan Bahan Berbahaya; dan Penanganan Bahan Berbahaya dan Beracun sama sekali tidak mendapat pemenuhan. Mengingat keadaan ini, Kepala Rumah Sakit harus berupaya meningkatkan pencapaian pemenuhan dari Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun di Rumah Sakit dengan fokus (perhatian) pada seluruh kriteria yang tidak mendapat pemenuhan. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dan tindakan koreksi untuk:

1. Melakukan identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani. Hasil identifikasi diberi label atau kode untuk dapat membedakan satu sama lainnya. 2. Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan

sesuai sifat dan karakteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus memprediksi risiko yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi.

3. Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang dilakukan.

4. Rumah sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan barang yang diperlukan.

5. Penanganan untuk personil. 6. Penanganan berdasarkan lokasi.

7. Penanganan administratif (cara penanggulangan bila terjadi kontaminasi dan kegawatdaruratan).

Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, maka dibutuhkan personal (staf) yang berkompeten dan penempatan personal sesuai dengan kompetensinya, komunikasi, koordinasi dan kerja sama antar unit kerja, dan perencanaan anggaran untuk kebutuhan pemenuhan pengelolaan B3.

Perlindungan petugas pelayanan kesehatan terhadap bahan berbahaya dan beracun sangat penting melalui tanggap darurat. Petugas pelayanan kesehatan berpotensi terpajan bahan kimia, fisik (bahaya radioaktif). Rumah sakit harus menyediakan layanan tanggap darurat yang siap untuk melaksanakan tugasnya tanpa membahayakan keselamatan dan kesehatan diri sendiri atau teman kerja. Disamping itu perlu diberi perhatian khusus terhadap pasien yang tiba-tiba terkontaminasi zat-zat berbahaya agar dilakukan pemilahan (triase) dalam melakukan tindakan pengobatan. Masih banyak rumah sakit belum memiliki sistem tanggap darurat dan mungkin tidak siap melakukan pengobatan dengan aman pada korban insiden yang diakibatkan zat- zat berbahaya. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan kesehatan

pekerja dan memahami perencanaan tanggap darurat akan membantu mengurangi risiko pajanan zat-zat berbahaya pada pekerja (OSHA/Occupational Safety and Health Administration, 2008).

5.5.Tingkat Pencapaian Pemenuhan Standar Sumber Daya Manusia K3 RS di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan

Pada tabel 4.5. dapat dilihat bahwa Standar Sumber Daya Manusia K3 RS di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan yang terdiri dari Kriteria Tenaga K3 untuk Rumah Sakit Kelas B; Program Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan SDM K3 sama sekali tidak mendapat pemenuhan. Mengingat keadaan ini, Kepala Rumah Sakit harus berupaya meningkatkan pencapaian pemenuhan dari Standar SDM K3 di Rumah Sakit dengan fokus (perhatian) pada seluruh kriteria yang tidak mendapat pemenuhan. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dan tindakan koreksi untuk:

1. Melaksanakan rekruitmen SDM K3 yang memenuhi kualifikasi dan kompetensinya sesuai dengan tipe/kelas Rumah Sakit.

2. Menyusun program pendidikan, pelatihan dan pengembangan SDM K3.

Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, maka dibutuhkan personal (staf) yang berkompeten melalui rekruitmen yang selektif dan penempatan personal sesuai dengan kompetensinya; komunikasi, koordinasi dan kerja sama antar unit kerja dalam penyediaan kebutuhan SDM K3, dan perencanaan anggaran untuk rekruitmen dan pelatihan SDM K3.

5.6.Tingkat Pencapaian Pemenuhan Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan

Pada tabel 4.6. dapat dilihat bahwa Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan yang terdiri dari Pembinaan dan Pengawasan; Pencatatan dan Pelaporan sama sekali tidak mendapat pemenuhan. Mengingat keadaan ini, Kepala Rumah Sakit harus berupaya meningkatkan pencapaian pemenuhan dari Standar Sumber Daya Manusia K3 di Rumah Sakit dengan fokus (perhatian) pada seluruh kriteria yang tidak mendapat pemenuhan. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dan tindakan koreksi untuk: 1. Pembinaan dan pengawasan yaitu:

a. Melaksanakan pembinaan melalui pelatihan, penyuluhan, bimbingan teknis dan temu konsultasi.

b. Melaksanakan pengawasan internal dan eksternal. 2. Pencatatan dan pelaporan yaitu:

a. Melaksanakan pencatatan kegiatan K3 setiap waktu, sesuai dengan jadwal, dan kejadian kecelakaan.

b. Melaksanakan pelaporan kegiatan K3 secara terjadwal dan pelaporan kejadian kecelakaan.

Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, maka dibutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak yang berkompeten dalam rangka pembinaan dan pengawasan; penempatan personal yang berkompeten; komunikasi, koordinasi dan kerja sama

antar unit kerja dalam penyediaan kebutuhan SDM K3, dan perencanaan anggaran untuk kegiatan pembinaan dan pengawasan.

Victorian Government Department of Human Services (2003) menyatakan bahwa banyak rumah sakit dan pelayanan kesehatan tidak memiliki program yang komprehensif atau terintegrasi untuk mengelola K3 yang menjadi tanggungjawabnya. Oleh karena itu Rumah Sakit perlu direkomendasi implementasi sistem manajemen K3 sebelum pemenuhan standar K3 melalui pembinaan dari instansi yang terkait dan berkompeten agar dapat mengimplementasi sistem manajemen K3 dengan komprehensif dan terpadu.

5.7.Kendala dalam Pemenuhan Standar K3 di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan

Pencapaian pemenuhan standar K3 RS yang tidak maksimal disebabkan adanya kendala dalam implementasi pemenuhan standar K3 RS. Berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan tiap substandar dari standar K3 RS untuk menemukan apa yang menjadi kendala dalam pemenuhan standar K3 RS, maka penyebab kendala tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Kondisi Rumah Sakit. Keberadaan Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan sudah cukup lama, sehingga kondisi bangunan dimungkinkan tidak mendapat pemenuhan standar K3 RS khususnya Standar Teknis.

2. Manajemen Rumah Sakit:

a. Kurang memadainya anggaran yang dialokasikan untuk implementasi pemenuhan standar K3 RS sehingga pelaksanaannya bersifat parsial yang

berdampak terhadap tidak semuanya program K3 berjalan, kurangnya ketersediaan dan rendahnya kualitas (kompetensi) SDM K3. Selain itu keterbatasan dalam penyediaan dan atau perbaikan prasarana, sarana dan fasilitas K3 RS.

3. SDM K3 RS:

a. Rendahnya pengetahuan SDM K3 tentang implementasi pemenuhan standar K3 untuk mengidentifikasi pajanan di Rumah Sakit; mengumpulkan, mengolah dan menganalisa data pekerja; mengidentifikasi, mengevaluasi dan melakukan pengendalian masalah kesehatan kerja dan keselamatan kerja; evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan kerja. 4. Pihak supplier:

a. Kurangnya pemahaman tentang pentingnya MSDS untuk B3. b. Tidak menyediakan MSDS.

Manajemen (Kepala Rumah Sakit) perlu melakukan koreksi terhadap langkah-langkah dari implementasi pemenuhan Standar K3 RS. Directorate General for Employment, Social Affairs and Inclusion of European Commission (2011) menyatakan bahwa manajemen perlu konsisten dalam melaksanakan langkah-langkah yang terstruktur dalam pelaksanaan K3 yang dimulai dari:

1. Penyusunan dan penetapan kebijakan K3. Kebijakan K3 berisi komitmen, tujuan, tanggungjawab dan prosedur organisasi dalam pelaksanaan K3.

2. Perencanaan. Perencanaan meliputi identifikasi bahaya, penilaian risiko yang timbul dari aktivitas pekerjaan, dan pengendalian (pencegahannya). Kegiatan dalam proses perencanaan meliputi:

a. Penilaian risiko dan identifikasi langkah-langkah pencegahan; b. Identifikasi pelaksana dari pelatihan pengendalian risiko; c. Identifikasi kebutuhan pelatihan;

d. Menyiapkan personil yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan keahlian K3.

3. Penerapan K3. Penerapan (pelaksanaan) K3 harus mengacu pada perencanaan K3 yang telah ditetapkan. Pelaksanaan K3 dibarengi dengan membuat perubahan pada organisasi dan tata kerja, lingkungan kerja, peralatan dan produk yang digunakan; manajemen pelatihan dan staf, dan meningkatkan komunikasi.

4. Pemeriksaan dan tindakan korektif. Pemeriksaan dan tindakan korektif ditujukan untuk memantau kinerja K3 melalui inspeksi, investigasi, survei, dan audit (internal).

5. Audit (eksternal) dan manajemen review. Kegiatan ini untuk mengecek kinerja sistem manajemen K3 secara keseluruhan apakah kebijakan, organisasi dan sistem benar-benar telah mencapai hasil yang diharapkan. Disamping itu juga kemungkinan adanya perubahan kebijakan pemerintah, perubahan struktur bisnis, pengembangan produk baru atau pengenalan teknologi baru. Ulasan kecelakaan harus mencakup pelajaran belajar di tingkat manajemen.

Implementasi K3 akan berhasil diawali dengan mengintegrasikan K3 menjadi inti dalam usaha dari suatu pelayanan kesehatan. Kemudian memotivasi organisasi untuk mencapai derajat kesehatan dan keselamatan tenaga kerja setinggi- tingginya, memberikan perawatan yang berkualitas dan merangkul keselamatan publik berhasil diimplementasikan, sebuah Health and Safety Management Systems (HSMS) akan mengarah pada budaya kesehatan, keselamatan dan kesehatan (

Ada 5 pilar dari implementasi K3 dalam rangka pemenuhan standar K3 yang implementasi tiap pilar berurutan mulai dari (

Public Services Health and Safety Association /PSHSA (2010).

Public Services Health and Safety Association /PSHSA (2010)

1. Pilar 1: Kepemimpinan dan komitmen :

2. Pilar 2: Identifikasi bahaya dan penilaian risiko 3. Pilar 3: Manajemen risiko dan pengendaliannya 4. Pilar 4: Evaluasi dan tindakan perbaikan

5. Pilar 5: Review dan strategi perbaikan secara terus menerus

Doyle (2013) menemukan kekurangan yang signifikan dalam pengelolaan K3 sehari-hari di rumah sakit umum. Isu-isu kunci termasuk sistem pelaporan kecelakaan kerja yang tidak memadai, tidak konsisten menindaklanjuti hasil investigasi kecelakaan kerja, dan analisis yang dangkal terhadap akar penyebab. Kondisi ini membuat risiko sulit untuk dieliminir. Oleh karena itu diperlukan pendekatan yang lebih sistematis dengan mengintegrasikan semua aspek manajemen K3 dalam aktivitas pelayanan kesehatan.

Dokumen terkait