• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kedelai Impor Menurut Kebijakan Industri Tempe Samodra

Bahan baku merupakan unsur yang penting dalam suatu usaha. Dimana bahan baku bisa menentukan irama produksi yang dilakukan. Jumlah bahan baku yang ada di persediaan dan di pasar juga akan mempengaruhi kelancaran produksi. Kekurangan dan atau kelebihan bahan baku bisa menyebabkan pengaruh produksi usaha. Oleh sebab itu, diperlukan suatu pengelolaan terhadap bahan baku produksi. Pengelolaan bahan baku berguna untuk menyediakan jumlah bahan baku yang tepat untuk menunjang kelancaran produksi dan juga mengelola biaya persediaan seefisien mungkin bagi perusahaan.

Industri tempe samodra merupakan salah satu industri yang mengolah kedelai menjadi tempe. Industri tempe samodra menggunakan kebijakannya untuk mengelola persediaan kedelai impor untuk memperlancar kegiatan produksinya. Sistem produksi yang diterapkan tempe samodra adalah menggunakan sistem MTO (Make to Order). Sistem MTO merupakan proses produksi yang dikerjakan berdasarkan pesanan konsumen. Sistem MTO d igunakan untuk melayani pesanan khusus dari konsumen. Karena sudah lama berdiri, tempe samodra mempunyai pelanggan yang pasti. Sistem produksi tempe samodra disesuaikan dengan permintaan pelanggan. Sehingga jumlah kebutuhan bahan baku dari tahun ke tahun tidak berubah dalam selisih yang banyak. Kebutuhan bahan baku cenderung konstan. Menurut data yang diperoleh, kebutuhan bahan baku kedelai impor terbesar pada periode produksi 2010, yaitu sebesar 267.705 kg, rata-rata kebutuhan per bulan sebesar 22.309 kg. Angka ini tidak berbeda jauh dengan kebutuhan tahun 2009 yaitu sebesar 20.545 kg dan periode produksi 2011 sebesar 19.357 kg. Kebutuhan kedelai di industri tempe samodra sesuai dengan permintaan konsumen. Terjadi kenaikan kebutuhan bahan baku pada tahun 2010 dikarenakan kenaikan permintaan konsumen pada tahun ini. Hal ini terjadi diduga

adanya peningkatan kesadaran akan makanan murah yang bergizi tinggi. Sehingga masyarakat mempunyai minat yang cukup besar dalam mengkonsumsi tempe. Dan kemudian permintaan menurun pada Tahun 2011. Hal ini terjadi menurunnya permintaan konsumen terhadap tempe. Namun, pada tahun ini industri tempe samodra memproduksi kedelai dalam jumlah yang cukup besar, yaitu sekitar ± 660 kg perhari. Jumlah ini merupakan jumlah rata-rata min imal yang biasanya dioleh oleh industri tempe samodra. Dalam keadaan normal industri tempe samodra biasa mengolah antara 650-750 kg kedelai impor. Industri tempe samodra juga pernah memproduksi ± 850 kg perhari ketika ada pesanan tempe yang cukup banyak.

Kegiatan produksi tempe tidak selamanya menjalani kelancaran usaha. Seperti yang terjadi pada bulan September 2009, pada bulan ini industri tempe samodra hanya memproduksi ± 11.000 kg. Hal ini dikarenakan oleh rusaknya produksi tempe yang dibuat pada awal-awal bulan. Kedelai yang diproduksi tidak bisa menjadi tempe sehingga menyebabkan pemilik industri tempe samodra memutuskan untuk libur sementara dalam proses produksi. Dan kemudian dilanjutkan kegiatan produksi seperti biasa pada bulan selanjutnya.

Dengan melihat kebutuhan bahan baku kedelai tersebut, maka industri tempe samodra melakukan pengendalian dan pengelolaan bahan baku agar tidak terlalu banyak ditampung dan tidak kekurangan bahan baku untuk proses produksi. Kegiatan ini berpengaruh terhadap sistem pemesanan dan penyimpanan bahan baku. Hal ini terkait dengan bagaimana industri tempe samodra mampu memesan dengan jumlah yang tepat dan menyimpan bahan baku dengan jumlah yang tepat pula dengan biaya yang optimal yang dikeluarkan o leh perusahaan.

Kebutuhan bahan baku kedelai industri tempe samodra dipenuhi oleh supplier Sun Ie di Pasar Legi Kota Surakarta. S istem kepercayaan yang sudah lama dibangun oleh industri tempe samodra dengan Sun Ie bisa menguntungkan. Selain pasokan kedelai yang secara terus menerus,

industri tempe samodra tidak kesulitan untuk mengambil dan memesan bahan baku kedelai. Kemudahan yang lain yaitu cara pemesanan yang mudah, hanya dengan menggunakan saluran telepon dan pembayaran yang bisa dibayarkan dipengiriman bahan baku selanjutnya. Namun, terkadang supplier Sun Ie melakukan kecurangan kepada industry tempe samodra. Kecurangan yang dilakukan biasanya memainkan harga kedelai. Supplier biasanya tetap menggunakan harga kedelai yang tinggi ketika terjadi kenaikan harga dipasaran, walaupun pada kenyataannya harga di pasaran sudah turun. Sehingga memberatkan industri tempe samodra karena harus membayar kedelai yang dipesannya dalam jumlah nominal yang besar. Namun, hal ini tidak terjadi secara terus menerus, terkadang pemilik industry tempe samodra mengetahui harga yang terjadi di pasaran sehingga harga bisa disesuaikan dengan keadaan pasar.

Pemesanan kedelai impor dilakukan 4-5 kali dalam sebulan. Industri tempe samodra melakukan pemesanan bahan baku kedelai impor ketika persediaan kedelai digudang sudah mencapai 30-40 karung sak. Pemesanan dilakukan melalui pesawat telepon. Atau biasanya karyawan Sun Ie datang untuk mengecek jumlah persediaan kedelai dalam gudang industri tempe samodra. Sehingga pengiriman bahan baku bisa dilakukan hari selanjutnya. Jumlah pemesanan kedelai impor yang biasa dilakukan oleh industri tempe samodra sebesar 100 karung sak, dengan total berat mencapai ± 5.000 kg kedelai impor. Jumlah pemesanan ini disesuaikan dengan kebiasaan yang dilakukan oleh industri tempe samodra. Namun, terkadang industri tempe samodra mengambil bahan baku kedelai impor dari Kopti yang ada di dekat rumahnya. Sebenarnya bahan baku kedelai impor yang ada di Kopti ini berasal dari supplier yang sama. Untuk menghidupkan suasana yang sudah dibangun bersama industri tempe dan tahu yang lain, pemilik industri tempe samodra pada tahun 2011 lebih sering mengambil bahan baku kedelai impor.

Kegiatan pemesanan bahan baku kedelai kepada supplier membutuhkan biaya. Biaya pemesanan yang ditanggung oleh industri

tempe samodra meliputi biaya telepon untuk memesan dan mengingatkan supplier untuk mengirimkan bahan baku dan biaya angkut dari truk ke gudang penyimpanan kedelai di gudang industri tempe samodra. Biaya pemesanan tidak tergantung dengan jumlah bahan baku kedelai yang dipesan melainkan jumlah pengiriman dan frekuensi pemesanan. Semakin sering menelepon dan pengiriman bahan baku dari supplier ke industri tempe samodra. Pemesanan bahan baku kepada supplier maupun Kopti biasanya dilakukan dengan telepon dan atau hanya sekedar sms melalui hp. Sehingga biaya pemesanan masing terjangkau. Pengiriman bahan baku dari Kopti ke gudang industri tempe samodra tidak membutuhkan biaya angkut. Karena bahan baku yang berasal dari Kopti jumlahnya sedikit, paling sering adalah 1 karung sak seberat 50 kg, namun pernah juga membeli kedelai impor sampai 400 kg. Dan kedelai dari Kopti bisa diambil sendiri oleh industri tempe samodra karena letaknya yang dekat dengan area produksi. Sehingga pada tahun 2011 biaya pemesanan jumlahnya lebih kecil apabila dibandingkan dengan Tahun 2009-2010.

Selian biaya pemesanan, ada juga biaya penyimpanan yang berhubungan dengan biaya persediaan. Biaya penyimpanan merupakan biaya yang timbul akibat adanya penyimpanan bahan baku di gudang penyimpanan. Biaya penyimpanan yang ditanggung oleh industri tempe samodra terdiri dari biaya penyusutan gudang, biaya tenaga kerja, biaya bahan baku dan juga biaya listrik. Biaya penyimpanan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah kebutuhan bahan baku yang dibeli oleh industri tempe samodra. Biaya-biaya inilah yang merupakan biaya persediaan bahan baku. Biaya persediaan perlu dikendalikan agar industri tempe samodra tidak merugi. Karena biaya persediaan bahan baku tersebut akan mempengaruhi keuntungan usaha.

Proses pengadaan bahan baku dipengaruhi oleh waktu tunggu lamanya bahan baku kedelai yang datang ke tempe samodra setelah terjadi pemesanan. Waktu tunggu yang dialami oleh industri tempe samodra antara 1-4 hari. Hal inilah yang diperhatikan oleh industri tempe samodra

agar tidak menghambat produksi tempe yang dijalankan. Apabila waktu tunggu datangnya bahan baku kedelai tidak diperhatikan maka produksi tempe akan mengganggu proses produksi di industri tempe samodra. 2. Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kedelai Impor dengan Metode

Economic Order Quantity (EOQ)

Pengendalian bahan baku diselenggarakan oleh suatu perusahaan untuk dapat menunjang kegiatan-kegiatan yang ada dalam perusahaan tersebut. Keterpaduan sistem manajemen yang baik dalam perusahaan akan menunjang pengendalian bahan baku yang baik pula. Pengendalian persediaan merupakan usaha untuk mencapai keseimbangan dalam pengadaan bahan baku dalam satu periode produksi. Pengendalian persediaan dilakukan dengan perencanaan yang matang sehingga dapat menghadapi segala resiko dan ketidakpastiaan yang terjadi nantinya. Hal ini juga dilakukan untuk mendukung kelancaran proses produksi.

Untuk mengelola persediaan bahan baku perlu digunakan suatu metode yang tepat. Salah satu metode persediaan yang dipakai dalam analisis penelitian ini adalah metode Economic Order Quantity (EOQ). Menurut Gitosudarmo (2002), EOQ sebenarnya adalah merupakan volume atau jumlah pembelian yang paling ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap kali pembelian. Untuk memenuhi kebutuhan suatu industri maka dapat diperhitungkan pemenuhan kebutuhan (pembelian) bahan baku yang paling ekonomis yaitu sejumlah barang yang akan dapat diperoleh dengan pembelian dengan menggunakan biaya yang minimal. Metode Economic Order Quantity (EOQ). Prinsip dasar penggunaan metode Economic Order Quantity (EOQ) yaitu meminimumkan biaya persediaan dan mengoptimalkan jumlah bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. Pengelolaan persediaan bahan baku dengan menggunakan metode EOQ bertujuan untuk mendapatkan nilai biaya persediaan bahan baku seminimal mungkin sehingga diperoleh efisiensi biaya.

Untuk merealisasikannya, maka perlu ditentukan jumlah pembelian bahan baku kedelai yang ekonomis agar tidak terlalu sering dan

kebanyakan dalam memesan bahan baku kedelai. Kuantitas pemesanan yang dihasilkan dengan perhitungan metode EOQ adalah sebesar periode 2009 sebesar 1.671,88 kg, periode produksi 2010 sebesar 1.394,77 kg dan periode 2011 sebesar 1.180,81 kg. Hasil perhitungan kuantitas pemesanan dengan menggunakan metode EOQ berbeda-beda dalam tiga tahun periode produksi. Hasil perhitungan ini sesuai dengan kebutuhan dan permintaan pelanggan pertahun industri tempe samodra yang berbeda-beda setiap tahunnya. Periode produksi 2009 dan 2010 kebutuhan bahan baku lebih banyak dari pada periode produksi 2011, sehingga jumlah pesanan optimalnya pun lebih tinggi. Jumlah pemesanan hasil perhitungan EOQ menunjukan bahwa frekuensi pemesanan bahan baku kedelai dilakukan per dua sampai 3 hari untuk memenuhi kebutuhan produksi. Hasil analisis pemesanan optimal dengan menggunakan metode EOQ juga menunjukan bahwa pemesanan bahan baku kedelai kuning impor lebih sering dari kebijakan industri tempe samodra meskipun jumlah kapasitas penyimpanan gudang mencapai 8 ton. Pemesanan sesering mungkin dengan kuantitas yang kecil bisa dilakukan oleh industri tempe samodra karena ketersediaan kedelai impor di pasaran yang selalu tersedia. Sehingga industri tempe samodra tidak akan mengalami kesulitan dalam mendapatkan bahan baku.

Pemesanan yang sering berdasarkan haisl analisis Metode EOQ diduga juga akan berpengaruh terhadap penentuan sistem pembayaran bahan baku yang dibeli. Dengan tingkat frekuensi pemesanan bahan baku yang besar dan dalam jumlah bahan baku yang sedikit maka pembayaran pembelian bahan baku kedelai impor dilakukan dengan system pembayaran tunai. Pembayaran secara tunai akan lebih ringan untuk dibayarkan sesuai dengan kuantitas pembelian bahan baku kedelai. Dan bila harga dipasaran mengalami kenaikan harga kedelai, industri tidak mengalami kerugian yang berarti dalam pembayaran.

Metode EOQ berguna menganalisis data untuk mendapatkan biaya persediaan yang minimal pada suatu industri. Berdasarkan hasil analisis

metode EOQ, biaya yang diperlukan untuk mencapai pemesanan yang optimal sebesar Rp 1.390.131.964,51 pada periode produksi 2009, pada produksi 2010 sebesar Rp 2.157.352.363,25 dan Rp 1.928.468.460,45 pada periode produksi 2011.

Pengendalian persediaan bahan baku kedelai impor yang m eliputi jumlah pemesanan optimal per pemesanan, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan serta biaya total persediaan mempunyai hubungan dalam satu keterkaitan. Hubungan antara pemesanan bahan baku optimal dengan biaya total persediaan bahan baku dapat digambarkan bahwa biaya rata-rata pemesanan memiliki bentuk sebagai kurva. Hal ini berarti, jika unit yang dipesan ditambah maka biaya rata-rata pemesanan bahan baku akan mendekati nol. Namun, biaya penyimpanan menggambarkan sebaliknya. Biaya penyimpanan akan berubah secara linear terhadap perubahan unit yang dipesan. Jika kedelai yang dipesan lebih besar, biaya penyimpanan pun akan menurun, dan jika unit yang dipesan dikurangi, biaya penyimpanan pun akan meningkat. Dengan adanya sifat biaya yang demikian maka titik optimum biaya total dapat dicari, yaitu melalui titik keseimbangan antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.

Setelah mengetahui besarnya dan hubungan kuantitas pemesanan yang optimal dan biaya total persediaan bahan baku, maka perlu dilakukan analisis mengenai strategi mengatasi kekurangan atau kelebihan bahan baku. Hal in i sangat penting diketahui agar industri tidak mengalami kerugian. Untuk mengatasi kekurangan bahan baku perlu diperhitungkan persediaan pengaman dalam gudang dan perhitungan mengenai besarnya persediaan untuk melakukan pemesanan bahan baku kembali yang tepat. Dalam hal ini waktu tunggu (lead time) pemesanan juga perlu diperhitungkan. Sehingga keterlambatan dan kekurangan bahan baku dapat diatasi.

Berdasarkan data yang ada, hasil analisis tentang variasi waktu tunggu yang dialami oleh industri tempe samodra yaitu sekitar 0-4 hari. Hal ini berarti bahan baku kedelai impor akan diterima dalam waktu 0-4

hari setelah pemesanan dilakukan. Apabila terjadi kekurangan bahan baku, maka diperlukan waktu 0-4 hari untuk menunggu bahan baku kedelai datang. Hal ini bila terjadi terus menerus maka akan mengganggu proses produksi di industri tempe samodra. Oleh karena itu diperlukan perhitungan mengenai persediaan pengaman yang harus tersedia di gudang penyimpanan. Hasil perhitungan menunjukan nilai persediaan pengaman sebesar 5.790,80 kg. Nilai inilah yang yang harus tersedia dalam gudang penyimpanan untuk menyediakan bahan baku untuk mendukung proses produksi tempe. Nilai persediaan pengaman yang cukup besar menunjukan kalau persediaan bahan baku kedelai dalam jumlah banyak bisa dilakukan karena daya simpan kedelai yang cukup lama, yaitu mencapai 6 bulan penyimpanan.

Untuk menjaga jumlah persediaan pengaman dalam gudang, maka dilakukan pemesanan kembali agar tidak mengganggu proses produksi di industri tempe samodra. Hasil analisis menghasilkan nilai reorder point pada titik 7.399,4 kg pada periode produksi 2009, 5.640,7 kg pada periode produksi 2010 dan 4.334,5 kg pada periode produksi 2010. Dengan jumlah persediaan pengaman sebesar 5.790,80 kg dan juga titik pemesanan kembali yang sudah dihitung dengan menggunakan metode yang ada, maka kuantitas pemesanan hasil EOQ mencukupi kapasitas simpan bahan baku kedelai yang mencapai ± 8 ton. Sehingga dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode EOQ, industri tempe samodra mempunyai ukuran/jumlah bahan baku yang harus ada dalam gudang industrinya sehingga tidak mempengaruhi terhambatnya proses produksi dan tidak mengecewakan pelanggannya.

3. Perbandingan Efisiensi Persediaan Bahan Baku antara Kebijakan Industri Tempe Samodra dengan Perhitungan Metode Economic Order Quantity (EOQ)

Perbandingan hasil analisis perhitungan persediaan bahan baku menurut kebijakan industri tempe samodra dan metode Economic Order Quantity (EOQ) dapat menjelaskan tingkat efisiensi pengelolaan bahan

baku kedelai. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui jumlah pemesanan bahan baku dan besarnya biaya yang paling efisien untuk dapat diterapkan oleh industri tempe samodra, sehingga diharapkan adanya perbaikan kinerja dari perusahaan bersangkutan. Dari hasil analisis, didapatkan selisih pembelian bahan baku terkecil pada periode produksi 2009 yaitu sebesar 3.224,22 kg dan selisih pembelian tertinggi pada periode produksi 2011 yaitu sebesar 4.326,74 kg. Besarnya selisih pada periode 2011 karena seringnya pemesanan yang dilakukan oleh industri tempe samodra ke koperasi para pengrajin tempe dan tahu. Selisih kuantitas pembelian bahan baku kedelai yang didapatkan dari hasil analisis terjadi akibat jumlah pemesanan yang dihasilkan dengan metode EOQ lebih kecil daripada jumlah pemesanan yang dilakukan oleh industri tempe samdodra. Namun, apabila dipadukan dengan hasil analisis mengenai perhitungan frekuensi pembelian bahan baku, perbandingan frekuensi pemesanan bahan baku terlihat pada Tabel 19 bahwa selisih yang ada cukup besar. Hal ini terjadi karena frekuensi pemesanan yang dilakukan dengan metode EOQ lebih besar dibandingkan dengan frekuensi pemesanan yang dilakukan oleh industri tempe samodra. Hasil perhitungan dengan menggunakan metode EOQ menunjukan bahwa industri tempe samodra lebih sering memesan bahan baku kedelai impor. Dengan seringnya pemesanan bahan baku kedelai impor yang dilakukan menurut metode EOQ, industri tempe samodra akan selalu mendapatkannya. Karena ketersediaan kedelai impor di pasaran selalu ada. Pemesanan yang sering dan dengan kuantitas yang kecil d iduga terjadi karena untuk mengantisipasi fluktuasi harga kedelai yang ada di pasaran. Sehingga apabila terjadi fluktuasi harga maka industri tempe samodra tidak mengalami kerugian yang berarti. Sehingga jumlah persediaan bahan baku yang kontinyu ada di gudang persediaan tidak akan menghambat proses produksi yang sudah teratur berjalan.

Setelah membandingkan kuantitas pemesanan bahan baku industri tempe samodra dengan kuantitas pemesanan bahan baku menurut perhitungan metode Economic Order Quantity (EOQ), maka perlu juga

untuk memperhatikan biaya-biaya yang berkaitan dengan penyediaan bahan baku kedelai. Total biaya yang dikeluarkan juga perlu diperhatikan untuk dapat mengetahui apakah biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan sudah mencapat tingkat efisiensi biaya persediaan atau belum.

Metode Economic Order Quantity (EOQ) dapat menghitung biaya minimal yang dikeluarkan perusahaan. Hal ini terlihat dari selisih total biaya persediaan yang dikeluarkan oleh industri tempe samodra dengan total biaya yang dikeluarkan menurut perhitungan metode Economic Order Quantity (EOQ). Hasil perhitungan menunjukan bahwa selisih antara kedua perhitungan tidak begitu besar. Hal ini membuktikan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh industri tempe samodra lebih besar dibandingkan dengan perhitungan biaya menurut metode Economic Order Quantity (EOQ). Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa selisih total biaya persediaan bahan baku kedelai impor antara kebijakan indutri tempe samodra dengan metode Economic Order Quantity (EOQ) mempunyai selisih tertinggi terjadi pada periode produksi 2009 yaitu sebesar Rp 9.641.566,97. Pada periode 2009 biaya persediaan bahan baku kedelai yang ditanggung oleh industri tempe samodra lebih besar dibandingkan dengan hasil perhitungan dengan menggunakan metode EOQ sehingga menyebabkan selisih biaya persediaan juga tertinggi. Selisih total biaya persediaan terkecil diantara 3 tahun periode produksi terjadi pada periode produksi 2010 yaitu sebesar Rp 7.283.071,23. Pada periode produksi 2010 produksi paling besar diantara 3 periode produksi karena permintaan yang stabil sehingga pemesanan bahan baku dilakukan secara teratur dalam jumlah yang besar dilakukan oleh industri tempe samodra. Hasil perhitungan total biaya dengan menggunakan metode EOQ dan perhitungan kebijakan industri tempe samodra menunjukan adanya selisih total biaya persediaan secara nominal. Namun, secara statistik belum tentu besarnya selisih total biaya persediaan ini menandakan adanya perbedaan keduanya. Sehingga perlu dilakukan uji inferensi secara statistik dengan menggunakan SPSS. Berdasarkan uji inferensi statistik, tingkat

signifikansi (sig. 2-tailed) total biaya persediaan di industri tempe samodra dan total biaya persediaan hasil perhitungan metode EOQ adalah 0,981. Karena tingkat signifikansi 0,981 > 0,05. Seh ingga dapat disimpulkan bahwa total biaya persediaan di industri tempe samodra dan total biaya persediaan hasil perhitungan metode EOQ tidak ada perbedaan yang signifikan. Dengan hasil seperti ini, maka total biaya persediaan bahan baku kedelai di industri tempe samodra sudah efisien. Namun, apabila perusahaan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) sebagai metode dalam mengendalikan bahan baku, maka industri tempe samodra bisa menghemat biaya persediaan.

Metode Economic Order Quantity (EOQ) merupakan metode pengendalian bahan baku dengan menekankan pada perhitungan pemesanan bahan baku yang optimal dengan besarnya biaya persediaan yang minimal. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) menunjukan bahwa total biaya persediaan bahan baku kedelai yang jauh leb ih kecil dari hasil perhitungan kebijakan tempe samodra. Sehingga pada kasus ini, perhitungan persediaan bahan baku kedelai dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) lebih efisien d ibandingkan dengan perhitungan dengan menggunakan kebijakan industri tempe samodra.

98

VI. KESIMPULAN

Dokumen terkait