• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Biji Buah Pinang

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah buah pinang muda dan buah pinang tua. Buah pinang yang digunakan berbentuk oval, buah pinang muda ditandai dengan kulit buah berwarna hijau dan biji buah tidak keras (lembut) sedangkan buah pinang tua ditandai dengan kulit buah berwarna kuning jingga dan biji buah keras. Bentuk fisik buah pinang yang digunakan sebagai bahan baku dapat dilihat ada Gambar 8.

(a) (b)

Gambar 8 Bentuk fisik buah (a) pinang muda (b) pinang tua

Buah pinang merupakan buah dengan biji berkeping satu. Buah pinang terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan luar, lapisan tengah dan lapisan dalam. Lapisan luar merupakan lapisan tipis yang disebut epicarp. Lapisan tengah berupa sabut yang disebut mesocarp. Lapisan dalam (endocarp) berupa biji yang di dalamnya terdapat endosperm. Permukaan luar biji berlekuk-lekuk dan berwarna coklat. Pada bidang irisan melintang biji dapat dilihat terdapat bagian lipatan- lipatan berwarna coklat kemerahan yang menembus bagian endosperm. Senyawa yang diduga dapat berperan sebagai pewarna terdapat pada bagian berwarna coklat yang tersebar pada bagian permukaan biji dan lipatan-lipatan yang menembus endosperm. Bagian-bagian buah pinang dapat dilihat pada Gambar 9.

Keterangan: (a) Epicarp, (b) Mesocarp, (c) Endocarp, (d) embrio, (e) Permukaan luar biji pinang

Gambar 9 Bagian-bagian buah pinang a

d

e b

26

Karakterisasi yang dilakukan terhadap biji pinang muda dan biji pinang tua meliputi analisis proksimat dan uji fitokimia. Analisis proksimat terdiri atas analisis kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar serat dan kadar karbohidrat (by difference).

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia dari bahan baku yang digunakan untuk pembuatan produk bubuk pewarna sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam proses pengolahannya. Komposisi kimia buah pinang muda dan buah pinang tua yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Kadar air biji pinang setelah kering dalam bubuk menjadi 6,28% (buah muda) dan 5,53% (buah tua). Biji pinang yang telah mengalami pengeringan menjadi bentuk irisan kering dan serbuk kering dapat dilihat pada Gambar 10.

(a) irisan kering biji pinang muda (b) irisan kering biji pinang tua (c) serbuk biji pinang muda (d) serbuk biji pinang tua

Gambar 10 Irisan kering dan serbuk biji buah pinang

(d) (c)

(b) (a)

Tabel 6 Komposisi kimia buah pinang muda dan buah pinang tua

Komponen Serbuk Kering

Pinang Muda Serbuk kering Pinang Tua Air (% bb) 6,28 5,53 Protein (% bk) 5,36 3,96 Lemak (% bk) 15,99 16,48 Abu (% bk) 1,81 1,73 Serat kasar (% bk) 10,34 12,25 Karbohidrat (by difference)(% bk) 60,22 60,05

Analisis fitokimia merupakan uji kualitatif yang terdiri atas analisis alkaloid, triterpernoid, saponin, steroid, glikosida, fenolik, flavonoid dan tanin. Hasil analisis kualitatif senyawa fitokimia (Tabel 7) menunjukkan bahwa biji

buah pinang bubuk baik yang muda maupun tua mengandung alkaloid, triterpernoid, saponin, glikosida, fenolik, flavonoid dan tanin.

Biji pinang mengandung alkaloid. Alkaloid pada biji pinang tua bubuk teridentifikasi lebih kuat dibanding pada biji pinang muda bubuk. Menurut Harborne (2006), alkaloid merupakan senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid ada yang bersifat racun dan banyak pula yang memiliki aktivitas fisiologis sehingga digunakan secara luas dalam pengobatan. Nama alkaloid sering diturunkan dari sumber tanaman penghasilnya. Menurut IARC (2004), alkaloid utama yang terkandung dalam biji pinang adalah arekolin. Arekolin memiliki efek samping. Menurut Barlina (2007), untuk mengurangi efek racun, pemakaian biji pinang sebaiknya yang telah dikeringkan dan lebih baik lagi dengan melakukan perebusan terhadap biji pinang kering tersebut.

Biji pinang mengandung triterpenoid, dimana biji pinang tua teridentifikasi lebih kuat dibandingkan dengan biji pinang muda. Menurut Harbone (2006), triterpenoid adalah senyawa dengan kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrogen karbon C30 asiklik, yaitu

skualena. Triterpenoid dapat dibagi menjadi empat golongan senyawa, yaitu triterpena sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Berdasarkan Tabel 6, biji pinang mengandung saponin dan glikosida tetapi tidak mengandung steroid. Saponin adalah glikosida dari triterpena dan sterol. Saponin mempunyai sifat aktif permukaan sehingga memiliki sifat seperti sabun karena dapat membentuk busa. Saponin dari tumbuhan merupakan sumber sapogenin yang dapat diubah menjadi sterol hewan yang mempunyai manfaat penting (seperti kortison, kontrasepsi estrogen dan lain-lain). Keberadaan saponin dalam suatu bahan dapat mengganggu proses ekstraksi, yaitu meyulitkan dalam hal proses penyaringan dan pemekatan ekstrak alkohol-air.

Seyawa fenolik teridentifikasi kuat sekali baik pada biji pinang muda maupun biji pinang tua. Senyawa fenol merupakan senyawa dengan cincin Tabel 7 Hasil analisis kualitatif senyawa fitokimia serbuk kering biji pinang

muda dan biji pinang tua bubuk

Komponen Serbuk Kering Biji

Pinang Muda

Serbuk Kering Biji Pinang Tua Alkaloid ++ +++ Triterpenoid +++ ++++ Saponin + + Steroid - - Glikosida ++++ ++++ Fenolik ++++ ++++ Flavonoid ++++ ++++ Tanin +++ +++

Keterangan: (-) = negatif, (+) = positif lemah, (++) = positif, (+++) = positif kuat, (++++) = positif kuat sekali

pelarut mencapai matriks bahan dan meningkatkan laju ekstraksi. Akan tetapi, banyak senyawa fenolik yang mudah terhidrolisis dan teroksidasi sehingga penggunaan suhu yang tinggi dan waktu ekstraksi yang terlalu lama menyebabkan senyawa fenolik teroksidasi dan menurunkan senyawa fenolik dalam ekstrak.

Filtrat yang diperoleh dari hasil ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 11. Berdasarkan pengamatan secara visual terlihat bahwa warna filtrat dari biji pinang muda lebih gelap (pekat) dibandingkan dengan filtrat dari biji pinang tua. Perbedaan warna tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah bahan yang terekstrak pada filtrat. Karakteristik filtrat hasil ekstraksi biji pinang dapat dilihat pada Tabel 8.

(a) Buah muda (b) Buah tua Gambar 11 Filtrat hasil ekstraksi Tabel 8 Karakteristik filtrat hasil ekstraksi biji pinang

Perlakuan Total Padatan

(oBrix)

Derajat Keasaman (pH)

Buah muda 2,60 5,18

Buah tua 1,75 5,24

Rata-rata total padatan terlarut filtrat hasil ekstraksi biji pinang buah muda lebih tinggi dibandingkan total padatan terlarut filtrat hasil ekstraksi biji pinang dari buah tua. Total padatan larutan pengumpan akan mempengaruhi rendemen produk yang dihasilkan. Semakin tinggi total padatan larutan diharapkan rendemen yang dihasilkan juga semakin meningkat.

Filtrat hasil ekstraksi biji pinang secara umum bersifat agak asam karena memiliki nilai pH dengan kisaran di bawah 7. Biji pinang muda menghasilkan filtrat dengan nilai pH lebih rendah dibandingkan biji pinang tua.

Metode pengeringan yang digunakan untuk mendapatkan ekstrak bubuk dari filtrat hasil ekstraksi adalah spray drying (pengeringan semprot). Filtrat yang akan dikeringkan pada penelitian ini menggunakan dua jenis perlakuan, yaitu filtrat langsung dikeringkan tanpa penggunaan pengisi dan filtrat ditambahkan pengisi gum arab 2% sebelum dikeringkan. Penggunaan pengisi gum arab 2% mengacu pada hasil terbaik penelitian Purba (2003). Pengeringan filtrat menggunakan spray drier diawali dengan memompakan filtrat masuk ke dalam alat penyemprot. Alat penyemprot berfungsi untuk memecah partikel filtrat dengan menghembuskan udara tekanan tinggi sehingga menghasilkan droplet- droplet kecil. Pembentukan droplet tersebut meningkatkan luas permukaan partikel kontak dengan media pengering sehingga proses pengeringan dapat

30

berlangsung dalam waktu singkat. Menurut Goula dan Adamopaulos (2005), ukuran partikel yang kecil dibutuhkan pada proses pengeringan karena semakin besar luas permukaan saat kontak dengan media panas, semakin banyak air yang dapat dihilangkan. Ukuran partikel yang kecil mengurangi jarak yang ditempuh oleh panas menuju pusat partikel dan mengurangi jarak tempuh air dari pusat partikel menuju bagian permukaan untuk keluar dari partikel.

Droplet-droplet kecil yang dihasilkan dari alat penyemprot masuk ke dalam tabung inlet yang berisi aliran udara panas. Aliran udara panas tersebut menguapkan air pada droplet menghasilkan padatan (bubuk) dan membawanya ke tabung outlet. Padatan tersebut kemudian jatuh dan terkumpul pada bagian penampungan produk (bubuk). Alat spray drier yang digunakan untuk pengeringan filtrat hasil ekstraksi biji pinang dapat dilihat pada Gambar 12.

Kondisi operasi yang digunakan pada penelitian ini adalah suhu inlet 130oC dan suhu outlet 80oC. Kondisi operasi tersebut menghasilkan produk yang cukup kering, berwarna coklat muda dan sedikit yang menempel pada dinding alat. Penggunaan suhu di bawah kondisi tersebut menghasilkan produk yang agak lembab dan menempel pada dinding alat, sedangkan penggunaan suhu di atas kondisi tersebut menghasilkan produk bubuk yang lebih gelap (gosong).

Keterangan: (a) Umpan (filtrat) yang akan dikeringkan, (b) alat pemompa filtrat, (c) alat penyemprot, (d) tabung inlet, (e) tabung outlet, (f) wadah penampung produk, (g) blower, (h) cerobong

Gambar 12 Alat spray drier yang digunakan untuk pengeringan filtrat hasil ekstraksi biji pinang

d f a e b g c h

Karakteristik Warna Pewarna Bubuk Ekstrak Biji Pinang

Bubuk pewarna yang diperoleh dari ekstrak biji buah pinang melalui pengeringan semprot dapat dilihat pada Gambar 13. Warna bubukis pewarna dari ekstrak biji pinang dinilai menggunakan sistem notasi Hunter. Sistem notasi warna Hunter dicirikan dengan tiga parameter warna, yaitu warna kromatik (hue) yang ditulis dengan notasi a*, intensitas warna dengan notasi b*, dan kecerahan dengan notasi L*. Nilai L*, a* dan b* memiliki kisaran 0 sampai ± 100 (Hutchings 1999).

Buah muda, tanpa pengisi Buah muda, pengisi gum arab

Buah tua, tanpa pengisi Buah tua, pengisi gum arab Gambar 13 Bubuk pewarna ekstrak biji pinang dari berbagai kombinasi

perlakuan

Data kromasitas pewarna bubuk ekstrak biji pinang dapat dilihat pada Tabel 9. Tingkat kecerahan bubuk ekstrak biji pinang yang dinyatakan dengan nilai L*. Semakin tinggi nilai L* menunjukkan bahwa warna yang dihasilkan semakin cerah. Nilai 0 untuk L menunjukkan warna hitam sedangkan nilai 100 menunjukkan warna putih. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tingkat ketuaan buah pinang, perlakuan penambahan pengisi serta interaksi keduanya memberikan pengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap kecerahan pewarna bubuk ekstrak biji pinang yang dihasilkan. Hasil analisis ragam tingkat kecerahan (L*) pewarna bubuk ekstrak biji pinang selengkapnya disajikan pada Lampiran 2A2. Tabel 9 Data kromasitas bubuk pewarna ekstrak biji pinang

Perlakuan L* a* b* oHue Warna

Buah muda, tanpa pengisi 67,75 14,15 21,34 59,70 Yellow red

Buah muda, pengisi gum arab 72,11 12,89 22,78 60,49 Yellow red

Buah tua, tanpa pengisi 44,16 14,95 12,41 39,67 Red

Buah tua, pengisi gum arab 76,65 10,81 20,38 62,06 Yellow red

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pewarna bubuk yang diperoleh dari buah pinang tua memberikan tingkat kecerahan yang lebih tinggi

32

dibandingkan dengan buah pinang muda. Perlakuan penggunaan pengisi gum arab (2% b/v) menghasilkan bubuk pewarna ekstrak biji pinang yang lebih cerah dibandingkan dengan tanpa perlakuan penambahan bahan pengisi. Gum arab merupakan bahan pengisi berupa bubuk berwarna putih. Penggunaan pengisi gum arab ke dalam filtrat menurunkan konsentrasi zat pewarna yang terkandung dalam filtrat. Penurunan tersebut bukan berarti terjadi penurunan kuantitas zat pewarna yang sebenarnya, akan tetapi penurunan konsentrasi akibat perubahan rasio zat pewarna terhadap pertambahan total bobot atau volume larutan. Hasil uji lanjut Duncan nilai L* pewarna bubuk ekstrak biji pinang selengkapnya disajikan pada Lampiran 2A3.

Notasi a* menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai a* positif (a*>0) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai a* negatif (a*<0) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau (Hutchings 1999). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tingkat ketuaan biji pinang tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap nilai a* pewarna bubuk ekstrak biji pinang sedangkan penggunaan pengisi dan interaksi antar perlakuan berpengaruh nyata (p<0.05) dan sangat nyata (p<0.01) terhadap nilai a* pewarna bubuk ekstrak biji pinang. Hasil analisis ragam nilai a* pewarna bubuk ekstrak biji pinang selengkapnya disajikan pada Lampiran 2B2.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan rata-rata nilai a* pewarna bubuk ekstrak biji pinang dengan perlakuan tanpa pengisi berbeda nyata dan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata nilai a* pewarna bubuk ekstrak biji pinang dengan pengisi gum arab. Hasil uji lanjut Duncan nilai a* pewarna bubuk ekstrak biji pinang selengkapnya disajikan pada Lampiran 2B3.

Notasi b* menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai b* positif (+b*) dari 0 sampai dengan +70 untuk warna kuning dan nilai b* negatif (-b*) dari 0 sampai -70 untuk warna biru (Hutchings 1999). Rata-rata nilai b* bubuk pewarna ekstrak biji pinang yang dihasilkan pada penelitian ini berada pada derajat kuning tertentu. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor perlakuan tingkat ketuaan, penggunaan pengisi dan interaksi antarperlakuan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap nilai b* pewarna bubuk ekstrak biji pinang. Hasil analisis ragam nilai b* pewarna bubuk ekstrak biji pinang selengkapnya disajikan pada Lampiran 2C2.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa rata-rata nilai b* pewarna bubuk ekstrak biji pinang dari buah pinang muda berbeda nyata dan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata nilai b* pewarna bubuk ekstrak biji pinang dari buah pinang tua. Rata-rata nilai b* pewarna bubuk ekstrak biji pinang dengan pengisi gum arab berbeda nyata dan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata nilai b* pewarna bubuk ekstrak biji pinang tanpa pengisi. Hasil uji lanjut Duncan nilai b* pewarna bubuk ekstrak biji pinang selengkapnya disajikan pada Lampiran 2C3.

Berdasarkan nilai L*, nilai a* dan nilai b* maka dapat diperoleh nilai oHue yang menunjukkan warna dari pewarna bubuk. Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa pewarna bubuk ekstrak biji pinang yang dihasilkan pada penelitian ini rata- rata berada pada kisaran warna merah kuning (yellow red) kecuali pada perlakuan biji pinang tua tanpa pengisi berada pada kisaran warna merah (red).

Karakteristik Fisikokimia Pewarna Bubuk Ekstrak Biji Pinang

Karakteristik fisikokimia suatu bahan diperlukan untuk merancang bentuk sediaan produk dan menjadi pertimbangan dalam pemilihan proses pada pembuatan suatu produk. Karakteristik fisik yang dianalisis terhadap pewarna bubuk ekstrak biji pinang adalah rendemen, densitas kamba dan kelarutan dalam air yang hasilnya diperlihatkan pada Tabel 10.

Tabel 10 Karakteristik fisik pewarna bubuk ekstrak biji pinang

Rendemen merupakan parameter yang menunjukkan jumlah produk, dalam hal ini pewarna bubuk yang dihasilkan, dari sejumlah bahan baku (biji pinang) yang digunakan. Rendemen pewarna bubuk ekstrak biji pinang pada berbagai kombinasi perlakuan yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 5,59% - 13,90% (basis kering).

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3B) menunjukkan bahwa tingkat ketuaan dan penggunaan pengisi berpengaruh nyata (p<0,05) dan sangat nyata (p<0,01) terhadap rendemen pewarna bubuk ekstrak biji pinang sedangkan interaksi antar faktor perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap rendemen produk.

Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 3C), pewarna bubuk dari biji pinang muda memberikan rendemen lebih tinggi dibandingkan biji pinang tua. Penggunaan pengisi gum arab pada ekstrak biji pinang meningkatkan rendemen. Pengisi digunakan untuk meningkatkan total padatan ekstrak yang akan dikeringkan. Oleh karena itu, penggunaan pengisi gum arab meningkatkan rendemen produk yang dihasilkan. Pengaruh tingkat ketuaan dan bahan pengisi terhadap rendemen bubuk pewarna yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 14.

Penelitian mengenai pembuatan pewarna bubuk dari biji buah pinang juga dilakukan oleh Wulansari et al. (2012). Biji pinang yang digunakan berasal dari buah pinang muda menggunakan dua jenis bahan pengisi yaitu dekstrin dan maltodekstrin dengan beberapa tingkat konsentrasi (5%, 10% dan 15% b/v). Rendemen pewarna bubuk yang diperoleh Wulansari et al. (2012) pada tingkat konsentrasi terendah bahan pengisi yang digunakan pada penelitian tersebut (5% b/v) adalah sebesar 4,389% (bahan pengisi maltodekstrin) dan 4,559% (bahan pengisi dekstrin). Nilai tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata rendemen hasil penelitian ini yang menggunakan perlakuan tanpa penambahan bahan pengisi yaitu sebesar 5,59%. Hal tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan metode ekstraksi yang digunakan. Wulansari et al. (2012) mengekstrak biji buah pinang muda dalam bentuk biji segar yang dibelah dua menggunakan air mendidih selama satu menit dan dilanjutkan perendaman dalam air tersebut selama 30 menit sedangkan penelitian ini mengekstrak biji buah

Perlakuan Rendemen (%) Densitas Kamba (g/ml) Kelarutan (%)

Buah muda, tanpa pengisi 7,85 0,4011 94,10

Buah muda, pengisi gum arab 13,90 0,3934 97,28

Buah tua, tanpa pengisi 5,59 0,5586 95,42

34

pinang muda dalam bentuk serbuk menggunakan air dengan suhu terkontrol (80oC) dan pengadukan dengan kecepatan konstan selama 45 menit. Pengecilan ukuran biji buah pinang menjadi serbuk diduga menghasilkan rendemen pewarna bubuk yang lebih tinggi karena proses tersebut menyebabkan jaringan terbuka dan memperluas permukaaan kontak bahan dengan pelarut (air) sehingga komponen yang dapat terekstrak dan rendemen yang dihasilkan lebih tinggi.

Gambar 14 Pengaruh tingkat ketuaan dan bahan pengisi terhadap rendemen bubuk pewarna yang dihasilkan

Suhu dan lama ekstraksi juga merupakan faktor penting yang menentukan rendemen produk hasil ekstraksi. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu ekstraksi cenderung menghasilkan rendemen yang semakin tinggi. Sardsaengjun dan Jutiviboonsuk (2009) menyatakan bahwa suhu dan lama waktu ekstraksi memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen ekstrak kasar bubuk biji pinang. Rendemen meningkat dengan meningkatnya suhu dan lama waktu ekstraksi. Pengunaan suhu ekstraksi 100oC selama 45 menit menghasilkan rendemen yang paling tinggi namun kadar total fenol tertinggi tidak dihasilkan pada kondisi ekstraksi tersebut karena peningkatan bobot disebabkan oleh ikut terekstraknya komponen selain polifenol. Kadar total fenol tertinggi diperoleh pada kondisi suhu ekstraksi 80oC dan lama ekstraksi 45 menit. Kondisi ekstraksi tersebut menghasilkan rendemen sebesar 4,33%. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan nilai rendemen yang diperoleh pada penelitian ini yang menggunakan kondisi suhu dan lama ekstraksi yang sama, yaitu sebesar 7,85% (dari bahan baku serbuk kering biji buah pinang muda) dan 5,58% (dari bahan baku serbuk kering biji buah pinang tua). Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan jenis dan tempat tumbuh buah pinang yang digunakan sehingga menentukan komposisi senyawa yang terkandung dalam buah tersebut serta perbedaan metode ekstraksi yang digunakan. Sardsaengjun dan Jutiviboonsuk (2009) melakukan partisi menggunakan diklorometana dan etil asetat terhadap filtrat hasil ekstraksi untuk mengurangi impurities (senyawa non polifenol) yang ikut terekstrak. Partisi terhadap filtrat tersebut tidak dilakukan pada penelitian ini sehingga hal tersebut diduga penyebab rendemen pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan

0 5 10 15

Tanpa Pengisi Pengisi Gum Arab

Tanpa Pengisi Pengisi Gum Arab

Buah muda Buah tua

R e n d e m e n P e w a r n a B u b u k ( % b k )

penelitian Sardsaengjun dan Jutiviboonsuk (2009). Kemungkinan bubuk ekstrak biji pinang yang diperoleh masih mengandung senyawa non polifenol.

Densitas kamba ditentukan berdasarkan perbandingan bobot produk pada volume tertentu. Nilai densitas kamba menunjukkan tingkat kamba (bulky) suatu produk. Produk bersifat kamba apabila memiliki nilai densitas kamba yang rendah. Densitas kamba diperlukan untuk menentukan kebutuhan kemasan, ruang transportasi dan ruang penyimpanan bahan. Suatu produk diharapkan memiliki sifat kamba yang rendah atau nilai densitas kamba yang besar agar kebutuhan kemasan dan ruang penyimpanan tidak terlalu besar.

Densitas kamba pewarna bubuk ekstrak biji pinang pada penelitian ini berkisar antara 0,3720 g/ml – 0,5586 g/ml. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4B) menunjukkan bahwa perlakuan tingkat ketuaan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap densitas kamba pewarna bubuk ekstrak biji pinang, sedangkan perlakuan penggunaan pengisi, interaksi antar perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) terhadap densitas kamba pewarna ekstrak bubuk biji pinang.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa densitas kamba pewarna bubuk dari biji pinang tua lebih tinggi dibandingkan biji pinang tua dan perlakuan penggunaan pengisi gum arab menghasilkan densitas kamba yang lebih rendah dibandingkan dengan tanpa pengisi. Penggunaan gum arab (2% b/v) menurunkan densitas pewarna bubuk ekstrak pinang. Gum arab mempunyai kemampuan membentuk film (film forming) sehingga biasa digunakan sebagai pengkapsul yang menjadi dinding (wall) terhadap senyawa target yang menjadi inti (core) pada proses mikroenkapsulasi menggunakan pengering semprot (Gharsallaoui et al. 2007). Keberadaan pengkapsul mengurangi terjadi pelengketan antar partikel karena partikel dilapisi bahan pengkapsul dan memungkinkan udara terperangkap dalam partikel. Udara yang terperangkap menyebabkan volume bubuk meningkat sehingga menurunkan densitas kamba (Goula dan Adamopoulos 2010).

Kelarutan menunjukkan banyaknya bagian dari produk yang dapat larut dalam suatu pelarut tertentu pada volume tertentu. Kelarutan merupakan parameter penting pada produk bubuk karena berhubungan dengan efisiensi penggunaan produk. Suatu produk diharapkan memiliki tingkat kelarutan yang tinggi dalam suatu pelarut tertentu karena hal tersebut akan memudahkan dalam penggunaan dan efisien dalam penggunaan waktu dan tenaga. Pada penelitian ini, analisis kelarutan dilakukan terhadap pewarna bubuk biji pinang menggunakan pelarut air (akuades) pada suhu ruang. Hasil analisis ragam (Lampiran 5B) menunjukkan tingkat ketuaan dan penggunaan pengisi memberikan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) terhadap kelarutan pewarna bubuk ekstrak biji pinang, sedangkan interaksi antarperlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05).

Kelarutan pewarna bubuk ekstrak biji pinang yang diperoleh berkisar antara 94,10% - 99,25%. Kisaran nilai tersebut menunjukkan bahwa secara umum produk yang dihasilkan memiliki tingkat kelarutan yang cukup tinggi dalam air. Hal tersebut disebabkan oleh bahan penyusun bubuk ekstrak biji pinang baik senyawa aktif maupun bahan pengisinya mudah larut dalam air. Senyawa aktif yang terkandung dalam biji buah pinang adalah senyawa fenolik (tanin dan flavonoid) memiliki sifat mudah larut dalam air (Harborne 2006). Penggunaan pengisi gum arab meningkatkan kelarutan pewarna bubuk ekstrak biji pinang dalam air. Gum arab merupakan salah satu bahan pengisi yang banyak digunakan

36

dalam pengeringan menggunakan pengering semprot karena kelarutannya yang tinggi di dalam air (Ali et al. 2009).

Karakteristik kimia yang dianalisis terhadap pewarna bubuk ekstrak biji pinang pada penelitian ini meliputi kadar air, derajat keasaman (pH) dan kadar total fenol yang ditunjukkan pada Tabel 11. Kadar air merupakan parameter penting untuk produk berbentuk bubuk karena akan mempengaruhi stabilitas dan penyimpanan produk. Kadar air pewarna bubuk ekstrak biji pinang pada penelitian ini berkisar antara 5,19% - 7,54% (Tabel 11). Nilai tersebut masih berada pada kisaran rata-rata kadar air produk bubuk secara umum yaitu kurang dari 10% (Hardjanti 2008).

Tabel 11 Karakteristik kimia pewarna bubuk ekstrak biji pinang

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6B) menunjukkan bahwa tingkat ketuaan buah pinang berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar air pewarna

Dokumen terkait