• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV DATA DAN ANALISA DATA

D. Pembahasan

Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif dengan menggunakan metode Jigsaw II terhadap motivasi siswa, maka diberikan kuesioner berupa pernyataan mengenai motivasi siswa dalam pembelajaran fisika baik sebelum pembelajaran dengan metode Jigsaw II maupun setelah pembelajaran. Secara statistik, motivasi awal siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol signifikan. Artinya ada perbedaan motivasi awal antara kedua kelas. Berdasarkan perbandingan rata-rata, kelas eksperimen memiliki motivasi awal yang lebih rendah daripada kelas kontrol. Mean motivasi awal kelas eksperimen ialah 38,83 dan mean motivasi awal kelas kontrol ialah 44,94. Karena motivasi awal siswa tidak sama, maka untuk membandingkan pengaruh penerapan metode Jigsaw II dan ceramah terhadap motivasi, analisis motivasi akhir menggunakan gain skor yaitu selisih antara motivasi akhir dan motivasi awal kelas eksperimen dan kelas kontrol. Secara statistik, motivasi awal dan motivasi akhir siswa, di kelas ekperimen maupun kelas kontrol tidak signifikan. Artinya tidak ada perbedaan motivasi awal dan motivasi akhir setelah diberi treatment. Berdasarkan perbandingan rata-rata kelas eksperimen memiliki motivasi awal dan motivasi akhir yang lebih rendah dibanding kelas kontrol. Mean motivasi

akhir kelas eksperimen ialah 38,75 dan mean motivasi akhir kelas kontrol ialah 45 dari skor maksimal 60. Berdasarkan perbandingan rata-rata dari gain skor, kelas eksperimen memiliki motivasi yang lebih rendah daripada kelas kontrol. Mean gain skor motivasi kelas eksperimen ialah –0,08 (tanda negatif karena

adanya penurunan motivasi) dan mean gain skor motivasi kelas kontrol ialah 0,05. Baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol skor total setiap siswa menjawab seluruh pernyataan sama ketika sebelum dan sesudah walaupun tidak konsisten dalam menjawab tiap itemnya.

Karena yang akan dilihat adalah pengaruh metode Jigsaw II terhadap motivasi, maka yang dianalisis porsentase dan kualifikasinya hanya motivasi akhir setelah diberikan treatment pada kelas eksperimen dan motivasi akhir pada kelas kontrol dengan metode yang sama yaitu ceramah. Porsentase kelas eksperimen untuk kategori motivasi sangat tinggi, tinggi dan kurang tinggi berturut-turut 16,7 %, 75 %, 8,3 % dan kelas kontol berturut-turut 59,7 %, 39,5 %, 2,6 %. Jadi, kelas ekperimen memiliki motivasi yang tinggi dan kelas kontrol memiliki motivasi yang sangat tinggi dalam belajar fisika. Kualifikasi tingkat motivasi siswa berdasarkan perbandingan rata-rata data yang diperoleh ialah kelas eksperimen masuk dalam kategori motivasi tinggi dengan rata-rata 38,75 dan kelas kontrol dalam kategori motivasi sangat tinggi dengan rata-rata 45. Melihat ketidakkonsistennya siswa dalam menjawab setiap pernyataan, maka dilakukan wawancara mengenai motivasi terhadap metode Jigsaw II dengan beberapa siswa kelas eksperimen untuk memperoleh keterangan yang pasti.

Kuesioner motivasi siswa terhadap pembelajaran terdiri dari 20 pernyataan. Untuk setiap jawaban pernyataan tersebut, skor total siswa menjawab hampir sama walaupun tidak konsisten memilih dalam satu pernyataan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel distribusi motivasi awal dan akhir yang disajikan pada lampiran 10. Skor yang diperoleh untuk setiap pernyataan ada yang berbeda sangat jauh setelah diberi treatment pada kelas eksperimen memiliki skor yang jauh lebih tinggi dibanding sebelumnya yaitu pada pernyaatan 1 dengan total skor adalah 89 yang sebelumnya yaitu 48. Maka yang mengalami peningkatan ialah pernyataan nomor 1 yaitu “ saya mempersiapkan materi pelajaran fisika sebelum berangkat sekolah” dan pertanyaan nomor 2 dengan total skor 85 yang sebelumnya yaitu 42 dengan pernyataan “saya bertanya kepada teman atau guru bila saya belum paham dengan materi dalam pembelajaran fisika”. Hal ini sinkron dengan jawaban beberapa siswa dalam wawancara yang mengatakan mereka berusaha menemukan jawaban latihan soal sebelum menerangkan kepada teman kelompok dan juga bertanya kepada teman lain jika menemukan kesulitan dalam belajar. Pernyataan nomor 8 untuk motivasi awal dan motivasi akhir yaitu “saya menjadi lebih semangat belajar ketika hasil belajar saya dipuji guru atau teman“. Berdasarkan wawancara siswa mengatakan belajar dengan menggunakan metode Jigsaw II merupakan ajang untuk menunjukan kemampuan kepada siswa lain. Sebaliknya, dari 20 pernyataan tersebut, ada juga pernyataan motivasi awalnya yang jauh lebih tinggi dibandingkan pernyataan motivasi akhir setelah diberi treatment. Pernyataan yang mengalami penurunan

ialah pernyataan nomor 3, 4, 7, 9, dan 12. Pernyataan nomor 3 untuk motivasi awal yaitu “Saya mempelajari kembali materi pelajaran yang disampaikan guru di rumah” dan pernyataan untuk motivasi akhir “saya mempelajari kembali materi pelajaran yang disampaikan teman saya dalam kelompok”. Pernyataan nomor 7 untuk motivasi awal dan motivasi akhir ialah “saya akan tetap belajar dengan kemauan sendiri karena saya merasa belajar merupakan kewajiban saya sebagai siswa”. Berdasarkan wawancara siswa mengatakan akan semangat dalam belajar apabila guru yang menerangkan, karena kalau guru yang menerangkan tidak diragukan lagi tetapi apabila teman yang menerangkan belum pasti benar sehingga siswa juga kurang termotivasi untuk belajar. Pernyataan nomor 4 untuk motivasi awal dan motivasi akhir ialah “saya membaca sumber lain terkait pelajaran fisika yang sedang dipelajari”. Ketika pembelajaran dengan metode Jigsaw II, siswa hanya belajar dari handout karena menganggap bahwa isi pembelajaran lebih ringkas dan mudah dipahami sehingga siswa tidak mencari sumber lain. Berbeda dengan pembelajaran biasanya, siswa belajar dari buku paket dan internet. Pernyataan nomor 9 untuk motivasi awal ialah “saya tertantang untuk mengerjakan soal yang sulit ketika saya bisa menyelesaikan soal yang diberikan guru” dan motivasi akhir ialah ”saya tertantang untuk mengerjakan soal yang sulit ketika saya bisa menyelesaikan soal yang ada dalam handout”. Berdasarkan wawancara siswa mengatakan hanya belajar dari handout, sehingga siswa pun hanya mengerjakan soal yang ada dalam handout dan tidak mengerjakan soal yang lebih sulit setelah

menyelesaikan soal tersebut. Pernyataan nomor 12 untuk motivasi awal dan motivasi akhir ialah “saya cenderung diam jika tidak paham dengan materi yang diajarkan”. Berdasarkan wawancara siswa mengatakan tidak memberikan tanggapan terhadap materi yang disampaikan siswa lain dalam kelompok karena tidak paham apabila bukan guru yang menerangkan. Jawaban beberapa siswa dalam wawancara memperjelas jawaban ketika siswa mengisi kuesioner.

Untuk melihat bagaimana pengaruh metode Jigsaw II dalam pembelajaran fisika materi Suhu dan Kalor terhadap prestasi siswa, dilihat nilai pre-test dan post-test pada kelas eksperimen. Selain itu, melihat perbandingan dengan nilai

pre-test post-test yang diperoleh kelas yang menggunakan metode ceramah yaitu

kelas kontrol. Terlihat pada tabel 4.9 dan 4.10 bahwa ada perbedaan antara nilai pre-test dan post-test, baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol.

Dengan menggunakan perbandingan rata-rata, diperoleh nilai post-test lebih tinggi dibanding nilai pre-test. Kemudian analisis menggunakan uji t-dependen diperoleh hasilnya signifikan dengan membandingkan hasil p-value dan α dimana p value lebih besar dari nilai α. Dengan kata lain, pembelajaran dengan metode Jigsaw II dan metode ceramah dapat meningkatkan prestasi siswa. Kondisi ini wajar karena pre-test diadakan sebelum siswa belajar materi sedangkan post-test diadakan setelah siswa dibekali materi. Karena itu, untuk melihat metode mana yang paling memberi pengaruh baik, dalam hal ini dapat meningkatkan prestasi siswa, maka dilihat perbandingan nilai pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol, juga nilai post-test antara kelas eksperimen dan

kelas kontrol. Berdasarkan data dan analisis yang diperoleh terdapat perbedaan antara nilai pre-test kelas kontrol dan kelas eksperimen. Dengan menggunakan uji t-independen nilai pre-test antara kelas eksperimen dan kelas kontrol p value lebih besar dari nilai α maka hasilnya tidak signifikan artinya tidak ada perbedaan. Antara kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki kemampuan awal yang sama. Namun, jika dilihat dari perbandingan rata-rata, kelas eksperimen memiliki kemampuan awal yang sedikit lebih rendah dibanding kelas kontrol. Mean pre-test kelas eksperimen ialah 33,47 dan mean pre-test kelas kontrol ialah 34,73. Kemudian, nilai post-test yaitu setelah kelas eksperimen diberi treatment dan kelas kontrol diajarkan ceramah juga dianalisa dengan menggunakan uji t-independen. Hasil menunjukkan bahwa p value lebih besar dari nilai α maka hasilnya tidak signifikan artinya tidak ada perbedaan antara kemampuan siswa setelah diajarkan materi Suhu dan Kalor dengan metode yang berbeda. Namun, dengan melihat perbandingan rata-rata, kelas eksperimen memperoleh nilai yang sedikit lebih tinggi dibanding kelas kontrol. Mean post-test kelas eksperimen 66,33 ialah dan mean post-test kelas kontrol

ialah 64,52. Mengingat sebelumnya, nilai pre-test kelas ekperimen lebih rendah dari kelas kontrol dan setelah diberi treatment nilai kelas eksperimen lebih tinggi dibanding kelas kontol, hal ini menunjukkan bahwa metode Jigsaw II dapat memberikan pengaruh baik terhadap prestasi siswa yaitu dapat meningkatkan prestasi siswa.

Selain peningkatan prestasi, metode ini memberikan keuntungan tersendiri bagi siswa pada kelas eksperimen. Secara tidak sadar, siswa mendapatkan pengalaman yang lebih dalam hal belajar dengan metode baru, menggali informasi sendiri lalu membagi dengan teman kelompok juga siswa termotivasi untuk belajar sebelum memulai pembelajaran di kelas. Selain itu, siswa kelas eksperimen dapat belajar berdinamika dalam kelompok dan berdiskusi saling tukar pendapat. Siswa mempunyai keinginan untuk mencari tahu karena takut tidak menjelaskan dengan baik kepada teman kelompok.

Berdasarkan wawancara diperoleh bahwa, siswa lebih semangat dalam belajar jika guru yang menerangkan karena siswa berpikir konsep yang diberikan lebih dijamin kebenarannya jika guru yang menjelaskan sehingga tidak ragu untuk mempelajari kembali. Untuk itu, sangatlah dibutuhkan pendampingan lebih intensif dari guru ketika siswa berdiskusi dalam kelompok homogen agar siswa benar-benar mengerti dengan isi materi yang akan dibahasnya. Sehingga ketika siswa kembali ke kelompok heterogen, dapat menerangkan materi dengan baik dan penjelasannya mampu meyakinkan anggota kelompok.

Dokumen terkait