• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Prestasi Belajar

Menurut Ahmadi (2013: 138) prestasi belajar merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Arifin (1988: 3) mendefinisikan prestasi sebagai kemampuan, keterampilan, dan sikap seseorang dalam menyelesaikan sesuatu. Prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perennial dalam sejarah kehidupan manusia karena sepanjang rentang kehidupanya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Syah (2003: 216) mengungkapkan bahwa pada prinsipnya prestasi merupakan pengungkapan hasil belajar ideal yang berubah sebagi akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Jadi, prestasi belajar merupakan kemampuan, keterampilan dan sikap yang dicapai seseorang yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf maupun kalimat sebagai akibat dari pengalaman belajar.

Ahmadi (2013: 139) mengemukakan beberapa faktor internal dan eksternal prestasi belajar. Yang tergolong faktor internal adalah :

1. Faktor jasmaniah (fisiologi) yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan sebagainya.

2. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh terdiri atas :

a. Faktor intelektif yang meliputi:

1) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat.

2) Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki.

b. Faktor non-intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minta, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri.

Sedangkan yang tergolong faktor eksternal, ialah:

1. Faktor sosial yang terdiri atas : a. Lingkungan keluarga b. Lingkungan sekolah c. Lingkungan masyarakat d. Lingkungan kelompok

2. Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan teknologi. 3. Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, dan iklim.

Menurut Arifin (1988: 3) ada 5 fungsi utama prestasi belajar antara lain: 1. Sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai

anak didik.

3. Sebagai bahan informasi dalam motivasi pendidikan, artinya bahwa prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi anak didik dalam mengingatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berperan sebagai umpan balik dalam meningkatkan mutu pendidikan.

4. Sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu instansi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan, sedangkan indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan anak didik dalam masyarakat.

5. Dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak didik. D. Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Sugandi (Taniredja, 2011: 55) pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kelompok lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdependensi efektif diantara anggota kelompok.

Cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau

perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Menurut Solihatin (Taniredja, 2011: 56) cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota kelompok. Menurut Roger (Huda, 2012: 29) pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain. Jadi, pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka antara siswa.

2. Tipologi Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin (2005: 26) ada enam tipologi pembelajaran kooperatif, yaitu: a. Tujuan kelompok bahwa kebanyakan metode pembelajaran kooperatif

menggunakan beberapa bentuk tujuan kelompok. Ada yang berupa sertifikat atau rekognisi lainnya yang diberikan kepada tim yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.

b. Tanggung jawab individual. Ini dilaksanakan dengan dua cara. Pertama dengan menjumlah skor kelompok atau nilai rata-rata individu atau penilaian lainnya, seperti dalam model pembelajaran siswa. Kedua, merupakan spesialisasi tugas. Cara kedua ini siswa diberi tanggung jawab khusus untuk sebagaian tugas kelompok.

c. Kesempatan sukses yang sama yang merupakan karakteristik unik metode pembelajaran tim siswa, yakni penggunaan skor yang memastikan semua siswa mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam timnya.

d. Kompetisi tim, sebagai sarana dalam memotivasi siswa untuk bekerja sama dalam timnya.

e. Spesialisasi tugas untuk melaksanakan sub tugas terhadap masing-masing anggota kelompok.

f. Adaptasi terhadap kebutuhan kelompok yang akan menggunakan pengajaran yang mempercepat langkah kelompok.

3. Rasionalisasi Pembelajaran Kooperatif

Johnson (Huda, 2012: 64) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif bisa diterapkan dihampir semua tingkatan umur, kelas, mata pelajaran, dan tugas akadeik yang melibatkan proses berpikir tingkat tinggi, seperti pencapaian konsep (concept attainment), kategorisasi (categorization), pemecahan masalah secara verbal dan spasial (verbal and spatial problem solving), retensi dan daya ingat (retention and memory) , performa motorik

(motor performance), prediksi (predicting), dan penilaian (judging). Bahkan untuk tugas-tugas yang bersifat hafalan maupun korektif sekalipun, pembelajaran kooperatif tidak kalah efektif dibandingkan dengan pembelajaran kompetitif dan individualistik. Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, dimana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Tujuan pembelajaran kooperatif ialah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994: 50). Sadker (Huda, 2012: 66) menjabarkan beberapa manfaat pembelajaran kooperatif. Selain meningkatkan keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat-manfaat besar lain seperti berikut ini:

a. Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur – struktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi.

b. Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar.

c. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli pada teman-temannya, dan diantara meraka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif (interpedensi positif) untuk proses belajar mereka nanti.

d. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap

Dokumen terkait