• Tidak ada hasil yang ditemukan

Secara teoritis model pembelajaran learning cycle merupakan model pembelajaran konstruktivistik yang mendorong siswa untuk mengkonstruksi konsepnya sendiri berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya. Hal ini pararel

dengan pengertian belajar menurut pandangan konstruktivis, bahwa belajar adalah proses konstruksi pengetahuan oleh siswa, atas dasar struktur kognitif atau skemata-skemata yang telah ada sebelumnya (Bodner, 1986:876). Jadi dalam pembelajaran siswa diharapkan mampu mengkonstruksi sendiri konsep-konsep yang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya, sehingga diharapkan siswa akan dapat mengingat lebih lama pengetahuannya karena siswa sendiri yang memperoleh konsep tersebut.

Dari hasil pengujian hipotesis diperoleh prestasi belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle enam fase secara signifikan lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran ceramah pada materi pokok hidrolisis garam. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran learning cycle enam fase lebih baik untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, sehingga dapat dikatakan bahwa perbedaan yang terjadi antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dalam penelitian ini bukanlah disebabkan oleh nilai pretes atau faktor kebetulan. Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran learning cycle enam fase lebih efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa SMAN 1 Makale dibandingkan dengan model ceramah. Hasil ini sesuai penelitian yang membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran learning cycle dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Maysara (2006) melaporkan hasil penelitiannya bahwa model pembelajaran

learning cycle efektif meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi pokok laju

reaksi siswa kelas II SMA Negeri 4 Kendari. Demikian pula penelitian yang telah dilakukan oleh Iskandar (2001) mengatakan bahwa model pembelajaran learning

Demikian pula Soebagio (2001) melaporkan dengan penggunaan model learning

cycle mampu meningkatkan berbagai ketrampilan proses pada siswa meliputi

kemampuan untuk mengamati, mengidentifikasi, melakukan percobaan di laboratorium dan mampu memahami konsep redoks dengan lebih baik. Aman Santoso (2003) juga melaporkan bahwa model learning cycle mampu meningkatkan prestasi belajar siswa dan aktifitas siswa dalam proses pembelajaran. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Endang dan Kartini (2003) bahwa model

learning cycle mampu meningkatkan aspek kuantitatif dan kualitatif pembelajaran,

aspek kuantitatif tampak dari hasil ujian kemampuan kognitif siswa yang berupa tes tertulis, sedangkan aspek kualitatif menunjukkan bahwa antusiasme, motivasi, dan aktivitas siswa meningkat selama proses pembelajaran. Aktivitas siswa pada proses pembelajaran ini sangat padat utamanya pada saat siswa mengekspolasi pengetahuannya melalui membaca literatur atau pembuktian hipotesis dan mengerjakan LKS.

Adanya perbedaan antara prestasi belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran learning cycle enam fase dan prestasi belajar siswa yang diajar dengan model ceramah disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya dalam pembelajaran learning cycle enam fase diawali dengan fase identifikasi kompetensi dasar oleh guru di awal pembelajaran. Dalam fase ini pengajar menyampaikan kompetensi dasar tentang materi pokok yang akan dipelajari serta yang akan dicapai. Fase pertama ini dilakukan dengan menjelaskan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pembelajaran agar siswa dapat terfokus pikirannya pada materi pokok hidrolisis garam yang akan dipelajari dan mengetahui materi yang harus dikuasai. Setelah siswa memahami standar kompetensi, kompetensi

dasar, dan indikator pembelajaran guru mengantar siswa memasuki fase yang kedua yakni fase engangement dengan mengajukan pertanyaan. Dalam fase ini siswa dirangsang keingintahuannya tentang topik/poko bahasan yang akan diajarkan. Siswa pada fase ini telah mampu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan topik/materi pokok, sehingga pada fase selanjutnya dalam pikiran siswa telah ada keterkaitan antara materi yang sudah dipahami dengan materi yang akan dipelajari dan memudahkan siswa untuk memahami materi selanjutnya. Awalnya dalam fase ini siswa membutuhkan waktu yang lebih lama, tetapi setelah pertemuan berikutnya siswa sudah dapat memahaminya.

Selanjutnya pada fase eksplorasi siswa sudah dapat menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan diajarkan. Hal ini dapat terlihat dari antusiasme siswa dalam melakukan kegiatan praktikum (menyelidiki beberapa sifat larutan garam dalam air) dan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru. Dalam fase penjelasan, ada sebagian siswa yang sudah dapat menjelaskan atau mengkomunikasikan ide-ide yang telah dipelajari dan siswa menjelaskan dengan kalimat mereka sendiri terhadap materi tersebut. Hal ini dapat dilihat pada kemampuan siswa dalam menjelaskan hasil dari kegiatan yang telah mereka lakukan (praktikum). Selanjutnya pada fase penerapan siswa sudah dapat memperluas dan memperdalam konsep-konsep yang baru serta sudah dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan materi selanjutnya dengan mengaitkan konsep-konsep terdahulu. Pada fase terakhir yakni evaluasi agar siswa dapat lebih memahami materi yang diajarkan maka guru harus mengajukan pertanyaan yang berulang-ulang serta memberikan kesimpulan yang sekiranya belum jelas bagi siswa.

Tabel. 2 Statistik Deskribtif

Descrip tive Statistics Dependent Variable: Postest

8.5000 .7071 2 9.0000 1.4142 2 8.7500 .9574 4 12.0769 1.5525 13 13.0000 1.5811 5 12.3333 1.5718 18 13.5455 2.3394 11 17.2105 1.7505 19 15.8667 2.6488 30 12.4231 2.2834 26 15.7692 3.0765 26 14.0962 3.1701 52 Kelas

Kelas Kont rol (Model Ceramah)

Kelas Eksperimen (Model Learning Cy cle) Total

Kelas Kont rol (Model Ceramah)

Kelas Eksperimen (Model Learning Cy cle) Total

Kelas Kont rol (Model Ceramah)

Kelas Eksperimen (Model Learning Cy cle) Total

Kelas Kont rol (Model Ceramah)

Kelas Eksperimen (Model Learning Cy cle) Total Motiv asi Rendah Sedang Tinggi Total

Mean St d. Dev iation N

Hasil penelitian yang diperoleh seperti pada Tabel. 2 menunjukkan bahwa pembelajaran dengan mengunakan model learning cyle enam fase memberikan hasil belajar siswa yang lebih tinggi daripada hasil belajar siswa dengan menggukanakan model ceramah. Model pengajaran mempengaruhi hasil belajar siswa (postes). Rata-rata postes siswa dengan model pengajaran learning cycle adalah 14,1 lebih tinggi daripada rata-rata postes siswa dengan model ceramah yakni 12,4.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan pembelajaran model learning cycle enam fase dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini disebabkan karena fase-fase dalam pembelajaran tersebut lebih rinci dalam memperoleh pengetahuan, sehingga memungkinkan siswa untuk mengkonstruksi sendiri konsep yang dipelajarinya, akibatnya konsep yang diperoleh tersebut akan diingat lebih lama.

Perbedaan Hasil Belajar Siswa yang Memiliki Motivasi Tinggi, Sedang, dan Rendah

Faktor lain yang dapat mendukung bekerhasilan dalam pendidikan dan yang sangat jarang diperhatikan adalah motivasi belajar siswa. Dalam perilaku belajar terdapat motivasi belajar, yang dapat dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi belajar yang dimiliki siswa dapat diperkuat oleh guru/pendidik sehingga siswa dalam belajar selalu berusaha untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Penguatan motivasi-motivasi belajar tersebut berada di tangan para guru/pendidik dan anggota masyarakat lain.

Dalam proses pembelajaran, secara tegas Elliot (1996) mengemukakan bahwa motivasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Hal ini ditegaskan pula bahwa motivasi merupakan faktor yang memprakarsai, memperkuat, dan mempertahankan perilaku. Di samping itu motivasi juga menggerakkan, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku (Peterson, 1991).

Situasi kelas yang termotivasi dapat mempengaruhi proses belajar maupun tingkah laku siswa. Siswa yang termotivasi untuk belajar akan sangat tertarik dengan berbagai tugas belajar yang sedang mereka kerjakan, menunjukkan ketekunan yang tinggi, variasi aktivitas belajar merekapun lebih banyak sehingga keterlibatan mereka dalam belajar akan lebih besar.

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel. 2 dan Grafik 1 estimate marginal

means of postes terlihat bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan prestasi

belajar kimia antara siswa yang memiliki tingkatan motivasi berbeda. Mengacu pada pengujian hipotesa tersebut nampak bahwa siswa dengan motivasi belajar yang tinggi memiliki prestasi belajar kimia yang tinggi pula, siswa yang memiliki

motivasi belajar yang sedang memiliki prestasi belajar yang sedikit lebih rendah, dan siswa yang memiliki motivasi belajar yang rendah memiliki prestasi belajar kimi yang rendah pula.

Perbedaan hasil belajar berdasarkan perbedaan motivasi belajar siswa disebabkan oleh beberapa hal. Yang pertama adalah perhatian, perhatian siswa muncul didorong oleh rasa ingin tahu. Siswa yang memiliki rasa ingin tahu yang besar akan selalu berusaha untuk bertanya guna memuaskan keingin tahuannya akan materi pelajaran yang dihadapinya. Terlihat dalam penelitian ini siswa tersebut selalu bertanya pada guru. Kedua relevansi, relevansi adalah hubungan materi dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Dilihat secara langsung materi hidrolisis garam kurang tampak dalam kehidupan siswa sehari-hari sehingga ada sebagian siswa yang kurang memberikan perhatian. Ketiga kepercayaan diri, kepercayaan diri adalah merasa diri konpeten atau mampu. Atau dengan kata lain keyakinan bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan suatu tugas yang menjadi syarat keberhasilan. Dalam penelitian ini siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok kecil. Setiap anggota dalam kelompok memiliki tugas dan tanggungjawab masing-masing sehingga dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk dapat melaksanakan tugas masing-masing. Hal ini dapat terlihat pada tahap eksplorasi di mana masing-masing siswa berusaha menggali dan menemukan konsep akan materi hidrolisis garam. Keempat kepuasan, keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan kepuasan. Siswa berusaha untuk menemukan setiap jawaban yang diajukan kepada mereka. Dalam penelitian ini kepuasan siswa dapat terilah pada setiap fase dalam learning cycle yang mereka

dapat tunjukkan dengan antusias dalam menyelesaikan pertanyaan yang diajukan dan dalam memasuki awal siklus berikutnya.

Dari perhitungan dengan SPSS pada lampiran 11 diperoleh Probabilitas (Sig.) = 0,000, Fhitung = 29,447, dan Ftabel (2;46;0,05) = 3,199. Secara statistik ditarik kesimpulan bahwa ketiga data yaitu motivasi belajar tinggi, motivasi belajar sedang, dan motivasi belajar rendah mempunyai rata-rata yang tidak identik (berbeda secara signifikan) karena nilai Sig. (0,000) < 0,05. dan Fhitung (29,447) > Ftabel (3,199). Rata-rata prestasi belajar siswa melalui postes berdasarkan motivasi tinggi adalah 15,9 lebih tinggi daripada rata-rata postes siswa dengan motivasi sedang yakni 12,3. Sedangkan rata-rata postes siswa dengan motivasi rendah adalah paling kecil yaitu 8,7. Secara statiktik dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar mempengaruhi nilai postes siswa. Atau dengan kata lain motivasi belajar berpengaruh pada hasil belajar siswa.

Perbedaan prestasi belajar siswa berdasarkan pada tingkatan motivasi yang berbeda disebabkan oleh dorongan kekuatan mental. Kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan, atau cita-cita. Kekuatan mental itu dapat tergolong rendah atau tinggi. Kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar adalah motivasi belajar. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar (Koeswara, 1989; Siagian, 1989; Schein, 1991; Biggs & Telfer, 1987). Ada tiga komponen utama dalam motivasi belajar yaitu: (1) Kebutuhan, (2) Dorongan, dan (3) Tujuan (Dymiati & Mudjiono, 2006:80).

Siswa dengan motivasi yang rendah akan memperoleh hasil belajar yang rendah pula. Hal ini disebabkan karena siswa tersebut tidak mengetahui kegunaan mata pelajaran di sekolah atau dengan kata lain belajar bukan merupakan kebutuhannya. Selain itu dorongan mental dalam diri siswa tersebut tidak cukup kuat untuk mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan belajar. Sedangkan Siswa dengan motivasi yang tinggi akan memperoleh hasil belajar yang tinggi pula. Hal ini disebabkan karena siswa tersebut menjadikan belajar sebagai kebutuhan bagi dirinya, ada kekuatan mental yang kuat untuk mendorongannya melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan atau mencapai keinginan yang diharapkan.

Perbedaan Hasil Belajar Siswa Berdasarkan Motivasi dan Model Pembelajaran Model pembelajara learning cycle enam fase merupakan model pembelajaran konstruktivis yang dapat mendorong siswa untuk mengkonstruksi konsepnya sendiri berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Jadi di dalam pembelajaran kimia siswa diharapkan mampu mengkonstruksi sendiri konsep-konsep yang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, sehingga diharapkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan dapat bertahan lama dalam ingatan mereka karena siswa sendiri yang memperoleh konsep tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil belajar siswa (postes) yang diajar dengan mengunakan model pembelajaran learning cycle enam fase secara signifikan lebih tinggi dengan hasil belajar siswa yang diajar dengan model cerama pada materi pokok hidrolisis garam. Hal ini menunjukkan bahwa model pemebelajaran learning cycle enam fase lebih baik untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Dengan kata lain model pembelajaran learning cycle enam fase lebih

efektif dibandingkan dengan model ceramah untuk meningkatkan prestasi belajar pada siswa Kelas XI IPA 5 SMAN I Makale pada materi pokok hidrolisis garam.

Pada Tabel. 2 bagian motivasi * model diperoleh probabilitas (Sig.) = 0,042, Fhitung = 3,408, dan Ftabel (2;46;0,05) = 3,199 dari data ini dapat disimpulkan bahwa ketiga data mempunyai rata-rata yang tidak identik (berbeda secara signifikan) karena nilai Sig. (0,042) < 0,05. dan Fhitung (3,408) > Ftabel (3,199). Berdasarkan pengujian hipotesa secara statistik di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar dan penerapan model pembelajaran learning cycle enam fase berpengaruh pada hasil belajar siswa.

Gambar 1. Estimate Marginal Means of Postes

Estimated Marginal Means of Postest

Motivasi T in g g i Se d an g Re n da h E st im a te d M a rg in a l M e a n s 1 8 1 6 1 4 1 2 1 0 8 Kelas Ke la s Ko n tro l (M o de l Ce ram ah ) Ke la s Eksp e ri me n (Mo d e l L e a rn i ng Cycle )

Berdasarkan Grafik 1. Estimate Marginal Means of Postes di atas dapat disimpulkan :

1. Motivasi belajar siswa yang rendah, kedua pendekatan pembelajaran tidak memberikan hasil belajar yang jauh berbeda.

2. Motivasi belajar siswa yang sedang, kedua pendekatan pembelajaran juga belum memperlihatkan hasil yang berbeda.

3. Motivasi belajar siswa yang tinggi, kedua pendekatan pembelajaran menunjukkan hasil belajar yang berbeda.

Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu: (1) kebutuhan, (2) dorongan, dan (3) tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki dan yang ia harapkan (Dimyati& Mudjiono). Mc. Cleland berpendapat (dalam Dimyati& Mudjiono, 2006) setiap orang memiliki tiga jenis kebutuhan dasar, yaitu (1) kebutuhan akan kekuasaan, (2) kebutuhan untuk berafiliasi, dan (3) kebutuhan berprestasi. Kebutuhan akan kekuasaan terwujud dalam keinginan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan berafliasi tercermin dalam terwujudnya situasi bersahabat dengan orang lain. Kebutuhan berprestasi terwujud dalam keberhasilan melakukan tugas-tugas yang dibebankan. Jadi seseorang yang memiliki motivasi yang tinggi akan paralel dengan kebutuhannya, dalam hal ini kebutuhan berprestasi.

Dalam penelitian ini terlihat pada Grafik 1 makin tinggi motivasi belajar siswa prestasi belajar siswa makin tinggi. Pada kelas eksperimen terlihat prestasi belajar siswa pada postes lebih tinggi dari kelas kontrol. Sebaliknya makin rendah motivasi belajar siswa prestasi belajarnya rendah bahkan memperlihatkan ada kecenderungan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol prestasi belajar yang hampir sama. Pendekatan pembelajaran konstruktivistik (model learning cycle enam fase) lebih efektif dibandingkan model pembelajaran ceramah pada materi pokok Hidrolisis Garam pada siswa Kelas XI IPA 5 SMAN I Makale.

Hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan peningkatan motivasi pada penerapan model pembelajaran learning cycle. Budiasih dan Widarti (2004) melaporkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran learning cycle pada matakuliah Praktikum Kimia Analisis Istrumen telah dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang dapat diketahui dari meningkatnya motivasi, keaktifan,

kualitas tanya jawab, dan interaksi antar mahasiswa. Senada dengan itu Fajaroh dan Dasna (2003) melaporkan penggunaan learning cycle untuk pembelajaran zat Kimia aditif dapat meningkatkan motivasi, kemampuan menjelaskan (argumentasi), kualitas tanya jawab, dan interaksi, serta prestasi belajar kimia siswa SMA.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran learning

cycle adalah pembelajaran konstruktivistik yang berpusat pada siswa. Siswa

sepenuhnya terlibat secara aktif dalam aktivitas pembelajaran. Siswa termotivasi untuk melakukan kegiatan seperti mengeksplorasi, mengenal konsep dan mengaplikasikan konsep hingga diskusi dan tanya jawab dilakukan dengan penuh perhatian. Keterlibatan siswa dalam memperoleh konsep akan mengakibatkan konsep tersebut akan diingat lebih lama sehingga dengan model pembelajaran

learning cycle enam fase secara teori dan secara praktek dapat lebih efektif dalam

meningkatkan prestasi belajar siswa.

Persepsi Siswa yang Diajar Menggunakan Model Learning Cycle Enam Fase Persepsi siswa juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran karena siswa akan menentukan bagaimana mereka mempelajari dan memahami suatu materi pelajaran. Persepsi yang baik (positif) terhadap model pembelajaran akan mendorong siswa untuk belajar dengan sungguh-sungguh, dapat menyelesaikan tugas dengan baik bahkan sangat memperhatikan proses pembelajaran di kelas.

Data pada Tabel.1 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang diajar dengan model pembelajaran learning cycle memberikan respon yang baik yakni sebesar 53,8% dan respon yang sangat baik 46,2%. Berdasarkan data hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa persepsi siswa terhadap penerapan model pembelajaran learning cycle enam fase siswa kelas XI IPA 5 SMAN I Makale Kabupaten Tana Toraja pada materi pokok hidrolisis garam adalah positif (80,5%). Respon yang diberikan oleh siswa disebabkan karena mereka merasa dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk belajar memperoleh konsep secara mandiri sehingga dapat meningkatkan pemahaman mereka terhadap materi pelajaran. Dalam proses pembelajaran model learning

cycle guru berusaha merangsang cara berpikir siswa dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan pada setiap tahapan yang berkaitan dengan materi hidrolisis garam.

Berdasarkan variabel yang diukur dalam pembelajaran model learning cycle enam fase umumnya siswa merespon secara positif. Hal ini dapat terlihat dari sikap siswa yang sangat antusia dalam menerima pelajaran, termotivasi untuk belajar, termotivasi untuk menyelesaikan soal-soal, sering bertanya dan berani mengungkapkan ide atau pendapatnya. Hal lain yang dapat diperoleh selama diterapkan model pembelajaran learning cycle enam fase adalah meningkatnya keterampilan ilmiah dan keterampilan sosial siswa. Keterampilan ilmiah siswa berkembang terlihat dari keterampilan mereka dalam mengamati, mengumpulkan data dan mengkomunikasikannya, serta berani mengemukakan pendapatnya. Keterampilan sosial siswa berkembang hal itu dapat terlihat pada siswa yang semula tidak berani bertanya dan tidak mau menerima pendapat temannya dapat berkembang menjadi berani bertanya, berani mengemukakan pendapatnya, mau bekerja sama, dan mau menerima pendapat temannya.

Bertitik tolak pada penjelasan di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dengan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran akan mengakibatkan siswa cenderung bersemangat dan antusias dalam mengikuti pelajaran. Hal ini terlihat pada siswa dalam mengerjakan soal-soal, mengajukan pertanyaan, memberikan masukan pada teman-temannya, dapat bekerja secara mandiri maupun kelompok, sehingga dapat mengembangkan keterampilan sains dan keterampilan sosial.

Dokumen terkait