TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN LARUTAN PENYANGGA YANG DIUKUR DENGAN AUTHENTIC
ASSESSMENT
(The Influence of Concept-Map Strategy and Vee Diagram on Students’
Understanding of the Concept of Buffer Solution, Assessed with an Authentic Assessment Procedure)
BUDI UTAMI
Study Program of Chemical Education. Post Graduate Malang State University
Abstract
The purposes of this research were (1) to know the differences in the achievement of the 11th grade students of SMA PGRI Lawang, taught with concept-map-Vee-diagram strategy, in the topic of buffer-solution, compared to those instructed using lecture a method, (2) to know the differences in the score of laboratory skills of the 11th grade students of SMA PGRI Lawang, taught with concept-map-Vee-diagram strategy, in the topic of buffer-solution, compared to those instructed using lecture a method, and (3) to know the perceptions of the students towards the implementation of the concept-map and Vee-diagram strategy in the learning of the topic of buffer solution.
The design of the study was a quasi-experimental design using the 11th grade students of the class of IPA, SMA PGRI Lawang. The subjects were assigned to an experiment and a control groups. The result of the study showed that (1) students using concept- map and Vee-diagram strategy were better in their learning achievement compared to those of the lecture method group, with averages scores of 74.43 and 65.04 respectively; (2) concept-map and Vee-diagrams students also performed better in their laboratory works compared to their lecture-group counterparts; and (3) 47.5% students responded positively to the implementation of concept-map and Vee-diagram strategy, while 52.5% believed that they got much advantage with the implementation of the strategy. Keywords : Concept-Map, Vee Diagram, Students’ Understanding, authentic
assessment.
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) apakah ada perbedaan hasil belajar siswa kelas XI IPA semester genap SMA PGRI Lawang Malang antara siswa yang diajar dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee dengan yang diajar dengan metode ceramah pada materi pokok bahasan larutan
laboratorium siswa kelas XI IPA semester genap SMA PGRI Lawang Malang antara siswa yang diajar dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee dengan yang diajar dengan metode ceramah pada materi pokok bahasan larutan penyangga tahun 2007/2008, (3) persepsi siswa terhadap penerapan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee dalam pembelajaran larutan penyangga.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental semu (quasi eksperimental). Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA1 dan siswa kelas XI IPA2 SMA PGRI Lawang Malang yang terbagi atas kelompok kontrol dan eksperimen. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan statistik uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga yang menggunakan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee lebih baik jika dibandingkan hasil belajar siswa yang menggunakan metode ceramah yaitu rata-rata nilai untuk kelompok eksperimen adalah 74,43, sedang rata-rata nilai untuk kelompok kontrol adalah 65,04, (2) Siswa yang menggunakan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee memiliki rata-rata nilai yang lebih baik saat praktikum di laboratorium dibandingkan rata-rata nilai siswa saat praktikum di laboratorium tanpa strategi Peta Konsep dan Diagram Vee, (3) Siswa memberikan persepsi sangat positif sebesar 47,5% dan positif sebesar 52,5% (sangat bermanfaat) terhadap penggunaan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee dalam kegiatan praktikum di laboratorium.
Kata Kunci : peta konsep, diagram Vee, hasil belajar, authentic assessment.
A. PENDAHULUAN
Dalam pembelajaran sains konsep-konsep dasar diusahakan di”bangun” (di”construct) sendiri oleh siswa dan dikembangkan secara mandiri, baik melalui transfer pengetahuan maupun pengamatan langsung terhadap gejala alam. Semua ini akan diolah secara kognitif dan pada akhirnya akan menghasilkan perubahan perilaku pula. Pada dasarnya pendekatan konstruktivistik menekankan proses membangun sendiri konsep-konsep yang dipelajari oleh siswa (student oriented) (Wonorahardjo, 2006).
Salah satu cara untuk mengembangkan strategi belajar mengajar bermakna kepada siswa adalah dengan menggunakan strategi Peta Konsep (concept
mapping) (Novak, 1994 dalam Rusmansyah, 2001). Peta konsep yang
secara visual hirarki generalisasi-generalisasi dan untuk mengekspresikan keterkaitan proposisi dalam sistem konsep-konsep yang saling berhubungan. Hasil penelitian Iskandar (2005) dan Rusmansyah (2001) menunjukkan bahwa dengan strategi Peta Konsep akan membantu siswa membangun konsep-konsep dan prinsip-prinsip baru serta sangat baik sebagai alat pembelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Praktikum merupakan bagian yang penting dalam proses pembelajaran kimia. Namun pada pelaksanaannya, sering mengalami kendala. Salah satu di antaranya adalah masalah laporan. Laporan menyita banyak waktu, tidak hanya dalam proses pembuatannya tetapi juga dalam penilaiannya. Pada sisi lain sebenarnya laporan praktikum merupakan media dalam pengembangan salah satu ketrampilan ilmiah, yaitu komunikasi. Dengan keadaan ini perlu dicari sebuah bentuk laporan praktikum yang lebih sederhana yang masih tetap dapat digunakan untuk menilai ketrampilan ilmiah mahasiswa, tidak menghilangkan alur ilmiah dan terlebih lagi tetap mengajarkan pada siswa kimia tentang proses ilmiah itu sendiri (Purtadi & Sari, 2005). Gowin seperti pendidik sains yang lain, mencatat bahwa siswa tidak dapat menjelaskan makna dari hasil penemuan mereka dan menghubungkan dengan teori yang sesuai. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membantu siswa dalam menjelaskan makna dari hasil penemuan mereka dan menghubungkan dengan teori yang sesuai adalah dengan menggunakan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee. Novak dalam Swami & Shields (2006) mendeskripsikan Diagram Vee sebagai perwakilan heuristik “pandangan
saling berinteraksi dalam proses membangun pengetahuan baru.”
Fungsi Diagram Vee adalah menolong siswa untuk melihat interaksi antara teori, metode dan hasil. Diagram Vee adalah seperti advance organizer dalam meningkatkan organisasi yang kuat pada struktur kognitif. Diagram Vee yang diselesaikan siswa bertindak sebagai laporan laboratorium mereka dan memudahkan bagi guru untuk merespon daripada laporan laboratorium tradisional.
Penerapan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee dan penilaian autentik (authentic assessment) pada penelitian ini dilakukan pada pembelajaran kimia pada kompetensi dasar larutan penyangga. Hal yang mendasari pemilihan kompetensi dasar larutan penyangga disebabkan karena siswa kadang-kadang kesulitan dalam:
a. memutuskan apakah suatu larutan merupakan larutan penyangga sebagai efek menambahkan ke dalam masing-masing larutan pada larutan lainnya yang mengandung asam atau basa
b. memutuskan apakah larutan merupakan larutan penyangga berdasarkan zat terlarutnya
c. meramalkan efek pada larutan dengan menambahkan larutan penyangga pada larutan bukan penyangga, memberi nama larutan yang terjadi
d. menuliskan rumus untuk reaksi yang merupakan hasil dari penambahan asam atau basa pada larutan penyangga yang tersedia
e. menjelaskan atau mengoreksi penjelasan bagaimana larutan penyangga bekerja (Hawkes, 1996).
berikut :
1. Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa kelas XI IPA semester genap SMA PGRI Lawang Malang antara siswa yang diajar dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee dengan yang diajar dengan metode ceramah pada materi pokok bahasan larutan penyangga tahun 2007/2008?
2. Apakah ada perbedaan nilai praktikum di laboratorium siswa kelas XI IPA semester genap SMA PGRI Lawang Malang antara siswa yang diajar dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee dengan yang diajar dengan metode ceramah pada materi pokok bahasan larutan penyangga tahun 2007/2008? 3. Bagaimana persepsi siswa terhadap penerapan strategi Peta Konsep dan
Diagram Vee dalam pembelajaran larutan penyangga? B. METODE PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah rancangan eksperimental semu (quasi
eksperimental) dengan pemilihan subjek peneltian tidak secara random (Ibnu dan
kawak-kawan, 2003 dan Sugiyono, 2008). Adapun bentuk rancangan penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
Kelas Pretest Perlakuan Postest
Eksperimen - X1 T2
Kontrol - - T2
Keterangan : T2 : Postest
Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA1 dan siswa kelas XI IPA2 SMA PGRI Lawang Malang. Kelas XI IPA 1 terdiri dari 40 siswa yaitu 26 siswa perempuan dan 14 siswa laki-laki. Kelas XI IPA 2 terdiri dari 38 siswa yaitu 26 siswa perempuan dan 12 siswa laki-laki.
3. Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas dalam penelitian ini adalah strategi pembelajaran. b. Variabel Terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar
4. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah: 1) memberikan tes bekal ajar awal kepada kelas subjek penelitian untuk mengetahui pengetahuan awal siswa, 2) melaksanakan pembelajaran dengan strategi diagram Vee pada kelompok eksperimen dan penilaian dengan authentic
assessment) selama proses pembelajaran dan pada akhir pembelajaran pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, 3) memberi pos test kepada semua subjek penelitian menggunakan tes hasil belajar.
5. Teknik Analisis Data
a. Deskripsi Data
Deskripsi data dilakukan dengan statistik uji t (Subana dan Sudrajat,2005). b. Pengujian Hipotesis
Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan : 1). Uji Normalitas Sebaran Data
a). Uji Kolmogorov-Smirnov (Hasan, 2004) dengan bantuan SPSS 10.00 for
c). Keputusan, jika pada taraf signifikansi α = 0,05 Do < Dt, berarti sampel X : berasal dari populasi berdistribusi normal.
2). Uji Homogenitas Varians Antar Kelompok
a) Uji homogenitas yang digunakan pada penelitian ini adalah Uji Levene dengan bantuan SPSS 10.00 for windows.
b). Kriteria : Ho diterima jika probabilitas > 0,05 atau H0 diterima bila Fhitung < FTabel
c). Hipotesis : Ho = sampel berasal dari variasi yang sama (homogen) H1 = sampel berasal dari variasi yang tidak sama (tidak homogen) C. HASIL ANALISIS
1. Deskripsi Data
a. Bekal Ajar Awal Siswa
Data bekal ajar siswa diperoleh dengan soal-soal essay yang berhubungan dengan materi pelajaran kimia sebelumnya yaitu asam basa, pH asam basa dan kesetimbangan kimia. Dari perhitungan dengan SPSS 10.00 for windows diperoleh probabilitas signifikan 0,212 > 0,05 berarti H0 diterima.
b. Data Penilaian Autentik
1). Lembar Tugas Siswa
Untuk mempermudah siswa dalam mempelajari materi larutan penyangga maka siswa mengerjakan tugas-tugas dalam Lembar Tugas Siswa. Hasil dari Nilai Lembar Tugas Siswa menunjukan bahwa siswa-siswa pada kelompok eksperimen memiliki nilai rata lembar tugas siswa yang lebih tinggi daripada nilai rata-rata lembar tugas siswa kelompok kontrol disebabkan karena siswa pada
untuk menyelesaikan soal-soal dalam lembar tugas siswa. Sedangkan siswa pada kelompok kontrol cenderung pasif, mengerjakan soal-soal secara individu.
2). Praktikum di Laboratorium
Untuk data nilai praktikum di laboratorium terdapat perbedaan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen terdapat pengambilan nilai saat siswa merancang percobaan sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada kegiatan merancang percobaan. Dalam merancang percobaan siswa menghitung jumlah volume zat yang diperlukan untuk membuat larutan penyangga dengan pH larutan penyangga yang sudah diketahui dan menghitung masa zat yang diperlukan untuk membuat larutan penyangga. Hal yang penting pula, siswa pada kelompok eksperimen juga merancang percobaan dengan membuat peta konsep dan mengisi diagram Vee sebelum masuk laboratorium. Pada kelompok kontrol, siswa menerima petunjuk praktikum yang telah dibuat oleh guru.
a). Merancang Percobaan
Hampir semua siswa mendapat nilai 100 dalam merancang percobaan karena setelah siswa merancang percobaan, maka ada pembahasan bersama di kelas, kemudian siswa yang masih menjawab salah diberi kesempatan untuk membetulkan rancangan percobaan mereka. Siswa merancang percobaan berdasarkan petunjuk praktikum. Siswa menentukan volume larutan asam lemah dan basa konjugasi untuk membuat larutan penyangga asam yang sudah diketahui pHnya serta menentukan volume larutan basa lemah dan asam konjugasi untuk membuat larutan penyangga basa yang sudah diketahui pHnya.
pada umumnya mampu membuat peta konsep larutan penyangga dengan persentase jumlah rata-rata sebesar 88,7%. Dengan membuat peta konsep maka siswa telah memahami konsep-konsep sebelum melakukan percobaan di laboratorium.
b). Nilai Kinerja di Laboratorium (Performance Assessment)
Data nilai kinerja di laboratorium dikumpulkan saat siswa melakukan percobaan di laboratorium dengan menggunakan penilaian check list. Yaitu meliputi penilaian mengambil dan memasukkan zat dalam tabung reaksi, mengukur dengan pH indikator universal, kebersihan, kerapian, membuat larutan penyangga asam, membuat larutan penyangga basa, dan menimbang zat dengan neraca. Data penilaian kinerja di laboratorium (Performance Assessment) dapat dilihat pada dilihat bahwa rata-rata kemampuan kinerja siswa di laboratorium kelompok eksperimen sedikit lebih tinggi dari kelompok kontrol. Berarti siswa kelompok eksperimen lebih terampil dalam mengikuti kegiatan praktikum.
c). Nilai Laporan
Nilai laporan percobaan yang disusun oleh siswa dapat dilihat terdapat perbedaan dalam membuat laporan praktikum pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen, siswa menyusun laporan praktikum dengan menggunakan Diagram Vee. Sedangkan pada kelompok kontrol, siswa menyusun laporan praktikum dengan laporan dengan petunjuk menyusun laporan dari guru.
Adapun hasil penilaian secara rinci dari pengisian Diagram Vee oleh siswa kelompok eksperimen ditunjukkan dalam pertanyaan fokus adalah 100% karena
Untuk nilai pengisian Diagram Vee diperoleh rata-rata nilai 90,07% yang menunjukkan bahwa pada umumnya siswa mampu mengisi Diagram Vee pada materi larutan penyangga.
Dari paparan nilai praktikum di laboratorium, maka dapat diperoleh rata-rata nilai praktikum di laboratorium yang dapat diketahui bahwa rata-rata-rata-rata nilai praktikum di laboratorium pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada bahwa rata-rata nilai praktikum di laboratorium pada kelompok kontrol. Hal ini dapat dijelaskan bahwa siswa kelompok eksperimen dengan Peta Konsep dan Diagram Vee, dapat melakukan percobaan dengan menghubungkan antara konsep-konsep yang telah dipelajari dengan fakta-fakta yang diperoleh saat percobaan di laboratorium.
d) Nilai Kuis
Untuk mengetahui kemajuan belajar siswa pada materi larutan penyangga, peneliti memberikan kuis pada pertemuan ke 4. Data nilai kuis dapat dilihat bahwa nilai rata kuis siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dari nilai rata-rata kuis siswa kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kelompok eksperimen memiliki kemajuan belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelompok kontrol.
e) Nilai Keaktifan Siswa
Untuk mengetahui keaktifan siswa saat pembelajaran di kelas, dilakukan penilaian dengan check list tentang aspek kognitif, keantusiasan, keseriusan dan kerajinan siswa. Nilai tentang keaktifan siswa dapat diketahui bahwa siswa kelompok eksperimen lebih aktif dalam pembelajaran di kelas dibandingkan
kelompok eksperimen selalu menunjukkan keaktifan untuk bertanya dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh siswa lain/guru, memperhatikan guru dan siswa lain yang memberikan pendapat, konsentrasi saat belajar di kelas, serius/tidak bercanda dengan teman dan mencatat hal-hal yang penting saat pembelajaran di kelas.
c. Tes Tertulis
Setelah siswa selesai menjalani pembelajaran materi larutan penyangga di kelas, maka dilakukan tes tertulis untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi larutan penyangga. Tes tertulis terdiri dari soal-soal pilihan ganda dan soal-soal essay. Ada pun hasil tes tertulis dapat terlihat bahwa nilai tes tertulis siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelompok kontrol.
d. Hasil Belajar Siswa
Dari hasil penilaian autentik (authentic assessment) dapat diketahui hasil belajar siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelompok kontrol. Namun demikian hal ini masih harus diuji melalui hipotesis secara statistik. Pengujian yang digunakan adalah uji t dengan bantuan SPSS 10.00
for windows untuk mengetahui apakah H0 atau H1 dapat diterima dalam perhitungan statistik.
e. Data Persepsi Siswa Terhadap Pembelajaran dengan Strategi Peta Konsep
menunjukkan persepsi siswa terhadap minat terhadap kimia, keingintahuan, kesiapan sebelum belajar di kelas, keaktifan, persiapan sebelum praktikum, prosedur kerja, manajemen waktu, pemahaman konsep dan kreativitas siswa dan untuk mengetahui persepsi siswa terhadap pembelajaran dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee.
Secara umum dari persentase persepsi siswa tersebut dapat diketahui bahwa persepsi siswa secara keseluruhan adalah sangat positif dan positif terhadap pembelajaran dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee. Berdasarkan Hasil Persepsi Siswa Terhadap Pembelajaran dengan Strategi Peta Konsep dan Diagram Vee terlihat bahwa 21,94% siswa sangat setuju dan 52,18% siswa setuju bahwa strategi peta konsep dan diagram Vee sangat bermanfaat dalam kegiatan praktikum di laboratorium dan 22,37% berpendapat tidak setuju dan 3,52% sangat tidak setuju bila strategi peta konsep dan diagram Vee dapat membantu dalam kegiatan praktikum di laboratorium.
2. Analisis Data
a. Uji Prasyarat Analisis
Sebelum melakukan uji hipotesis terhadap data hasil belajar siswa yang diperoleh pada penelitian, maka dilakukan pengujian prasyarat analisis terlebih dahulu. Pengujian prasyarat analisis yang dilakukan adalah uji normalitas dan uji homogenitas.
1). Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data bekal ajar awal dan hasil belajar siswa kelompok eksperimen dan kontrol normal atau tidak.
for windows melalui uji kolmogorov smirnov.
a) Bekal Ajar Awal
Dari hasil uji normalitas bekal ajar awal menunjukan kelompok kontrol nilai probabilitas 0,26 sedangkan kelompok eksperimen 0,81
b) Hasil Belajar Siswa
Dari hasil uji normalitas Hasil belajar siswa menunjukan kelompok kontrol nilai probabilitas 0,91 sedangkan kelompok eksperimen 0,94
Berdasarkan nilai probabilitas pada bekal ajar awal dan hasil belajar siswa dapat diketahui bahwa nilai propabilitas > 0,05 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel terdistribusi normal. Oleh karena itu dapat dianalisis lebih lanjut dengan uji t.
2). Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah varian dari data bekal ajar awal siswa dan data hasil belajar pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol homogen atau tidak. Dalam penelitian ini pengujian homogenitas dilakukan dengan bantuan SPSS 10.00 for windows yaitu dengan uji Lavene. a). Bekal Ajar Awal
Dari Hasil Uji Homogenitas Bekal Ajar Awal Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen dapat diketahui bahwa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai nilai signifikan untuk uji Lavene lebih besar dari 0,05 berarti sampel homogen.
Kelompok Eksperimen dapat diketahui bahwa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai signifikan untuk uji Lavene lebih besar dari 0,05 berarti sampel homogen.
b. Uji Perbedaan Tes Bekal Ajar Awal
Uji t dapat dilihat pada bagian “independent samples test” pada kolom
t-test. Berdasarkan hasil uji t data tes bekal ajar awal siswa diperoleh signifikan
0,21 > 0,05 dan thitung (1,26) < tTabel (1,99) berarti rata-rata tes bekal ajar awal siswa kelompok eksperimen dan rata-rata tes bekal ajar awal siswa kelompok kontrol adalah tidak berbeda secara signifikan.
c. Uji Perbedaan Hasil Belajar
Berdasarkan hasil uji t data hasil belajar siswa diperoleh t hitung sebesar 12,52 dan t Tabel sebesar 1,99 maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee dengan yang diajar dengan metode ceramah pada materi larutan penyangga.
D. PEMBAHASAN ANALISIS
1. Keefektifan Penggunaan Strategi Peta Konsep dan Diagram Vee Terhadap
Prestasi Belajar Kimia
Dari hasil uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee dengan siswa yang diajar dengan metode ceramah. Nilai rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee sebesar 74,43 sedangkan rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan metode
Peta Konsep dan Diagram Vee memberikan pengaruh yang positif pada hasil belajar siswa. Hal serupa juga dikemukakan oleh Iskandar (2005) menunjukkan bahwa penerapan strategi Diagram Vee dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Laju Reaksi dan Kesetimbangan Kimia di kelas XI SMA Negeri 7 Malang. Ranah kognitif mengindikasikan kestabilan dari siklus I ke siklus II serta nilai rata-rata hasil belajar yang dicapai subjek penelitian masih melampui Standar Kenaikan Minimum (SKM), sedangkan ranah psikomotor menunjukkan penurunan siklus dari siklus I ke siklus II walaupun penurunan ini tidak menyebabkan nilai di bawah SKM dan ranah afektif menunjukkan peningkatan.
Berdasarkan hasil pengamatan oleh peneliti, dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee lebih baik terhadap hasil belajar kimia pada materi larutan penyangga disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
♦ Siswa yang diajar dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee mempunyai minat terhadap kimia, sikap rasa ingin tahu dan keaktifan yang tinggi selama proses pembelajaran materi larutan penyangga. Siswa belajar dengan diawali menemukan konsep-konsep yang berhubungan dengan larutan penyangga, menyelesaikan tugas dalam lembar tugas siswa, berdiskusi dengan teman untuk memecahkan masalah tentang larutan penyangga. Dengan membuat Peta Konsep dan Diagram Vee siswa menyusun suatu konsep atau gagasan dengan struktur berjenjang, yaitu dari yang bersifat umum menuju yang bersifat khusus dilengkapi dengan garis-garis penghubung yang sesuai. Dengan peta konsep dapat diketahui tingkat pemahaman siswa. Dengan Peta
di antara konsep-konsep yang akan dijadikannya peta konsep, sehingga dengan demikian pembelajaran tidak hanya sekedar menghapal konsep-konsep atau fakta-fakta sains. Setelah menyusun dan menghubungkan konsep-konsep, selanjutnya siswa membuat contoh dalam kehidupan sehari-hari agar pembelajaran menjadi makin bermakna.
♦ Dengan membuat Peta Konsep dan Diagram Vee dapat menghantarkan siswa untuk menemukan hubungan antara pengetahuan dan kerja ilmiah. Siswa dapat menghubungkan antara konsep-konsep yang telah diketahui dengan konsep-konsep yang dibangun melalui percobaan di laboratorium. Diagram Vee dapat menolong siswa untuk mengorganisasi berpikir mereka lebih baik, investigasi lebih efisien, dan menciptakan petunjuk untuk belajar. Lebih lanjut, Diagram Vee membuat siswa merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri karena mereka dalam kontrol belajar mereka sendiri dan mengetahui apa yang mereka kerjakan.
♦ Dengan membuat Peta Konsep dan Diagram Vee memberi kemudahan bagi siswa dalam melakukan percobaan di laboratorium, karena mereka telah mempersiapkan diri merancang percobaan sebelum masuk laboratorium, sehingga siswa lebih mudah memahami konsep dan prosedur percobaan sehingga siswa mengetahui dan memahami tahap demi tahap apa yang harus dikerjakan dalam kegiatan praktikum di laboratorium. Dengan membuat Peta Konsep dan Diagram Vee siswa juga dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang materi larutan penyangga sehingga hasil belajar siswa pada materi larutan penyangga meningkat.
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, siswa aktif memunculkan masalah/ide, aktif bertanya/menjawab pertanyaan saat diskusi, mendengarkan dan memperhatikan guru dan siswa lain yang mengemukakan ide dan siswa aktif menggali informasi dalam membangun sendiri konsep-konsep kimia melalui pengalamannya.
♦ Pembelajaran dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee siswa tidak hanya sekedar menghapal konsep-konsep, siswa membangun pengetahuan sendiri sehingga belajar menjadi lebih bermakna dan tidak mudah dilupakan. 2. Data Kemampuan Praktikum di Laboratorium
Penilaian kinerja (performance assessment) yang diamati selama proses pembelajaran dengan penilaian check list yaitu meliputi penilaian mengambil dan memasukkan zat dalam tabung reaksi, mengukur dengan pH indikator universal, kebersihan, kerapihan, membuat larutan penyangga asam, membuat larutan penyangga basa, dan menimbang zat dengan neraca. Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dan dua orang obsever yang membantu diperoleh ketercapaian setiap indikator untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat terlihat bahwa siswa yang diajar dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee lebih terampil dalam melakukan kegiatan praktikum. Keterampilan ini ditunjang oleh keaktifan dan minat siswa yang besar terhadap pelajaran kimia. Dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee siswa dapat mengumpulkan fakta-fakta dan meningkatkan kemampuan kinerja siswa.
Dari rata-rata nilai siswa saat praktikum di laboratorium pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata nilai siswa saat praktikum di
kelompok eksperimen dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee, dapat melakukan praktikum dengan menghubungkan antara konsep-konsep yang telah dipelajari dengan fakta-fakta yang diperoleh saat praktikum di laboratorium. 3. Persepsi siswa terhadap Pembelajaran Kimia Menggunakan Strategi Peta
Konsep dan Diagram Vee
Hasil analisis deskripsi angket siswa terhadap strategi Peta Konsep dan Diagram Vee adalah :
a. Minat terhadap Kimia
Pembelajaran dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee meningkatkan minat yang besar pada diri siswa untuk belajar kimia. 57,5% siswa menyatakan setuju terhadap setiap pernyataan. Dampak dari minat yang besar terhadap pembelajaran kimia ditunjukkan dengan selalu hadir pada pelajaran kimia, senang mengerjakan soal-soal kimia dan berusaha mengerjakan soal-soal kimia sebaik-baiknya.
b. Keingintahuan
Keingintahuan siswa meningkat dengan penerapan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee. 57,5% siswa menyatakan setuju pada setiap pernyataan. Siswa senang berdiskusi dan belajar kelompok dalam mengerjakan tugas-tugas kimia, selalu mencari informasi/pengetahuan tentang kimia dari perpustakaan dan atau internet. Untuk meningkatkan wawasan siswa memiliki buku kimia lebih dari satu.
c. Kesiapan
Dengan penerapan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee maka kesiapan siswa sebelum menerima pelajaran meningkat, hal ini ditunjukkan dengan 46,25% siswa
membaca dan menyusun pertanyaan sebelum pelajaran kimia dimulai. Siswa juga berusaha memahami kimia dimana saja untuk meningkatkan pemahaman mereka. Hal ini sesuai dengan karakteristik pembelajaran dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee sebagai salah satu pembelajaran konstruktivis.
d. Persiapan sebelum praktikum
Dengan penerapan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee siswa dapat mempersiapkan diri sebelum melakukan percobaan di laboratorium. Hal ini ditunjukkan dari 41,67% siswa menjawab setuju pada setiap pernyataan.
e. Prosedur kerja
Dengan penerapan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee siswa telah mengetahui tahap demi tahap prosedur yang akan dilakukan di laboratorium. 52% siswa menjawab setuju pada setiap pernyataan. Dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee siswa lebih percaya diri dan siap untuk melakukan praktikum di laboratorium. Siswa terdorong untuk membaca dan memahami prosedur sebelum kegiatan dimulai di laboratorium. Siswa memahami tahap demi tahap apa yang harus dilakukan saat praktikum di laboratorium.
f. Manajemen waktu
Dengan membuat Peta Konsep dan Diagram Vee siswa dapat memanajemen waktu. Siswa menganggap bahwa dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee, selain memahami prosedur percobaan, siswa juga dapat menghemat waktu saat bekerja di laboratorium karena mereka dapat bekerja dengan urut dan efisien. Hal ini ditunjukkan dengan 30% siswa menjawab setuju.
lebih mudah memahami dan mempelajari materi larutan penyangga, konsep larutan penyangga mudah diingat dan bertahan lama dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan 71,67% siswa menjawab setuju pada setiap pernyataan.
h. Kreativitas siswa
Dengan penerapan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee dapat meningkatkan kreativitas siswa yang ditunjukkan dari 56% siswa menjawab setuju pada setiap pernyataan.
i. Penilaian terhadap penerapan model pembelajaran dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee
Siswa menunjukkan sikap 52,18% setuju strategi Peta Konsep dan Diagram Vee diterapkan pada pembelajaran kimia karena sangat berbeda dengan metode yang biasa digunakan oleh guru di kelas yaitu metode ceramah. Siswa menyukai penerapan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee dan menghendaki agar strategi Peta Konsep dan Diagram Vee diterapkan pada pembelajaran kimia yang ada praktikumnya. Dengan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee membuat siswa mudah mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas.
E. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut :
Peta Konsep dan Diagram Vee lebih baik jika dibandingkan hasil belajar siswa yang menggunakan metode ceramah yaitu rata-rata nilai untuk kelompok eksperimen adalah 74,43, sedang rata-rata nilai untuk kelompok kontrol adalah 65,04.
b. Siswa yang menggunakan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee memiliki rata-rata nilai yang lebih baik saat praktikum di laboratorium dibandingkan rata-rata nilai siswa saat praktikum di laboratorium tanpa strategi Peta Konsep dan Diagram Vee.
c. Siswa memberikan persepsi sangat positif sebesar 47,5% dan positif sebesar 52,5% (sangat bermanfaat) terhadap penggunaan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee dalam kegiatan praktikum di laboratorium.
2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan di atas maka pada bagian ini dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
a. Para guru disarankan menerapkan strategi Peta Konsep dan Diagram Vee dalam kegiatan praktikum di laboratorium pada materi kimia dengan materi pokok yang berbeda.
b. Mengacu pada kajian pustaka, perlu dikembangkan penilaian autentik (authentic assessment) lebih lanjut sampai pada tahap remidial sehingga siswa dapat memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
_________ Tanpa Tahun. Authentic Assessment Overview. Pearson Education Development Group http://www.teachervision.fen.com/teaching-methods/educational-testing/4911.html Diakses 27 Februari 2007
Alvarez, M.C. 2004. Teaching and Learning. Diakses lewat: http://explorers.tsuniv.edu/veeweb/
Arifin, M. 2005. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Malang : UM Press.
Astuti, R.N. 2003. Keefektifan Strategi Menggunakan Peta Konsep dalam
Pengajaran ditinjau dari Prestasi dan Retensi Belajar Siswa Kelas II SMUN 4 Malang pada Materi Laju Reaksi. Tesis tidak diterbitkan.
Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Busnawir dan Suhaena. 2004. Pengaruh Penilaian Berbasis Portofolio terhadap
Hasil Belajar dengan Mempertimbangkan Kemandirian Belajar Siswa (Eksperimen pada Siswa SMP Negeri 44 Jaktim). Jakarta : Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan. Edisi Khusus. Desember 2006. 88-107.
Depdiknas Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 2002.
Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning).
Drost, J.SJ. 2005. Dari KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) Sampai MBS
(Manajemen Berbasis Sekolah). Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Ebenezer, J.V. 1992. Making Chemistry Learning More Meaningful. Journal of Chemical Education. Juni Volume 69 No.6 p.464-467.
Fajaroh, F., Mardianto, D., Kartini, R. 2001. Penggunaan Peta Konsep untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep Mol Siswa Kelas I SMU Laboratorium Malang. Media Komunikasi Kimia. Jurnal Ilmu Kimia dan Pembelajarannya No.1 Tahun 5 Februari. Malang : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.
Hasan, I. 2004. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta : Bumi Aksara Hawkes, J.S. 1996. Buffer Calculations Deceive and Obscure. Journal The
Chemical Educator 1/Vol.1 No.6. http://journals.springer-ny.com/chedr. Diakses 4 September 2007
Ibnu, S., Mukhadis, A., Dasna, I.W. 2003. Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Malang : Universitas Negeri Malang.
Iskandar, S.M. 2004. Strategi Pembelajaran Konstruktivistik dalam Kimia. Malang : Universitas Negeri Malang FMIPA Jurusan Kimia.
Iskandar, S.M. 2005. Penelitian Tindakan Kelas : Memperbaiki Kualitas
Pembelajaran Laju Reaksi dan Kesetimbangan Kimia di Kelas XI SMA Negeri 7 Malang Menggunakan Peta Konsep dan DiagramVee. Malang :
Erlangga.
Mackinnu. 2006 Asesmen Otentik. Malang : Fakultas MIPA Jurusan Kimia UM. Makalah disampaikan dalam Seminar Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang.
Nakhleh, M.B. 1992. Why Some Students Don’t Learn Chemistry. Journal of Chemical Education, Volume 69 No.3 (191-196).
Nelson, M. 1996. An Analysis of Elementary Education Majors’ Progress With
Vee Diagramming. Diakses 5 September 2007.
www.ed.psu.edu/CI/journals/96pap45.htm%20Vee.htm
Novak. 2001. Novak’s Theory of Education : Human Constructivism and
Meaningful Learning, Journal Chemical Education, Agustus 2001 Vol.78
No.8 p.1107.
Novrianto, A.D. 2000. Keefektifan Strategi Pengajaran Menggunakan Peta
Konsep ditinjau dari Prestasi dan Retensi Belajar Siswa Kelas II SMUN 7 Malang Pada Materi Senyawa Karbon Tesis tidak diterbitkan. Malang:
Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Passmore, G.G. 1998. Using Vee Diagrams to Facilitate Meaningful Learning
and Misconception Remediation in Radiologic Technologies Laboratory Education. Radiologic Science and Education 4(1), 11 – 28. diakses lewat: http://www.aers.org/V4N1PASSMORE.html
Puckett, M.B. & Black, J.K. 2000. Authentic Assessment of The Young Child,
Celebrating Development and Learning. USA : Prentice Hall.
Purtadi, S & Sari, L.P., 2005. Diagram Vee Sebagai Alternatif Bentuk Praktis
Laporan Praktikum Kimia. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional
FMIPA UNY Tanggal 8 Februari 2005.
Puskur. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia SMA dan MA. Jakarta: Depdiknas.
Ricard, I.A. 1997. Classroom Instruction and Management. USA : Mc Graw Hill Risnaidi. 2006. Keefektifan Strategi Peta Konsep dan Diagram Vee dalam
Pembelajaran Kimia ditinjau dari Proses dan Hasil Belajar Siswa. Tesis
tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Roth & Bowen. 1993. The Unfolding Vee, Creative Student Discoveries Can
Unfold if Guided by Vee Maps. Diakses 4 September 2007. http://www.educ.uvic.ca/faculty/mroth/teaching/445/MiddleVee.htm
Rusmansyah. 2001. Meningkatkan Pemahaman Siswa Terhadap Konsep Kimia
Karbon Melalui Strategi Peta Konsep (Concept Mapping). Jakarta : Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan. Mei 2003, Tahun Ke-9 No.042. 348-361 Sanjaya, W. 2006a. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta : Kencana Prenada Media.
Sanjaya, W. 2006b. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media.
Saragih, S. 2007. Upaya Memperbaiki Miskonsepsi Pembelajaran Analisis Real
Melalui Pengajaran Remidial Dengan Bantuan Media Peta Konsep dan Tutor Sebaya. Jakarta : Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Edisi khusus.
Tahun ke-13. Agustus 2007. 112-127.
Shepardson, D.P. & Jackson,V. 1997. Developing Alternative Assessment Using
The Benchmarks. www.nsta.org/main/news/pdf/sc9710_34.pdf Diakses 4 September 2007.
Slameto. 1991. Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester (SKS). Jakarta : Bumi Aksara.
Subana dan Sudrajat. 2005. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung : Pustaka Setia.
Sudjana, N. 2005. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo
Sugiyono. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.
Susilowati, E. 2003. Pengembangan Pembelajaran Kimia Menggunakan
Pendekatan Siklus Belajar Dengan Model 5-E Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep-konsep Kesetimbangan Fase. Penelitian Tindakan
Kelas Dibiayai Oleh Dikti Depdiknas. Surakarta: FKIP Universitas Sebelas Maret.
Swami, P. & Shields, R. 2006. Gowin’s Knowledge Vee : Using To Improve
Preservice Teachers Ability For Conducting and Directing Science Investigations. Diakses 4 September 2007.
http://theaste.org/proceedings/2006proceedings/Swami%201%20.htm Thiessen, R. 1993. The vee diagram: A Guide for Problem Solving. Aims
Newsletter. May/June 1993.
Tuckman, B.W. 1999. Conducting Educational Research. Fifth Edition. New York: Harcourt Brace College Publisher.
Teknologi Pembelajaran. Tahun 5. Nomor 1. April 1997 22-28
Weber, E. 1999. Student Assessment That Works, A Practical Approach. USA : Allyn and Bacon.
Widodo, A. 2007. Konstruktivisme dan Pembelajaran Sains. Jakarta : Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Januari 2007. Tahun ke-13. Nomor. 064. 91-105.
Winahyu, S.E.; Kartini, H. dan Sukamti. 1999. Penerapan Penilaian Kinerja
Siswa dalam Pembelajaran IPA SD Kelas V (Penelitian Tindakan di SD Laboratorium IKIP Malang). Jurnal Penelitian Pendidikan. Tahun 9. Nomor
1. Juni 1999. 81-92
Wonoraharjo, S. 2006. Filosofi Konstruktivisme dalam Pembelajaran Kimia. Malang : Universitas Negeri Malang FMIPA Jurusan Kimia.
KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN PADUAN PROBLEM SOLVING DAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XI IPA
Devita Sulistiana, S.Si
Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang
ABSTRAK
Kata kunci: problem solving, model belajar kooperatif, hasil belajar, berpikir kritis. Penelitian ini mengkaji keefektifan model pembelajaran paduan problem
solving (PS) dan kooperatif tipe STAD jika dibandingkan dengan model
pembelajaran problem solving (PS) atau kooperatif tipe STAD secara terpisah untuk meningkatkan hasil belajar dan berpikir kritis siswa kelas XI IPA pada pokok materi hidrolisis garam. Diharapkan dampak dari interaksi sifat-sifat positif kedua model pembelajaran (PS dan Kooperatif tipe STAD) tersebut dapat meningkatkan keefektifan belajar. Dari hasil penelitian diketahui bahwa: (1) hasil belajar siswa kelas PS-STAD lebih baik daripada kelas PS ataupun kelas STAD, (2) berpikir kritis siswa kelas PS-STAD lebih baik daripada kelas PS ataupun kelas STAD (3) Persepsi siswa terhadap penerapan pembelajaran PS-STAD secara umum adalah positif.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kurikulum nasional yang disempurnakan pada tahun 2006, standarisasi masukan dan proses pembelajaran tidak diartikan sebagai suatu penyeragaman nasional, tetapi lebih merupakan penyatuan kerangka dalam diversifkasi sistem pendidikan. Standarisasi meliputi berbagai aspek masukan sistem pendidikan, dan menjadi kriteria minimum yang harus dipenuhi aspek masukan sistem pendidikan. Standar tersebut meliputi standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian
pendidikan. Fokus dari standar pendidikan diarahkan untuk menghasilkan kompetensi lulusan yang bermutu, baik kompetensi akademik, kompetensi praktis-vokasional, maupun kompetensi kepribadian sebagai individu dan makhluk sosial. Pendidikan berbasis standar menggeser arah kurikulum dari pertanyaan tentang apa yang harus diajarkan menjadi apa yang harus dikuasai anak didik pada akhir setiap jenjang pendidikan. (Sriwidati, 2006). Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru adalah perbaikan model dalam pembelajaran dan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi yang harus dikuasai siswa.
Kimia merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sulit dan menjadi momok bagi sebagian siswa. Hasil penelitian Wiseman (1981) dan Nakhleh (1992) menunjukkan bahwa kebanyakan siswa mudah mempelajari mata pelajaran lain tetapi mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep dan prinsip kimia. Kurangnya minat dan motivasi siswa dalam mempelajari kimia merupakan salah satu penghambat keberhasilan pembelajaran. Sebagaimana dikemukakan oleh Andreas (1995) bahwa penyebab peserta didik merasa bosan di kelas dan tidak tertarik pada pelajaran kimia adalah ketidaktahuan mereka mengenai kegunaan kimia dalam kehidupan sehari-hari. Guru kimia selalu mengajar dengan metode ceramah yang hanya menekankan pada ketuntasan materi tanpa memperdulikan ketuntasan belajar siswa, sarana laboratorium yang tidak memadahi, serta metode pembelajaran yang kurang bervariasi yang hanya berpegang pada buku/diktat (text book oriented) merupakan faktor penyebab kurangnya minat siswa dalam pelajaran kimia.
Dengan adanya pembaharuan pendidikan dari paradigma behaviorisme yang mengacu pada teacher centered teaching bergeser menuju ke paradigma
konstruktivisme yang mengacu pada peran guru sebagai fasilitator belajar dan siswa
sebagai pebelajar yang aktif (student centered teaching), maka pembaharuan pembelajaran kimia pada dasarnya dimulai dari bagaimana cara siswa belajar dan bagaimana cara guru mengajar, yang pada gilirannya adalah bagaimana cara siswa mengkontruksi pengetahuan. Berdasarkan pandangan itulah, maka semua itu dapat dilakukan dengan menggunakan suatu model pembelajaran yang bersifat konstruktivistik (Rahayu: 2002).
Model pemecahan masalah (problem solving) merupakan salah satu model pembelajaran yang bersifat kontruktivistik yang melibatkan siswa secara aktif sehingga memungkinkan terjadinya proses kontruksi pengetahuan dengan baik sehingga akan dapat meningkatkan pemahaman materi yang diberikan kepada siswa. Model pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) tidak dirancang untuk menjelaskan secara langsung bagaimana cara memecahkan masalah, tetapi strategi ini dirancang untuk membantu proses pemecahan masalah sesuai dengan langkah-langkah yang dimilikinya sehingga dapat mengembangkan proses berfikir siswa, teknik pemecahannya dapat dilaksanakan secara berkelompok atau individual, dapat dikerjakan di dalam kelas atau sebagai tugas di luar kelas (Mayer dalam Tumurang, 2000 dan Arifin, 1995).
Ilmu kimia yang mengandung banyak konsep abstrak mengharuskan siswa untuk dapat memahaminya dengan baik. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit. Burn & Geavws dan Slavin & Madden (dalam Slavin, 1995) menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa akan terdorong untuk menemukan dan
memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya.
Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan model pembelajaran paduan (kolaborasi) antara metode pemecahan masalah (problem solving) dan pembelajaran kooperatif model STAD, dengan alasan: (1) model pemecahan masalah (problem
solving) dan model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran
kontruktivistik yang dapat meningkatkan motivasi dan pemahaman siswa dalam mempelajari kimia; (2) model pemecahan masalah (problem solving) dan model pembelajaran kooperatif merupakan cara yang tepat untuk memulai mengubah pembelajaran yang berpusat pada guru ke pembelajaran yang berpusat pada siswa, dengan model pembelajaran kooperatif ini memungkinkan siswa yang kurang pandai dapat terbantu oleh siswa yang lebih pandai, sehingga ketakutan terhadap kegagalan menjadi berkurang, sehingga akan meningkatkan keberanian mereka untuk aktif dalam pembelajaran; (3) kemampuan bekerjasama dari siswa dalam kelompok pada model pembelajaran kooperatif dalam memecakan masalah (problem solving) merupakan tuntutan pembelajaran agar mendapatkan pengalaman belajar life skill yang akan berguna dalam kehidupan bermasyarakat dimasa sekarang maupun dimasa yang akan datang; dan (4) model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa karena dengan belajar bersama dan saling membantu maka semakin berkuranglah ketakutan siswa terhadap anggapan bahwa pelajaran kimia itu sulit. Hasil belajar dan keterampilan berpikir kritis adalah dampak positif yang diharapkan dari model pembelajaran paduan (problem solving dan kooperatif ) ini. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan mengajar. Dari
sisi guru, tindak mengajarnya diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Hasil belajar di satu sisi merupakan akibat tindakan guru sebagai pencapaian tujuan pengajaran. Pada pembagian lain merupakan peningkatan kemampuan mental siswa.
Penggunaan model pemecaan masalah (problem solving) dan kooperatif model STAD pada penelitian ini akan diterapkan pada pokok bahasan hidrolisis. Alasan yang melatarbelakangi pemilihan pokok bahasan hidrolisis karena merupakan salah satu materi yang memerlukan penyelidikan, khususnya pada penentuan sifat-sifat larutan garam. Materi hidrolisis yang saling berhubungan satu dengan lainnya menuntut siswa untuk dapat terlebih dahulu memahami konsep dasar hidrolisis. 1.2 Rumusan Masalah
(1) Apakah penerapan model pembelajaran paduan problem solving dan kooperatif tipe STAD lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa jika dibanding dengan siswa yang diajar dengan menggunakan metode problem solving ataupun kooperatif tipe STAD saja pada pokok materi hidrolisis?
(2) Apakah penerapan model pembelajaran paduan problem solving dan kooperatif tipe STAD lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa jika dibanding dengan siswa yang diajar dengan menggunakan metode problem
solving ataupun kooperatif tipe STAD saja pada pokok materi hidrolisis?
(3) Bagaimanakah persepsi siswa terhadap penerapan model pembelajaran paduan
problem solving dan kooperatif tipe STAD pada pokok materi hidrolisis?
1.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan rancangan eksperimen semu. Dalam penelitian ini ditetapkan tiga kelompok kelas sebagai sampel penelitian yang
semuanya merupakan kelompok eksperimen. Dalam penelitian ini akan dibuat kesimpulan tentang perbedaan pengaruh metode A (problem solving), metode B (kooperatif tipe STAD) dan paduan metode A dan B. Kelas pertama (R1) akan diajar dengan menggunakan metode problem solving (X1), kelas kedua (R2) akan diajar dengan menggunakan metode kooperatif tipe STAD (X2), dan kelas ketiga (R3) akan diajar dengan menggunakan metode pembelajaran paduan problem solving-kooperatif tipe STAD (X3). Dengan demikian rancangan penelitiannya dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 1. Skema Rancangan Eksperimen Semu.
Kelas Perlakuan Pos Tes
R1 X1 01
R2 X2 02
R3 X3 03
Keterangan: X1 = perlakuan pembelajaran model PS (Problem Solving) X2 = perlakuan pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipeSTAD
X3 = perlakuan pembelajarn model pembelajaran PS-Kooperatif tipe STAD
O1 = skor postes kelompok kelas pada model pembelajaran PS O2 = skor postes kelompok kelas pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD
O3 = skor postes kelompok kelas pada model pembelajaran PS- kooperatif tipe STAD
1.4 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 4 Malang yang terbagi dalam tiga kelas. Penentuan kelompok kelas ditentukan secara acak,
kelas pertama yang terpilih sebagai kelompok 1 yang akan diajar dengan metode
problem solving (PS), kelompok kedua akan diajar dengan metode kooperatif tipe
STAD, dan kelompok tiga yang terpilih akan diajar dengan metode paduan PS-kooperatif tipe STAD.
II. ISI
2.1 Hasil Analisis Terhadap Hasil Belajar Siswa
Penelitian ini bertujuan untuk menguji keeefektifan model pembelajaran
problem solving dengan seting kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan hasil
belajar dan kemampuan berpikir kritis pada materi hidrolisis garam, dibandingkan dengan model pembelajaran problem solving (dengan seting individu), dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hasil pengujian terhadap data yang dihasilkan dan diuji secara statistik memperlihatkan bahwa model pembelajaran problem solving dengan seting kooperatif tipe STAD lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi hidrolisis garam jika dibandingkan dengan model pembelajaran problem solving dan kooperatif tipe STAD, namun berdasarkan uji LSD (beda nyata terkecil) ketiga model pembelajaran tersebut berbeda secara nyata. Selanjutnya untuk mengukur keefektifan model pembeljarn pduan PS-Kooperatif STAD dalam mengukur tingkat pemahaman siswa (hasil belajar) dibandingkan dengan kelas problem solving, dan kelas kooperatif STAD adalah sebagai berikut:
2.1.1 Kelas Problem Solving (PS) versus PS-Kooperatif STAD
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran paduan problem solving yang diseting secara
kooperatif tipe STAD memberikan hasil belajar lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran problem solving yang diseting secara individu. Hal ini membuktikan bahwa model pembelajaran problem solving yang diseting secara kooperatif dapat memberikan kekuatan yang mampu mendukung pada peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis dan membangun peran aktif belajar siswa. Dengan menggabungkan model pembelajaran problem solving dengan model pembelajaran yang sinergi, dalam hal ini adalah model pembelajaran kooperatif maka diharapkan pembelajaran akan berlangsung lebih efektif. Seperti kita ketahui bahwa model pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) dimaksudkan memfokuskan pada siswa agar mampu untuk memahami masalah, mengidentifikasi jalan/cara mengerjakan masalah, merencanakan bagaimana caranya terbaik mengerjakan masalah, menggunakan rencana itu untuk mencoba memecahkan masalah, dan memeriksa jika masalah sudah dipecahkan. Seting kooperatif yang dilakukan dalam proses pemecahan masalah dimaksudkan agar siswa dapat saling membantu sesama anggota kelompoknya apabila mengalami kesulitan, sehingga pemecahan masalah lebih mudah diselesaiakan. Dengan interaksi kooperatif akan memungkinkan siswa menjadi sumber belajar bagi sesamanya. Konsep ini dikembangkan dari teori Vigotsky yang menyatakan bahwa siswa belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan terdekat mereka. Siswa bekerja pada zona perkembangan terdekatnya pada saat mereka terlibat dalam tugas-tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri, tetapi dapat diselesaikan bila dibantu oleh teman sebayanya (Slavin, 1995). Cooper (dalam Azizah, 2003) mengatakan bahwa dengan pembelajaran kooperatif siswa akan bertanggung jawab
terhadap proses belajarnya, terlibat secara aktif dan memiliki usaha yang lebih besar untuk berprestasi. Selain itu adanya interaksi antar siswa juga mendukung prestasi belajar. Hal ini juga disebabkan pembelajaran kooperatif memungkinkn siswa lebih banyak belajar dari teman dibandingkan dari guru (Slavin, dalam Azizah 2003).
Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa antara model PS-STAD dengan model PS memberikan perbedaan yang cukup signifikan yang ditunjukkan dari hasil perolehan skor rata-rata hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis, yakni kelas PS-STAD dengan skor rata 77,974 sementara kelas PS dengan skor rata-rata 69,143. Hasil belajar siswa ditunjukkan oleh persentase rata-rata-rata-rata tingkat pamahaman (C2) dan penerapan (C3) pada Tabel 2. (persentase pencapaian materi) menunjukkan bahwa siswa yang diajar dengan model pembelajaran problem solving dengan seting kooperatif tipe STAD menunjukkan hasil yang lebih tinggi.
Tabel 2. Persentase Pencapaian Materi
Aspek yang diukur (indikator) Nomor Soal
% Pencapaian PS STAD PS-STAD
Menentukan jenis-jenis larutan garam berdasarkan asam-basa
penyusunnya dari data
percobaan sebelumnya.
Mengelompokkan beberapa
garam berdasarkan jenisnya.
1, 2a, 2b 86,31 85,91 89,53
Menentukan jenis-jenis garam yang dapat terhidrolisis. Menyebutkan contoh garam
yang terhidrolisis dan
menjelaskan alasannya.
3, 4, 5 71,03 74,8 76,92
Menghitung pH larutan garam
Pertanyaan yang muncul dalam hal ini adalah apakah kelebihan model PS-STAD jika dibandingkan dengan model PS dalam hal pencapaian hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis?. Pada kelas PS-STAD siswa terbagi dalam kelompok STAD dimana anggota kelompok terbagi secara heterogen berdasarkan nilai hasil belajar (kemampuan awal). Pada kelas ini siswa belajar dalam proses poblem solving (penyelesaian masalah), bekerjasama (diskusi kelompok), mengumpulkan bukti-bukti (hasil investigasi), dan hasil akhir (pertanggungjawaban kelompok) disajikan dalam diskusi kelas. Hal ini membuktikan bahwa bentuk kegiatan ini, seperti penyelesaian masalah, pertanyaan terbuka (saling mengemukakan pendapat), penjelasan siswa, diskusi kelompok, diskusi kelas, kolaborasi, saling menghargai pendapat siswa lain telah memberikan penekanan terjadinya proses konstruksi sosial. Hal ini sesuai dengan teori sosiokultur Vygotsky bahwa pengetahuan bersifat sosial, terbentuk dari usaha kooperatif untuk belajar, dan memecahkan masalah secara bersama-sama. 2.1.2 Kelas Kooperatif STAD versus Problem Solving-Kooperatif STAD
Senada dengan pembahasan di atas, beradasarkan hasil pengujian dengan menggunakan diketahui bahwa model PS-Kooperatif STAD lebih baik daripada model Kooperatif tipe STAD yang ditunjukkan dari hasil perolehan skor rata-rata hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis, yakni kelas PS-Kooperatif STAD dengan skor rata-rata 77,974 sementara kelas STAD dengan skor rata-rata 73,476. Meskipun nilai perbedaan rata-rata ini tidak berbeda secara signifikan, namun berdasarkan uji statistik (ANAVA dan LSD) menunjukkan bahwa keduanya adalah berbeda secara nyata.
Tabel 3. Uji Anava Postest
Sum of Squares
df Men Square F Sig
Postes Between Group
Within Group Total 1577,423 7558,593 9136,016 2 120 122 788,711 62,988 12,522 0,000
Table 4. Uji LSD Postes
Dependent Variable (I) Kelas (J) Kelas Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Low Bound Upper Bound Hasil Belajar Postes LSD PS STAD -4,3333* 1,7319 0,036 -8,443 -0,2233 PS-STAD -8,8315* 1,7649 0,000 -13,0198 -4,6432 STAD PS 4,4333* 1,7649 0,032 -8,6865 -0,3098 PS-STAD -4,5982* 1,7319 0,036 0,2233 8,4434 PS-STAD PS 8,8315* 1,7649 0,032 0,3098 8,6865 STAD 4,4982* 1,7649 0,000 4,6432 13,0198
The mean different is significant at the 0,5 level
Hasil belajar siswa ditunjukkan oleh persentase rata-rata tingkat pamahaman (C2) dan penerapan (C3), yang menunjukkan bahwa siswa yang diajar dengan model pembelajaran problem solving dengan seting kooperatif tipe STAD menunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan mengguanakn model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Proses pembelajaran pada kelas PS-STAD dimulai dengan pemberian masalah yang mengarahkan siswa untuk mencari dan menemukan konsep. Karena diseting secara kooperatif, maka dalam proses pencarian (observasi) dan pemecahan masalah ini memungkinkan siswa untuk berinteraksi dengan siswa lain, mengembangkan keterampilan kolaboratif, meningkatkan rasa percaya diri siswa dalam mengemukakan pendapatnya. Pada kelas PS-STAD siswa terbagi dalam kelompok STAD dimana anggota kelompok terbagi secara heterogen berdasarkan
nilai hasil belajar (kemampuan awal). Pada kelas ini siswa belajar dalam proses
poblem solving (penyelesaian masalah), bekerjasama (diskusi kelompok),
mengumpulkan bukti-bukti (hasil investigasi), dan hasil akhir (pertanggungjawaban kelompok) disajikan dalam diskusi kelas. Pada kelas STAD pembelajaran dimulai dengan menetapkan dan menjelaskan tujuan pembelajaran, fase kedua adalah penyajian informasi secara garis besar, tahap inilah yang membedakan dengan model PS-Kooperatif STAD. Seting pembelajaran koopertif STAD transmisi pengetahuan guru ke siswa masih diperlukan sebelum siswa belajar secara kooperatif.
2.2 Perbedaan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
Aspek berpikir kritis yang diukur dalam penelitian ini mencakup 6 aspek yang tersebar dalam 6 butir soal, aspek berpikir kritis yang diukur antara lain: (1) memfokuskan, (2) memperoleh informasi, (3) mengorganisasi, (4) menganalisia, (5) menggeneralisasi, (6) melakukan evalausi. Untuk lebih jelasnya distribusi sebaran butir soal untuk mengukur tingkat pemahaman siswa (hasil belajar) dan kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat pada Lampiran 7. Selanjutnya hasil keterampilan berpikir kritis siswa dapat dipaparkan perbandingannya sebagai berikut:
2.2.1 Kelas Problem Solving (PS) versus PS-Kooperatif STAD
Secara keseluruhan kemampuan berpikir kritis siswa yang diaajar dengan model pembelajaran problem solving yang diseting secara kooperatif memberikan hasil yang lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan model pembelajaran problem solving.
Aspek yang diukur (indikator) Nomor Soal
% Pencapaian PS STAD PS-STAD
Menentukan jenis-jenis larutan garam berdasarkan asam-basa
penyusunnya dari data
percobaan sebelumnya.
Mengelompokkan beberapa
garam berdasarkan jenisnya.
1, 2a, 2b 86,31 85,91 89,53
Menentukan jenis-jenis garam yang dapat terhidrolisis. Menyebutkan contoh garam
yang terhidrolisis dan
menjelaskan alasannya.
3, 4, 5 71,03 74,8 76,92
Menghitung pH larutan garam
dari [OH-] dan [H+] 6a, 6b, 6c, 7 59,97 64,29 68,43
Tabel 6. Persentase Pencapaian Hasil Belajar Dan Keterampilan Berpikir Kritis
No soal
Kategori Hasil belajar Keterampilan berpikir kritis Persentase pencapaian PS STAD PS-STAD 1 Keterampilan berpikir kritis - Mengorganisasi (C3) 94,05 91,67 97,44
2a Hasil belajar C2, pemahaman - 88,09 88,69 89,74
2b Hasil belajar C2, pemahaman - 76,79 77,38 81,41
3 Hasil belajar C2, pemahaman - 66,86 71,43 73,72
4 Keterampilan berpikir kritis - Memperoleh informasi (C2) 69,05 72,62 73,72 5 Keterampilan berpikir kritis - Mengevaluasi (C6) 76,19 80,36 83,33
6a Hasil belajar C3, penerapan - 58,33 63,10 66,03
6b Keterampilan berpikir kritis - Menggeneralisasi (C5) dan menganalisis (C4) 63,69 66,07 69,87 6c Keterampilan berpikir kritis - Menggeneralisasi (C5) dan menganalisis (C4) 54,74 57,74 64,74 7 Keterampilan berpikir kritis - Memfokuskan (C1) 63,09 70,24 73,08
Berdasarkan Tabel 5. di atas diketahui bahwa perbedan kemampuan berpikir kritis siswa diantara dua kelompok kelas berbeda cukup signifikant terhadap semua aspek berpikir kritits yang diukur. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam memfokuskan, memperoleh informasi, mengorganisasi, manganalisa, menggeneralisasi, dan melakukan evaluasi lebih baik jika siswa belajar memecahkan masalah secara kooperatif daripada belajar memecahkan masalah secara individu. Hal ini sesuai dengan teori Vygotsky yang menyatakan bahwa hubungan antara seorang anak dengan anak lainnya di dalam kelas sangat penting, ini merupakan sesuatu yang sudah banyak diabaikan oleh Piaget dan kebanyakan pandangan lainnya (kecuali penganut konstruktivisme). Vygotsky mendukung penggunaan seorang anak yang lebih cerdas untuk membantu anak yang kurang cerdas. Anak yang lebih cerdas membantu masyarakat dengan membantu anak yang kurang cerdas. Vygotsky mengemukakan bahwa aturan ini bukan merupakan pengorbanan bagi pihak anak yang cerdas. Dengan menerangkan dan membantu anak-anak lain, dia mungkin mendapatkan pemahaman yang lebih atas hasil belajarya sendiri, dalam hal metakognitif dan dengan mengajarkan sebuah topik, dia memperkuat hasil belajarnya sendiri. Hal inilah yang menjadi dasar dari pembelajaran kooperatif.
Adanya perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang diajar dengan model probem solving yang diseting secara kooperatif tipe STAD dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran problem solving disebabkan oleh beberapa faktor. Penggabungan model pembelajaran problem solving dan kooperatif tipe STAD dalam satu paket pembelajaran dinilai memberikan banyak keuntungan, antara lain:
(1) Siswa terbiasa dalam hal mengungkapkan gagasan/ide-ide mereka, hal ini terlihat ketika siswa mampu mengemukakan konsep-konsep yang ada dalam soal
problem solving dengan benar yang ditunjukkan oleh hasil observasi
pada ”identifikasi konsep” dimana responnya adalah positif.
(2) Meningkatkan kemampuan kerjasama dan ketrampilan berkomunikasi sesama siswa, rasa saling menghargai serta munculnya tanggung jawab personal dan kolektif. Hal ini terlihat ketika siswa belajar dalam diskusi kelompok, dimana roses saling bertukar informasi /pendapat, mengoganisasi, menganalisis masalah, menggeneralisasi, dan melakukan evaluasi secara bersama-sama adalah lebih baik daripada melakukannya secara individu.
(3) Keterlibatan mental emosional siswa lebih komprehensif, akibatnya siswa terbiasa dan mampu meramu strategi dan prosedur untuk mencari solusi dari permaslahan yang dihadapi, terutama dalam hal penyelesaian soal-soal.
(4) Pengelompokan siswa secara hterogen dalam kelompok STAD memfasilitasi terjadinya pertukaran ide, argumentasi dan refleksi dari masing-masing anggota kelompok dalam upaya konstruksi pengetahuan. Kondisi ini menyebabkan siswa lebih terangsang dalam belajar dan berpikir secara kritis.
2.2.2 Kelas Kooperatif STAD versus PS-Kooperatif STAD
Sama halnya dengan penerapan model pembelajaran problem solving, model pembelajaran kooperatif tipe STAD menunjukan hasil yang tidak cukup baik daripada model pembelajaran paduan problem solving dan kooperatif STAD dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Dalam proses pemecahan masalah (problem solving) siswa dituntut untuk lebih aktif, kritis, dan kreatif dalam
menyelesaiakn soal-soal. Studi literatur dalam mencari tahu jawaban atas soal yang ada membuat siswa tidak tergantung informasi dari guru, namun penggabungan problem solving dengan kooperatif memungkinkan siswa untuk saling bekerjasama dan tukar informasi dalam meyelesaiakan permasalahan bersama.
Meningkatnya hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa berarti penelitian ini telah berhasil mencapai indikator yang telah ditetapkan dalam pembelajaran sains. Hal ini sesui dengan Starr (2006) bahwa keberhasilan pengembangan keterampilan berpikir kritis meliputi beberapa aspek yang telah diimplementasikan, yaitu: (1) brainstorming, dengan cara membuat hubungan belajar dengan pengalaman belajar sebelumnya, membangun/memformulasikan pertanyaan, tujuan/masalah, merumuskan masalah/tujuan, (2) melakukan penelitian dengan cara menyusun alasan dan dihubungkan dengan pertanyaan/ masalah, terlibat dalam kegiatan praktikum, menyimpulkan informasi untuk memahami fakta, (3) meramalkan dengan meprediksikan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, (4) membuktikan prosedur dengan cara melakukan percoaban sesuai dengan urutan, (5) memaknai hasil yang diperoleh dengan cara menguji langkah-langkah dan prosedur, membuat lembar pengamatan, dan membuat kesimpulan, (6) pengembangkan hasil yang diperoleh dengan cara memberikan saran terhadap hasil yang diperoleh sebagai upaya meningkatkan hasil belajar pada proses pembelajaran sain lainnya. Dengan demikian pengembangan enam aspek berpikir kritis siswa, yaitu memfokuskan, memperoleh informasi, mengorganisasi, menganalisis, menggeneralisasi,dan evaluasi telah tergambar melalui kebiasaan berpikir dan bertindak siswa.
2.3 Persepsi Siswa terhadap Penerapan Model Pembelajaran PS-Kooperatif STAD
Persepsi siswa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran, karena persepsi tersebut akan berdampak pada motivasi seseorang dalam meraih keberhasilan. Apabila di awal pembelajaran telah timbul persepsi negatif pada suatu model pembelajaran, maka selanjutnya tingkat keseriusan dan motivasi siswa akan cenderung menurun. Begitu juga sebaliknya, jika siswa memberikan persepsi yang positif terhadap suatu model pembelajaran, maka siswa akan temotivasi untuk belajar.
Dari data persentase persepsi siswa pada setiap indikator (Tabel 7) menunjukkan bahwa persepsi siswa terhadap hampir semua indikator adalah positif, hanya saja persepsi siswa terhadap indikator saling menghargai dan berani mengemukakan pendapat yang termasuk dalam aspek kooperatif dalam hal ini masih dinilai negatif.
Tabel 7. Persentase Persepsi Siswa Pada Setiap Indikator
Indikator Nomor
angket
% Persepsi siswa
Senang belajar Kimia 3, 5, 8, 16 76
Mudah memahami pelajaran 4, 10, 15 77,67
Termotivasi untuk belajar dan menyelesaikan tugas
9, 11, 12,
13 80
Saling menghargai dan berani mengemukakan
pendapat 6 60
Kerjasama dengan teman 1, 2, 7 80
Kesesuaian metode pembelajarn dan materi 14 78
Terbukti bahwa model pembelajaran PS-Kooperatif STAD dinilai dapat memberikan motivasi siswa untuk mempelajari materi hidrolisis garam, dan